“Selain kecantikan fisik, kecantikan psikologis dan kesehatan mental perlu untuk dirawat dan diperhatikan oleh wanita. Seseorang dengan kesehatan mental yang baik akan mempunyai kesadaran untuk memutuskan jalan hidupnya. Berani gagal dan berhasil serta belajar dari kesalahan, kemudian berani bertanggungjawab terhadap kehidupannya” | Intan Maria Halim, S.Psi, CH (Ruang Pulih)
Saya mendadak termenung membaca rangkaian kalimat pembuka yang disampaikan oleh Intan Maria Halim, S.Psi., CH, Founder Ruang Pulih, dalam lembar Pengantar untuk buku antologi PULIH.
Damn, it’s so true!! (pardon my language) Klise? Nope. Nyatanya rangkaian kalimat itu memang benar kok. Fisik itu cuma tampak luar. Bisa dipoles dengan apapun. Bahkan hanya dengan sebuah senyuman. Tapi yang terpenting diantara kesemuanya adalah kecantikan psikologis dan kesehatan mental. Your inner. Your psychic.
Sama halnya saat kita membicarakan soal celak, pupur, bedak, gincu dan yang lainnya. Untuk orang-orang yang mementingkan inner health, pasti akan memilih caring (baca: skin care) lebih dulu ketimbang make-up. Merawat itu jauh lebih penting ketimbang dempulan. Karena kulit dan atau tubuh yang terawat akan lebih mudah dipoles menuju hasil yang maksimal. Well oke, sekarang banyak celak yang easily cover everything, bahkan hingga bopeng sekalipun. Tapi berapa lama kita akan bertahan dengan beratnya dempulan itu? Sekuat apa?


Baca juga : DANCING SNAIL. Bukannya Malas, Cuma Lagi Mager Aja. Kekayaan Literasi dan Ilustrasi Dalam Satu Wadah.
Sekilas Tentang Buku Antologi PULIH
Saya memutuskan untuk memiliki dan membaca buku PULIH setelah menelusuri ulasannya di salah satu artikel seorang teman blogger. Hati saya langsung terpaut. Ada sesuatu yang istimewa di sini meskipun baru berupa feeling aja pada awalnya. Something yang menyentil jiwa tapi sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata dan diwakilkan oleh kalimat apapun. Apalagi lewat beberapa sumber informasi yang sempat saya telusuri, buku antologi dari komunitas Ibu Ibu Doyan Nulis (IIDN) ini bukan project yang terbit dan terang tanpa sebuah konsep dan serangkaian persiapan yang well-managed.
Dari kelahiran idenya, IIDN akhirnya membentuk mutual partnership dengan Ruang Pulih yang digawangi oleh Intan Maria Halim, S.Psi., CH (counselor and founder Ruang Pulih). Lalu hadirlah dr. Maria Rini Indriarti, Sp.Kj, M.Kes, untuk melengkapi pembahasan dari sudut kejiwaan agar apa yang disajikan kepada publik menyentuh sisi ilmiahnya. Sebuah proses yang tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan. Saya yakin, begitu rencana itu terbangun, kemudian mengumpulkan 25 orang penulis dalam satu visi dan misi, rangkaian pengalaman istimewa pun perlahan muncul satu persatu. Karena kita semua pasti paham, menulis sesuatu yang terkubur dalam jiwa dan (pernah) mempengaruhi hidup kita, pastilah bukan pekerjaan mudah.
Well, tidak mudah tapi bukan berarti tak mungkin kan ya? Lewat kematangan dan kedewasaan berpikir, kemampuan mengolah diksi, dan kenyang pengalaman di dunia literasi, ke-25 sahabat-sahabat blogger ini, akhirnya mampu melewati proses pulihnya masing-masing, satu demi satu.
