Memahami Anggi Lewat Bersemi di Mentari

Memahami Anggi Lewat Bersemi di Mentari

Berkenalan dengan Anggi

Remaja perempuan kelas 3 SMP yang sering dibecandain seperti burung bangau karena kakinya yang kurus dan tinggi. Anaknya minderan, sering menutup diri dan membatasi pergaulan karena merasa “tidak setara” dengan teman-teman sekolah lainnya yang berasal dari keluarga berada.

Masuk SMP bergengi seperti Mentari pun adalah satu keberuntungan. Ayahnya, Pak Purwono, adalah pegawai Yayasan Karya Mentari yang menaungi sekolah dimana Anggi dan Yogi, kakaknya, menuntut ilmu, Kondisi inilah yang memungkinkan Anggi bersekolah di Mentari dengan harga khusus bahkan nyaris gratis.

Tapi keberuntungan itu ternyata bagi seorang anak remaja yang hidup sederhana seperti Anggi, menjadi kisah dan perjuangan sendiri. Menjadi sederhana di tengah kesenjangan ekonomi, nyatanya menguji Anggi untuk berdamai dengan diri sendiri yang sedang dalam proses mencari jati diri dan punya segerbong mimpi akan hidup nyaman lengkap dengan fasilitasnya.

Anggi harus melewati itu.

Hidup dalam keterbatasan, sesungguhnya Anggi cukup beruntung. Keluarganya hangat dan selalu mendukung. Tak ada yang kurang kecuali motor butut Ayahnya yang sering butuh kasih sayang dan penanganan khusus.

Anggi juga punya teman istimewa. Namanya Melin. Meski anak orang berada nyatanya Melin mau bergaul dengan Anggi tanpa pamrih. Jajan di kantin bareng. Naik mikrolet bareng. Ngobrol juga bebas tanpa batas. Pleasant friendship atmosphere yang bisa ikut kita rasakan saat membaca buku ini dari awal hingga akhir.

Gak cuma Melin. Sebenarnya ada teman sekolah lainnya yang mau bergaul dengan Melin tanpa memandang sisi sosial ekonomi. Seperti Keiko yang cantik dan pandai menari. Andre, cowok idaman yang serba bisa. Dan masih banyak lagi yang mau bergaul dengan Anggi. Seperti yang pernah Ayahnya katakan. Masalah sebenarnya sejatinya ada pada diri Anggi yang menutup diri.

Memahami Anggi Lewat Bersemi di Mentari

Klimaks rendah dirinya menggapai titik tertinggi saat di satu ketika Anggi harus melewati perundungan verbal yang ujung-ujungnya menyerang mentalnya. Kena mental begitu istilah kekiniannya. Anggi yang tadinya mulai bangkit dari keterpurukan mendadak harus terjun bebas kembali ke titik asal. Semangatnya untuk mengikuti rangkaian seleksi sebuah event studi banding ke sebuah sekolah di Sydney pun mulai mengkeret di pojokan. Padahal berbagai persiapan untuk menghadapi proses pemilihan 3 terbaik sudah dilakukan Anggi semaksimal mungkin.

Akankah Anggi mampu mengalahkan dirinya sendiri?

Memahami Anggi Lewat Bersemi di Mentari

Menilik Bersemi di Mentari

Bidhari Andana (Nana) berhasil mengajak saya mengakhiri 120-an halaman novel ringan ini dengan senyum mengembang hanya dalam waktu tak lebih dari 2 jam waktu membaca.

Setelah melewati 5 hari dalam ruang perawatan rumah sakit, novel Bersemi di Mentari sangat menghibur tanpa harus terlibat dalam sebuah pemikiran yang ruwet. Berhari-hari melewati masa tanpa membaca, Bersemi di Mentari nyatanya berhasil meletupkan banyak kerinduan saya akan sebuah kisah remaja yang menarik untuk disimak.

Problematikanya disajikan natural dengan diksi sederhana dan plot cerita yang tergiring rapi dari awal hingga akhir, dari Bab 1 hingga Bab 16. Masalah khas usia remaja yang terkadang harus melewati masa-masa sensi, waktu-waktu penuh riak yang butuh sedikit waktu untuk dilewati. Sebuah proses menuju usia dewasa yang nyatanya memang harus dialami.

Nana pun menyajikan karakter Anggi dengan begitu lugasnya. Gak ribet. Sederhana saja.

