Warung sate yang satu ini sepertinya sudah jadi tempat yang fenomenal dan bersejarah di Cipanas. Rasa-rasanya hampir setiap orang yang tinggal di seputaran Pacet, Cipanas, Cianjur dan sekitarnya tau banget tempat ini. Murah, meriah, enak, dengan pelayanan yang cepat tanpa jeda.
Saya dan keluarga, yang kebetulan memiliki rumah sekitar 1km dari warung ini, sebelumnya sudah mengenal sang pemilik sekitar lebih dari 15 tahun yang lalu. Jaman anak-anak masih balita. Tapi dikala itu tempatnya belum seperti sekarang. Si Mamang awalnya dulu cuma punya tempat bertenda, dengan kondisi seadanya, berada persis di pengkolan jalan yang hanya beberapa langkah dari posisi sekarang. Bener-bener seadanya karena kalau pas gak jualan atau belum buka, tendanya itu dilipat dan diikat ke pagar besi kantor/dealer motor Honda.
Saking sempit tempatnya, area makan yang diisi oleh sekitar 3 bangku panjang, hanya dapat menampung beberapa tamu saja (mungkin sekitar 10an orang). Jadi kalau pas amprokan di jam-jam makan dengan orang lain, kita harus bersabar nunggu untuk dapat tempat duduk, atau makan aja di dalam mobil. Tapi karena penyajian makannya cepat, sirkulasi masuk dan keluar pembeli pun tidak menjadi masalah.
Saya lupa nama pemiliknya. Beliau tinggal di Dusun/Kampung Beunyi, Pacet, yang tidak jauh dari warung. Dulu beliau melayani sendiri tamu-tamunya. Bala bantuan tenaga hanya untuk menyediakan minum, mengantarkan sate yang sudah matang, atau membungkus nasi. Soal memanggang dan pembayaran dipegang sendiri oleh si Mamang.
Mengenal Sate Maranggi
Ada teman yang pernah nanya, apa sih itu sate Maranggi? Dari info yang saya dapat sate Maranggi adalah sate daging yang dicampur dengan bagian lemak/gajih di dalam satu tusukan dan rasanya dominan manis. Biasanya diletakkan berselingan, bergantian satu sama lain.
Paling pas jika dimakan dalam kondisi panas atau baru diangkat dari pemanggang. Di saat itu, bagian daging akan terlihat berwarna gelap sementara gajih/lemaknya tampak kemerahan. Kalau sudah dingin, akan terlihat berbeda. Gajihnya akan terlihat menggumpal (jangan dibayangin). Kalaupun dibungkus, dibawa pulang maksudnya, nanti kudu dipanggang lagi atau dihangatkan kembali di microwave selama kurang lebih 10menit. Masih tetap enak sih, tapi makan di tempat itu lebih mantab.
Sama gak sih dengan sate Maranggi Hj. Yeti di Purwakarta? Kalau liat dari judulnya ya sama-sama sate Maranggi. Tapi kalau menurut saya versinya Hj. Yeti sudah berubah/berbeda dari awal saya mengenal tempat itu. Dulu konsep kombinasi daging dan gajihnya persis seperti Sari Asih. Tapi setelah beberapa tahun belakangan, sate Maranggi ala Hj. Yeti sudah sangat berkurang bagian gajihnya.
Bedanya lagi adalah kalau Sari Asih hanya menggunakan daging sapi. Sementara Hj. Yeti juga menghidangkan sate (daging) kambing, dan sate (daging) ayam. Selain itu Hj. Yeti juga tidak hanya menjual sate, tapi juga berbagai makanan/menu lain. Sementara Sari Asih memang hanya berfokus kepada sate (daging) sapi. Itu saja dan katanya tidak akan berubah.
Ragam Sajian Sari Asih
Selain Sate Campur (sate gabungan antara daging dan gajih) dan Sate Daging (maksudnya daging sapi saja), Sari Asih menawarkan hidangan pelengkap dengan nasi yang sudah dikepal dan dibungkus kertas, sambal oncom, dan ketan gurih berbentuk kotak yang dipanggang. Untuk minuman ada berbagai pilihan tapi teh tawar hangat diberikan gratis dalam gelas ukuran kecil.
Di salah satu pojokan, terdapat pemanggang berukuran besar (panjang sekitar 1.5cm dan lebar sekitar 70cm). Di pemanggang besi dengan tumpukan arang hitam besar-besar inilah, proses pembakaran sate dan ketan dilakukan oleh seorang petugas. Dipasang sebuah kipas angin besar persis di samping pemanggang sebagai bala bantuan. Kebayang ya, dalam sehari aja, warung ini menjual lebih dari 5.000 tusuk sate, jadi kalau cuma bermodalkan kipas tangan, kayaknya sih bakal gempor juga.