Seperti yang disampaikan oleh Widyanti Yuliandri, Ketum IIDN, kelahiran buku antologi ini ternyata tidaklah secetek yang dibayangkan. Langkah free writing, curcol, atau menulis bebas tentang apa yang dirasakan, pada tahap awal toh akhirnya perlu didukung oleh rangkaian bimbingan dari para professional di bidang kejiwaan. Penyembuhan luka pun melewati prosesnya. Mulai dari art teraphy, ikhlas menuliskan luka yang lama tersimpan di dalam hati, hingga menjadi satu tulisan yang menginspirasi.
Luar biasa.

Baca juga: TRAVELLERS ON FIRE. Buku Antologi Sarat Cerita Perjalanan Dari 35 Orang Penulis

Pulih Yang Saya Pahami
Ada, mungkin banyak, buku psikologi atau kegiatan pembahasan masalah psikologis yang sudah saya baca dan perhatikan bahkan ikuti. Tak ada satupun yang tidak menyentuh hati. Satu dunia dan keilmuan yang dulu sebenarnya jadi cita-cita saya. Kenapa? Karena saya merasa, menekuni dunia psikologi akan melatih saya untuk lebih banyak mendengarkan daripada bersuara. Satu hal yang pastinya membentuk kita menjadi manusia yang tangguh dan kuat mental. Jadi ketika membatalkan keputusan untuk menjadi seorang psikolog dan psikiater itu terjadi, saya menyesal hingga belasan tahun kemudian.
Di masa itu, dunia psikologi yang saya kenal dan terlintas di dalam benak adalah memperkaya kegiatan “menampung” ketimbang “menumpahkan”. Mengisi tapi tidak banyak membuang. Belajar lebih bijak lagi menjadi telinga dan bahu untuk mereka yang menitipkan kisah sedih dan duka melalui diri kita. Hidup yang sarat dengan misi mulia dan kemuliaan itu sendiri.
Tak jadi duduk sebagai mahasiswa psikologi, nasib ternyata tetap membawa saya sebagai teman cerita bagi siapa saja. Teman sekolah, rekan kantor, temannya teman, bahkan dengan orang yang belum lama kenal sekalipun. Awalnya tidak terbiasa tapi akhirnya justru lewat cerita dan atau curahan hati itulah, saya bisa mendapatkan pengetahuan tentang banyak hal. Termasuk diantaranya memegang kepercayaan dari mereka yang menitipkan kisah hidupnya.
Jujur. Tidak gampang menjadi “tong sampah” nya orang lain. Sebagai pusat penampungan dan penitipan cerita, seringkali saya begitu terlibat secara emosional terhadap masalah yang disampaikan. Kadang ada yang cuma sepele tapi gak sedikit juga yang sulit dan pelik tak terkira. Saya, sebagai manusia biasa, terpancing untuk turut memikirkan penderitaan orang yang bercerita hingga merasa bertanggungjawab untuk memberikan pemecahan masalah. Padahal mungkin hanya hadir sebagai pendengar saja bagi mereka sudah cukup. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia dan pengalaman, semua jadi begitu ringan dan enjoyable.
Jadi ketika membaca dan menikmati lembar demi lembar kisah yang tertulis di buku PULIH ini, saya merasakan dejavu atas beberapa kisah permasalahan yang dulu sempat saya dengar, terlibat secara emosional, hingga hadir untuk membantu mencarikan solusi yang terbaik. Masalah bisa jadi sama tapi pemecahannya bisa jadi berbeda. Tapi setidaknya semua bisa menghadirkan solusi yang melegakan hati.
Baca juga: TO ADO RE. Antologi Kaya Rasa, Sarat Cinta, dan Penuh Makna Untuk Tidore

Beberapa Tema Tulisan yang Bermakna
Dari 25 tulisan yang hadir untuk buku antologi PULIH, ada 4 tema cerita yang bermakna. Kisah yang pernah dan bahkan banyak banget menjadi bagian dari isi tong sampah saya dalam beberapa tahun yang lalu. Berbagai cerita similar yang ingin saya angkat dan urai kembali. Tentu saja akan ditambahi dengan review dari sudut pandang pribadi.
Rumah Tangga, Finansial dan Kehidupan Emosional
Saat ketidakstabilan finansial berpengaruh pada kehidupan emosional. Ada hubungannya? Ada banget. Bahkan sangat kuat terikat satu sama lain.
