Invitation. Ketika Kembali ke Cerita Cinta yang Telah Usang

Invitation. Ketika Kembali ke Cerita Cinta yang Telah Usang

Sudah lama rasanya tidak mengulas tentang film. Padahal sudah bejibun produk sinema yang saya tonton meski terjerat oleh berbagai kesibukan. Sombong banget yak hahahaha. Tapi beneran ih. Sesungguhnya banyak yang ingin saya ulas karena memang banyak diantaranya yang berbobot mulai dari tema, alur cerita, hingga para aktor yang bermain di dalamnya. Namun niat ini selalu terkalahkan oleh kegiatan lain yang lebih nyolong perhatian.

Tapi KMovie berjudul Invitation yang barusan saya tonton kemarin, sungguh menggelitik untuk segera diulas. Disutradarai oleh Kim In-sik dan diedarkan pada 2020, Invitation mendadak menggerakkan hati dan mengajak jari jemari saya untuk menuliskannya.

Mengangkat tema tentang ketika kembali ke cerita cinta yang telah usang, yang sering sekali diangkat sebagai premis sebuah drama, Invitation nyatanya punya greget tersendiri yang membuat film ini punya sentuhan magis yang menggetarkan. Bahkan saya, yang jarang sekali jatuh cinta pada drama romansa, kali ini bertekuk lutut dengan kekuatan cerita dan penokohan yang ditampilkan di Invitation.

I Just Want To Know The Truth

Inilah sejatinya kalimat kunci yang tertanam di benak Han Jang-soe (Jang-soe). Seorang lelaki paruh baya yang dikhianati oleh tunangan/calon istrinya, Jang Hyeon-jae (Hyeon-jae). Seorang perempuan cantik, eksotik, dan materialistis yang meninggalkan Jang-soe persis sehari sebelum hari pernikahan mereka.

Miris dan sedih banget ya.

Peristiwa ini terjadi 17 (tujuh belas) tahun lalu dan begitu membekas hingga membuat Jang-soe merasa harus menemukan beberapa jawaban langsung dari Hyeon-jae atas apa yang sudah dia dilakukan.

Berhasil kah Jang-soe dengan misinya ini?

Invitation. Ketika Kembali ke Cerita Cinta yang Telah Usang

Mendengar Hyeon-jae sedang berada di Korea, Jang-soe mengundang perempuan ini untuk datang ke rumah lama mereka di desa Wangju. Rumah yang menjadi saksi di mana mereka dulu memadu kasih dan mempersiapkan semua hal untuk membangun rumah tangga. Dengan rasa sayangnya yang berlimpah, Jang-soe sangat memanjakan Hyeon-jae. Memberikannya perhiasan dan memanjakan Hyeon-jae dengan limpahan materi. Bahkan mempersiapkan asuransi atas nama Hyeon-jae dalam sebuah angka yang cukup besar meski mereka belum sah sebagai suami istri.

Perkara serius dimulai saat Hyeon-jae mengenal Han Choong-soe (Choong-soe), adik lelaki Jang-soe.

Berbeda dengan Jang-soe yang pekerja ulet, mampu menjaga dan meneruskan bisnis keluarga dengan kekayaan yang cukup, Choong-soe justru sebaliknya. Usaha Choong-soe tak pernah berhasil bahkan mengakibatkan dia bangkrut dan tak berdaya.

Jahatnya Hyeon-jae adalah dia berhubungan dengan kedua lelaki kakak beradik itu. Memanfaatkan keduanya dibalik semua kelebihan dan kekurangan. Hyeon-jae menikmati kegembiraan hidup, tawa riang, dan keseruan ala pasangan alay dengan Choong-soe. Sementara dia mengeruk kemapanan dan kekayaan bersama dengan Jang-soe, si kakak yang hidupnya sukses.

Melalui sebuah acara makan malam yang diadakan di tempat yang sama saat semalam sebelum mereka menikah, Jang-soe mempersiapkan semua hal persis seperti apa yang dia alami 17 (tujuh belas) tahun yang lalu. Mulai dari makanan, minuman, bahkan suasana yang terbangun. Termasuk diantaranya peralatan makan yang digunakan, lukisan-lukisan kenangan, beberapa bukti otentik peninggalan Choong-soe (berupa rekaman suara), bahkan musik mendayu sendu yang dipersembahkan oleh Jang-soe untuk Hyeon-jae.

