Meninggalkan Masjid dan Makam Sunan Ampel di kawasan Kecamatan Semampir, menumpang bentor yang dikendarai oleh Pak Saidi, semesta kemudian membawa saya ke Masjid H. Muhammad Cheng Hoo (Masjid Cheng Ho) di daerah Ketabang, Genteng. Melalui beberapa jalan pintas untuk menghindari macet, tampaknya Pak Saidi sudah hafal betul dengan lokasi Masjid Cheng Ho. Kami sempat bertemu rintik hujan di beberapa tempat yang membuat Pak Saidi bolak-balik memasang tirai plastik yang persis berada di depan tempat duduk penumpang. Jadi nyaris hampir 3/4 perjalanan saya nikmati dalam “kurungan” antik khas bentor.
Rintik-rintik tetap menghujan bumi disaat ketibaan saya di Masjid Cheng Ho. Melewati gerbang besi tinggi, tampak sebuah bangunan dengan tulisan aksara Cina tanpa terjemahan dan sebuah logo bulat dalam aksara Arab. Saking tingginya, saya harus mendangak untuk memastikan bahwa saya sudah memotret tulisan ini dengan baik. Persis di sebelahnya ada sebuah lahan semi terbuka yang lantainya sudah disemen dengan atap menjulang tinggi melengkung.
Kokoh berdiri ruangan ini dipenuhi oleh billboard iklan beberapa tempat di Surabaya di satu sisi, sementara di sisi satunya lagi (yang menempel di gedung) tampak sederetan pahatan-pahatan ucapan persahabatan dari berbagai institusi maupun pribadi (orang-orang populer tentunya). Pahatan mirip prasasti ini dibuat dalam 2 bahasa. Mandarin/Cina dan Indonesia. Satu yang paling menarik perhatian dan dengan ukuran paling besar adalah friendship greetings dari komunitas umat muslim di Cina. Isinya menyampaikan selamat atas peresmian Masjid Cheng Ho dan harapan agar dengan dibangunnya masjid bisa mengeratkan muslim etnis Cina dan pribumi yang hidup selaras di Indonesia khususnya Surabaya.
Ketibaan saya disambut dengan keheningan. Tak tampak kesibukan yang berarti kecuali seorang petugas kebersihan yang begitu semangat mengelap dinding dan ngepel sesudahnya. Menunggu beliau menyelesaikan tugasnya, sementara waktu saya putuskan untuk tidak mendekat dan memotret masjid dari arah ruang semi terbuka tadi. Tapi ternyata posisi memotret dari sini tak ada yang berhasil karena efek backlight.
Dari penglihatan satu garis lurus, masjid ini tampak melebar dengan dominasi warna merah, hijau, dan kuning. Fasadnya tampak penuh dengan tiang-tiang serta ornamen-ornamen khas Tiongkok. Pintu masuknya berbentuk pagoda. Terdapat relief naga, patung singa, dan sebuah bedug besar di salah satu selasar. Di dekat bedug inilah saya menemukan halaman kecil yang menampilkan diorama sebuah kapal layar yang digunakan oleh Laksamana Cheng Ho. Terlihat juga ukiran wajah sang Laksamana berikut dengan lukisan sebuah desa di Cina. Diorama yang juga saya temui saat berkunjung ke Klenteng Sam Poo Kong di Semarang.
Baca juga : SAM POO KONG. Klenteng Sarat Cerita di Semarang, Jawa Tengah
Terinspirasi dari sebuah masjid di Niu Jie, Beijing, tempat ibadah yang diresmikan pada 13 Oktober 2002 ini, tak meninggalkan setitikpun jejak-jejak kebudayaan khas negri tirai bambu. Meskipun “hanya” berukuran 21 x 11 meter, setiap jengkal masjid begitu tampak bersih terawat. Dengan hampir seluruh dindingnya terbuka dan ceiling yang jangkung, masa-masa beribadah di dalam pun terasa adem. Peralatan sholat untuk muslimah juga tersusun rapih dan bersih. Nyaman banget untuk digunakan.
Saat saya berada di dalam, seorang pria keturunan tampak khusyuk bermunajat kepada Sang Pencipta. Duduk di atas karpet yang nyaman, lamat-lamat terdengar bacaan dan doa-doa dari lembaran ayat Suci Alqur’an. Bacaan yang meskipun tidak merdu tapi terlantun dengan indahnya. Dalam beberapa tarikan nafas saya bisa merasakan kesedihan diantara isak yang tertahan. Ah, pemandangan yang luar biasa. Bukankah sebuah contoh kebaikan ketika kita mengadukan seluruh lara dan duka hanya kepada Allah semata? Bukankah hanya kepada Nya kita serahkan takdir dan nasib kita?
