Bubur Ayam Al-Azhar Jababeka. Belasan Tahun Menjamu Sarapan Warga Cikarang Dengan Kelezatannya

Bubur Ayam Al-Azhar Jababeka. Belasan Tahun Menjamu Sarapan Warga Cikarang Dengan Kelezatannya
salah satu sisi tampak warung bubur ayam al-azhar yang berdampingan dengan alfa ekspress di citywalk jababeka, cikarang

Bubur Ayam. Salah satu pilihan sarapan terbaik yang disukai hampir sebagian besar publik tanah air. Mau sarapan di hotel, di rumah atau nongkrong menikmati dagangan abang-abang gerobak dan warung pinggir jalan, bubur ayam adalah salah satu hidangan atau jajanan yang selalu ada dan gampang didapat.

Di kompleks saya ada 4 pedagang bubur ayam yang sudah eksis bertahun-tahun. Ada yang dagang pakai motor dengan 2 boks besar di kanan dan kiri jok. Satu lagi berdagang di depan minimarket menggunakan boks kaca. Lalu dua lagi ada di resto yang hampir sepanjang waktu selalu menyediakan bubur ayam. Yang paling sering kami beli adalah abang-abang yang jualannya pakai motor. Tinggal WA atau telpon, si Abang akan segera cus menuju rumah.

Karena sudah sering beli, si Abang pun sudah paham dengan selera kami sekeluarga yang berbeda-beda. Suami dengan paket super lengkap dan sambal yang banyak. Saya dengan bubur tanpa kacang, sambal sedikit dan dibanyakin potongan cakwe nya. Fauzi (anak sulung saya) yang porsinya harus satu setengah dengan isi yang komplit plus 2 buah sate telor puyuh. Lalu Fiona dengan bubur tanpa daun bawang dan tanpa banyak kuah plus 2 buah sate usus. Jadi kalau datang melayani kami, si Abang sudah tak perlu lagi diberi instruksi khusus. Tinggal setor 4 mangkok dengan berbagai ukuran, pesananpun akan siap dalam beberapa menit kemudian.

Makasih loh Bang sudah begitu setia melayani keluarga saya hingga saat ini.

Selain bubur yang ada di kompleks, ada satu lagi penjual bubur ayam yang meskipun jaraknya agak jauh dari rumah, sering juga menjadi pilihan sarapan terbaik yang saya nikmati. Namanya BUBUR AYAM AL-AZHAR yang berlokasi di ruko CITYWALK JABABEKA. Satu kompleks properti besar yang berdampingan dengan Lippo Cikarang dimana saya dan keluarga tinggal.

Cerita Lama Bubur Ayam Al-Azhar Jababeka

Penamaan Al-Azhar lebih disebabkan oleh LOKASI dimana pertama kali bubur ini berjualan.

Belasan tahun yang lalu, saat anak sulung saya masih duduk di Sekolah Dasar, si pemilik yang saat itu masih bujangan, menjual bubur ini di gerobakan kayu. Gerobaknya lumayan besar dan terparkir permanen di halaman belakang SD Al-Azhar, sekolahnya anak saya. Inilah yang kemudian jadi alasan mengapa akhirnya si Abang penjual menggunakan nama Al-Azhar sebagai identitas dagangannya.

Sejak berjualan disini (tempat lama) antrian para pembelinya sudah mengular/mengantri panjang. Terutama di pagi hari. Ramai banget karena memang lokasinya strategis. Selain para pengantar anak-anak sekolah, di seputaran sekolah ada beberapa kantor pemerintah, universitas President, toko-toko, dan fasilitas-fasilitas umum lainnya. Biasanya sekitar jam 9 pagi, gerobaknya sudah tutup. Sold out.