Lalu mana yang bener? Membangun rumah tangga saat sama-sama nothing (baca: crowling from zero) atau baru menikah setelah kita settle? Come on. Dunia minta kita mengurangi drama dan air mata. Ikutkanlah logika. Except you’re born rich atau (akan) mewariskan kekayaan yang tak habis hingga 7 turunan. If not, taruhlah pertimbangan finansial secara obyektif di depan. Baru setelah itu hadirkan rasa dan cinta setelahnya.
Poin soal finansial adalah salah satu hal yang wajib diurus, dipertimbangkan, dan diputuskan di bagian depan seperti yang sudah saya sebutkan di atas. Diskusikan terbuka dengan pasangan. Sadari kemampuan diri dan berhitunglah dengan cermat sebelum memulai dan menghabiskan hidup bersama di sebuah bahtera pernikahan. Bahkan ada seuntai kalimat yang menohok dan sering kita dengar, “Emang berumahtangga cuma makan cinta doang”. Ups. Sombong amat ya? Eits jangan salah. Pepatah itu, menurut saya, banyak loh benernya. Dan itu sangat realistis. Setidaknya, once we decide to tie the knot, dua orang dewasa dipastikan mandiri secara emosional, cara berpikir dan tentu saja siap secara finansial.
Kenyataan yang tidak boleh terlewatkan ketika memulai langkah-langkah baru dalam hidup. Apalagi kemudian diikuti oleh berbagai kebijakan keuangan yang tidak seimbang dengan pemasukan yang ada. Kacau dan hancurlah semua. Derita keuangan yang menimpa dari transaksi kartu kredit dan keberanian mengambil asuransi tanpa mempertimbangkan kemampuan, akhirnya menjebak diri dalam keruwetan berkepanjangan. Semua akhirnya menjadi beban pikiran dan menguras emosi.
Keinginan untuk bangkit dari keterpurukan dan hidup sehat dalam hal ekonomi lah yang akhirnya mendorong salah seorang penulis dalam buku ini untuk melunasi rentetan hutang kartu kredit, menutup asuransi, dan lebih cermat lagi mengatur masalah keuangan. Semua tindakan dewasa yang tentu saja diiringi oleh keinginan kuat untuk mengurai benang kusut yang sudah terjadi. Menentramkan hati dengan mengikuti art therapy dan menenangkan jiwa, mempasrahkan diri kepada Sang Pencipta sembari membaca lembar demi lembar Qur’an, akhirnya menjadi cara untuk pulih. Semua akhirnya bisa berlalu dan memberikan kesempatan kedua bagi hidupnya.
Kejadian sama juga pernah menimpa salah seorang teman saya. Alih-alih gegayaan memiliki kartu kredit, gesek sana-sini, belanja ini itu tanpa batas hingga akhirnya kebablasan. Yang lebih parah lagi hanya mampu melunasi pembayaran minimum setiap bulannya. Akhirnya terjerat dengan bunga yang terus bertambah setiap waktu dan harus berhadapan dengan debt collector. Hal ini terjadi hingga bertahun-tahun sampai suatu saat ada keinginan untuk bunuh diri karena sempat mendapatkan teror dari para penagih hutang. Hidupnya diselimuti masalah, menyerang ke psikis dan mengacaukan kehidupan kerja plus tentu saja menjadikannya tertekan lahir dan bathin. Jadi jangan main-main dengan urusan finansial. Bertindaklah bijak pada hal satu ini jika tidak ingin terjerat dengan berbagai permasalahan di dalamnya.

Baca juga : BONTANG Dalam Potret dan Kata. Khazanah Literasi Sejarah Sebuah Kota di Kalimantan Timur
Sesuatu Yang Terjadi Kepada Kita Adalah Skenario Nya
La Yukallifullahu Nafsan Illa Wus’aha (Al-Baqarah Ayat 286). Tidaklah Allah membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya.
