Rumah Kemping di Bangkok

Asok Montri Bangkok 1

Mengikuti pameran di luar negri tentunya menjadi impian dari para pengusaha kecil dan menengah seperti saya.  Berharap menimba pengalaman yang baru, berjualan di pangsa pasar yang baru, bertemu prospek pelanggan di negara yang bersangkutan, syukur-syukur akhirnya bisa jadi Buyer  yang potensial, adalah harapan-harapan yang terbangun ketika memutuskan untuk berangkat.

Bagaikan pucuk dicinta ulam tiba, di awal Oktober 2015, saya mendapatkan undangan dari Kementrian Koperasi dan UKM RI untuk berpartisipasi dalam event Bangkok International Gift Fair and Bangkok International Houseware Fair yang diadakan di Bangkok International Trade and Exhibition Centre pada 19 s/d 23 Oktober 2015.

Layaknya perjalanan ke luar negri, ke negara orang lain dengan jarak yang jauh, banyak perkara yang musti dipikirkan, dipertimbangkan dengan sangat matang, selain kesiapan produksi itu sendiri.  Hal yang paling krusial adalah masalah biaya, seperti tiket, urusan administrasi visa (jika memerlukan), konsumsi, penginapan dan hal-hal tak terduga sekalipun.  Berhati-hati dalam menentukan nilai kurs mata uang negara yang dituju dengan negara kita, juga harus menjadi perhatian tersendiri agar tidak mengalami kerugian ketika menentukan harga produk, pun dalam rangka urusan menanggung biaya-biaya operasional ketika berada di sana.

Menentukan tempat tinggal.  Satu hal yang bagi saya sangat penting sekali dicermati.  Untuk pengusaha dengan kemampuan keuangan yang ngepas seperti saya, hal ini harus jauh-jauh hari dipecahkan.  Beberapa pertimbangan yang menjadi pegangan dalam mencari penginapan ini adalah tidak begitu jauh dari tempat pameran, biaya yang terjangkau dan sebisa mungkin tidak jauh dari fasilitas-fasilitas umum.

Setelah beberapa kali ke Bangkok untuk urusan kantor, tentunya kondisi yang akan saya hadapi akan berbeda.  Dulu segala keperluan semua ditangani oleh kantor dengan segala urusan keuangan bukan dari dompet sendiri.  Tapi kali ini, tentu saja semua akan dibiayai dari modal usaha.  Tapi berkat bantuan pengalaman  business travel ke Bangkok yang pernah saya alami, ada 1 hal yang menjadi perhatian khusus yaitu HARUS dekat dengan tempat makan yang halal.  Penjelajahanpun virtual pun di mulai.  Dari menggali referensi dari para pejalan murah a.k.a backpaker, menghubungi penyedia jasa perjalanan (travel agent), sampe berjam-jam menghabiskan waktu menelusuri situs-situs referensi tempat tinggal seperti Booking.com, Agoda, Hostelworld.com, Airbnb, sampai ke Travel Advisor untuk melihat komentar-komentar orang lain akan tempat tinggal yang akan dipilih.

Jam demi jam berlalu hingga berhari-hari dihabiskan untuk urusan yang satu ini.  Mendapatkan referensi pun tidak semudah yang diduga.  Ada aja yang gak klop.  Terkadang dapat tempat yang terlihat baik dan bersih eehh tenyata harganya gak sesuai kantong.  Ada juga yang pas dengan budget tapi ternyata jauh dari mana-mana.  Setelah berkali-kali meninjau dengan pertimbangan sana-sini, akhirnya diputuskan untuk menginap di ASOK MONTRI Hostel yang berada di area Sukhumvit.

Berada di tengah-tengah keramaian kota, hostel ini dikelilingi oleh Hotel Bintang 5 (The Westin), Mall yang cukup besar (Terminal 21), Hostel-hostel lain yang sekelas, penjaja makanan jalanan, berbagai merk mini market, dan yang sangat menolong adalah fasilitas transportasi umum yaitu BTS Sky Train dengan stasiun poin Sukhumvit.  Karena tiba di Bangkok menjelang larut malam dan susahnya berkomunikasi dalam bahasa ke-3, atau mungkin juga supir taxi dan kurang jago mencari alamat, hari itu berjam-jam kami habiskan untuk mencapai hostel.