Bahkan saya sudah bisa menebak 1/3 bagian proses pendewasaan Anggi setelah melewati 2/3 bagian dari buku Bersemi di Mentari. Terutama di saat Anggi harus mengakhiri performance menarinya saat pita kaset pengiring tetiba kusut dan macet lalu ketahuan siapa pelakunya. Mungkin kemampuan menebak ini diakibatkan karena keseringan nonton drama atau film-film remaja, yang populer dengan tema pergolakan remaja dan sering jadi pembicaraan.

Satu hal lain yang seru untuk dibicarakan adalah masa dimana cerita ini dihadirkan.

Tahun 90an. Back to the nineties.

Tahun dimana mikrolet masih berjaya. Kopaja masih jadi salah satu transportasi umum yang populer disamping Metro Mini. Mobil Great Corolla yang kala itu masuk dalam kendaraan pribadi yang istimewa. Apalagi jika digunakan sebagai moda antar jemput pribadi anak-anak orang kaya. Motor Honda CB 100. Dan tentu saja kehadiran boyband asal Amerika yang menguasai trend musik dunia di awal 90an yaitu New Kids On The Block (NKOTB).

Ah mendadak last great memories itu mencuat ke permukaan.

Meski saat semua hal tersebut di atas populer disaat saya sudah dewasa (baca: sudah bekerja) nyatanya kehadiran hal-hal ini mengukukuhkan suasana 90an yang (sangat) ingin dihadirkan oleh Nana. Dan itu manis terurai. Konsep kuat agar pembaca “masuk” dalam imajinasi di tahun yang bersangkutan, cukup terwakilkan lewat “printilan” bukti fisik yang menjadi bagian dari cerita secara keseluruhan.

Memahami Anggi Lewat Bersemi di Mentari

Sebuah Legacy Untuk Putri yang Sedang Beranjak Remaja

Buku fiksi yang diterbitkan oleh Stiletto Book pada Juni 2022 ini sudah bikin saya jatuh cinta sejak melihat front cover nya yang sweet, girly dan refreshing. Pradnya Asmita sang cover designer tampaknya berusaha menghadirkan nuansa remaja cerah ceria lewat ilustrasi 2 orang anak remaja yang duduk bareng dan dinaungi oleh rimbunan bunga yang jatuh dengan cantiknya.

Di bagian bawah saya membaca sebuah pesan yang ditulis oleh Anang YB, mentor penulis. Rangkaian kalimatnya sungguh menggelitik “Kalau kamu cari novel yang segar dengan konflik yang khas remaja, ini buku yang pas banget. Ditulis buat kamu yang ingin meraih sukses dengan cara berani tutup kuping atas suara-suara nyinyir di sekitarmu.”

Makjleb. Bener banget.

Pikiran saya langsung tertuju pada anak perempuan tercinta yang saat ini, tahun ini, baru menginjakkan kaki di perguruan tinggi. Nyatanya, Bersemi di Mentari memang pas untuk anak gadis saya dalam menabung pengetahuan tentang proses pendewasaan diri. Setidaknya, meskipun dalam konteks fiksi, bisa jadi cerita di dalam novel ini terjadi dalam wujud nyata di satu sudut belahan dunia. Bisa jadi lewat fiksi yang terurai di Bersemi di Mentari ada belasan bahkan puluhan pendidikan jiwa yang membantu gadis saya ini meniti tangga takdirnya.

Dan menjadi semakin menyentuh hati saat sebuah kalimat singkat sarat makna yang dituliskan oleh Nana “…..persembahan untuk putriku yang beranjak remaja……”

Legacy!!

Sebuah warisan.

Bagi seorang penulis seperti saya, Nana, dan masih banyak lainnya, melahirkan sebuah karya tulis adalah salah satu dari sekian banyak impian dalam rangka meninggalkan warisan bagi anak, cucu dan keturunan-keturunan berikutnya. Tujuannya? Banyak banget. Salah dua diantaranya adalah sebagai pertinggal, jejak, bahwa kita pernah eksis di dunia. Berikutnya adalah meninggalkan satu dan atau banyak hal yang sekiranya menjadi manfaat bagi siapapun yang membacanya. Sekarang dan nanti.

Jadi jika kembali ke kata legacy, novel Bersemi di Mentari seharusnya bisa menjadi bagian ini. Karena nyatanya konflik yang dihadirkan, premis yang diuraikan dan esensi cerita yang disampaikan, adalah buaian fakta yang bisa saja terjadi di sekitar kita. Rangkulan cerita evergreen yang bisa menjadi penyemangat anak-anak remaja dalam menyelami dan melewati proses metamorphosa menuju dunia dewasa.