Jika didalami makna yang tersirat di dalam ayat di atas, dengan sebuah keimanan yang kuat, kita tentunya atau seharusnya bisa berdamai dengan hati kala tertimpa musibah. Satu hal yang wajib kita ingat saat sebuah atau mungkin rentetan ujian mampir ke dalam hidup kita. Bahwa apapun yang terjadi atas kita adalah atas seijin Yang Maha Kuasa dan semua yang terjadi tentunya sesuai dengan kemampuan kita.
Perceraian orang tua dan kehilangan mereka untuk selamanya adalah dua hal yang begitu menggetarkan jiwa. Ketika dihadapkan pada kondisi dimana orang tua berpisah, rasa terpukul tentunya akan menghinggapi kejiwaan anak. Untuk alasan apapun perpisahan itu harus terjadi. Apalagi untuk anak yang sudah baliqh dan mengerti akan apa yang sedang terjadi. Tidak sedikit yang ikut terguncang jiwanya. Ada yang langsung bereaksi dalam tindakan nyata (yang biasanya cenderung destruktif). Tapi ada juga yang memendam di dalam hati hingga akhirnya menganggu kehidupan psikis.
Apa yang sebaiknya dilakukan ketika menghadapi hal sedemikian? Menerima dan ikhlas. Gampang ya untuk diucapkan tapi ternyata tidak segampang dalam kenyataannya. Tapi bukan gak mungkin untuk dilakukan. Kecewa? Tentu. Sedih? Pasti. Itu manusiawi. Bagaimana caranya kembali? Nikmati tangismu tapi jangan terjebak di dalamnya. Move on dan percaya bahwa everything will be alright. Because we are the one whose responsible to ourselves. Karena toh, kembali lagi ke ayat suci di atas. Allah tidak pernah membiarkan kita mengalami kesusahan yang berada di luar kesanggupan kita.
Saat membuka lembaran yang berjudul Everything Happens For A Reason, yang menjadi bagian dari buku PULIH, saya mendadak teringat dengan seorang teman yang beruntun mengalami kesedihan dan kepedihan. Terlahir sebagai anak tunggal dan introvert, dia harus mengalami kisah cinta kedua orang tuanya yang rumit bagai benang kusut. Perceraian orang tua pun tak terhindarkan. Dan yang lebih menyakitkan lagi adalah bahwa dia harus menerima kenyataan harus hidup mandiri, tak bisa bersama Ayah ataupun Ibunya.
Jadi sejak SMA dia dipaksa untuk menerima kenyataan bahwa hubungan darah tidak menjadi jaminan bahwa dia akan mendapatkan haknya sebagai anak. Setidaknya hak untuk dicintai. Waktu demi waktu dia lalui dalam kesendirian. Tak boleh mengeluh. Tak bisa protes. Yang mampu dia lakukan saat itu adalah bercerita pada saya. Dan karena sifatnya yang cenderung tertutup, terkadang susah untuk menggali apa yang dia rasakan. Tapi by the time, ketertutupan itu menemukan pancinya. Hampir tiap hari saya mendengarkan, mendengarkan dan mendengarkan. Karena hanya itu yang sesungguhnya dia butuhkan.
Keadaanlah yang akhirnya membuat dia kuat dan semakin tangguh. Lulus SMA membuat kami berpisah. Saya harus kembali ke Jakarta. Sementara dia mendapatkan beasiswa untuk kuliah di luar negeri. Satu doa yang selama ini terus dia panjatkan. Karena hubungannya dengan kedua orangtua tak kunjung membaik, menjauh sepertinya adalah salah satu solusi yang tepat. Saya setuju. Hingga kini dia tetap di luar negeri dan hidup berbahagia dengan istri dan kedua anaknya yang sudah dewasa.
Hikmah tentang kehidupan yang ternyata sangat berharga.

Berani Melawan KDRT
Menikah itu seperti memilih kucing dalam karung. Pepatah yang benar adanya. Seberapa jauh sih kita benar-benar kenal dengan kepribadian pasangan kita? Bahkan saudara sekandung yang jelas-jelas terlahir dari rahim yang sama pun kita kadang tak memahami. Apalagi dengan orang lain yang notabene baru kita kenal ketika usia kita beranjak dewasa.
