Cinta dan 7 Cangkir Kopi Hitam

DISCLAIMER: Tulisan ini diangkat dari sebuah kisah nyata yang terjadi di pertengahan 2000. Untuk tujuan privacy, nama-nama pelaku diganti dan atau disamarkan. Tidak ada maksud dan tujuan tertentu dari penulisan ini. Hanya sebagai materi pembelajaran bagi kita semua. Percaya maupun tidak saya kembalikan kepada kebijakan para pembaca. Terimakasih.

Kabar Penuh Kejutan

Pagi beranjak menuju siang.  Ina sedang menyusui bayinya ketika telepon rumah berdering.  Dalam deringan ke-5 terdengar suara ibunya menyapa, memanggil nama adiknya, penuh nada sukacita dan gembira seperti biasanya.   

Tapi tampaknya komunikasi berjalan dominan satu arah karena Ina mendengar ibunya hanya berucap, “oohh” “yaaa”, “kapan?”,  “secepat itu?”.   Tak ada obrolan mengasyikkan seperti sebelum-sebelumnya.  Obrolan pelepas rindu yang setidaknya 1 bulan sekali selama adiknya bertugas di Sampit, Kalimantan.

Terdengar suara “klik” pertanda telpon ditutup dan isak tangis yang tertahan setelahnya.  Ina mencoba berdiri dan melirik ke arah ibunya.  Aaahh benar dugaannya.  Wanita berusia pertengahan 50an tahun itu masih bercucuran air mata, terduduk di kursi yang bersebelahan dengan telpon.  Ina pun bersegera melangkah mendekat sambil tetap merengkuh anaknya dalam pelukan.

“Ada apa Bu?” tanya Ina penuh kekhawatiran.

“Adam, adikmu, telepon” balas ibunya diantara isak tangis tertahan.

“Iya. Lalu?”

Detik kemudian yang Ina dapatkan hanyalah tangis dan tangis.  Mengijinkan ibunya melepaskan beban, Ina tak banyak bicara.  Kesedihan bertahun-tahun terpisah jarak yang cukup jauh dengan anak bungsu, tentulah menjadi ujian berat bagi seorang ibu.  Jauhnya gak kira-kira pulak.  Antara Jakarta dan pedalaman Kalimantan.  Ketemu langsung pun paling 1 tahun sekali.  Itupun kalau Adam dapat ijin cuti dari kantor pusat di Jakarta.

Ina selalu berusaha untuk tidak membayangkan kata “jauh” saat sang adik bercerita tentang perjalanannya menuju tempat kerja.  Dari Jakarta naik pesawat jet selama 2 jam (ke ibukota provinsi), disambung dengan pesawat baling-baling 1 jam, (menuju sebuah kabupaten), naik mobil sekitar 3 jam, sambung lagi dengan perahu hampir 2 jam, dan terakhir naik traktor menuju mess yang disediakan oleh perusahaan.  Pokoknya pelosok banget.

“Pernah waktu naik traktor ketemu rombongan semut yang badannya sebesar jempol,” cerita Adam sambil menunjukkan jempol tangannya.

Dan masih banyak cerita-cerita super menarik dan menakjubkan lainnya.

Menghapus ingatan akan adiknya, Ina menemukan ibunya sudah lebih tenang dalam beberapa menit kemudian.  Dengan terbata-bata ibu bercerita bahwa Adam menelpon dalam rangka memohon ijin untuk menikah dalam 2 minggu kedepan.  Tak ada acara resmi hanya akad nikah saja.  Itupun diadakan di gedung serbaguna yang menyatu dengan mess, dan disaksikan oleh petugas KUA setempat plus karyawan-karyawan lain yang berkerja di kebun kelapa sawit yang sama.

Rapat keluarga pun mendadak diadakan siang itu.  Diputuskan bahwa ibu dan ayah akan segera berangkat menuju Sampit, kota kecil dimana Adam bekerja.  Hanya berdua saja.  Ina memutuskan tidak ikut karena mempertimbangkan belum 40hari dia melahirkan.  Suaminya pun harus berada di rumah karena tidak mungkin dan tidak tega meninggalkan Ina hanya berdua dengan si Mbak di rumah.

Meskipun tampaknya keputusan sudah dibuat, Ina merasakan ada sesuatu yang berbeda dari berita ini.  Kenapa harus terburu-buru ya?  Tak bisakah Adam merundingkannya terlebih dahulu?  Setidaknya kembali lah dulu ke Jakarta dan berbincang dengan kedua orang tua? Apalagi dia anak bungsu.  Pernikahan terakhir yang akan diadakan oleh keluarga.