Bicara soal novel remaja, rekan blogger saya, Farida Pane, menghadirkan buku KATAMU AKU CANTIK untuk kita baca. Seperti BERSEMI DI MENTARI, buku ini juga menghadirkan cerita tentang kehidupan remaja yang sedang mencari jati diri dan berjuang menata diri menjelang ke kehidupan dewasa. Beliau juga terlibat dalam kelahiran buku antologi yang berbicara tentang ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) yang juga layak untuk kita selami. Bagaimana hidup dengan tanggungjawab atas anak-anak istimewa yang menjadi berkah bagi keluarga.

Lalu saat kita membahas soal pendidikan anak, selain alternatif bersekolah di institusi umum, baik itu sekolah negeri maupun swasta, pilihan homeschooling bisa jadi alternatif. Rincian dan penjelasan tentang konsep homeschooling ini bisa teman-teman baca di blog home schooling yang juga bersinergi dengan home education centre.

Memahami Anggi Lewat Bersemi di Mentari
Memahami Anggi Lewat Bersemi di Mentari

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

27 thoughts on “Memahami Anggi Lewat Bersemi di Mentari”

  1. Saya terharu membacanya, Mbak Annie. Terima kasih sudah mereview buku saya dengan sangat indah. Saya melihat tidak sedikit remaja jaman now yang mirip Anggi. Merasa insecure karena kurang sefrekuensi dengan lingkungannya lalu memilih menutup diri. Padahal siapa pun dia, semua punya potensi dan kesempatan untuk mengukir prestasi. Untuk putri saya, dan untuk semua remaja dengan segala pergumulannya, buku ini saya persembahkan…

    Reply
    • The pleasure should be mine Mbak Nana. Makasih sudah mempercayakan saya membuat review untuk novel yang inspiratif ini. Keep writing Mbak Nana. Ditunggu karya-karya tulis berikutnya.

  2. Mbak Annie, kereeeennnn

    dirimu sakit tapi tetap produktif

    dan bisa menulis resensi buku , yang bagi saya sulit sekali

    menulis resensi buku remaja seperti ini sama sulitnya bagi saya dengan menulis kisahnya

    Reply
    • Alhamdulillah Mbak Maria. Menulis review buku tuh salah satu kegiatan kesukaan saya. Saya terdorong untuk pay attention to details dan berkonsentrasi dengan baik. Latihan juga menarik kesimpulan yang menjadi poin-poin penting untuk disampaikan kepada pembaca.

  3. Selalu kagum sama Mbak Anie
    Malau menulis selalu totalitas
    Termasuk saat menulis review buku ini, ditengah pemulihan
    Speed recovery ya mbak Anie
    Btw bukunya related dg kehidupan remaja saat ini yang sering insecure dgn diri sendiri

    Reply
  4. Merasa insecure itu sifat remaja jaman now mungkin karena belum banyak mendapat masalah dan belum berjuang mencari solusi maka insecure pada remaja kerap terjadi. Apik banget bu Aniie merangkum resensinya keren bu

    Reply
    • Tipikal karater anak-anak sekarang memang beda ya Yu. Tuntutan sekolah, gaya hidup dan lingkungan sosialisasi sangat menantang. Dan itu saya akui gak gampang. Beda generasi, beda pulak tantangannya.

  5. Membaca masa remaja Anggi dalam review novel Bersemi di Mentari yang ditulis mba Annie sukses membawa ingatan ke masa memakai seragam abu-abu. Banyak hal yang harus disesuaikan oleh seorang remaja yang sedang mencari jati diri. Sepakat kalau novel ini kudu dibaca oleh anak remaja sekarang.

    Reply
    • Betul Mbak Salma. Bagus banget dibaca anak-anak jaman now dengan tantangan yang lebih heboh dibandingkan angkatan-angkatan sebelumnya

  6. Membaca rangkuman kisan Bersemi di Mentari, saya kok langsung terbayang masa SMA. Saya yang berasal dari kampung, tetiba diterima di sekolah favorit di kota kabupaten. Rendah diri dan akhirnya menutup diri.

    Jadi pengen beli buku ini buat bacaan anak yang mulai beranjak remaja

    Reply
    • Di usia itu memang kita dalam proses pendewasaan diri ya Mbak Nanik. Pasti ada cerita istimewa dan terus akan terkenang seumur hidup. Semoga jadi manfaat saat kita sudah dewasa seperti ini dan bisa menjadi pelajaran juga bagi anak-anak kita.