Belasan tahun mengorek dan berusaha mencari jawaban atas perginya Hyeon-jae dengan banyak uang, Jang-soe dengan emosi yang tertata, sabar menghadapi Hyeon-jae selama makan malam berlangsung. Lewat banyak adegan, gerak tubuh, tatapan mata, dan untaian kalimat yang disampaikan, Jang-soe justru membuat Hyeon-jae salah tingkah, terdiam dan tak mampu berkata-kata. Ketenangan Jang-soe mencerminkan bagaimana dewasanya lelaki ini dalam menghadapi tekanan.

Alih-alih mengungkapkan kejujuran dan misteri yang selama ini tersembunyi, Hyeon-jae malah memutuskan untuk segera pulang saat salah seorang biksu selesai menari di hadapannya. Diiringi dengan lagu yang mendayu dan sebuah lukisan kenangan saat dia dan Jong-soe duduk bersama di malam pernikahan, Hyeon-jae tampaknya memendam rasa bersalah yang tak mampu dia sampaikan.

“Diam mu pun sebenarnya sudah menjawab apa yang ingin saya ketahui,” begitu response Jong-sae saat Hyeon-jae tak berkenan menjawab setiap pertanyaan mantan tunangannya itu.

Tapi yang pasti, selama acara dinner itu berlangsung, banyak sekali rahasia yang dibongkar oleh Jong-sae yang membuat Hyeon-jae tak berkutik.

Breath-taking Love Story

Film romansa ini, menurut saya, mendebarkan (breath-taking) dari awal hingga akhir. Saya ikut terbawa arus perasaan seorang lelaki tegar dan sangat dewasa ketika kembali ke cerita cinta lama yang telah usang. Seperti yang disampaikan oleh orang-orang terdekatnya, saya harus menyampaikan persetujuan bahwa sesungguhnya apa yang dilakukan oleh Jang-soe ini adalah tindakan sia-sia dan tidak membawa manfaat. Toh hidup Jang-soe baik-baik saja setelah tidak jadi menikah dengan Hyeon-jae.

Tapi setelah menonton kembali film ini untuk kedua kalinya, saya jadi paham.

Meski tidak diceritakan bahwa Jang-soe menikah dan hidup bahagia dengan perempuan lain, lelaki ini seperti punya kewajiban untuk menemukan jawaban atas mengapa adiknya, Choong-soe nekad memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Tegas dia berkata kepada Hyeon-jae bahwa betapa dia paham sakitnya hati seorang lelaki yang merasa dikhianati lalu ditinggalkan. Yang menurut dugaan Jang-soe adalah bahwa adiknya dan tunangannya itu berniat untuk membunuhnya, merebut kekayaannya, lalu kemudian kawin lari dengan segala apa yang bisa mereka rampas.

Hal itu terbukti dengan satu keadaan dimana Hyeon-jae sengaja mengajak Jang-soe minum teh di satu malam. Menikmati sebuah minuman teh klasik yang mengandung racun. Tapi entah mengapa, Hyeon-jae membatalkan rencananya tersebut. Cangkir kecil yang sudah siap diminum Jang-soe sengaja ditumpahkan sehingga teh tersebut tidak jadi diminum Jang-soe.

Saat itulah waktu terakhir Jang-soe melihat Hyeon-jae yang kemudian pergi tanpa pamit.

Lalu kemana Hyeon-jae?

Perempuan ini meninggalkan Gwangju. Melepas Jang-soe dan Choong-seo dalam waktu yang sama. Dia berkelana keliling dunia dan hidup nomaden dengan seorang anak lelaki yang dilahirkannya kemudian. Hyeon-jae hidup tak tentu arah bermodalkan uang yang dia rampas dari Jang-soe dan menjadi alcoholic tanpa pekerjaan pasti.