Kalau terniat pengen makan bubur ini, saya bela-belain nganter anak saya ke sekolah dan sampai di lokasi sekitar pkl. 06:30 wib sekaligus mengajak anak saya sarapan di sana. Biasanya saya nongkrong di sebuah tenda yang sudah dipersiapkan persis di dekat gerobak atau jika sudah penuh orang ya makannya di mobil. Kegiatan ini menjadi hal yang disukai anak saya karena jarang-jarang saya sendiri yang mengantarnya sekolah. Karena biasanya dia harus ikut jemputan tanpa pendampingan saya yang harus bersiap-siap pergi ke kantor.

Saat masih di lokasi yang lama ini, jika saya tidak salah ingat, harga bubur dengan isi lengkap adalah Rp 10.000,-/porsi. Belum termasuk berbagai sate. Si Abang tidak menjual minuman sama sekali. Jadi untuk minuman saya akan order di salah satu warung yang berjejer di dekat gerobak bubur ini.

Bubur Ayam Al-Azhar Jababeka. Belasan Tahun Menjamu Sarapan Warga Cikarang Dengan Kelezatannya
tampak 2 gerobak bubur ayam al-azhar dengan fungsinya masing-masing

Pindah Lokasi

Saya tak tahu kapan persisnya bubur ayam Al-Azhar berpindah lokasi jualan. Karena saat anak saya kelas 5, sekolah Al-Azhar berpindah tempat ke lokasi yang lebih permanen dengan bangunan yang jauh lebih besar. Meskipun jarak perpindahan sekolah tidak jauh dari lokasi yang lama, saya tidak lagi sempat mampir ke bubur ayam ini.

Info tentang kepindahan si Abang bubur saya ketahui saat sekolah Al-Azhar yang lama berganti menjadi SMP President. Sekolah Menengah Pertama tempat anak bungsu saya belajar. Jadi ceritanya, bangunan sekolah yang sama ini dulu adalah SD Al-Azhar untuk anak sulung lalu menjadi SMP President untuk anak bungsu. Sebuah cerita bersambung yang tidak saya duga.

Nah, saat anak bungsu saya SMP inilah, saya sudah berhenti jadi kuli pabrik. Jadi tugas mengantar sekolah menjadi tanggung jawab per mingguan. Tugas estafet dengan teman/tetangga yang anaknya juga sekolah di tempat yang sama. Kondisi inilah yang menyadarkan saya bahwa si Abang bubur Al-Azhar yang dulu ada di belakang sekolah sekarang sudah berpindah. Pindahnya gak jauh sih. Cuma ke sebuah ruko yang berada persis di seberang sekolah yang dikenal sebagai CITYWALK JABABEKA.

Di deretan ruko panjang ini ada berbagai mini market, toko ATK dan photocopy, jasa laundry, berbagai jenis restoran dan ada sedikit kantor. Ruko ini berada persis di depan perumahan kecil yang disediakan khusus untuk mahasiswa President University. Jadi banyak toko/warung yang menyediakan jasa-jasa atau penjualan barang yang berhubungan dengan kebutuhan kuliah. Warung-warung makannya pun menawarkan menu dengan harga yang sangat ramah untuk kantong mahasiswa.

Saat datang di hari kerja, sebagian besar customer datang untuk takeaway. Banyak diantara mereka adalah pegawai dan mahasiswa. Sementara emak-emak pengacara seperti saya, selalu makan di tempat. Saya paling senang datang di hari kerja karena relatif tidak pernah bertemu dengan antrian yang panjang dan melelahkan. Jikapun ada antrian, jumlahnya tak lebih dari 5 deret sekali berdiri.

Berbeda dengan saat datang di pengunjung minggu (weekends), Sabtu dan Minggu. Untuk tidak berjibaku dengan pelanggan yang lain, saya selalu berangkat jam 6 pagi dari rumah supaya bisa sampai di Bubur Ayam Al-Azhar tepat sekitar 30 menit kemudian. Biasanya dijam-jam ini antriannya tidak panjang. Bahkan seringkali tidak ada antrian sama sekali.

Tapi jika waktu sudah mencapai jam 7 pagi atau lebih, beeehh, bawak sabar yang panjang ya. Meskipun sudah ada pemisahan barisan antara yang mau makan di tempat dengan yang hanya bungkus, tetap aja yang antri heboh yang ketulungan. Belum lagi tempat duduknya yang cukup terbatas dan ada yang memesan dalam jumlah yang banyak.

