Curhatan Bunda Milenial. Tak Kenal Waktu untuk Menimba Ilmu

Curhatan Bunda Milenial. Tak Kenal Waktu untuk Menimba Ilmu
front cover buku curhatan bunda milenial karya laila dzuhria

Buku setebal 193 halaman ini sudah beberapa bulan sampai di rumah dan menumpuk diantara banyak buku baru lainnya. Saya sengaja mengurutkan tumpukan tersebut berdasarkan waktu ketibaan agar runut membaca sesuai urutan waktu. Tapi ada kalanya sistem ini buyar karena rasa penasaran yang sering muncul tiba-tiba karena membaca blurb atau beberapa lembar awal buku. Atau ada komunikasi dan request sang penulis agar saya bisa melakukan review atas buku mereka.

Opsi terakhir inilah yang kemudian terbangun antara saya dan sang penulis buku Curhatan Bunda Milenial, Tak Kenal Waktu untuk Menimba Ilmu, Laila Dzuhria (Laila).

Saya dan Laila sudah saling mengenal cukup lama karena kebetulan kami berada di komunitas yang sama. Komunitas yang mewadahi para blogger Indonesia. Kami pun lumayan sering berkomunikasi via online. Terlibat dalam rangkaian obrolan seru. Pembahasannya gak jauh-jauh dari dunia tulis menulis. Sama-sama berprofesi sebagai blogger, kami sering terhubung pada ide, dunia diksi, mengulas artikel dan membahas tentang anak-anak.

Lewat blog pribadinya www.lailadzuhria.com, Laila banyak menulis tentang banyak hal yang dia hadapi saat mengasuh dan mendidik anak-anak di usia keemasan. Banyak juga tulisan tentang parenting lainnya, kesehatan, opini dan lain-lain. Diksi ala Laila tidak berpanjang-panjang tapi sarat isi. Banyak dari opini yang diuraikannya, mengajak pembaca untuk lebih aware akan tema yang sedang dibahas pada tulisan tersebut.

Jadi ketika Laila berbicara tentang buku solo perdana yang membahas tentang pengalaman pribadi menjadi ibu rumah tangga dengan lika likunya, saya langsung antusias. Satu area keahlian yang menemukan wadah yang tepat dengan orang yang tepat juga.

Curhatan Bunda Milenial. Tak Kenal Waktu untuk Menimba Ilmu

Kisah Di Balik Lahirnya Buku Curhatan Bunda Milenial

Laila, ibu dari 2 orang anak lelaki kelahiran 1990 ini, selalu lugas dan terbuka saat membangun obrolan dengan saya. Berbicara apa adanya seperti yang tersurat di dalam hati. Bertemu dengan saya yang seorang empath, kami tak butuh waktu lama untuk saling dekat. Langsung terasa seperti sudah mengenal akrab sebelumnya, padahal kami tak pernah sama sekali bersua secara langsung. Saya seperti menemukan seorang teman diskusi baru meski usia kami terpaut jauh. Karena saat Laila lahir, saya sudah bekerja alias jadi mbak-mbak kantoran (nulisnya sambil senyum-senyum).

Laila yang saya kenal, sangat mencintai kedua anaknya tanpa terkecuali. Sama seperti apa yang dirasakan oleh semua ibu-ibu di dunia. Keputusan untuk menjadi ibu rumah tangga dan membesarkan anak-anak sendiri tentulah berangkat dari kesepakatan yang mendalam dengan suami. Mengalah untuk tidak mengejar karir, menabung pundi-pundi dari keringat sendiri, pastinya tidak mudah bagi para perempuan yang bermimpi membangun karir. Apalagi yang sudah atau sempat mengenyam pendidikan tinggi. Semua asa yang dulu terjalin akhirnya bermuara pada kepentingan anak-anak dan keluarga. Tentu saja karena patuh pada suami sebagai kepala rumah tangga.