Malam itu Ina tertidur diliputi oleh sejuta tanya dan sebuah mimpi yang memulai serangkaian panjang kisah tentang adiknya nun jauh di sana.  Jelas tergambar bagaimana Ina melihat sebuah bola api terbang dari atas langit kemudian menembus atap rumahnya dan bersarang di ruang tengah rumah.  Ina menjerit keras hingga membangunkan suami dan bayinya.  Nafasnya memburu dan terengah-engah.

“Ada apa?” suaminya berusaha menenangkan.

Ina hanya menggeleng dan berlari menuju ruang tengah dengan langkah tergesa-gesa.  Tak ada bola api seperti di mimpinya.  Tapi mendadak Ina merasakan panas luar biasa memeluk tubuhnya.  Panas tak terkira.  Dari sudut mata, Ina dapat melihat ada sekelebat bayangan berlari keluar.  Ina ingin sekali mengejar tapi tubuhnya terasa kaku dan sulit untuk digerakkan.

“Ya Allah.  Astaghfirullah.  Apa itu tadi ya?” teriak Ina di dalam hati.  “Lepaskan saya….lepaassskkaaaannn” kalimat itulah yang akhirnya keluar dari mulut ibu muda berusia 30 tahun ini.

Blaasss.  Bayangan tadi terbang mendadak mendekati tubuh Ina.  Merapatkan wajahnya dengan mata melotot berwarna merah darah. Ada ekspresi kebencian tersirat di sana.

Berusaha melepaskan diri dari sesuatu yang menahan tubuhnya, dalam hitungan detik tubuh Ina terhempas ke lantai dengan cukup keras.  Dentuman yang mengakibatkan suami, dan seisi rumah terbangun, kemudian mendapati Ina pingsan dengan tubuh lunglai berkeringat.

Kejutan ke-2

Mulai hari itu banyak kejadian-kejadian ajaib dialami keluarga Ina.  Bayinya yang tiba-tiba menangis menjerit-jerit tanpa alasan dan tak kenal waktu.  Bangkai burung atau ayam tergeletak di depan rumah.  Bahkan beberapa kali Ina harus terbangun tengah malam karena lehernya seperti dicekik orang.  Tidurnya tak pernah lelap bahkan cenderung lebih banyak gelisah.  Ada kalanya masakan di rumah berbau amis tapi alhamdulillah tak satupun anggota keluarga yang mendadak jatuh sakit atau terpengaruh dengan semua hal-hal aneh yang beruntun terjadi.

Tepat 7 hari setelah telpon pertama, mendadak hari itu, Ibu sekali lagi harus terhempas oleh berita yang lebih mengagetkan.  Belum selesai mencerna serangkaian kejutan dan keanehan, kali ini Adam, adiknya mengabarkan bahwa acara akad nikah akan dipercepat dalam 2 hari kedepan.  Ibu pun langsung tak sadarkan diri.

Seharian itu suasana rumah diliputi oleh ketegangan.  Ina tak mampu berfikir.  Bingung saat harus menghadapi ibunya yang terisak-isak sementara kondisi dirinya sendiri yang masih terbatas secara fisik.  Apalagi yang saat itu ada di rumah hanya ibu, dirinya, seorang ART, dan bayinya yang belum berumur 40 hari.  Tapi terlalu naif untuk tidak mengakui bahwa telah terjadi hal di luar nalar sepanjang minggu ini.

Dua tiga jam berlalu hingga akhirnya Ibu bercerita bahwa beliau, beberapa hari yang lalu, sempat berdiskusi dengan salah seorang adiknya.  Adik ke-4 Ibu (Tante Maya) yang dulu sempat mengalami hal-hal mistik yang juga menimpa anak kandungnya (sepupu Ina).  Kasusnya berbeda memang. Tapi tante Maya, ada orang yang sering dipanggil Uda, bisa menyelesaikan masalah pelik yang sempat mereka hadapi dan bisa jadi juga mampu memecahkan ujian yang sedang dihadapi Adam.

Beranjak dari kejadian hari ini, Ibu pun memutuskan untuk mengikuti nasehat adiknya.  Ibu, Tante Maya, dan kakak Ina (Anwar) untuk mengunjungi rumah Uda untuk berkonsultasi.  Sementara Ina harus menerima keadaan hanya menunggu di rumah hingga pkl. 02:00 wib keesokan harinya.

Sementara di sana, di tempat yang terpencil, Adam, tergeletak lemas di kamarnya dalam kondisi demam tinggi

Ya.  Saat itulah menjadi titik balik perjuangan keluarga untuk membebaskan Adam.

Dari penerawangan Uda, memang saat ini Adam sedang menghadapi serangan teluh bertubi-tubi.  Uda belum bisa melihat si pelaku tapi memastikan bahwa beberapa menit setelah beliau “merenung dan menerawang” Adam mulai “dilepaskan”.  