  7. Ceritanya inspiratif banget mom. Mungkin cerita ini bisa dijadikan gambaran bagaimana nanti mempersiapkan orang tua dalam menemani anaknya menghadapi masa remajanya.
    BTW, di novel ini latarnya tahun 90 an, saat itu saya masih anak-anak, tapi keren juga rasanya kalau bisa menikmati masa remaja di tahun 90 an ya? hehehe

    Reply
    • Bener Mbak. Buku yang sangat inspiratif. Saya pun setelah membaca buku ini langsung terpikirkan agar dibaca juga oleh anak-anak saya. Meskipun mereka masuk dalam usia dewasa, buku seperti ini bagus juga untuk memantapkan diri mereka menghadapi berbagai isu kedewasaan di usia mereka.

  8. Cerita tentang remaja memang unik buat dikuliti dan menjadi kisah manis untuk dibukukan, karena banyak inspirasi yang terkuak.
    Apalagi ini sosok Anggi, yang memuncul tanda tanya, sehingga perlu ditemukan jawabannya lewat membaca bukunya

    Reply
  9. Aih jadi keinget naman New Kids On The Block ini saya masih SD. Sering diputar di radio langganan seperti Oz, Prambors, dll. Satu lagi ada itu si ganteng Tomy Page, hahaha ….
    Jadi mengenang jaman dulu deh ah

    Reply
    • Hahahaha bener Teh Okti. 90an tuh memang banjir wajah-wajah imut, boy band yang fenomenal. NKOTB memang sedang booming. Tomy Page, Jason Donovan, Kylie Minoque. Terus ada juga Westlife, Backstreet Boys, dll. Era rocker di jaman saya sudah langsung berganti dengan masa-masa pop.

  10. Ah ini nampaknya seru banget kisahnya Anggi / novel Bersemi di Mentari. Apalagi mentor penulisnya nulis gini di covernya “Ditulis buat kamu yang ingin meraih sukses dengan cara berani tutup kuping atas suara-suara nyinyir di sekitarmu.” Walau usia saya tak lagi remaja, tapi saya nyatanya lebih suka novel-novel anak remaja, seru aja rasanya bikin pikiran lebih fresh. Settingnya 90 an pula ya.

    Reply
  11. Agaknya, aku bisa memasuki dunia Anggi dan merasakan kehidupan remaja saat ini, kak Annie.
    Karena meski anakku belum bener-bener memasuki dunia remaja karena masih di akhir masa Sekolah Dasarnya, tapi aku merasa isu-isu begini tuh sering dibicarakan di Quora dan menjadi masukan buat para orangtua.
    Bahwa anak-anak remaja masa kini butuh pelukan kita. Kehangatan keluarga. Agar keluarga lah tempat mereka kembali.

    Btw,
    Kak Annie keren banget.

    Sembari pemulihan bisa produktif membaca dan menulis resensi novel Bersemi di Mentari.
    Semoga lekas sehat kembali, kak Annie.

    Salam sayang dari bunga-bunga virtual dari hatiku.
    **huhu, karena kalau aku foto, gak pernah aesthetic…huhuu~

    Reply
    • Perjuangan Anggi di novel ini memang luar biasa Len. Bagaimana dia harus menerima kondisi pribadi dan keluarganya yang bukanlah keluarga sangat berkecukupan seperti teman-teman sekolahnya. Tapi Anggi, dengan kelebihannya, bisa bangkit dengan jiwa besar. Satu buku, yang menurutku, layak untuk dibaca oleh para remaja masa kini.

      Alhamdulillah, seiring dengan berjalannya waktu, kesehatan saya kembali pulih dengan baik. Salam sayang juga buat Lendy. Semoga kesehatan selalu menaungi kita ya. Karena dengan sehat apapun nyaman untuk dilakukan.

  12. MasyaAllah, meski sakit tapi tetap produktif. Kalau ngupas dari sisi remaja, rasanya selalu ada topik yang diperbincangkan ya. Mulai soal bullying, mencari jati diri hingga menemukan cinta pertama.
    Saya mungkin seperti Mentari dulu, pernah dianggap sombong padahal lebih karena sulit membuka diri dan nyaman hanya dg teman-teman tertentu saja

    Reply
    • Betul Mbak. Banyak sekali topik tentang remaja yang bisa kita ulas. Apalagi dengan kondisi sekarang, dimana anak-anak usia remaja menghadapi banyak hal yang menuntut mereka untuk segera dewasa.

Leave a Comment