Semua itu membutuhkan hati yang lapang dan kesabaran seluas samudra. Apalagi untuk ibu-ibu muda seperti Laila yang baru membangun rumah tangga dan minim pengalaman tentang up and down gejolak dalam sebuah keluarga. Semua berangkat dari 0 (nol). Dari titik awal, tanpa pengalaman. Samalah ya dengan ibu-ibu di generasi milenial lainnya.

Mengisi waktu sembari mengasuh, Laila tidak melupakan kegemarannya pada dunia tulis menulis. Di sela-sela mengurus anak, Laila menulis banyak catatan-catatan penting dari pengalamannya sehari-hari. Hal-hal bermakna yang kemudian terurai dalam banyak quote yang tujuannya utamanya adalah sebagai pengingat diri. By the time, catatan-catatan ini menjadi semakin banyak. Menumpuk dari hari ke hari. Terkumpul satu persatu hingga akhirnya memutuskan untuk membukukannya.

Semua yang dituliskan lahir dan bersumber dari pengalaman pribadi yang ingin dibagikan kepada publik. Bagaimana Laila ingin berbagi bahwa menikah itu bukanlah melulu tentang kisah indah seperti di negeri dongeng. Memasuki kehidupan baru sebagai istri, nyatanya seorang perempuan harus mampu beradaptasi. Banyak hal yang musti didamaikan lewat hati terlebih dahulu. Menyesuaikan diri dengan suami, dengan mertua, dengan ipar, bahkan berdamai dengan diri sendiri.

Laila, lewat buku ini juga ingin memberikan gambaran kepada calon pengantin, calon ibu, ibu-ibu muda tentang proses hidup seusianya yang penuh dengan pembelajaran. Laila ingin agar lewat banyak kisah pribadi yang dia uraikan, semua pembaca dapat menarik hikmah tanpa dengan maksud menggurui tapi menempatkan diri sebagai orang yang terus menerima ilmu kehidupan dari berbagai kejadian yang dia alami sendiri, bersama suami dan kedua anak lelakinya yang bertumbuh kembang dalam pengasuhannya. Jadi sub judul yang bertuliskan “Tak Kenal Waktu Untuk Menimba Ilmu” semakin menyempurnakan pesan terdalam dari isi buku Curhatan Bunda Milenial.

Laila akhirnya mencari ilustrator yang mampu menyempurnakan kalimat-kalimat yang sudah dia susun agar dapat ditampilkan juga dalam bentuk visual. Sama persis saat saya ingin melahirkan buku solo perdana. Menghadirkan tulisan yang dilengkapi dengan ilustrasi rasanya lebih seru, lebih “berbicara”, juga bisa memberikan sentuhan estetik bagi buku itu sendiri. Bertemulah Laila dengan Tanti Amelia, doodle artist yang memberikan pekerjaan artistik untuk buku Curhatan Bunda Milenial ini.

Beberapa hasil karya Tanti Amelia saya hadirkan disini, berkolaborasi dengan sentuhan design Canva saya, agar para pembaca turut menikmati sajian indah yang sudah tercipta dari tangan seniman doodle, yang lagi-lagi berada dalam satu lingkaran pertemanan dengan saya dan Laila.

Curhatan Bunda Milenial. Tak Kenal Waktu untuk Menimba Ilmu

Menelusuri Isi Buku Curhatan Bunda Milenial

Buku yang diterbitkan oleh Stiletto Indie Book pada Juni 2020 ini terbagi atas 4 Bab dengan beberapa lembaran khusus berisikan surat-surat kecil yang mewakili Laila sebagai Ibu. Ada juga rangkaian kalimat menyentuh yang mewakili persaan si sulung, Mohammad Omar. Kemudian ada juga prakata dari para ahli, khususnya para psikolog yang menguasai area psikologi anak-anak.

Saya sedikit mengutip tulisan dari Vera Itabiliana Adiwidjojo, S.PSi. Seorang psikolog anak dan remaja yang berpartisipasi memberikan prakata. Di paragraf terakhir beliau menuliskan rangkaian kalimat seperti berikut ini.