Tidak sedikit kita mendengar cerita kegagalan rumah tangga dari sebuah cinta yang salah. Bukan cintanya yang salah, tapi hubungan cintanya yang tak sehat. Bisa jadi pada awalnya terlihat sehat atau merasa sehat karena sudah dibutakan oleh cinta. Saking cintanya mata, hati dan perasaan sudah tak bernalar. Hingga nasihat orang sekitarpun seperti angin lalu.
Tapi saat kemudian keadaan merubahnya menjadi satu hubungan yang sarat toxic, pertolongan pun harus membantunya bangkit. Kejadian KDRT beruntun pun akhirnya melengkapi hubungan yang sudah tidak sehat itu. Menimbulkan efek yang juga sama tidak sehatnya bagi orang tua dan anak yang sedang dalam kandungan.
Lepaskan dan tinggalkan karena kita berhak mendapatkan kebahagiaan.
Dari satu artikel yang ditulis oleh seorang penulis senior di dalam buku PULIH, saya tercenung. Tetiba teringat akan seorang teman wanita saya yang juga mengalami hal yang sama. Siksaan dari suami bukan hanya berupa hantaman fisik tapi juga kata-kata dan kalimat yang tajam bagai sembilu. Sangat menyakiti hati. Bertubi-tubi sampai akhirnya hati, pikiran dan fisiknya sudah tak mampu menahannya lagi. Alasan “demi anak-anak” pun akhirnya terkoyak sudah. Keputusan untuk berpisah yang menurut saya harusnya sudah diambil 10 tahun yang lalu akhirnya datang dengan sendirinya. Setelah teman-temannya, termasuk saya, sudah lelah memberikan masukan.
Semua orang berhak mendapatkan perlakuan layak. Semua orang tak boleh dihinakan oleh orang lain. Dengan alasan apapun dan oleh siapapun itu. Jadi saat teman ini bertekad mendaftarkan perceraiannya di Kantor Urusan Agama, saya lah yang dengan langkah tegap menemaninya. Meski harus mendadak cuti kantor sekalipun. Karena berada di sisi orang yang sangat membutuhkan kehadiran saya jauh lebih penting dari urusan berbagai pekerjaan yang harus saya selesaikan di kantor.

Baca juga : Revitalisasi PUTA DINO. Tenun Tidore yang Telah Punah
Bersepeda. Menyehatkan Badan, Meringankan Beban, dan Membawa Kebaikan.

Banyak cara untuk menuntaskan masalah. Salah satunya adalah bersepeda untuk menenangkan pikiran. Bonusnya juga banyak. Badan jadi lebih sehat, pikiran dan mental pun bertambah kuat. Tindakan positif yang mampu melahirkan banyak hal bermanfaat lainnya.
Bangkit dari 2 pilihan yang sama sulitnya dan sama pentingnya. Mempertahankan karir yang sudah lama diperjuangkan sementara di satu pihak ada anak-anak yang harus tinggal terpisah serta suami yang sedang bekerja di negara lain. Dilema yang membebani pikiran, mengacaukan ketenangan bekerja, hingga harus mendapati kenyataan sebuah sakit yang berasal dari pikiran. Kesulitan yang jamak terjadi pada ibu-ibu dengan anak-anak yang masih menuntut perhatian sementara di tangan yang lain ada sebuah karir yang patut dipertahankan. Posisi penting yang didambakan dan sudah diperjuangkan bertahun-tahun.
Naluri seorang ibu lah yang akhirnya mengalahkan segalanya. Termasuk diantaranya memutuskan bersepeda, melakukan olah raga, dan berdamai dengan hati lewat celah-celah bermakna yang ada di dalamnya. Hasilnya? semua masalah jadi terasa ringan, badan dan pikiran sehat, pun mampu mengambil keputusan yang terbaik. Bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk orang yang berada di sekitar termasuk anak-anak.