Kualitas dan Pelayanan Bubur Ayam Al-Azhar

Di lokasi yang baru, Bubur Ayam Al-Azhar menempati 1 ruko yang memiliki 2 lantai. Dari info salah seorang pegawainya, ruko ini milik mereka. Bukan sewa. Lantai bawah digunakan untuk kegiatan berdagang, sementara lantai atas menjadi tempat tinggal. Ini alasan mengapa mereka bisa membuka toko dan siap melayani konsumen pagi-pagi sekali.

Di lantai dasar ada 2 buah gerobak kaca. Satu digunakan sebagai pelayanan pembuatan dan pembungkusan bubur. Satu gerobak lagi hanya untuk melayani minuman. Kedua gerobak dibuat terhubung rapat tanpa akses jalan bagi pelanggan untuk masuk ke dalam toko. Tampaknya si pemilik sengaja membatasi akses agar tidak terjadi hal-hal yang bisa menggoda customer celamitan mengambil barang di area dalam.

Di gerobak pelayanan ada 1 buah wadah bubur yang tinggi besar. Kemudian bertoples-toples topping bubur seperti kacang, potongan seledri, potongan daun bawang, bawang goreng, potongan cakwe, sambal dan lain-lain. Di atas deretan toples ini ada satu mangkok melamin besar yang menampung ayam suwir dan ratusan sate berbagai jenis (usus, telor puyuh, ati dan ampela). Sementara untuk sambal, kecap dan kuah ditaruh di dalam beberapa botol pencet yang cukup besar.

Si Abang pemilik menjadi executive chef sementara sang istri membantu melayani barisan pelayanan bungkus. Si Ibu yang bersuara nyaring seperti soprano ini berdiri di tengah dan sigap melayani proses pembayaran.

Si Abang seringkali berteriak-teriak dan ngobrol dengan pengunjung sekiranya pelanggan memiliki permintaan khusus. Beliau terkesan tidak sabaran saat yang ditanya lambat menjawab. Bahkan pernah melontarkan sederetan joke garing atau kalimat hentakan seperti “Ditanya gitu aja kok mikirnya lama?” Buat saya pribadi sih, sebagai orang yang kenyang belajar soal komunikasi publik dan bekerja di lingkup public relation serta sales and marketing, gaya berbicara seperti ini, meskipun (mungkin) dengan maksud bercanda, terlalu beresiko untuk orang yang bergerak di bidang pelayanan dan jasa. Karena tidak semua orang mampu meresap, memilah dan memilih kalimat mana yang dilontarkan dengan maksud bercanda atau tidak.

Saya sendiri, saat sedang tidak in a good mood dan diajak ngobrol dengan nada seperti itu, biasanya akan diam dan membiarkan rekan bicara saya juga ikut terdiam dan berpikir. Saya pun langsung menghindari kontak mata. Tentu saja hal ini saya lakukan bukan karena tidak menghormati orang yang mengajak saya bicara, tapi supaya emosi diri lebih tertata. Apalagi jika teman bicara kita bukanlah orang dekat, keluarga sendiri atau mereka yang paham akan karakter saya yang sesungguhnya.

Jadi, jika tulisan ini bisa menggapai pemilik bubur ayam Al-Azhar Jababeka, semoga bisa menjadi masukan positif bagi mereka. Termasuk diantaranya kebiasaan berteriak-teriak bar-bar yang bagi sebagian besar orang tidaklah nyaman untuk didengar. Berteriak-teriak kencang juga sebenarnya tak bagus untuk kebersihan dan sterilisasi semua materi jualan. Kebayang dong saat si Abang jerit-jerit lalu, maaf, liurnya sampai muncrat hinggap di dalam mangkok. Meskipun tidak terlihat, tindakan seperti ini tentu saja ada efeknya ke makanan yang sedang dipersiapkan.