“Di dalam buku ini, Penulis menggambarkan bagaimana penghayatannya atas peran-peran tersebut (sebagai istri dan ibu). Setiap perempuan pasti punya penghayatan berbeda sehingga tidak bisa disalahkan apalagi dihakimi. Bagi para perempuan lainnya, khususnya yang termasuk dalam generasi milenial, tulisan ini dapat menjadi pembelajaran sekaligus penguatan jika ada yang mengalami hal yang hampir serupa. Ditulis dalam gaya bahasa yang puitis, ekspresi emosi dari berbagai kejadian dalam cerita dapat tertangkap dengan jelas oleh pembaca”

Saya setuju dengan pendapat di atas karena pada kenyataan tulisan Laila dalam Curhatan Bunda Milenial ini bagaikan membuka sebuah diary pribadi. JIka diary bagi orang lain adalah rahasia, hanya untuk dibaca dan dinikmati sendiri, Laila justru bersemangat untuk membagikannya kepada publik. Jadi apa yang kita dapatkan dari setiap lembar adalah sebuah kisah nyata dan pergolakan emosional yang dialami Laila.

Curhatan Bunda Milenial juga memiliki beberapa bagian cerita. Pembagian alur dan sharing experiences ini sangat berurutan sehingga kita, para pembaca, mampu menyelami apa yang terjadi di hidup Laila mulai dari awal hingga titik terpenting yaitu membangun akhlak dan peran orang tua di poin ini.

Bab 1. Orang Tua Milenial

Di bab awal ini Laila mengajak kita untuk mengenal siapa dia (khususnya mengenai karakter). Bagaimana dan seperti apa sang suami. Saat dia bertemu suami dan akhirnya sepakat menikah. Ada juga cerita tentang memiliki anak sulung (Omar) lalu mendapatkan rezeki anak kedua (Tsabit) dalam waktu yang tidak lama. Jadi Omar sudah memiiki adik saat usianya menginjak 2 tahun.

Kemudian ada asa dan pendapat pribadi Laila tentang konsep sebuah keluarga muda. Apa yang dia lakukan untuk keluarganya, lalu tentang bagaimana melaksanakan fungsinya sebagai istri dan ibu, berbagi tanggung jawab dengan suami, kebiasaan sehari-hari yang perlu ada batasan serta aturan. Fokus dan konsep prioritas dalam keluarga, berkolaborasi dengan suami sebagai orang tua baru adalah 2 poin penting yang ingin Laila sampaikan untuk buku Curhatan Bunda Milenial di bagian pertama ini.

Membaca setiap lembar yang terbagi atas beberapa sub judul, keringkasan cara berpikir Laila tampak begitu terwakilkan. Yang pasti unsur penerimaan diri atas status baru sebagai seorang istri dan ibu harus dikedepankan. Tetapi bukan berarti dengan menikah seorang perempuan langsung berubah menjadi orang lain. Menikah bukan berarti kita tidak bisa (tetap) menjadi diri sendiri. Bukan juga berarti bahwa sang ibu harus terenggut kebebasannya. Menikah bukan berarti hidup seorang perempuan berhenti disitu.

Istri sejatinya juga adalah jantung rumah dan salah satu sumber kebahagiaan keluarga.

“Istri adalah jantungnya rumah, itulah kepercayaan yang kuanut. Karena, bagaimanapun yang membawa suasana rumah adalah seorang istri. Bagaimana perasaannya, menentukan suasana rumah saat itu. Ketika hatiku bahagia, seisi rumah pun dapat merasakan aura positif. Namun, jika hatiku membuncah, suami dan anak-anakku pun dapat merasakan aura negatif tersebut. Seperti, rumah tidak hanget, berbicara seperlunya, bahkan aku mampu diam seribu bahasa” (Catatan Untuk Suami, Istri adalah Jantung Rumah, Curahan Bunda Milenial, Lailda Dzuhria, 8)