Bonusnya lagi, selama melakukan kegiatan bersepeda ini, sang penulis diberikan kesempatan untuk bertemu orang-orang dan melewati tempat-tempat yang mengajarnya untuk bersyukur dan memaknai hidup. Mengatur waktu kegiatan fisik sembari memberikan nafas bagi kesehatan dan kualitas iman. Satu titik balik yang menyentuh nurani dan membangkitkan rasa syukur yang sempat terabaikan.
Tulisan yang istimewa dan sangat menginspirasi.

Personal Review untuk Antologi PULIH
Antologi PULIH, menurut saya, adalah hadiah sarat makna bagi semua yang terlibat dalam kelahiran bukunya. Kenapa saya katakan hadiah? Karena dengan keberadaan buku ini, mereka telah melahirkan sebuah kado berupa legacy di dunia literasi yang akan terus dikenang sepanjang masa, dan sebuah buku yang sangat pantas untuk dimiliki oleh siapapun juga tanpa terkecuali.
Dari cerita lembar demi lembar, saya bisa merasakan bagaimana antologi ini berproses. Sesuatu yang pastinya meninggalkan arti yang begitu mendalam bagi semuanya. IIDN secara organisasi, para koordinator komunitas yang gak lelah untuk bekerja, Ruang Pulih yang meracik before dan after nya, dan tentu saja semua penulis yang telah berjuang mencari jalan untuk pulih.
Selain misi berbagai kebaikan untuk mereka yang disebutkan di atas, IIDN tentunya berharap bahwa buku antologi PULIH ini dapat dibaca dan menjadi satu inspirasi bagi publik. Terutama bagi mereka yang saat membaca masih berjuang untuk melepaskan diri dari kesehatan mental. Bisa jadi dengan memahami cerita, kesulitan yang sedang dihadapi akhirnya menemui jalan solusinya. Karena semua pasti mengerti bahwa solusi untuk setiap permasalahan itu bisa dari mana saja. Berkonsultasi dengan pakarnya, meningkatkan volume ibadah dan menangis dihadapan Nya, berbicara dengan orang tua, keluarga, dan sahabat, bahkan bisa jadi dari sumber tulisan yang sahih dan menenangkan hati.
Selamat untuk komunitas IIDN. Semoga kedepannya bisa melahirkan banyak karya tulis dengan tema membumi dan menumbuhkan kecintaan yang mendalam pada dunia pengolahan diksi.
Secara fisik buku ini enak banget dipegang dan dibolak-balik juga font yang nyaman untuk dibaca. Banyak kalimat-kalimat bijak (quotes) yang sarat ilham, mengiringi rangkaian cerita dan beberapa diantaranya saya hadirkan di sini. Yang butuh diperindah adalah covernya saja. Akan lebih cantik jika covernya dibuat lebih cerah dengan design yang dipegang oleh professional dalam bidang rancang visual.


#Pulih #BukuAntologiPulih #BukuAntologi #IIDN #KomunitasMenulis
Sebagai manusia memang kita juga harus belajar peka terhadap manusia lainnya. Urusan mental seringkali tidak terlihat. Kita melihat seseorang tersenyum dna menyangka sedang bahagia. Padahal mungkin aja dia sedang melakukan fake smile.
Pulih itu buku antologi yang sangat menarik. Menulis sesuatu yang mungkin saja sudah terkubur sekian lama, bisa jadi akan berat. Malah mungkin berisiko menimbulkan luka kembali. Buat saya mereka adalah para penulis yang tangguh dengan berani menuliskan ini.
Buat para pembaca tentu gak sekadar menjadi inspirasi. Tetapi, juga renungan dan pelajaran. Salah satu cerita bermakna yang di tulis di sini yaitu tentang “Rumah Tangga, Finansial, dan Kehidupan Emosional” mungkin banyak terjadi di saat pandemi ini. Bisa nih membaca buku Pulih untuk jadi salah satu bahan renungan.
Bener Mbak Keke. Menghadirkan luka hati untuk dibaca oleh publik itu aja butuh keikhlasan, keberanian dan keinginan kuat untuk pulih. Salut untuk semua teman-teman yang terlibat dalam kelahiran buku antologi yang satu ini. Semuanya tidaklah mudah.