Tahu kan kalau sekolah di bidang food and beverage ada peraturan tentang kebersihan? Jasa penyedia makanan biasanya diharuskan mengenakan topi agar makanan tidak dijatuhi rambut. Mereka pun dilarang banyak bicara agar liur tidak beredar kemana-mana. Di beberapa resto malah semua chef wajib mengenakan masker mulut yang biasanya terbuat dari plastik transparan yang bisa dicantolkan ke telinga. Persis seperti masker. Hanya saja ini khusus untuk menutupi mulut. Saya yakin semua ini dilakukan sebagai jaminan dan usaha resto dalam menjamin higienitas masakan yang akan dinikmati oleh pelanggan.

Penggunaan peralatan masak pun diatur sedemikian rupa agar tetap bersih dan digunakan sesuai peruntukannya. Menggunakan seragam dengan sekian banyak staff yang memiliki tanggung jawab masing-masing. Sehingga alur pelayanan dan beban kerja tim jadi lebih jelas dan profesional.

Apa iya kualitas dan pelayanan warung segitu harus mengikuti aturan diatas? Wajib sih menurut saya. Justru rangkaian kebiasaan baik tuh HARUS DIMULAI dari awal, dari usaha kecil. Semua ini sebenarnya adalah ATURAN DASAR dari sebuah bisnis jasa penyedia makanan dan minuman yang benar-benar memikirkan tentang kebersihan dan kualitas asupan yang dijual. Dan juga adalah salah satu bentuk tanggungjawab yang patut dihargai jika benar-benar bisa dilaksanakan.

Harga Makanan

Bubur ayam Al-Azhar tidak menjual makanan lain selain bubur. Jikapun ada tambahan menu seperti ceker sebagai makanan pendamping, mereka hanya menyediakan ini di akhir pekan. Selebihnya ya seperti bubur ayam lainnya.

Untuk semangkok bubur ayam dan 1 jenis minuman, Bubur Ayam Al-Azhar Jababeka mematok harga Rp. 15.000,-/porsi. Minumannya bisa kita pilih dan ambil di gerobak kaca yang bersebelahan dengan gerobak buburnya. Pilihannya adalah air mineral dalam botol kecil, Estee, minuman sejenis teh kota, atau teh hangat dalam gelas plastik (yang ini kurang saya referensikan karena tidak proporsional). Sementara untuk sate-satenya ditawarkan di harga Rp 3.500,-/tusuk.

Harga yang pasaran menurut saya sih. Tidak kemahalan.

Akan tetapi, bagi yang mengikuti perkembangan Bubur Ayam Al-Azhar Jababeka ini dari awal berdiri hingga saat ini, akan merasakan kuantitas buburnya sangat jauh berkurang. Tidak sebanyak dulu. Terlihat banyak dilihat karena menggunakan mangkok kecil. Jadi secara visual, bubur akan terlihat banyak dan penuh. Apalagi saat ditutupi oleh aneka topping termasuk kerupuk.

Saya yang porsi makannya cukup irit (kecuali nasi padang hahaha), harus mengkonsumsi satu setengah mangkok hingga akhirnya mengaku kenyang. Padahal saat saya memesan bubur-bubur yang lain, biasanya cuma habis 3/4 bahkan bisa hanya setengahnya. Apa mungkin karena lapar mata jadi makannya banyak ya? Entahlah.

Bubur Ayam Al-Azhar Jababeka. Belasan Tahun Menjamu Sarapan Warga Cikarang Dengan Kelezatannya
semangkok bubur yang rasanya jempolan itu

Review Pribadi

Terlepas dan kekurangan dan kelebihan yang ada, Bubur Ayam Al-Azhar Jababeka, masih menjadi salah satu pedagang bubur yang enak menurut saya. Setidak di area Cikarang. Tanpa pelengkap pun, buburnya sendiri sudah berbumbu dan enak dengan kekentalan yang pas. Topping dan semua menu tambahannya pun jempolan rasanya.