Tak ingin terbawa suasana karena keterbatasan waktu yang saya punya, langkah-langkah kecilpun membawa saya keluar dari ruangan dalam. Saya mencari si bapak tadi untuk membantu memotret saya. Setidaknya 1 lembar demi kenangan seumur hidup bahwa saya pernah mampir ke masjid milik Yayasan H. Muhammad Cheng Hoo Indonesia ini. Alhamdulillah si Bapak dengan sukacita mau membantu. Yaahh lumayanlah dapat 1 shoot bagus diantara belasan yang gagal dan bener-bener gak bisa diedit.
Sebelum kembali ke bentor Pak Saidi dan mengantarkan saya balik ke hotel, saya menghabiskan waktu-waktu berharga dengan merekam indahnya warna merah, hijau, dan kuning yang tersapu indah di setiap sudut yang ada. Semua tampak istagenic di lensa kamera. Apalagi ditambah dengan hadirnya ukiran-ukiran berwarna emas dan lampion-lampion merah di sisi depan masjid. MashaAllah. Kecintaan akan keimanan semua saudara-saudara muslim keturunan di Surabaya mengajarkan sesuatu kepada diri pribadi. Bangunlah rumah milik Yang Esa secantik mungkin. Seindah ketika kita menghabiskan waktu-waktu berharga menjalankan kewajiban shalat 5 waktu dalam sehari.
Baca juga : Masjid dan Makam SUNAN AMPEL. Sekilas Menyisir Wisata Qalbu di Utara Surabaya.
Galeri Foto
#masjidchenghosurabaya #wisataedukasisurabaya #wisatareligisurabaya #masjidcantik #masjidhajimuhammadchenghoo
Pernah ke Klenteng Sam Poo Kong dan membayangkan jika Masjid Muhammad Cheng Ho Surabaya ini bisa jadi punya kemiripan dengannya. Apalagi segala pernak-pernik orientalnya. Dulu saat pertama dibuka saya kira cuma ada di Surabaya saja, ternyata ada banyak masjid sejenis yang merupakan bentuk penghormatan pada Cheng Ho, laksamana asal Cina yang beragama Islam. Kalau enggak salah 15 totalnya se-Indonesia
Di klentengnya sendiri gak ada masjid ya Mbak. Jadi profile seorang Laksamana muslim tidak terlihat di situ.
Masjid yang di Surabaya ini, warna dan ukirannya, memang mirip dengan klenteng yang di Semarang. Dalamnya juga nyaman. Ceiling yang tinggi, bikin adem. Lalu lintas udara pun lancar. Nyaman banget sholat di dalamnya.
Bener Mbak. Kalo gak salah ada 15. Saya baru sempat ke-2 tempat. Di Surabaya dan Palembang
Sebagai arek Suroboyo aku juga lumayan sering main (dan sholat) ke sini Mba.
Bentuknya yg mungil, dan suasananya yg “mualaf banget” itu bikin aku merasa tertampol, kalo ogah2an belajar agama :D
Iya ya Mbak. Pas saya kesana juga ada pengajian saudara-saudara mualaf. Adem dengernya
Merah kuning hijau ini caknyo memang ciri khas Masjid Cheng Ho ya yuk. Aku pernah visit yang di Palembang, merahnya lebih dominan dan ngejreng. Masjidnya juga cantik nian. Kalau di Batam kecil, tapi meriah dengan warna keemasan. Kalau di Surabaya ini kuliat warna temboknya dominan coklat tanah. Coklat bukan itu yuk?
Iyo Rien. Caknyo memang 3 warno ini lebih menguasai bangunan. Ado warno coklat tapi idak dominan
Oh iyo mungkin warno coklatnyo jadi pelengkap ya yuk.
Mudah-mudahan kalau suatu saat ke Surabaya, bisa mampir ke masjid ini jugo. Buat mengayakan pengalaman menyaksikan masjid Cheng Ho yang ada di Indonesia.
Agama Islam merangkul mesra semua etnis termasuk China, keren perpaduan yang tidak meninggalkan budaya tapi tetap esensi keIslamannya terlihat nyata.
Setuju Mbak Emma. Selama tidak bertentangan dengan aturan agama, budaya tentunya bisa jadi pelengkap hidup kita.
Jadi kangen Surabaya dan sasaran kunjunganku adalah mesjid Cheng Hoo ini. Nyempetin shalat di situ trus berfoto tentunya hehe.