Intinya mah cantik luar dalam ya Mba Annie. Selamat atas penerbitan buku antologi IIDN ini. Pastinya sangat berguna banget buat pembaca, khususnya emak-emak di rumah. Isinya menurut saya agak serius ya, tapi tentunya coretan ini sangat related dengan kondisi perempuan zaman sekarang.
Betul banget Mbak Mutia.
Aamiin YRA. Mendoakan juga agar buku PULIH semakin banyak dikenal dan dibaca oleh publik.
setuju mbak, ini buku yang sangat bagus
Buku2 kesehatan fisik mah banyak, yang langka tuh buku kesehatan mental dengan tulisan yang cair
Karena kesehatan psikis sama pentingnya dengan kesehatan fisik
Couldn’t agree more Mbak Maria. Buku yang sangat bagus untuk siapa saja.
Wahhh jadi PULIH ini antologinya IIDN toh.. keren banget 👏👏👏 wajib baca ini sih…
Betul Mbak. Selain PULIH ada juga buku antologi BIKIN KETAWA dan SINGLE, STRONG and SPARKLING.
Keren nih buku antologinya, dari judulnya Pulih, pasti isinya inspiratif ya. Bisa menjadi booster bagi kita dalam menghadapi masalah hati yang terluka dalam perjalanan hidup.
Inspiratif banget Mbak Mia. Banyak pelajaran tentang hidup dan kehidupan itu sendiri
Buku antologi PULIH merinding isi ceritanya, sarat kehidupan dinamika sosial salah satunya dalam rumah tangga dan cerita yang khas ketika berkeluarga. Bagus mengambil hikmah perjalanan sebuah keluarga nikmati perjalanannya la yukallifullaha illa wusaha…
Setuju Mas Ferry. Kita jadi banyak belajar tentang masalah kehidupan dan kehidupan itu sendiri
Awal buku ini terbit, ada beberapa blogger menuliskan ulasannya, dan infonya juga seliweran di FB, termasuk dari Mbak Widyanti. Dari beberapa ulasan itu aku jadi tahu, oh buku ini isinya tak hanya memberikan inspirasi, semangat, dan motivasi bagi pembaca yang juga memiliki masalah serupa tapi tak sama , tapi juga mengajak “ayo pulih dengan cara melakukan ini dan itu”.
Dan bagi para penulis di buku ini, dengan menulis di sini pun menjadi jalan mereka untuk pulih. Karena bercerita tentang persoalan ga hanya langsung ke Tuhan dan orang saja yang melegakan, bercerita lewat tulisan pun menjadi salah satu jalan. Walau belum sembuh, setidaknya meniti jalan menuju pulih.
Ayuk cocok jadi pendengar kisah bagi mereka yang digelayuti persoalan, meski bagi pencerita mungkin tak puas karena porsi ayuk lebih banyak mendengar ketimbang bicara, tapi kepercayaan yang diberikan untuk mendengar adalah salah 1 bagian terpenting dari seseorang untuk menjadi pulih.
Masalah bisa jadi sama tapi pemecahannya bisa jadi berbeda. AKu setuju banget dengan itu yuk :)
Banyak cara untuk mengobati luka hati. Menulis ini salah satunya. Ada juga yang memilih untuk menggambar atau mewarnai (biasanya orang yang terlalu introvert). Tapi juga ada yang pengennya cuma didengarkan. Meskipun masalah sama, jalan keluarnya belum tentu sama.
Aku suka dengan kehadiran buku PULIH ini. Inspiratif. Dan bisa jadi rujukan bagi mereka yang punya masalah senada tapi malu untuk bercerita.
Ternyata ini buku kumpulan antologi IIDN ya mba. Dsri baca kata pengantarnya saja sudah terasa banget bobot isinya. Btw untuk pulih apalagi menghadapi masalah KDRT, finansial, dll memang harus ikhlas dan speak up sih menurutku.