Suprisingly, anak lelaki Hyeon-jae bernama Han Dong-joo (Dong-joo) penasaran dan mendatangi Jang-soe di Gwangju. Dong-joo mengaku sebagai keponakan Jang-soe (anak dari Choong-seo). Dong-joo mengatakan penasaran dengan sosok Jang-soe, paman yang mengundang Ibunya makan malam. Lewat obrolan yang panjang Dong-joo menceritakan apa yang sudah terjadi selama dia hidup dan mengikuti ibunya. Dia berkeluh kesah di hadapan Jang-soe tentang betapa tersiksanya dia hidup tak menentu kesana kemari bersama ibunya. Di akhir deep talk itu, Dong-joo mengutarakan niatnya untuk tinggal di Gwangju dan hidup bersama Jang-soe.

Invitation. Ketika Kembali ke Cerita Cinta yang Telah Usang

Beberapa Hal yang Meninggalkan Kesan Mendalam

Selain adegan tentang masa lalu yang ditampilkan saat Jang-soe dan Hyeon-jae bertemu dan makan malam bersama, ada beberapa hal yang meninggalkan kesan mendalam untuk saya pribadi.

Selama pembicaraan berlangsung, Jang-soe dengan rendah hati mengakui bahwa dia adalah seorang lelaki biasa dengan banyak kekurangan. Dia lelaki yang kaku dan tidak seatraktif adiknya, Choong-soe, yang lihai dalam mengutarakan dan mengekspresikan cinta serta paham tentang cara menikmati hidup.

These are so respectful. He was indeed so gentleman. Jarang-jarang ya ketemu lelaki yang mau memahami dan mengaku kelemahan diri. Menekan amarah dan ego yang tak terbilang besarnya. Apalagi di hadapan seseorang yang telah menyakiti dan menghancurkan hati.

Saya jadi geram dengan toko Hyeon-jae ini. Kok bisa ya, Hyeon-jae menepis semua kualitas yang ada di diri Jang-soe? Apalagi dia tahu persis bahwa cinta Jang-soe untuknya sungguh tulus dengan makna yang sangat dalam. Aaaahh bodohnya.

Tapi begitulah karakter umum perempuan yang berpikiran bebas dan ingin menikmati hidup. Pengennya numpang hidup senang, bagai tak ada beban, tak usah berpayah-payah mencari uang. Semua bisa dia dapat dengan cara hidup bersama dengan Choong-soe tapi dengan memanfaatkan kekayaan yang dimiliki oleh Jang-soe.

Selain sudut pengambilan gambar yang sangat mengesankan, kehadiran suasana musim gugur dengan ribuan dedaunan yang jatuh, membuat nuansa syahdu begitu tercipta. Penentuan lokasi shooting juga pas untuk bernostalgia. Kehadiran rumah kayu dengan design tradisional Korea di sebuah lingkungan sepi, membangkitkan memori akan masa lalu yang begitu sempurna. Dalam sebuah jejak jalan kecil yang dikelilingi hutan dan pohon bambu yang tumbuh subur menjulang, menjadikan setiap shoot yang mengulas tentang kenangan lama, langsung bangkit di dalam pikiran kita.

Visual setting yang sungguh layak dapat pujian.

Ada satu adegan dimana Jang-soe berjalan pelan menyusur jalan setapak ini untuk kemudian mendapatkan sebuah kejutan yang tak pernah dia duga sebelumnya. Di ujung jalan yang dia lalui, ada sebuah rumah bambu yang ditempati Choong-soe. Di rumah adiknya ini, dia menemukan pakaian dalam Hyeon-jae tergeletak di ranjang adiknya. Di sana pula ada kalung hadiah pernikahan yang diberikan Jong-soe untuk Hyeon-dae.

Tuhan itu Maha Adil ya. Dengan kebjiakanNya, Dia membiarkan Jang-soe mengetahui sendiri apa yang sudah dilakukan oleh Choong-soe dan Hyeon-jae di belakangnya. Beginilah cara alam melindungi orang baik.