Di salah satu sisi ada seorang pria yang khusus bertugas sebagai kasir. Sementara di sisi satunya lagi ada meja kecil untuk menampung sate-sate yang sudah matang dan masih panas serta seember besar bungkusan nasi. Tampak juga piring plastik berwarna-warni yang kemudian diberi alas daun pisang sebelum di atasnya diletakkan sate-sate yang siap disantap tadi. Ngomongin piring, perasaan dari dulu tuh piring plastik gak pernah ganti-ganti hahahaha. Mungkin berfikir praktis kali ya.
Berapa sih harga sate yang ditawarkan di warung ini?
Untuk sate campur harganya Rp 3.000,-/tusuk, sate daging Rp 4.000,-/tusuk, ketan Rp 3.000,-/buah, nasi Rp 3.000,-/bungkus. Sementara untuk minuman harganya beragam mulai dari Rp 3.000,- – Rp 10.000,- untuk segelas tinggi jeruk kelapa.
Masih termasuk murah kan ya? Bahkan dulu harga sate hanya Rp 1.000,-/tusuk (ya iyaalaahh dah belasan tahun yang lalu)
Dulu dan Kini
Seperti yang sudah saya ceritakan di atas, Sari Asih dulunya hanya sebuah tempat makan bertenda dengan kondisi terbuka beratapkan terpal. Tapi sekarang tampaknya kesejahteraan berlipat ganda sudah menaungi pemiliknya.
Sari Asih tidak membuat tempat makan ala resto dengan design interior up to date atau rumah makan dengan tampilan kekinian dikala sukses, tapi lebih memilih membeli beberapa ruko berjejer satu demi satu. Awalnya 1 ruko hingga akhirnya, saat saya terakhir berkunjung, sudah 3 ruko di dekat pusat pelayanan, kemudian 2 ruko lagi setelahnya (bersebelahan dengan Indomaret). Ruko-ruko ini hanya digunakan sebagai tempat tamu-tamu makan dan tentu saja mengakomodir sekian banyak kendaraan pengunjung agar tidak mengganggu lalu lintas. Luar biasa!!
Rasanya bukan sesuatu yang mustahil jika suatu saat, di masa yang akan datang, si pemilik akan membeli sebuah lahan yang luas, mendirikan bangunan sendiri, dengan area memasak serta dapur yang jauh lebih lega. Karena menghitung jumlah sate yang katanya lebih dari 5.000 tusuk/hari dikalikan dengan Rp 3.000,-/tusuk aja dah gede banget angkanya ya. Itu baru pendapatan kotor dari sate, belum nasi, ketan, dan minuman.
Oia, warung sate ini hanya mempekerjakan laki-laki dari lingkungan keluarga (saya perhatikan tidak ada pegawai perempuannya). Mulai dari kasir, tukang bakar, pelayan, bahkan tukang parkir. Dan karena kebutuhan akan daging dalam kuantitas yang lumayan besar per hari nya, si pemilik akhirnya memutuskan untuk beternak sapi sendiri. Apalagi setelah dalam beberapa tahun belakangan, warung ini buka 24jam (lap keringet memikirkannya).
Lokasi Sari Asih
Jika datang dari arah Puncak, poin pertama dan mudah dikenali adalah Istana Cipanas. Terus lurus hingga mencapai Resto Alam Sunda (di sisi kanan) dan pertigaan menuju Pacet dengan patung mangkok bergambar ayam. Nah Sari Asih persis berhadap-hadapan dengan Kantor Pegadaian.
Seringnya sih orang gampang dan langsung mengenali warung ini dengan harumnya sate dan tak hentinya asap pembakaran. Titik lokasi ini gak pernah sepi, sarat dengan parkiran mobil, dan bunyi peluit yang berulang kali terdengar. Jadi gampang banget untuk dikenali.
Selamat berkuliner murah, meriah dan penuh sensasi lemak di Sate Maranggi Sari Asih. Kalau merasa gentar dengan kolesterolnya, niatin deh bawak semangkok irisan tomat dan timun untuk mengurai lemak. Strategi jitu yang pernah saya liat dari beberapa orang pengunjung yang mampir kemari. Boleh juga idenya.
#SateMaranggi #SateMaranggiSariAsih #KulinerCipanas #WisataKulinerCipanas #WarungSariAsihCipanas
Lelehan minyak dari hasil pembakaran lemaknya membuat tampilan sate berkilau sangat menggoda. Kebayang oangsung maknyus pada gigitan pertama, yummy.
Sate Maranggi ini terkenal banget. Hampir semua teman yang sudah ke Cipanas juga mengenal sate ini. Jenis kuliner kayak gini ngasih kesempatan pembeli buat menikmati cita rasa juga cerita di baliknya. Bakalan legend pokoknya
Yes. Bener banget. Paling pas dan mantul makannya saat baru diangkat dari pembakaran. Sensasi makan gajihnya muantab bingit
Memang sate ini udah merajalela di mana2, ya. Kalau aku ya lebih suka tanpa lemak.