“Di saat yang bersamaan ini, untuk sementara Adam saya “istirahatkan” ya Bu,”.  Ujar Uda pelan berusaha meredakan tangis Ibu yang tak tertahankan.  “Ibu tenang saja.  InshaAllah saya mampu menangani masalah ini.”

“Tapi gimana dengan acara nikahannya Uda?” tante Maya berujar penuh rasa khawatir.

“Besok saya pastikan hal ini tidak terjadi.”

Hanya itu yang akhirnya bisa menenangkan Ibu.  Walaupun terus terang, entah bagaimana caranya memastikan pernikahan benar-benar tidak terjadi karena sesuai pesan Uda selama proses pembersihan dilaksanakan tak seorangpun diperbolehkan menghubungi Adam.  Tak boleh ada komunikasi dalam bentuk apapun.  Yang wajib dilaksanakan adalah membawa 7 ekor ayam jantan hitam berjengger merah dan bertaji besar.  Ayam yang harus dibawa ke rumah Uda dalam 3-4 hari ke depan.

Cinta dan 7 Cangkir Kopi Hitam
Sumber foto: www.digaleri.com

Proses Pembersihan Pertama

Dalam 3 hari menjelang pertemuan berikutnya dengan Uda, Ina merasakan suasana yang jauh berbeda di dalam rumahnya.  Kondisi ini sempat disampaikan oleh Uda sebenarnya, tapi justru karena itulah perasaan “ngeri” seakan tak bisa dihindarkan.  

Yang sangat mengganggu adalah makanan yang langsung basi atau berbau amis dalam hitungan menit setelah dimasak.  Termasuk nasi yang tidak pernah tanak walaupun dimasak di magicjar.  Jadi demi menjauhkan diri dari kengerian, Ina dan seisi rumah memutuskan untuk makan di luar.  Kondisi ini terus terang menimbulkan kerepotan bagi Ina yang sedang menyusui.  Pantangan orang2 tua untuk tidak keluyuran dulu sebelum 40hari pasca melahirkan terpaksa harus dilanggar sementara waktu.  Itupun ditambahi dengan kondisi makan di resto setempat karena pernah membeli makanan dari luar, dibungkus, dibawa atau diantar ke rumah, nyatanya basi juga.

Tiba di hari yang ditentukan, salah seorang anak buah Uda, di siang harinya, kembali memastikan tentang permintaan yang sudah disampaikan, serta mengingatkan agar datang tepat waktu.  Seperti yang dijanjikan Uda tidak akan menerima tamu lain hari itu.  Beliau akan khusus menangani masalah Adam.

Kali ini Ina bertekad untuk menyaksikan sendiri proses pembersihan Adam.  Bukan satu keputusan yang gampang sebenarnya karena dunia mistik selalu terhempas oleh logikanya selama ini.  Tapi pengalaman yang didapatkan Ina tengah malam itu sudah menghentak dan membuyarkan keyakinannya sendiri.  Bahkan hingga pagi menjelang setelah proses selesaipun, Ina pulang dengan ribuan pertanyaan yang belum terjawabkan sepenuhnya.

“Kita baca Alfatihah dan Ayat Kursi dulu ya,” begitu kalimat pembukaan yang disampaikan Uda.  “Ibu dan Mbak (Ina maksudnya) harus kuat.  Tenang dan perbanyak dzikir selama proses berlangsung ya.” 

Dibantu dengan beberapa orang petugas, Uda meletakkan 7 ayam hitam di dalam sebuah baskom yang sangat besar.  Sebelum menunduk dan melanjutkan, Uda sempat berujar, “Ayam-ayamnya semua sehat dan masih hidup ya Bu,”  Ina tak sempat memperhatikan Ibunya.  Tapi dia yakin baik dia maupun Ibunya hanya mampu mengangguk menyaksikan para petugas menyembelih ke-7 ayam tersebut satu persatu.

Uda sendiri tampak terpekur, khusyuk dalam doa di tempat duduknya.  Sebentar-sebentar terlihat tangannya bergetar, kakinya gemetar, dahinya berkerut dan matanya tertutup dengan ekspresi menahan sesuatu.  Di pergelangan tangan kanan Uda terjuntai tasbih kayu bahar, yang entah kenapa dalam penglihatan Ina sering berubah terang dan gelap dalam hitungan detik.

Keheningan yang hakiki menyelimuti ruang yang saat itu berisikan 6 orang.  Lampu yang tadinya benderang, perlahan meredup walaupun tidak menimbulkan kepekatan.  Entah dengan yang lainnya, tapi Ina sempat merasakan getaran gempa yang mengayun tubuhnya.  Mendadak dia merasakan pusing dan mual tanpa sebab.  Ibu satu anak itu tampak tergetar berdzikir dan memindahkan jemarinya di setiap bulatan tasbih.  Ibunya terlihat menunduk tak bergerak.  Belakangan Ina baru menyadari bahwa sejak selesai pemotongan ayam itu sebenarnya Ibunya jatuh pingsan, hingga dibangunkan secara perlahan oleh sentuhan tangan Uda.