Kebersamaan dengan suami, sebagai orang tua milenial, melabuhkan Laila pada keinginan agar bisa menjadi orang tua bak Rasulullah SAW. Mengikuti apa yang diajarkan oleh sang Nabi. Bagaimana dia menginginkan agar bisa bertutur baik serta merendahkan nada suara kepada kedua buah hatinya. Karena anak adalah teman setia, bukan musuh. Memperlakukan anak bak raja akan terasa saat di hari tua nanti. Merekalah nanti yang akan terus menemani kita. Bukan rekan, pekerjaan apalagi uang.

Bab 2. Suka Duka Bunda

Ikhlaskan semua agar berbalas surga.

Saya berulang kali membolak-balik dan membaca ulang semua cerita Laila di bab kedua ini. Di bagian inilah, menurut saya, sesungguhnya Curhatan Bunda Milenial itu berisi.

Lewat Bab ini Laila menceritakan banyak hal yang dia rasakan. Rangkaian suka yang menemani hari-harinya dan duka yang juga menjadi bagian dari proses pembelajaran. Satu yang (sangat) menjadi perhatian saya adalah sub-bagian yang berjudul MASA di halaman 78. Ilustrasi yang dibuat oleh Tanti pun sangat mewakili 4 paragraf yang diurai dengan sangat apik oleh Laila.

Tak ada lagi waktuku untuk menikmati cerahnya sinar matahari ketika terbit dari ufuk timur. Tak ada lagi waktu untuk menyantap sepotong kue cokelat kesukaanku dengan teh tarik hangat di kala senja, dan tak ada lagi waktu menikmati kesendirianku.

Kemanakah masa itu? Semua telah direnggut oleh nikmatnya dalam merawat amanah Tuhan. Masaku kini sudah tak sendiri, masaku kioni menjadi seorang wanita hebat yang disebut ibu.

Semua waktuku tersita oleh mereka, saat membuka mata hingga terpejam kembali. Tidak sedikitpun waktu untuk sendiri, aku mencoba lengah perlahan. Namun, mereka telah mencariku. Bosan terkadang, jenuh sudah pasti, karena rutinitas tak terganti.

Akan tetapi, aku harus apa? Ini adalah kodratku menjadi seorang ibu, aku harus menikmati masa ini, ketika masih banyak wanita-wanita di luar sana yang menginginkan posisiku. Masa ini hanya hitungan tiga atau empat tahun, ketika ia beranjak dewasa maka masa ini akan berakhir dan aku dapat menikmati kesendirianku kembali.

Saya mendadak mengharu biru saat tiba di bagian ini.. Ini adalah rangkaian cerita, curhat, yang tentunya awam dialami oleh banyak wanita yang baru sampai pada tahap belajar beradaptasi dan melangkah dengan gelar barunya sebagai seorang ibu. Terutama mereka yang memutuskan untuk tetap di rumah, menjaga anak-anak dan membesarkan mereka dengan pengawasan pribadi.

Buku Curhatan Bunda Milenial dan Laila, juga mengajak kita untuk mengingat bahwa ada di satu masa, begitulah kodrat yang harus ikhlas kita jalani. Harus menerima dengan hati yang lapang saat menyadari bahwa banyak sekali “kenikmatan” dikala lajang yang harus kita “kubur sementara”. Hangout dengan teman, pergi belanja sesuka hati, berkelana bebas kemana-mana, bahkan hanya untuk menikmati segelas minuman hangat berlama-lama tanpa adanya gangguan.

Perjuangan-perjuangan itu termasuk diantaranya adalah bergulat dengan banyak omongan, pembicaraan, baik dari orang terdekat maupun orang lain diluar keluarga. Tetapkan hati bahwa apa yang kita lakukan, pengasuhan yang ingin kita jalankan, adalah pilihan terbaik bagi anak-anak. Kitalah orang dewasa, orang tua, yang sesungguhnya sangat mengenal pribadi anak-anak kita dan apa yang pantas mereka terima selama menikmati masa tumbuh kembangnya.