Ya Allah bikin ngiler,hihi. Kelihatan enak banget, tapi bakal langsung merasa bersalah kayaknya habis makan ini. Lemak dan arang bakarnya itu lho… Duh, tapi tetep aja bikin ngiler,wkwkwk
Hahahaha. Lupakan segala “keajaiban” dan tampaknya Mbak. Kalau sudah di sini, langsung sikat aja satenya. Diet dan tetek bengek kudu dilupakan untuk sementara. Seperti yang saya tulis di atas, salah satu strategi agar “tidak merasa berdosa” saat makan, bawa aja sendiri irisan tomat atau timun untuk mengurangi kolesterol satenya.
Jadi ngilerrrr Mba, padahal saya bukan penggemar sate, tapi baca dan liat ini kok ya jadi ngiler maks :D
Keren banget ya, saking larisnya sampai ternak sapi dan buka 24 jam.
Jadi ingat warung sate ibu kos saya dulu, saking laris jadinya bukan 24 jam dan mempekerjakan banyak orang :)
Iya Mbak Reyne. Dari yang sekedar warung dengan tenda darurat sampe akhirnya punya tempat permanen. Luar biasalah kisah kesuksesannya.
Sate Maranggi tu unik banget menurutku dan khas banget ya mba. Lain dari sate biasanya. Kakakku biasanya bikin sendiri sate ini. Rasanya emang endeuuss ini yaa :)
Bener Mbak Enny. Ada rasa manis yang muncul dari bumbunya. Lalu ada potongan gajih yang membangkitkan selera. Kudu mampir ke sini kalau ke Cipanas ya Mbak.
Senang ya kalau menjadi saksi hidup perjalanan tetangga dari biasa menjadi berpunya dalam bentuk cerita tentang sate.
Btw, saya barutahu kalau maranggi seberlemak itu. Kayaknya enak
Bener banget Mbak Susi. Salut saya untuk kegigihan dan usahanya. Menyaksikan dari hanya warung tenda sampai segini suksesnya, jadi pelajaran juga buat saya untuk tak henti berusaha.
Sate Maranggi Sari Asih ini memang unik Mbak. Ada yang isinya campuran antara daging dan potongan lemak. Rasanya campuran gurih dan manis. Paling banyak disukai oleh konsumen yang tipe ini.
Jadi ingat idul adha kemarin,saya coba buat sate maranggi. Enakkkkk hehe
Tar kl ke puncak saya mau coba deh sari asih ini
Semoga kesampaian hehe
Mampir Mbak Sani. Mereka buka 24 jam. Libur pun tetap buka. Justru rame banget kalo pas liburan
Wow beternak sapi sendiri?
Buah keuletan ya mbak?
Saya baru tau kalo aslinya sate maranggi harus berlemak
Karena cuma nyobain di H Yetty dan saya bingung apa bedanya dengan saate yang saya beli dari si mbok penjual sate depan sekolah anak saya
Ternyata …….. ^^
Karena kebutuhan akan daging sapinya sangat meningkat akhirnya beternak sendiri. Itu juga saya tahu setelah ngobrol dengan pemiliknya.
Beda Mbak dengan produk sate H. Yetty. Yang Sari Asih ini didominasi oleh sate kombinasi antara daging dan potongan lemak. Rasanya juga lebih manis.
5000 tusuk sate sehari …ramainya!
Saya suka sate Maranggi karena memang ada bagian gajihnya. Rasanya jadi beda kalau daging semua, kurang greng di lidah jadinya. Sukses usaha sate ini ya, Mbak Annie…senang lihatnya. Fokus ke produk dengan cita rasa yang otentik bikin pembeli jadi balik. Dan, jadi bayangin ketan bakar dimakan pakai sate Maranggi, maknyusss! Saya tandai deh kalau kapan-kapan ke arah Cipanas, Sate Maranggi Sari Asih
Gajihnya itu yang bikin tambah enak Mbak Dian hahahaha. Lupakan diet kalo mampir ke mari ya
Ya Allah 5000 tusuk itu yang beli berapa orang ya? ramai banget jadi penasaran deh liat foto-fotonya menggoda..menerbitkan air liur…
Tamunya gak pernah berhenti Mbak Dani. Rame terus warungnya.
Ayok. Kalo main ke Cipanas, mampir deh. Gampang kok nyari tempatnya
Terbayang lelehan lemaknya itu mbak 🤤 tapi suamik pasti nyerah nih makannya hahaha… Seumur hidup kayaknya aku belum pernah cobain sate seperti ini deh mbak, jadi penasaran…
Hahahaha lelehan lemaknya itu yang membangkitkan rasa. Dan paling pas dimakan hangat-hangat. Kudu dicobain dah
Saya jg sukanya,mkn ditempat,rada satenya ma’nyus.jauh2 dr Jkt Saya datang cuma kebayang pingin mkn sate maranggi,sukanya lge sate maranggi yg dicipanas arah Cianjur ini buka 24 jam.Jd bebas wktu Kita utk bs mnikmati sate maranggi+ketan bakar n teh panas Cucok Meong.Pokonamah Endol👌👍
Hahahaha setuju Mbak Rina. Satenya juga sesuatu dah pokoknya. Bikin kangen.
Ralat: Rasa satenya ma’nyus