Semoga dg adanya buku ini makin banyak orang2 yg “pulih” sesungguhnya ya
Betul Mbak Mei. Buku ini salah satu dari buku antologi yang diterbitkan oleh IIDN.
Yap betul. Saya juga langsung terhenyak saat membaca rangkaian kalimat pengantar dari pihak Ruang Pulih. Langsung menohok kalbu. Dan statementnya bener banget.
Aamiin YRA. Semoga buku PULIH ini bisa jadi salah satu alternatif untuk mencari jalan keluar atas persoalan yang menghinggapi teman-teman kita.
Ya ampuuun mba. aku bingung mau komen apa, secara ini review bukunya super duper komprehensif! Jadi mupeng buat meminang buku “PULIH”-nya nih.
Laa Yukallfillahu Nafsan Illa Wusahaa (Al-Baqarah Ayat 286). Tidaklah Allah membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya.
Firman Illahi ini yang harus dipegang dengan kokoh dan kita “gigit dengan geraham”.
Hidup memang tidak pernah easy peasy… tapiii, BISMILLAH, dengan kekuatan dari ALLAH ta’ala, inyaALLAH kita bisa setroong dan menjalani tantangan kehidupan ya Mbaaa
Aamiin YRA. Satu hal yang juga harus kita ingat bahwa kita tidak akan sendirian. Pasti ada orang lain atau satu cara yang bisa menemani kita melalui sebuah masalah. Setidaknya memohon, berserah diri, dan ikhlas kepadaNya akan menenangkan jiwa.
mbaaak.. bagus banget catatannya 🥰
saya yakin setiap orang pernah mengalami luka hati/batin. dengan skalanya masing2. dan masing2 pasti juga punya mekanisme penyembuhannya sendiri2. kehadiran kawan sangat penting. saya mengalami sendiri masa buruk sampai melakukan pengobatan ke psikiater. sayangnya saya introvert banget..boro2 dapat masukan dari kawan, cerita juga ga pernah.
untungnya saya mencintai kehidupan. dan dipertemukan dengan orang2 baik yg membantu proses penyembuhan meski terbilang lambat sekali prosesnya.
MashaAllah. Semoga apapun itu Mbak Dhenok selalu dalam lindungan Allah SWT. Tak masalah berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pulih, tapi berpikir positif untuk menyembuhkan luka sudah lebih dari cukup.
Lepaskan dan tinggalkan, meski tidak tahu secara lengkap jalan ceritanya. Tapi memang beneran ada. Bacannya saja buatku menangis. Orang terdekatku pun ada. Alhamdulilah sudah lama memilih untuk berpisah dari suaminya. Dan alhamdulillah bisa menghidupi keluarga kecilnya. Siapapun di sana semoga bertemu dengan orang-orang baik disekelilingnya.
Masih menyangkut masalah KDRT dalam rumah tangga Mbak. Siap melepaskan dan meninggalkan semua toxic yang akan membuat semuanya menjadi semakin memburuk.
Semoga semua yang sedang menghadapi ujian kehidupan, bisa melalui proses itu dan kembali mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan hati.
Semakin baca review buku PULIH jadi semakin penasaran deh, terutama tuh tema kehidupan rumah tangga dengan kematangan finansial. Masalah yg umum banget di setiap keluarga, emang cinta bisa digantikan beras ya? Hihihi
Naahhh jadi seru ya kalau sudah membahas soal finansial itu. Suka tak suka. Mau gak mau. Sadar atau tidak, urusan keuangan bukan perkara ringan dan mudah atau dimudah-mudahkan.
Bener banget mba, aku baca artikel ini, setuju ..luka mental susah menyembuhkan. Aku pernah mengalami ..rasanya terpuruk banget. Jadi pengen baca lebih lengkap buku PULIH ini. Inspiratif banget pasti nya untuk mengenali perjalanan hidup
Bagus untuk dimiliki Mbak Meilia. Banyak kisah yang bisa kita jadikan pelajaran hidup
Terima kasih sudah bersedia membaca dan mengulasnya mbak.
At my upmost pleasure Mbak Rahayu Pawitri.