Cinta dan 7 Cangkir Kopi Hitam
Sumber foto www.okezone.com

Pemotongan (penyayatan leher) ke-7 ayam pun terjadi tanpa suara kecuali 7 kali pembacaan Basmallah.  Tidak ada suara tercekat atau gerakan meronta dari setiap ayam yang dipotong.  Ini aja menurut Ina adalah satu kejadian yang tak seperti biasa.  Kekosongan dan kehampaan mendadak menyelimuti ruangan, setidaknya dalam 30 menit, hingga akhirnya Uda terlihat lemas dan membuka mata.

“Ayok, belah ayamnya sekarang,” begitu perintah Uda kepada para asistennya.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Ina menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana orang membuka dada ayam, mengambil dan membelah jantungnya.  Dari jantung yang relatif kecil itu, dengan mata telanjang, Ina menyaksikan sebuah botol kaca kecil dengan tutup gabus dikeluarkan oleh Uda.  Di dalamnya terlihat cairan berwarna.  Satu persatu hingga akhirnya Uda mengeluarkan 7 botol kecil, dari 7 ekor ayam.  Botol-botol tersebut dibersihkan dengan sapu tangan diiringi dengan shalawat.  Uda lalu meletakkan semuanya di telapak kanan Ina.

“Pegang dulu ya.  Tapi jangan digenggam.  Tunggu.  Ada yang harus saya selesaikan dulu.” 

Hanya kalimat ini yang Ina dengar, sebelum akhirnya Uda terlihat kembali terpekur dalam rangkaian doa yang cukup panjang di tempat duduknya.

Lampu yang tadinya temaram mendadak mati seketika.

Ina langsung terpekik dengan suara tertahan. Apalagi sejenak setelah itu dia bisa merasakan hembusan nafas yang makin mendekat ke telinganya. Hembusan sarat amarah yang semakin memburu dan menyulitkan Ina untuk bernafas. Lehernya tercekat. Kepala Ina terdangak, terus mendangak, kemudian diikuti dengan badan dan kakinya yang mulai terangkat. Ina berusaha meronta sekuat-kuatnya. Tapi semakin gigih dia berusaha melepaskan diri, cekikan di lehernya terasa semakin kuat dan menyiksa. Airmata mendadak deras mengalir dari kedua sudut matanya.

Lamat terdengar surat Yassin mulai memenuhi ruangan. Semakin kencang seiiring dengan erangan dan auman menyerupai suara macan yang sedang terluka. Cekikan di leher Ina pun mulai melemah dan melonggar. Ina merasakan sesak tetiba menyeruak ke jantungnya. Dia tetap merasakan kesulitan untuk bernafas bahkan hingga dia kembali “menyentuh tanah”. Peluh bercucuran seperti air yang terlepas dari selang yang bocor. Deras membasahi setiap jengkal tubuhnya.

“Mbak Inaaa…Mbaaak…” terdengar suara penuh kepanikan. Entah suara siapa. “Istighfar Mbak. Istighfar,”

Kata inilah yang akhirnya melepaskan rasa sesak di dada Ina. Kepalanya terasa begitu berat tapi bibir dan hatinya berhasil membimbing Ina untuk ber-istighfar. Dengan bantuan 2 asisten, perlahan tubuh Ina yang lunglai didudukkan kembali.

“Tampaknya si pelaku gigih untuk terus menyerang Mbak Ina karena dia tak mampu menyentuh saya. Alhamdulillah Mbak cukup kuat untuk bertahan,” Uda berujar perlahan seraya mengambil 7 botol kecil yang masih berada di dalam genggaman telapak tangan Ina.

Uda menjelaskan bahwa orang pintar yang memasang teluh untuk Adam begitu marah ketika mengetahui Uda berhasil “mengangkat” ke-7 botol kecil itu. Dia berusaha mengambil kembali botol itu tapi tak menyangka bahwa ternyata genggaman Ina cukup kuat. Sangat kuat bahkan.

Uda kemudian meminta Ibu dan Ina membuka telapak tangan sembari memecahkan satu persatu botol kecil tadi. Isinya diteteskan sedikit demi sedikit. Wangi yang entah berjenis apa tetiba menguap dan menyeruak memasuki hidung. Dari tetesan ini Uda menjelaskan bahwa inilah yang namanya Minyak Pengasih. Seperti minyak pelet yang sudah terpasang atau dipasangkan ke tubuh Adam. Kenapa ada sampai 7 botol? Karena si pelaku (orang pintar) dan yang meminta memasangkan (seorang perempuan) sudah 7 kali melakukannya. Setiap botol memiliki kekuatan dan doa masing-masing.