Dengan harga segitu bisa jadi memang kuantitas yang ada setara dengan semangkok kecil itu. Tapi jikapun nantinya harganya naik dengan kuantitas bubur yang lebih banyak, saya tetap berkenan membeli. Karena menilai harga, rasa dan selera harus segaris lurus dengan kualitasnya.

Selain hal-hal dan masukan-masukan yang saya uraikan di atas, saya berharap banyak agar Bubur Ayam Al-Azhar Jababeka ini mampu meningkatkan kualitas kebersihan lingkungan. Setiap saya datang, halamannya selalu kotor. Banyak sekali sisa-sisa botol minuman atau wadah makanan yang sudah tidak terpakai. Semua terkapar dan tersebar di hampir setiap sudut halaman. Entah siapa yang tega melakukan ini. Selama berulangkali saya datang, sampah banyak bertebaran khususnya di Minggu pagi. Mungkin ini adalah sisa-sisa mereka yang nongkrong di tempat ini saat malam minggu.

Meskipun si Abang pemilik menyanggah bahwa itu bukan tanggung jawab mereka. toh akan jauh lebih baik jika mereka berinisiatif untuk menjaga kebersihan. Gampang diatur kok. Jika disiplin dan punya niat, salah seorang pegawai bisa ditugaskan untuk membersihkan meja lalu menyapu halaman SEBELUM mereka buka. Toh dengan lingkungan yang bersih, pengunjung tentunya merasa nyaman.

Setuju kan dengan pendapat saya?

BTW, jika saya tidak salah ingat, Bubur Ayam Al-Azhar Jababeka ini TUTUP di HARI SENIN pada minggu ke-5 setiap bulan. Jadi sebelum datang kesini, sebaiknya dicek dulu ketersediaan mereka lewat Google Maps ya.

Hal lain yang patut dicatat adalah bahwa Bubur Ayam Al-Azhar di Jababeka ini telah belasan tahun menjamu sarapan warga Cikarang dengan kelezatannya. Waktu yang juga tidak sebentar untuk sebuah bisnis yang tetap bertahan hingga kini.

Bubur Ayam Al-Azhar Jababeka. Belasan Tahun Menjamu Sarapan Warga Cikarang Dengan Kelezatannya
Bubur Ayam Al-Azhar Jababeka. Belasan Tahun Menjamu Sarapan Warga Cikarang Dengan Kelezatannya

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

20 thoughts on “Bubur Ayam Al-Azhar Jababeka. Belasan Tahun Menjamu Sarapan Warga Cikarang Dengan Kelezatannya”

  1. Berawal dari gerobak mangkal di pinggir jalan, hingga akhirnya punya ruko untuk berjualan bubur ayam. Ini contoh pedagang yang sukses ya mbak. Semua ini pastinya karena rasa masakannya enak, buktinya walau areanya sering kotor dengan sampah bekas makan yang berserakan, pembeli tetap setia datang. Semoga seperti harapan mbak Annie, kebersihan lokasinya lebih diperhatikan lagi.

    Reply
    • Bubur Ayam Al-Azhar Jababeka deket
      dari rumah adikku kak.. klo adikku d lippo Cikarang nya.. padahal sdh punya ruko ya harusnya tempat bersih di jaga terus santun y, jadi pembelipun betah.. biarpun enak mikir 2 x buat makan…🤗

    • Eksis dalam hitungan puluhan tahun. Satu pencapaian yang menurut saya luar biasa. Jarang-jarang ya Mbak Nanik satu bisnis makanan bisa bertahan puluhan tahun sementara saingannya bermunculan disana-sini.

  2. Bubur ayam dulu jadi mkanan favorit saya Mbak

    Kalo ke pujasera saya pasti pilih bubur ayam dibanding menu lainnya

    sekarang udah bergeser, saya memilih mana yang paling recommended

    karena cabang bubur ayam yang terkenal , ternyata sering gak seenak rasa bubur ayam di pusat

    daripada kecele, pilih yang pasti pasti aja deh :D

    Reply
    • Preferensi selera ya Mbak. Jika disodorkan berbagai alternatif, saya pun akan melakukan hal yang sama. Bisa jadi juga kita berada di satu masa, saat bosan akan sesuatu (dalam hal ini adalah makanan), maka otomatis kita akan mengubah preferensi kita. Apalagi jika dalam satu kondisi kita tahu ada makanan yang lebih baik dalam segi kualitas.