Rutinitas-rutinitas tersebut diatas menjadi seorang ibu dan istri yang sesungguhnya adalah ladang pahala. Ladang amalan yang nilainya tak akan tergantikan.

Tapi Laila juga mengingatkan bahwa apa yang sementara terlepas dari hidup kita itu, rutinitas yang terkadang membuat seorang ibu bosan itu, adalah sesungguhnya keberuntungan buat seorang ibu muda. Lihatlah bahwa masih banyak disekitar kita, para perempuan yang masih harus berjuang untuk mendapatkan buah hati, yang menginginkan kesibukan-kesibukan itu di satu waktu itu.

Tenangkan diri dan nikmati saja. Masa-masa seperti ini betul hanya sementara saja. Kesibukan mengasuh anak-anak balita dan dalam proses tumbuh kembang, akan berlalu seiring dengan usia mereka yang beranjak besar dan dewasa. Ada masanya berbagai kenangan manis inilah yang nanti akan mengisi ingatan-ingatan kita akan masa kanak-kanak mereka.

Ngomongin soal pengasuhan dan hubungan antara Ibu dan anak (terutama yang masih dalam masa tumbuh kembang) dan rangkaian memori yang bisa lahir dari proses pengasuhan tersebut, teman saya April Fatmasari seorang Mom Blogger banyak menuliskan tentang parenting yang patut kita simak. Diantaranya adalah mengajak anak bermain di alam.

Curhatan Bunda Milenial. Tak Kenal Waktu untuk Menimba Ilmu
masa | satu pemikiran yang begitu menyentuh saat membaca buku curhatan bunda milenial | laila berhasil mengambil sari terpenting saat bergulat dengan suka dan duka selama membesarkan anak, menjadi seorang ibu dan istri

Bab 3. Generasi Alfa

Mereka, anak-anak, bukanlah robot, melainkan khalifa.

Sampai pada bab ketiga yang ada di buku Curhatan Bunda Milenial saya terpaku. Saya begitu ingin duduk bersama Laila, berdiskusi, bertukar ide, pendapat bahkan ingin memeluknya. Di bagian ini, saya menemukan Laila hadir dengan pemikiran, cara berpikir, yang sesungguhnya adalah permata dari serangkaian proses pengasuhan. Seorang ibu milenial yang sedang mengajak ibu-ibu seusianya untuk merenung dan mengambil hikmah dari rangkaian kisah yang sudah Laila sampaikan di bab terdahulu.

Di bab ke-3 ini Laila mengajak kita untuk lebih memahami anak-anak, kekurangan, kelebihan dan uniknya pribadi mereka. Mengajak mereka untuk paham akan perbedaan bahkan dengan saudara sekandung sekalipun. Memberikan pendidikan agama sebagai pondasi kehidupan. Ilmu tentang akhlak, sopan santun dan melatih kemandirian. Termasuk diantaranya adalah 4 kata yang mengiringi kebiasaan-kebiasaan baik, yaitu: permisi, tolong, maaf dan terimakasih. Semua hal inilah yang nanti akan berkembang seiring sejalan dengan usia mereka. Setidaknya semua hal baik yang berproses bisa menjadi modal hidup bagi anak-anak.

Tiang agama. Salah satu kunci yang menjadi perkara penting dalam hidup yang Laila praktikkan untuk anak-anaknya. Meskipun secara praktik, pemahaman akan pentingnya tiang agama ini baru dinikmati oleh Omar, si sulung. Saya tersenyum gembira saat Laila menceritakan bagaimana Omar giat mengaji, pergi ke masjid dan mulai melaksanakan kewajiban shalat, layaknya seorang lelaki muslim. Omar mungkin belum bhaliq tapi saya bangga bahwa Laila sudah berhasil mengajarkan Oma tentang betapa pentingnya agama dalam hidupnya.