Selain dua hal di atas, Invitation berhasil menemukan casting yang sangat tepat. Terutama untuk penokohan Jang-soe yang diperankan oleh Choi Woo-je dan Hyeon-jae yang dibawakan secara apik oleh Ye Ji-won. Keduanya bermain begitu dewasa dengan karakter matang yang tidak meledak-ledak dipermainkan emosi. Meski sesungguhnya, jika menilik situasi adegan, seharusnya ada pergolakan hati yang bermain di dalamnya.

Tapi sepertinya sang sutradara menginginkan agar Invitation dapat menghadirkan tokoh-tokoh yang sudah hidup stabil dengan karakter yang kuat. Kenangan akan cinta di masa lampau yang sejatinya telah usang, hanyalah sepersekian persen dari sejarah hidup mereka. Hanya untuk dibangkitkan tanpa resiko, tanpa konsekuensi yang bisa mengacaukan hidup mereka kedepannya.

Saya kemudian dapat menarik kesimpulan, belajar dari keseluruhan cerita yang disajikan oleh Invitation, saat seseorang (orang dewasa) bisa mengelola emosi dengan baik dan menjaga lidah dari kekerasan verbal yang diakibatkan oleh berbagai kekecewaan yang dia rasakan, hidup justru akan terasa lebih ringan. Dari tokoh Jang-soe, kita paham bahwa karakter kuat dan tenang, justru menjadikan orang lain (dalam hal Hyeon-jae) tetap hormat dan menghargai keberadaannya.

Lesson learned.

Berada di usia dewasa adalah angka yang tak dapat kita tolak tapi menjadi dewasa adalah keputusan hidup kita.

Invitation. Ketika Kembali ke Cerita Cinta yang Telah Usang

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

35 thoughts on “Invitation. Ketika Kembali ke Cerita Cinta yang Telah Usang”

  1. Lesson learned-nya nancep dan mantep…ya, Mba Annie
    Huhuhu, ikutan kezel pada Hyon-jae..Kenapa juga yang sesempurna Jang-soe diabaikan, disakiti…bahkan dengan adiknya sendiri. Unik kisahnya ini, setelah belasan tahun cerita cinta yang telah usang diundang demi mendapatkan jawaban dari sebuah kebenaran

    Reply
    • Saya terkesan dengan bagaimana seorang pria dewasa seperti Jang-soe sedemikian penasaran dengan apa yang sudah dilakukan oleh Hyeon-jae. Perempuan yang sesungguhnya tak pantas untuk kembali diajak bicara. Tapi dengan demikian premis film ini jadi (sangat) menarik. Yang mungkin jarang dijadikan topik utama dari keseluruhan jalan cerita.

  2. Saya menyaksikan sendiri teman lama putus asa dan hampir bundir setelah ditinggal istrinya.
    Begitu menyiksa saat seorang yang dicintai pergi berkhianat.
    “Setia itu mahal”, begitu katanya

    Untung pertolongan datang di waktu yang tepat. Seorang perempuan teman lamanya juga hadir kembali mengisi hari2nya.
    Sekarang kembali bersemangat

    Perihal sakit hati, semakin coba kita lupa semakin terbayang2. Menyembuhkan luka hanyalah soal waktu (berdasarkan pengalaman).
    Fix ini saya tonton, Bu…

    Reply
    • SETIA ITU MAHAL. Bener banget Suci. Saya juga menjadi penyaksi banyak penghiatan hubungan antara dua manusia yang akibatnya sangat destruktif. Karena tidak semua orang memiliki mental baja untuk menghadapi sebuah kegagalan dari sebuah hubungan asmara. Tapi biasanya Allah Swt itu maha adil. Orang baik akan dapat orang baik. Demikian pula sebaliknya.

  3. Pelajarannya ngena banget ya. Bahkan dengan ketenangan dari sikap dewasanya, kita akan mendapatkan respect tanpa meminta. Jadi, pingin nonton. Meski saat membaca ini, rasanya aku sudah gemas sendiri sama Hyeon Jae.

    Reply
  4. Alur ceritanya sangat menarik ya, Mbak Annie. Namun menurut saya, jarang sekali ada sosok lelaki seperti Jang-soe. Bagaimana si wanita yang sehari lagi menjadi istrinya, meninggalkannyah begitu saja. Sangat tidak mudah untuk menjalani semua itu. Apalagi kemudian harus bertemu lagi, dan ternyata ada affair dengan adiknya sendiri.