Proses pemasangannya pun tidak dalam jangka waktu yang bersamaan. Tiap botol dilekatkan ke tubuh Adam satu persatu, 1 botol untuk 1 bulan. Ketika ternyata di botol pertama tidak ada reaksi, pelaku kemudian memasangnya kembali 1 botol di bulan berikutnya. Begitulah yang terjadi hingga pengiriman botol yang ke-7. Masa dimana akhirnya Adam memberikan perhatian lebih kepada si perempuan.

Satu yang begitu mengejutkan adalah saat Uda menjelaskan cara pelaku mengirimkan minyak pengasih ini. Si perempuan, yang bermaksud “mengikat” Adam, menuangkan minyak yang sudah didoakan oleh si orang pintar ke dalam kopi yang dihidangkan untuk diminum Adam. Agar “kekuatannya bertambah” si perempuan menambahkan darah menstruasinya ke dalam kopi tersebut. Itulah makanya pengiriman minyak pelet ini hanya bisa dilakukan 1 kali dalam 1 bulan.

Ibu dan Ina menangis sejadi-jadinya. Tak terbayangkan begitu kejam cara yang sudah digunakan.

“Berarti si perempuan ini orang yang cukup dekat atau berada di dekat Adam ya Uda?” Ina bertanya diantara isak tangisnya.

“Iya Mbak. Dia ini sekantor dengan Adam. Pegawai perkebunan itu juga. Asli orang sana. Dan memang punya “kelebihan” sebenarnya. Tapi diperkuat oleh orang pintar yang dimulai dari botol ke-4. Sepertinya dia menyadari bahwa ibadah Adam terlalu kuat untuk ditembus. Jadi dia membutuhkan pertolongan orang lain.” Begitu penjelasan Uda.

Pagi mulai menyingsing ketika Ina dan Ibu meninggalkan kediaman Uda. Atas permintaan lelaki ini, seluruh botol dan ayam yang sudah disembelih akan dibakar dan ditanam ke dalam tanah. Ibu dan Ina juga diinstruksikan untuk mengusahakan agar Adam bisa pulang kembali ke Jakarta. Entah bagaimana caranya. Pesan yang terus terngiang di kepala Ina. Sebuah tugas yang harus Ina rampungkan dalam beberapa hari kedepan.

Proses Pembersihan Kedua

Cinta dan 7 Cangkir Kopi Hitam
Sumber foto: pontianak.tribunnews.com

Ina tiba di rumah dengan membawa rentetan pengalaman yang tak pernah dia duga pun dia harapkan seumur hidupnya. Tak secuilpun terbersit dalam pikirannya bahwa suatu saat dia akan terlibat secara langsung di dalam dunia kasat mata yang selama ini hanya dia dengar melalui cerita-cerita dan edisi “katanya”. Cerita yang jujur sering banget tidak dia percayai, bahkan beberapa kali ditanggapi Ina dengan tawa dan gelengan kepala.

Sepulang dari tindakan pembersihan pertama itu, ibunya langsung jatuh sakit dan jarang sekali bicara. Sementara tugas dari Uda untuk memulangkan Adam ke Jakarta sudah begitu mendesak. Masih terngiang-ngiang di telinga Ina, rentetan pesan Uda yang berulangkali disampaikan sebelum dia pulang. Semakin cepat Adam pulang, semakin cepat pula pelaksanaan pembersihan kedua bisa dilakukan. Karena acara pembersihan berikutnya ini harus melibatkan Adam secara langsung.

Ina memutuskan untuk berdiskusi dengan Ayah, Kak Anwar, Tante Maya, dan tentu saja suami tercinta. Alternatif untuk melakukan sambungan telepon langsung ke pedalaman jelas tidak memungkinkan karena ketiadaan akses. Disepakati kemudian Ina akan mendatangi kantor pusat adiknya di Jakarta dengan menyampaikan pesan bahwa Ibu sedang sakit parah dan Adam diminta untuk segera pulang. Jadi ketika sore keesokan harinya Adam tiba di rumah masih dengan masih mengenakan seragam kerja hariannya, tangis dan hujan airmata pun menguasai seluruh isi rumah. Apalagi ketika mendengar rintihan Ibu yang begitu memelas dan memohon agar Adam langsung mengundurkan diri dari pekerjaannya.