Hal lain yang wajib kita ingat juga adalah bahwa rumah adalah madrasah di setiap rumah tangga. Ibu adalah guru, Ayah adalah kepala sekolah, sementara anak-anak adalah muridnya. Ayah dan Ibu harus bekerjasama menyusun kurikulum terbaik, mengajarkannya, mengawasi dalam pelaksanaannya agar para murid lulus dengan predikat baik, terbaik, bahkan istimewa.

Curhatan Bunda Milenial. Tak Kenal Waktu untuk Menimba Ilmu

Bab 4. Kekuasaan Allah SWT

Ketika sampai pada bab terakhir ini, buku Curhatan Bunda Milenial dan Laila mengajak kita untuk merenung dan menyadari bahwa apapun yang terjadi tentunya atas seijin Yang Maha Kuasa. Bahkan selembar daun yang terjatuh dari pohon juga atas sepengetahuan Allah SWT. Suka dan duka, rezeki dan kemalangan, hidup dan mati, sesungguhnya adalah milik Sang Maha Perencana. Kita wajib berikhtiar, berusaha semaksimal mungkin, menjalankan perintah Nya, hingga Beliau ridho atas hidup kita.

Begitupun anak-anak yang dititipkan Allah kepada kita. Mereka sesungguhnya adalah milik Allah. Kita, para orang tua, diberikan kepercayaan untuk menjadikan mereka orang yang berakhlak mulia, hidup di jalur yang dibenarkan agama, dan bermanfaat bagi sesama. Semua ini adalah matematika yang rumusnya dipegang oleh Allah SWT. Begitupun dengan garis rezeki, takdir dan nasib yang wajib kita perjuangkan menjadi baik.

Menanamkan keikhlasan pada anak-anak menjadi bagian dari semua ini. Laila mengajarkan anak-anaknya untuk tetap bersedekah meski dalam keadaan sempit, Menjalankan perintah Nya sebagai tanda syukur dan ucapan terimakasih atas apa yang telah diberikan Nya. Meyakinkan bahwa sumber rejeki akan terbuka dimanapun, dari sumber manapun, selama kita berusaha.

Adakah kata atau kalimat yang menolak pun membantah apa yang sudah diuraikan di atas?

Curhatan Bunda Milenial. Tak Kenal Waktu untuk Menimba Ilmu

Buku Curhatan Bunda Milenial di Mata Saya

Saya memindahkan karya Laila ini ke tangan anak perempuan saya setelah buku Curhatan Bunda Milenial ini selesai dibaca. Reaksi pertamanya adalah tersenyum lalu muncul dengan satu pertanyaan yang sudah saya duga, “Adek kan masih remaja, belum mau menikah, untuk apa membaca buku seperti ini?”

Saya membalas senyuman manisnya sembari berkata, “Jangan terpaku pada judul atau genrenya. Konsentrasi saja pada manfaat yang akan kamu dapat. Sekarang mungkin belum butuh. Tapi menabung pengetahuan tentang apa yang akan kamu hadapi di masa depan adalah sebaik-baiknya manfaat”

Saya tak tahu bagaimana pendapat orang tua lain akan hal ini. Tapi menurut saya pribadi, sebagai seorang ibu dengan anak-anak yang memasuki usia dewasa, pola asuh yang bisa saya jalankan saat ini tentunya berbeda dari apa yang Laila alami dan lakukan. Jika area perjuangan Laila lebih pada pendidikan dasar, membangun pondasi karakter untuk anak-anak di masa tumbuh kembang, perjuangan saya lebih pada pematangan akhlak, pola pikir, dan kesiapan mereka memasuki dunia nyata dengan segala tantangannya.

Termasuk diantaranya adalah bersiap diri menjadi orang tua, Ayah atau Ibu bagi keturunan mereka.