    Reply
    • Betul banget Mas Bambang. Mungkin sosok seperti Jang-soe ini terhitung langka. Dan tentu tak mudah menjadi seorang pria dengan kebesaran jiwa seperti dia. Penokohan Jang-soe sepertinya luar biasa.

  5. wah ternyata filmnya bagus ya setelah ak baca tuntas sinopsisnya, memang worth it untuk ditonton nih, film korea ini jadi salah satu film pilihan yg bakalan saya tonton ah

    Reply
  6. Ya ampun sedih banget sih ceritanya, dikhianati oleh tunangan dan adik sendiri, sungguh saya tak sanggup, sudah saya keluarkan semua isi kebun binatang sama perempuan itu, jahat banget!

    Tapi salut dengan Jang-soe yang tetap mampu bersikap tenang, dan selalu ada hikmahnya ya, dia tak jadi menikahi perempuan yang salah.

    Reply
  7. Harus nonton ini mah, saya baru tau film ini dong, kalau tau dari dulu, pasti udah saya tonton :D
    Cerita drama percintaan dewasa itu menarik sih buat saya, mungkin karena sesuai usia kali ya, jadi merasa related aja :D
    Saya juga suka nonton Mba, sayang belum sempat ditulis review film yang udah saya tonton :)

    Reply
    • Nonton Mbak Rey. Worth watching banget. Apalagi untuk penyuka drama percintaan dewasa seperti Mbak Rey.

  8. jadi inget slogan produk rokok “jadi tua itu pasti, jadi dewasa itu pilihan” 🤣😴
    tapi memang (calon) ipar tuh kebanyakan jadi racuuunnn. di korea, di Indonesia…banyak kasus kyk gini yah

    Reply
    • Oya? Hahahahaha. Aku malah pernah bacanya di medsos. Status FB kalo gak salah. Dengan makna/isi kalimat yang sama.

    • Ya Mas. Saya perhatikan banyak film Korea yang punya premis cerita yang sangat kuat. Alur ceritanya runut dengan penokohan yang juga berkualitas.

  9. Ini kyknya alurnya mbulet dan menguras esmosi yaaa. Apalagi tingkah karakter ceweknya yang seolah mempermainkan org tapi latar belakang awalnya gk jelas.
    Belum lagi kemunculannya tiba2 bawa anak.
    Kalau jadi karakter cowok utamanya udah error banget nih tapi ternyata masih bisa berpikir waras yaa.

    Reply
    • Hahahaahahaha. Ndak mbulet banget sih. Cuma yang bikin greget tuh ngapain mengungkit cerita 17 tahun yang lalu. Sementara di saat yang sama si lelaki (Jang-soe) sudah hidup normal-normal aja. Tapi mungkin rasa penasarannya terlalu tinggi kali ya. Ada dendam tapi tak terungkapkan. Apalagi sampai menyebabkan adiknya bundir.

  10. Alur ceritanya bagus, tapi fokus saya malah ke kualitas foto di atas. Tertarik pengen nonton filmnya, karena kok color gadingnya cakep yakk? Eh bener gak nih istilah saya? Suka sama pewarnaan cover filmnya, terlihat berkelas

    Reply
  11. Dari baca review ini, bisa terasa kalo Jang-Soe itu pria yang tenang, sebenernya sudah menerima dan memaafkan kisah masa lalunya
    Tapi rasa penasaran dengan pertanyaan yang belum terungkap bikin dia mau mengulang demi jawabannya
    Pantes lah ya ceweknya merasa bersalah gini

    Reply
    • Semakin salah tingkah karena si lelaki Jang-soe selalu tenang, tidak emosional dan straight to the point. Tak pun ada nada pengen menggoda. Gentleman lah pokoknya.

  12. Wah ada Ye Ji-Won, aktrisnya selalu “sesuatu”
    Seperti waktu jadi Jenifer di drama Still 17, sosoknya malah jadi fokus yang tak terlupakan
    Aktor/aktris utama malah terpinggirkan, padahal diperankan Yang Se-Jong dan Shin Hae-Sun lho

    Nampaknya di Invitation, Ye Ji-Won dapat lawan main yang seimbang ya?