Iya Mbak. Masjid nya juga nyaman banget. Betah berada di situ
Bandung juga punya, walau ngga sebagus masjid Cheng Hoo
Masjid Lautze di Bandung ada di dua lokasi, jalan Tamblong dan jalan ABC
Membuat kita bangga melihat indahnya akulturasi ya?
Waahh kapan sudah bisa traveling mampir ah ke Masjid Lautze. Makasih infonya Mbak Maria
Harua kesini nih hehe.soalnya saya udah ke masjid cheng ho di palembang dan semarang, so tar kl ke SBY bisa singgah hehe
Iya Teh. Meskipun gak begitu besar, masjidnya nyaman banget. Wajib mampir kalo pas ke Surabaya
Jadi rindu, Akupun pernah mengunjungi Masjid Cheng Hoo di Surabaya ini.
Kendati tak terlalu besar dibanding masjid Cheng Hoo lain seperti Palembang atau yang di Pasuruan
Artistik nuansa Tiong Hoa masih cukup terasa
Bener banget Mbak Siti. Masjidnya kecil tapi ciri khas arsitektur khas Tiongkoknya tetap terlihat. Unik seperti masjid-masjid M. Cheng Hoo yang lain.
Masjid Cheng Ho ini dimana-mana identik dengan warna merah, kuning dan hijau ya mbak. Di kaltim juga ada, dan soal kebersihannya memang juara ya masjid cheng ho ini
Betul Mbak Aisyah. 3 warna itu memang ciri khas arsitektur Cina dan peranakan.
Kebersihannya memang terjaga banget. Jadi seneng berlama-lama di sana ya Mbak.
Belum pernah loh saya ke mesjid gaya Tionghoa begini, pengen deh suatu saat nanti
Suasananya pasti beda ya dengan mesjid kebanyakan
Syahdu, syahdu gimanaaa gitu aku lihat dari fotonya Mba Anniel
Masya Allah..cantik sekali eksterior dan interior Masjid Cheng Hoo Surabaya ini. Jadi penasaran pengen ke sana juga :) Kalau gak salah, Masjid Cheng Hoo ini ada di beberapa kota lainnya yaa..
Menurut beberapa artikel yang saya baca. Ada sekitar 15an masjid M. Cheng Hoo yang tersebar di tanah air. Saya baru sempat mampir di 2 kota aja. Palembang dan Surabaya.
Weh ada ulasan masjid Cheng Hoo dan mesjid Lautze di bandung, kalau main ke bandung harus dimampiri nih ke 2 masjid ini
InshaAllah kalo pas ke Bandung pengen banget ke Masjid Lautze
Waktu mengunjungi Kelenteng Sam Po Kong saja, saya sudah terkagum – kagum dengan arsitektur bangunannya. Baca tulisan ini dan memandangi foto – foto masjidnya, saya makin kagum. Warna – warni yang cantik..Heritage yang harus kita jaga dan rawat bersama.
Arsitektur unik dipadu dengan warna-warna indah, fisik bangunannya jadi sangat indah untuk dipandang. Kapan-kapan main ke sini Mbak Sugi.
Jika dibandingkan dengan masjid Cheng Ho di Palembang, harus diakui yang di Surabaya ini jauh lebih terasa ornamen orientalnya. Buat ibadah bisa, buat dipake foto juga kece. Warna terang yang kontras itu enak juga dijadiin latar belakang pemotretan :)
Nah bener Yan. Lebih banyak sudut foto yang istagenic. Meski tidak seluas Masjid Cheng Ho yang di Palembang, yang di Surabaya ini juga jauh lebih bersih.
Sore kak Annie,selamat berbuka puasa. Buka dengan apa nih?
Wow luar biasa indahnya ini Masjid H.Muhammad Cheng Ho yang terletak di Surabaya. Terlihat kokoh namun tidak lepas dari ornamen budaya Thionghoa. Aksara China,lampion dan warnanya merah, kuning dan hijau. Aku juga kurang begitu paham etnis China senantiasa memakai warna merah untuk sebuah bangunan ataupun toko. Dulu lagi saya bekerja di sebuah restaurant papan namanya warnanya ngejreng merah. Warna pembawa rejeki mungkin ya kak. Tapi memang merah warna yang indah dan berani, aku suka juga.
Hai Kak Dennise. Alhamdulillah hari ini masih bisa makan enak, meski badan mulai meriang belina hahaha.