Tidak ada satu tujuan pun bisa tercapai tanpa perencanaan. Tidak ada satu impian pun bisa terlaksana tanpa ikhtiar. Tidak ada satu pun kebahagiaan yang akan mampir ke dalam hidup kita jika kita tidak menyusun cara agar bisa memeluk kebahagian itu.

Semua harus dirintis sejak kita mulai menggoreskan pena bahkan sejak saat kita mulai berpikir untuk meraih kehidupan yang lebih baik.

Menjadikan diri sebagai orang yang berilmu tentunya adalah salah satu cara yang diridhoi Allah SWT. Darimana ilmu itu kita dapatkan? Dari orangtua, dari sekolah formal, sekolah non-formal, dari keluarga, dari lingkungan, bahkan dari diri sendiri. Membaca buku-buku tentunya bisa menjadi cara yang tepat. Karena buku adalah lentera dunia. Buku adalah sumber pengetahuan, apapun itu jenisnya. Tentu saja fokus pada yang mengajarkan banyak kebaikan dalam hidup kita. Dan buku Curhatan Bunda Milenial ini adalah salah satunya.

Pun pada akhirnya kita harus sadar bahwa menjadi orang tua masa belajarlah adalah seumur hidup. Masa belajar terpanjang dan cuma akan berakhir saat kita menutup mata, meninggalkan dunia. Tidak ada satu organisasi, institusi khusus yang mengajarkan kita bagaimana menjadi orang tua. Tapi kita tetap bisa menabung pengetahuan dari berbagai sumber dan cara.

Terimakasih untuk Laila yang sudah melahirkan buku Curhatan Bunda Milenial ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan, kemurahan rejeki, kepanjangan umur dan kesempatan untuk melahirkan banyak karya tulis yang menginspirasi. Peluk sayang saya buat Omar dan Tsabit serta hormat saya pada suami.

Yang ingin mengisi kualitas diri, membaca cerita Laila lewat buku Curhatan Bunda Milenial adalah salah satunya. Ingatlah selalu bahwa kita sesungguhnya tak kenal waktu untuk menimba ilmu. Mendalami tentang dunia parenting pun perlu proses yang tidak sebentar. Karena sejatinya, menjadi Ibu, menjadi orang tua adalah pekerjaan seumur hidup. Salah seorang rekan narablog, mom blogger, banyak mengulas tentang kehidupan sebagai ibu dan memberikan banyak insight tentang dunia parenting ini. Semoga bisa menjadi sumur pengetahuan bagi kita semua.

Sementara yang ingin mengenal lebih jauh tentang sosok Tanti Amelia, sang ilustrator, silahkan klik blog www.tantiamelia.com. atau simak salah satu tulisan beliau tentang Canva bagi para blogger yang berjudul Fitur Canva Pro yang Berguna Untuk Blogger

Bicara soal kesehatan mental, ada satu tulisan tentang hal ini yang patut disimak. Terutama tentang cara menjaga kesehatan mental seorang ibu yang akan memberikan efek pada perkembangan anak-anak. Teman blogger saya, Siska Dwyta juga menceritakan berbagai hal seperti lifestyle, traveling dan berbagai artikel menarik. Silahkan mampir ke Kamar Kenangan untuk membaca banyak hal menarik tentang keragaman tulisan tersebut.

Curhatan Bunda Milenial. Tak Kenal Waktu untuk Menimba Ilmu
ilustrasi by tanti amelia
Curhatan Bunda Milenial. Tak Kenal Waktu untuk Menimba Ilmu
ilustrasi by tanti amelia
Curhatan Bunda Milenial. Tak Kenal Waktu untuk Menimba Ilmu

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

25 thoughts on “Curhatan Bunda Milenial. Tak Kenal Waktu untuk Menimba Ilmu”

  1. Masya Allah… Alhamdulillah aku terharu baca lagi paragraf demi paragraf. Tenggelam dalam kisah Laila dan keluarga yang sejak awal sudah memikat hatiku.