http://www.asokmontrihostels.com/image/mypic_customize/Photo-1254.jpg

Kesan pertama ketika sampai adalah gak yangka kalo letaknya agak menjorok ke dalam hihihihihi.  Penampakan luarnya persis seperti ruko.  Karena sudah telpon-telponan dengan supir taxi, 2 staff hostel (pemilik dan bedinde) terlihat segera keluar dan menyambut kami dengan suara cempreng khas orang Thailand dan keramahan yang luar biasa.  Dengan berpagar tinggi kayu putih dan teras mini dengan bangku seadanya, lantai bawah hostel dilengkapi dengan ruang tamu bersofa panjang + televisi, rak buku putih, counter receptionist, meja makan dan perlengkapannya di bagian belakang, plus hiasan-hiasan dinding yang menarik hati.  Luasnya gak lebih dari 75m2.

Setelah sekian menit berjuang ngurusin administrasi check in gegara rumitnya memahami vocabulary receptionist, malam itu kelelahan dilengkapi dengan mengangkat koper 30kg ke kamar kami yang berada di lantai 3 tanpa bantuan lift.  Buat saya yang pernah menginap di sebuah apartemen di Kroasia dengan kesulitan sejenis, hal ini bukan sebuah kejutan. Bahkan mungkin sedikit lebih ringan, karena ketika di Zagreb – Kroasia, jumlah anak tangga yang dilalui jauh lebih banyak ketimbang di Asok.  Hanya saja tangga di hostel Asok jauh lebih sempit dan terjal, dan karena tiba sudah larut malam juga lelah, menaiki tangga yang tidak banyakpun disertai dengan keluhan-keluhan yang gak penting hahahaha.

Asok Montri Bangkok 2

Kejutan berikut adalah kamar yang ngepas banget ukurannya, sekitar 4x5m, dengan fasilitas tempat tidur kayu king size yang jadinya makan tempat, naccas kecil dan jemuran baju lipat.  Tidak ada jendela menghadap keluar.  Jendela hanya menghadap ke dalam/area umum di dalam hostel, yang tidak pernah kami buka.  Kamar mandipun harus sharing dengan shower, tempat pipis cowok, BAB dan wastafel yang kecil.  Dan itupun tidak berada di lantai yang sama.

Walaupun sebenarnya sudah menyiapkan mental untuk tidak berharap mendapatkan fasilitas berskala hotel, malam itu sejujurnya hati cukup kecewa.  Apalagi ketika ternyata harus menghadapi kenyataan bahwa besi kasur terasa menghantam punggung dan AC yang langsung menghadap ke tubuh ketika tidur. Alamak.  Menghibur diri sendiri, semua hal ini saya dan seorang sahabat terima dengan tawa.  Biaya menginap yang minim senilai BHT 5,600.00 atau setara dengan Rp 1.960.000,- untuk selama 7hari, kiranya cukup sepadan.  Seperti kata pepatah ada uang ada rupa. Yasutralah.

Satu lagi yang sangat mengganggu adalah bahwa Hostel ini tidak menerima pembayaran dengan Credit Card.  Ini akhirnya menjadi masalah karena uang yang “terpaksa” diserahkan tersebut sejatinya adalah dana operasional sehari-hari untuk konsumsi dan transport plus biaya-biaya tak terduga.  Sementara untuk menukar/mengambil kembali dalam bentuk BHT baik melalui ATM maupun foreign exchange, kursnya akan lebih tinggi daripada menukar di negara sendiri.  Karena tidak mendapatkan referensi yang baik, saya sempat mengalami kerugian yang sangat tinggi ketika menukar rupiah di 1 counter penukaran uang yang ada di Mall Terminal 21.  Padahal dalam jarak beberapa langkah, ada tempat penukaran uang di stasiun BTS yang cukup masuk akal untuk bertransaksi (maaf saya lupa namanya).  Tapi yang pasti counter ini banyak terdapat di beberapa stasiun BTS.

Keesokan paginya, ketika berkesempatan memiliki waktu luang sebelum Loading In pameran, kami melakukan penjelajahan kecil seputaran hostel.  Jalan depan hostel yang cukup luas, dipenuhi dengan berbagai macam penjaja makan jalanan bersepada motor yang tidak dijamin kehalalannya dan kerap berpindah-pindah, beberapa mini market yang terasnya dipenuhi oleh penjual makanan yang dipenuhi oleh orang-orang yang ingin berangkat kerja (suasananya persis mini market di Indonesia dengan penjual tahu goreng, mie ayam, dsb.), tukang ojek yang berjejer melayani penumpang pulang dan pergi ke stasiun BTS, beberapa resto internasional (di pinggir jalan besar dan di dalam Mall Terminal 21) dan tentu saja stasiun BTS Sky Train yang hanya berjarak 5menit berjalan dari hostel.  Di dekat mini market ini, ada beberapa ruko yang menyediakan jasa massage dengan banyak pelayanan yang bahenol nerkom, entah cewek asli atau lady-boy khas Thailand hahahaha.