    Reply
  13. Karena pertambahan umur tak dapat ditolak, maka menjadi pribadi dewasa adalah sebuah pilihan terbaik.
    Kek nya alur ceritanya oke..
    Ada pembelajaran kehidupan ya
    Gak yang picisan ala-ala

    Reply
    • Banyak pembelajaran hidup dari film ini. Khususnya bagaimana kita harus berbesar hati untuk melupakan masa lalu. Semenyakitkan apapun itu. Karena toh apa yang dilakukan Jang-soe ternyata percuma.

  14. Ah iya, usia bisa makin bertambah menuju golongan dewasa, bahkan tua, tapi sikap dewasa belum tentu bisa mengiringi pertambahan usia itu.

    17 tahun memendam rasa penasaran, saat bertemu dan mau konfirmasi, ternyata tak juga mendapat jawaban memuaskan. Tapi karakternya tetap tenang, tak marah apalagi meledak-ledak, justru membuat lawannya salah tingkah

    Reply
    • Satu rangkaian kalimat bijak yang selalu tertanam di benak saya Mbak Nanik. Karena nyatanya banyak orang yang umurnya banyak tapi tidak dewasa. Dan ini banyak terjadi ternyata.

  15. Wah, aku agaknya berbeda perspektif dari kak Annie.
    Mungkin sedikit berbeda, gak sepenuhnya, hehhee..
    Dari nonton drakor, sebenernya aku jadi tau watak perempuan tuh seperti apa. Apalagi kalau perempuannya digambarkan tipikal perempuan modern, mapan. Eh, tapi si Hyeon-jae ini gak mapan yaa.. cuma morotin sana sini yaa..
    Intinya mah, cewek tuh ada ((ADA, gak semua)) yang seneng laki-laki Rawwrr!! ketimbang laki-laki yang nurut.
    Tapiii.. mereka tetep butuh sekuritas. Kaya dari segi perlindungan, kenyamanan hingga finansial, tentunya.

    Aku benernya juga nonton Invitation…tapi ketiduran tewruuss… huhu..
    Lanjutt nonton lagii.. uda baca sinopsisnya dari kak Annie, agaknya otakku gak mikir terlalu keras lagi.
    Gomapseumnida, ka Annie.

    Reply
    • Betul Len. Cewek yang lebih suka bad-boy ini memang ada. Dulu waktu masih gadis, ada beberapa temanku yg tipe ini. Bagi mereka itu suatu kesenangan dan tantangan. Sebagian besar malah “bermimpi” untuk merubah si bad-boy ini. Persis kek di film-film hahahaha. Padahal yang namanya sifat itu pada dasarnya tidak bisa berubah total. Kebiasaan buruk hanya bisa dikurangi tapi tidak bisa hilang total.

      Nah kalo pemorot ini beda kasus Len. Tujuan hidupnya lebih heboh ketimbang sekedar menikmati sensasi. Bagi mereka entertainment saat mendapatkan limpahan financial itu adalah surga. Apalagi saat yang diporoti kerap menutup mata atau memang merasakan kebanggaan karena bisa memfasilitasi seorang perempuan dengan limpahan materi. Ada pride di sisi itu.

      Cus, lanjutkan nontonnya Len. Worth watching menurutku sih.

      Borahae Lendy!!

  16. Kalau ga baca benar, bisa-bisa saya mengira Mbak Annie yang membidik objek fotonya. Kok pas banget bagusnya.
    Saya kadang menonton drama/film tentang kehidupan dewasa gini, untuk affirmasi dan belajar menjadi tetap tenang di kondisi apapun. Biasanya alur cerita dan lesson learn-nya sangat dalam.

    Reply
    • Bener Mbak Susi. Olahan unsur psikologis nya dalem banget. Kita dibawa untuk terlibat lebih dalam ke premis yang disampaikan lewat cerita. Saya salut dengan penulis skenario nya. Bener-bener butuh pendalaman yang tak mudah ini sih.

Leave a Comment