Sesaat melihat Adam berdiri di pintu depan rumah, Ina dapat melihat fisik adik satu-satunya itu jauh lebih kurus dari saat terakhir mereka bertemu. Mungkin hampir 2 tahun yang lalu saat Ina melangsungkan pernikahan. Meskipun sorot matanya masih terlihat lemah dengan reaksi yang relatif lebih lambat, Adam masih tetap dalam kondisi sadar untuk diajak bertukar cerita. Ina bisa merasakan pilunya Ibu berbicara terbata-bata, merunut peristiwa yang sedang mereka hadapi sekaligus melakukan pengecekan silang.

Ina tercekat ketika mendengar cerita Adam bahwa sudah 10 harian ini dia tidak dapat bekerja di lapangan seperti biasanya. Badannya sering terasa lemas dan selera makannya pun anjlok. Bahkan saat 2 hari yang lalu (ketika proses pembersihan pertama berlangsung), Adam sempat muntah-muntah hebat hingga menimbulkan kepanikan seluruh penghuni mess. Masih terpatri didalam ingatannya, di saat kejadian itu, ada 3 orang berbaju putih yang duduk di dalam ruang tidurnya. Kehadirannya seperti ada dan tiada. Jelas dimata tapi tak bisa direngkuh. Tapi yang pasti Adam bisa melihat mereka tak henti bershalawat dan berdzikir. Belakangan diketahui bahwa salah seorang dari ke-3 lelaki itu adalah Uda yang langsung dikenali Adam saat pertama kali bertatap muka.

Ina langsung menghubungi Uda hari itu juga. Telah disepakati bahwa esok malam Adam akan diajak bertemu Uda. Tidak ada permintaan khusus tapi lelaki bijak itu sangat menganjurkan agar Adam diajak bicara dan diceritakan terlebih dahulu tentang apa yang sudah dan sedang terjadi. Satu hal yang seharian itu telah dilakukan oleh Ina sekeluarga.

Uda langsung memeluk Adam seusai menjabat erat tanggannya. “Saya seperti melihat Uda sebelumnya,” ujar Adam seketika. Uda hanya menyungging senyum penuh arti kemudian mengangguk tanpa suara.

Tanpa membuang waktu Uda menjelaskan bahwa sejak pembersihan pertama selesai, Uda melakukan komunikasi dengan ke-2 pelaku. Alih-alih mendapatkan keikhlasan mereka untuk “melepaskan” Adam, Uda malah dipaksa mengalokasikan waktu berjam-jam untuk akhirnya mengetahui bahwa masih ada 2 langkah lagi yang harus dia selesaikan. Dan ini adalah puncaknya. Bagian terberat dari rangkaian pekerjaan memutus teluh yang sudah dikirimkan. Tapi dengan pulangnya Adam ke Jakarta, Uda menjadi sangat yakin bahwa dia mampu menyelesaikan semuanya dalam beberapa jam.

Kembali ke ruang tertutup yang sama, Ina merasakan aura yang lebih berat dari sebelumnya. Bahkan pundaknya terasa ada sebongkah batu yang terus menerus hinggap dan tak bisa dilepaskan selama berada di dalam. Uda hanya mengijinkan Ina dan Adam untuk ikut bergabung selain tentu saja beberapa asisten yang sudah ditentukan oleh Uda. Di dalam ruang sudah terpasang 2 buah kayu yang diberdirikan berhadapan dengan jarak sekitar 30cm. Di antara kedua kayu ini disediakan sebuah mangkok kecil yang berisikan air yang sudah didoakan oleh Uda sebelumnya. Seperti biasa semua diajak untuk membaca Alfatihah dan Ayat Kursi sebelum rangkaian pembersihan dimulai.

“Mas Adam saya istirahatkan dulu ya,” ujar Uda sembari memegang ubun-ubun Adam. Orang yang dipegang mendadak tertunduk dan memejamkan mata.

Selain Adam, semua memegang tasbih dan berdzikir. Setelah 15 menit berlalu, Ina merasakan sedikit ringan di bagian pundaknya. Dalam satu waktu, diantara suara dzikir yang semakin keras dengan irama cepat, Uda menengadahkan kedua telapak tangannya, berdiri, dan mengantamkan kaki kanannya ke tanah tempatnya berpijak. Hal ini dilakukan beliau 5 kali. Duduk, berdiri, dan menghentakkan kaki. Hingga akhirnya mendadak ada seutas tali tipis terentang muncul diantara 2 kayu. Di bagian tengah terdapat 2 pasfoto ukuran 4x6cm dengan sisi gambar wajah yang berhadap-hadapan. Masing-masing pasfoto sudah terbelah dua dengan kondisi seperti barusan dirobek dengan tangan. Tampak tali tipis yang terentang tadi menembus kedua pasfoto itu. Ina sempat melihat tali itu bergoyang pelan hingga akhirnya berhenti terdiam seiiring dengan berakhirnya dzikir yang mereka lakukan.