Bener banget Kak. Tampilan kekhasan budaya Tionghoa lekat banget di setiap sudut Masjid Cheng Ho yang ada di Surabaya ini. Setiap sudutnya bahkan begitu istagenic untuk difoto. Dominasi merah juga jadi ciri khas Tionghoa ya Kak. Tapi saya juga kurang paham akan arti sebenarnya. Mungkin benar apa yang dituliskan Kak Dennise.
Masjidnya sangat unik dan menunjukkan perpaduan 2 budaya Indonesia dan Tionghoa ya, iconik banget sih jadinya, wajib dikunjungi nih kalo pas jalan-jalan ke Surabaya yaa mba
Betul banget. Akulturasi budaya yang sempurna.
Selalu mendapatkan girah baru kalau melakukan perjalanan spritual seperti ini. Berkunjung ke lokasi-lokasi sejarah Islam. Akh, bunda Annie selalu membuatku kagum. Semoga saya juga bisa melakukan perjalanan spritual seperti bunda Annie
Betul banget Mbak Lita. Dengan mengunjungi tempat ibadah inshaAllah nurani kita bisa tersentuh dan menyadari betapa besarnya kuasa Allah SWT
Masjid Cheng Ho pernah kesana, bangunan masjidnya khas, warnanya dominan, pelayaran halaman dan di dalamnya alhamdulillah bagus
Wah, kalah nih saya. Sebagai warga Gresik yg notaben tetangga kota Surabaya belum pernah masuk ke dalma masjid. Hanya beberapa kali lewat saja. Semoga ada kesempatan bisa sholat di sana..
Hahahaha. Ayok main kesini Mbak Sendy. InshaAllah masjidnya menenangkan dan memperkaya keimanan kita.
Saya jadi penasaran kenapa hasilnya selalu backlight ya kak, efek apa gitu hehe. By the way aku ikut kagum lihat suasana dan interior masjid seindah itu, kental dengan ciri khas budayanya, tapi tetap membuat syahdu bagi orang-orang yang beribadah di dalamnya. Terimakasih sudah berbagi cerita
Eh ternyata ada juga di Surabaya ya Masjid Muhammad Cheng hoo.
Saya belum pernah ke sana, tahunya Masjid Muhammad Cheng hoo di Pandaan yang luas dan selalu ramai sepanjang hari. Sama satu lagi di Palembang yang ada dalam kompleks perumahan, saat saya ke sana nih lumayan sepi, jadi tenang saat menjalankan sholat
kapan mbak ke sini?
jadi inget pra pandemi pernah janjian ama temen2 mau blusukan ke masjid2 di kota Bandung
karena banyak masjid tua yang kita baru tau
sayang pandemi keburu menerjang
Melihat ulasannya seperti ikut jalan-jalan mengelilingi keindahan Masjid Cheng Hoo. Pengen berkunjung ke sana, di Jember juga ada masjid, namanya Masjid Cheng Hoo juga. Baru dibuat, bangunannya juga khas gitu
Keren banget konsepnya unik ya.. Bisa sekalian cuci mata ini kalo kesini
Ya Allah, meriah sekali ya ini Rumah Allah
Melihat suasananya dari gambar saja tampak betah. Bersih dan terawat. Yaiyalah mesjid gitu loh … Makin ceria ya dengan cat yang ngejreng gitu
Semoga semakin banyak yang memakmurkannya…
Masjid ChengHoo tu khas banget ya desainnya…di kota mana pun desainnya kayaknya sama deh..di Semarang, Bandung..nuansanya merah hijau sama kuning juga
Cantik banget ya masjidnya. Gak umum seperti masjid pada umumnya. Bikin kepengen ke sana deh. Setiap sudutnya menggoda untuk difoto. Aamiin, semoga kejadian deh aku bisa main ke sana. 😍
Bagus banget, tampak megah. Warna merah dan kuning memang warna khas negara tirai bambu ya. Sementara Islam sendiri identik dengan warna hijau. Kombinasi yang cantik ya…
Saya beberapa kali ke sini Mbak Annie, karena deket dengan tempat relasi. Di bagian depan sepertinya dipakai untuk sektretariat masjid dan tempat acara sosial, Sedikit berbeda dengan Masjid Cheng Hoo yang ada di Pandaan, Pasuruan.
Cerita Mbak Annie mengingatkan saya waktu memutuskan pertama kali berhijab. Salah satunya karena saat belanja di mini market bertemu dengan sepasang muslim Tionghoa bersama istrinya yang berhijab. Ya,Alloh makjleb banget rasanya diri ini waktu itu.