  3. Ciamik banget ini mbaaa
    ya ampuun, karena memang mereka bener2 serius dan passionate dalam berbisnis kuliner, beneran bisa naik kelas ya.
    UMKM yg hebat, bisa menjadi role model buat para pegiat UMKM jaman now.

    Reply
    • Bener Nur. Perjuangan dari gerobakan hingga bisa memiliki ruko sendiri tuh bisa jadi satu prestasi yang patut dicontoh.Butuh konsistensi dan ketekunan yang tidak sebentar juga. Salut lah untuk semua ini.

  4. Saat aku masih merantau ke Semarang, bubur ayam adalah makanan favorit untuk sarapan. Aku type yang nggak suka kalau buburnya diaduk. Hehehe.

    Aku biasanya akan sarapan bubur ayam kalau pas akhir pekan. Sekalian jalan pagi ke gedung olah raga gitu. Terus cari bubur ayam deh.

    Reply
    • Waahh sama nih kita Mbak Yuni. Saya juga anggota tim bubur yang tidak diaduk hahahaha. Makan bubur rasanya lebih klop kalau dicampur perlahan-lahan dan satu persatu.

  5. sebagai tim bubur nggak diaduk saya jadi ngiler pengen cobain secara langsung bubut ayam Al Azhar ini mbak, dilihat dari tampilannya aja udah enak banget

    Reply
  6. Aku jarang banget makan bubur ayam karena jarang nemu yang enak di sekitar sini. Membaca artikel ini jadi tertarik nyoba bubur ayamnya

    Reply
  7. Masker mulut yang dimaksud itu pernah daku lihat di acara master chef Indonesia (yang tayang saat pandemi) dan juga di drama Taxi Driver kala Jang Sung Cul lagi bagi-bagi makanan bareng Kyung Goo dan Jin Eon. Yang memang bagusnya pakai sih pakai masker tersebut buat pelaku usaha kuliner.
    Memang belum pernah sih lihat di sini warung tenda menggunakan itu, hehe.
    Namun begitu, kualitas bubur ayam nya bisa mengobati lah ya

    Reply
    • Aaaiihhh ingetnya Fenni sama yang kekorea-an hahahaha. Masker 1/3 wajah yang dibuat transparan dan diletakkan persis diseputaran mulut ya. Safety untuk mulut kita. Menghindar dari percikan ludah ke masakan/makanan.

  8. Setuju bun. Termasuk bubur ayam yg paling enak di Cikarang, tp attitude bapaknya 😶 dan bener banget pas saya lagi ga mood, omongan dia menyakiti hati saya sampe sempet setahun gamau kesana lagi. Cuma perkara “Pak sambalnya habis” langsung dimaki habis habisan. Sekarang kalo kepengen, suami yg saya suruh antri dan saya tunggu di mobil aja 😂

    Reply
    • Teman-teman saya yang pernah makan disini juga bilang gitu. Si Bapak perlu pendidikan attitude dan belajar bagaimana berkomunikasi dengan sopan dan santun. Mungkin, mungkin, maksudnya bercanda. Tapi kalau dilihat dari ekspresinya sih orangnya baperan dan emosian. Entah apa yang dipikirkan hingga terkadang bahkan sering melukai hati customer. Dan sayapun pernah ngalaminnya.

      Saya juga gitu Mbak. Belakangan sering bungkus aja. Ngantri di antrian khusus pembungkusan yang dilayani si istri. Dan volumen kunjungan saya pun sudah banyak berkurang dibandingkan dengan dulu-dulu. Apalagi setelah sempat “dimarahi” oleh si Bapak karena urusan kecap hahaha.

Leave a Comment