Hening tetiba tercipta.

Uda berjalan ke arah Adam duduk dan membangunkannya. Ina menatap nanar mendapati wajah adiknya terlihat pucat pasi dan seperti kehilangan arah.

“Baca Alfatihah dulu Mas Adam,” ujar Uda. Adam pun segera melaksanakan perintah Uda meski dengan suara terbata-bata.

“Mari bergeser ke sini Mas Adam,” Uda mengajak adik Ina mendekati 2 kayu yang sekarang sudah terisi seuntai tali tipis tadi. 2 buah pasfoto 1/2 lembar dilepaskan oleh Uda kemudian menunjukkannya ke Adam. Beberapa detik kemudian Ina mendapati adiknya tersedu-sedu. Apalagi setelah Uda meyakinkan bahwa satu dari pasfoto tersebut adalah potret perempuan yang sudah mengirimkan teluh kepadanya, Adam mendadak terisak dengan dada terguncang. Sementara 1 pasfoto lagi adalah wajah Adam. Dan seingat Ina, pasfoto itu adalah pasfoto terakhir yang dibuat Adam dan dipasang di Ijazah kesarjanaan adiknya.

Ina diijinkan Uda untuk melihat 1/2 wajah perempuan jahat itu. Tapi tak berani menatap lekat-lekat. Bergidik rasanya. Apalagi terlihat sorot matanya sangat kuat mendominasi wajah, yang sejujurnya, terlihat cantik itu.

Akhir Dari Cerita

Sudah hampir sebulan berlalu dari pertemuan pembersihan kedua. Adam pun sudah terlihat lebih rileks apalagi dalam sebulan ini puas menikmati masa-masa memulihkan diri, lebih banyak berdiam di rumah, memperbanyak ibadah, plus makan menu rumahan buatan Ibunda tercinta.

Selama 1 bulan itu, Ina lah yang selalu berkomunikasi dengan Uda. Setiap 3 hari Ina menghubungi Uda untuk memastikan bahwa masa-masa pemulihan Adam tidak mengalami hambatan. Dari cerita Uda Ina mendapatkan info bahwa kedua pelaku sempat ingin “menyerang” Uda secara pribadi berkali-kali, tapi semua “terlempar kembali” kepada si pengirim. Sempat terbersit dalam pikiran Ina untuk memberikan pelajaran setimpal, setidaknya kepada si perempuan. Tapi semua ditolak oleh Uda. Melakukan hal itu berarti menempatkan akhlak kita setara dengan mereka. Dan bukan tidak mungkin justru akan memunculkan masalah-masalah baru.

Alhamdulillah semua benar-benar berakhir baik bagi Ina dan keluarga, khususnya untuk Adam.

Cinta dan 7 Cangkir Kopi Hitam

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

34 thoughts on “Cinta dan 7 Cangkir Kopi Hitam”

    • Betul Mbak Okti. Membalas perilaku buruk orang lain sama saja dengan menempatkan diri kita sama dengan orang tersebut. Di setiap peristiwa pasti ada hikmah untuk diri kita sendiri

  1. Saya pernah tinggal di propinsi tempat Adam itu. Saya mendengar kisah mirip Adam ini sering terjadi. Karena saya niatnya tinggal di sana untuk bekerja (bukan untuk cari jodoh), saya pun mengantisipasi.

    Selama tinggal di sana, hampir tak pernah saya mau terima makanan dari orang lain. Saya masak sendiri. Tiap kali ditawari kue, saya terima diam-diam, tapi saya makan sendiri di dalam kamar kost, dan sebelum saya makan, saya selalu berdoa dengan khusyuk.

    Selama itu juga, saya selalu rajin mengaji. Supaya tak ada yang mengganggu. Saya tidak percaya klenik, tapi saya mengharap tindakan ibadah saya bisa mencegah hal-hal jahat menimpa diri saya.

    Reply
    • Bener Mbak Vicky. Salah satu penangkal yg paling ampuh untuk dunia klenik adalah dengan ibadah. Dari cerita yang saya dapatkan, alhamdulillah Adam juga rajin sholat dan mengajinya, karena itu “serangan” dilakukan berkali-kali. Dan itupun Adam masih sadar karena masih mampu menelpon/berkomunikasi dengan keluarga.