Rumah Kemping di Bangkok

Hostel sendiri menyediakan sarapan roti dengan beberapa pilihan toping (mentega, keju dan selai strawberry) yang bisa diambil sendiri sepuasnya.  Pilihan minuman teh atau kopi instan yang kita seduh sendiri menggunakan dispenser yang besar. Rak penyimpan gelas, piring dan peralatan makan, plus wastafel untuk mencuci/membersihkan sendiri barang-barang tersebut setelah digunakan.  Ada juga sebuah kulkas untuk menyimpan makanan para tamu.  Kami sendiri menyimpan beberapa makanan kering (rendang, sambel dan kering kentang) yang memang sudah disiapkan dari tanah air, serta sebuah microwave untuk memanaskan makanan.  Hal ini akhirnya sangat berguna karena memang tidak gampang menemukan hidangan halal di dekat hostel.  Langganan kami, seorang penjual nasi goreng dengan tambahan lauk telur dan sayur-sayuran.  Alhamdulillah sangat membantu.  Menu yang akhirnya tiap hari kami nikmati selama di stand melengkapi lauk-lauk kering yang sudah kami bawa sendiri.

Momen sarapan/makan di dalam hostel menjadi waktu yang berharga bagi kami, karena saat-saat itulah kami mendapatkan sambungan wifi, yang notabene tidak tersedia ketika sudah berada di kamar.  Bertemu dengan tamu-tamu lain dari berbagai negara juga dilakukan di sini.  Entah sudah beberapa kali obrolan hangat terbangun dengan topik yang beragam.  Mulai dari cerita-cerita lucu sampe isu-isu yang serius.  Saya sempat ngobrol berkali-kali dengan seorang Bapak berasal dari Kanada, sudah beberapa kali ke Bangkok dan saat itu dalam rangka mengobati giginya dengan Dentist yang menurut beliau sangat hebat tapi murah.  Beliau sempat meragukan kalau saya asli orang Indonesia dengan mother-language bahasa Indonesia hahahaha.  Lain waktu sempat juga ketawa ngakak berjam-jam dengan seorang tamu yang lahir dari orang tua yang berbeda negara.  Ayah Australia dan Ibu berkewarganegaraan Perancis.  Gantengnya seperti anggota boy-band dengan umur yang baru menginjak 23tahun.  Lain waktu bertemu dengan pria Korea yang susah banget berbahasa Inggris dan cuma cengar cengir ketika diajak ngobrol.  Kemudian sepasang suami istri asal Malaysia yang kerap menyindir soal kebakaran hutan di Indonesia dan kiriman asap ke negara mereka.  Untung cuma ketemu 1x hahahaha.  Terlihat sekali sangat meragukan orang Indonesia bisa berbicara inggris dengan baik.  Tapi karena pas ketemu saya sedang tidak mood untuk bersosialisasi, ajakan mereka untuk ngobrol-ngobrol saya lewatkan dengan senang hati.  Sutralah.

Selain sangat dekat BTS Sky Train yang sangat menolong untuk mondar mandir dari dan ke tempat pameran, hostel menyediakan jasa laundry rumahan dengan harga murah.  Jadi buat saya yang membawa sedikit baju karena mendahulukan barang dagangan, kondisi ini sungguh sangat membantu.  Dari sekian banyak cucian dari 8 hari kami menginap, total biaya untuk ini tidak lebih dari Rp 150.000,-.

Semoga menjadi referensi yang cukup untuk teman-teman yang ingin menjelajah Bangkok dengan dana terbatas.

ASOK MONTRI Hostel, 16/19 Soi Sukhumvit 19, Sukhumvit Rd. | Klongtoey Nua, Wattana, Bangkok 10110, Thailand.

 http://images.hostelworld.com/images/hostels/49807_10.jpg

http://images.hostelworld.com/images/hostels/49807_8.jpg

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582