Pertama kali menginjakkan kaki di tanah Moloku Kie Raha di akhir 2016, selama hampir 1 minggu saya menginap di rumah Ibu Nur yang berada di Kelurahan Soa Sio. Terletak di jalur utama lalu lintas darat mengelilingi Tidore, rumah seluas sekitar 450m2 ini awalnya (hanya) menerima tamu dengan 2 kamar di dalam dan 1 kamar di luar yang biasanya diperuntukkan bagi tamu laki-laki. Saat itu belum ada nama yang disematkan untuk penginapan ini. Tapi yang pasti, Ibu Nur ingin menjadikan rumahnya sebagai tempat mencari nafkah setelah pensiun sebagai PNS.
Dengan cat dinding yang mencolok (hijau, kuning, dan orange), rumah ini terlihat berbeda dibandingkan dengan bangunan-bangunan lain yang berada di sekitarnya. Kontur tanahnya yang lebih tinggi dari jalan, menambah kesan gagah rumah yang bertetangga dengan sebuah mushola kecil berwarna putih ini. Tidak ada pembatas antara rumah dan mushola. Halaman depan rumah pun menyatu dengan lahan mushola. Jadi sepertinya kemungkinan besar mushola ini dibangun di atas tanah milik keluarga Ibu Nur. Keduanya terlihat bersih terawat dengan berderet pot-pot bunga besar dengan berbagai jenis bunga yang melengkapi keindahan bagian depan.
Selang beberapa bulan berikutnya. Pada pertengahan 2017. Di kunjungan ke-4 saya ke Tidore. Penginapan ini terlihat berubah total. Signage Tidore Puri sudah terpasang di pagar depan. Tanah di teras luar sudah berubah menjadi 3 kamar kecil yang dilengkapi dengan beberapa meja untuk makan dan 1 set tempat duduk yang terbuat dari bambu tutul untuk berbincang santai.
3 kamar yang disewakan untuk publik tersebut sudah dilengkapi dengan TV, AC, dan wifi (saat saya berada di sana sedang dalam proses pemasangan). Walaupun hanya seluas kamar kos-kosan, semua sudah dilengkapi dengan kamar mandi dengan shower dan toilet duduk.
Meja makan panjang selalu dilengkapi dengan bergelas-gelas air putih, roti lengkap dengan mentega dan selai, serta makanan kecil khas Tidore untuk para tamu. 2 kulkas besar dengan aneka minuman dingin pun tampak tak henti menggoda saya untuk minum bergelas-gelas melawan udara panas yang memeluk setiap jengkal tanah Tidore.
Di waktu-waktu senggang, saat saya memutuskan untuk berdiam diri di penginapan, Ibu Nur dan suami seringkali menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengobrol dan berbagi cerita kebahagiaan mereka. Menikah puluhan tahun tanpa anak, membuat mereka tetap terhibur dengan kedatangan berbagai tamu dari berbagai daerah, profesi dan pekerjaan. Dengan muka sumringah, Ibu Nur memperlihatkan foto beliau dan suami bersama Bapak Fahri Hamzah beserta keluarga, yang selama berlibur di Tidore memutuskan untuk menginap di rumah mereka. Senyum penuh kebahagiaan tampak terpancar dari photo ukuran A0 yang sudah terbingkai cantik dan tergantung di ruang tamu utama.
Di lain kesempatan, mereka dengan senang hati mendapatkan titipan amanah dari kantor pemerintahan untuk melayani tamu-tamu khusus atau pegawai-pegawai provinsi yang sedang berdinas ke Tidore. Terselip berbagai cerita lucu, kadang juga menegangkan, keluar dari mulut tuan rumah, yang sering membuat saya terkikik-kikik, geleng-geleng kepala, bahkan berkomentar serius. Tak lupa beberapa cerita “istimewa” yang pernah terjadi selama mereka tinggal di Soa Sio.
Di saat-saat seperti inilah, saya merasakan sambutan tulus dan kehangatan persaudaraan yang membuat saya merasa (seperti) tetap berada di rumah. Ribuan kilometer yang memisahkan saya dan keluarga dan selisih waktu 2 jam antara Indonesia bagian timur dan barat, tampak tergantikan dengan kehadiran Ibu Nur dan suami yang sudah saya anggap seperti orang tua sendiri.
Buat teman-teman yang berkunjung ke Tidore dan ingin tetap betah dengan suasana kekeluargaan, Penginapan Tidore Puri yang bersahaja milik Ibu Nur, akan menjadi pilihan yang bijak. Biaya sewa sekitar Rp 250.000,- – Rp 350.000,-/malam (termasuk sarapan) rasanya (tetap) tidak mampu mengukur rasa betah yang akan timbul selama menginap di sini. Tidak usah khawatir dengan pakaian yang gampang kotor dan basah selama menjelajah Tidore karena Ibu Nur menyediakan jasa laundry dengan harga yang sangat murah.
Dengan lokasi strategis di pinggir jalan raya yang besar, berbagai transportasi umum pun mudah didapat. By walking distance, penginapan ini tak jauh dari berbagai tujuan wisata penting Tidore, seperti Kadato Kie Kesultanan Tidore, Pelabuhan Kesultanan, Masjid Kesultanan, Museum Sonyine Malige, Benteng Tahula, Benteng Torre, dan Makam Sultan Nuku.
Jika teman-teman datang dari Pelabuhan Rum, salah satu pelabuhan publik di Tidore, naik saja angkot yang menuju pusat kota Tidore atau Pantai Tugu Lufa. Pesankan kepada supir angkot untuk berhenti di depan penginapan (Tidore Puri atau Seroja). Tarif terakhir adalah Rp 25.000,-/orang. Atau bisa juga menggunakan jasa sewa mobil langsung dari pelabuhan dengan biaya Rp 150.000,-/mobil. Cukup hemat jika kita datang beramai-ramai dengan banyak gembolan.