  2. Saya menikmati sekali cerita ini, apalagi kisah nyata. Saya bisa bayangkan dan merasakan kondisi ibu, ina dan adam. Saya pernah juga tugas ke pelosok. Dan diwanti2 unt tdk dekat dengan perempuan lokal. Karena jika dia suka sama kita, kita bakal ga pulang lagi. Saya pribadi percaya akan mistis, meski blm pernah mengalami langsung 😊✌️

    Reply
    • Ketika kita mendengar secara langsung dan atau mengalaminya, response kita akan berbeda dengan mereka yang mendengarkannya kembali dari sumber lain. Ketika saya mengolah kisah nyata ini ke dalam sebuah tulisan, prosesnya juga lama. Bahkan terkadang buntu di tengah jalan atau terdiam untuk waktu yang lama

  3. Hal-hal seperti ini memang terasa di luar nalar ya, Mbak. Tapi ada banyak cerita yang orang-orang katanya sungguh mengalaminya. Naudzubillahi min dzalik. Jangan sampai terjadi kepada kita, ya. Berserah kepada Allah, yakin semua takdir dalam hidup kita ada dalam genggaman Allah.

    Reply
    • Kalau dipikirkan secara logika, memang seperti di luar nalar ya Mbak Melina. Tapi ternyata benar adanya.

      Aamiin YRA. Semoga kita semua selalu dalam perlindungan Allah SWT.

    • Memang ada orang yg sensitif tapi ada juga yg tidak Mbak. Ada yang senang bisa melihat, tapi juga ada yang jadi susah gara2 kemampuan itu.

  4. Aku deg-degan banget baca ini, Mbak. Beneran. Memang ternyata masih ada ya cara-cara seperti ini dilakukan perempuan agar mendapatkan keinginannya. Syukurlah akhirnya Adam terlepas dari jeratan perempuan itu. Semoga Allah selalu menjaga Kita semua dan dijauhkan dari hal seeprti ini.

    Reply
    • Waktu menuliskannya pun saya mengalami proses penulisan yang naik turun. Deg-degan takut melenceng dari apa yang sudah diceritakan.

      Aamiin YRA. Semoga kita semua selalu dalam perlindungan Allah SWT.

  5. Tercekat membacanya. Hal-hal mistis di luar nalar memang ada dalam kehidupan kita. Semoga kita semua dijauhkan dari kejahatan seperti itu ya, Mbak.

    Reply
    • Aamiin YRA. Hal-hal mistis memang ada di sekeliling kita Mbak Eno. Tapi semoga kita tidak ikut mengalaminya ya.

  6. duuhh, sungguh ceritanya menegangkan Mbak.. syukurnya bacanya pas pagi gini, kalau baca pas malam kayaknya jadi kepikiran dan gak bisa tidur.
    Alhamdulillah ya, Allah masih melindungi Ina dan keluarga, terutama Adam yang gagal menikah dengan perempuan jahat itu.

    Reply
    • Hihihihi. Dibaca malam-malam dengan lampu dimatikan malah lebih seru Mbak Diah hahahaha.

      Aamiin YRA. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT.

  7. Ya Allah sampai merinding mba mba bacanya ikut tegang…percaya tidak percayaa Teluh itu Ada ya astaghfirullah semoga Kita smua dilindumgi.. zikir pagi dan petang jangan lupa itu aja

    Reply
    • Iya Mbak Utie. Banyak cerita2 seperti ini mampir di telinga saya. Banyak yg minta bantuan untuk dituliskan. Tujuannya agar jadi pembelajaran dalam bersikap dan bertutur kata.

      Aamiin YRA. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT.

    • Betul Kak Ririn. Sebenarnya kalau mau lebih rinci, masih banyak “keseraman” yang belum tertuliskan. Aslinya sih lebih seram dari yang saya ceritakan

  8. jujur aja sih, hal seperti ini seperti mistis percaya gak percaya ya mba, tapi kenyataannya ada. Hmm, yang terpenting tetap berserah kepada Allah, sang pemilik jiwa. Semoga kita semua dalam lindunganNya, amin.

    Reply
    • Betul banget Mbak. Mau tidak percaya tapi ternyata banyak kok kejadian mistis di sekitar kita. Wallahualam.

  9. Baru baca!
    Sebagai orang yang pernah domisili di Kalimantan Timur selama 15 tahun, iya bener itu ada. Tapi sebenernya ga di mana- di mana juga ada kok yuk Annie.

    Bahkan adik kandung saya sendiri nyaris kena sama orang Tasikmalaya. Untung akhirnya orang itu pulang sendiri.setelah beberapa bulan datang ke rumah.

    Yang aneh saya yang “diserang” tapi saya berpegang pada Allah SWT

    Reply
    • Betul ya Tan. Hal-hal seperti ini tuh ada dimana-mana. Terutama di daerah-daerah yang memang terkenal dengan banyak hal yang menyangkut dengan klenik. Apalagi kalau sempat nonton beberapa tautan horor yang tersebar di dunia maya.

      Sepakat. Karena sesungguhnya hanya Allah SWT yang menjadi penolong kita.

Leave a Comment