    Ya di awal memang bondingku sebagai pengisi ilustrasi sudah terbentuk dan terjalin. Tak lain tak bukan, karena karakter Penulis yang santun, sangat care, sangat indah dan apa adanya…

    Terimakasih banyak yuk Annie yang sudah mengulas dengan sangat apik dan tepat sasaran. Jadi mengulang dan reminder ke diri sendiri juga.

    Reply
    • MashaAllah, aku merasakan kehadiran ilustrasi karya Tanti menyempurnakan penyampaian pesan yang sudah dituliskan oleh Laila. Kolaborasi yang manis dan apik. Senang rasanya membuka buku ini sebagai satu kesatuan literasi yang mengandung banyak ilmu, khususnya mengenai pernikahan dan pengasuhan anak-anak.

  2. Sore kak Annie,
    buku yang patut dibaca untuk semua ibu baik yang baru berumahtangga, sudah lama berumahtangga.Menjadi ibu tidak ada sekolahnya. Makin lama jadi ibu makin banyak pengalaman terutama dalam mengatasi masalah.
    Aku setuju seperti yang dikatakan di sub judul MASA. Ini juga aku rasakan pada masa-masa anak masih kecil rasa untuk “me time” tidak ada. Jangankan ke salon merawat diri di rumah saja berkejaran dengan waktu. Sekarang setelah anak besar, lain lagi ceritanya mereka sibuk dengan dunianya.
    Keren ya hasil karya mom Tanti Amelia. Aku sukaaaaa….

    Reply
    • Jadi ingat jaman kita melewati masa-masa menjadi ibu muda ya Kak. Tantangannya sangat berbeda saat anak-anak kita sudah dewasa. Setiap masa akan lahir dengan pengalaman mengasuh yang semakin menantang. Jika dulu saat anak-anak masih dalam masa tumbuh kembang, me time itu sudah jadi surga. Sekarang kita bisa menentukan sendiri me time kita. Setidaknya lebih bebas dibandingkan dulu

  3. Kisah ibu-ibu dari berbagai kelompok usia memang seru kalau dikumpulin jadi satu buku. Bukan hal yang mudah juga buat mengurus rumah, anak dan suami. Baca buku ini kayaknya juga disuguhi secara visual dari ilustrasi mbak Tanti ya.

    Reply
    • Bener Ded. Pengalaman masing-masing ibu-ibu muda juga beragam. Karena sikon akan berbagai hal itu berbeda juga cara penangannya. Ilustrasi Tanti menyempurnakan pesan yang ingin disampaikan Laila lewat buku ini. Kolaborasi yang apik dan manis.

  4. Jika baru kenal seolah menemukan teman diskusi baru biasanya pemikirannya satu frekuensi mbak. Haha. Btw aku paling seneng baca buku tulisan yang diambil dari pengalaman pribadi, lebih ngena biasanya dan lebih related. Sehingga bisa menelaah dari banyak pemikiran dan pengalaman orang lain yang diambil hikmahnya. Terlebih persoalan rumah tangga yang hampir tidak pernah habis jika dibahas.

    Reply
    • Teman sefrekuensi tuh wish list hidup banget ya. Jarang bisa ditemukan. Tapi saat ada/ketemu rasanya senengnya tuh luar biasa. Alhamdulillah by the time, orang-orang seperti ini saya temukan satu persatu.

  5. Mungkin kalau saya buku ini, saya akan berkali-kali bilang, “Duh! Saya banget, nih!” Karena kemungkinan apa dialami akan sama. Termasuk yang di Bab 2 itu, memang masa-masa cobaannya jadi orangtua.

    Suka gregetan ketika merasa ada hal-hal yang hilang. Tetapi, saya juga ingin pesan seseorang kalau sudah menjadi orangtua memang harus siap dengan pola yang berubah. Meskipun nanti juga akan ada masanya balik lagi. Jadi memang dinikmati aja setiap fasenya

    Reply
    • Setuju Mbak Myra. Makanya bagian tulisan yang paling saya suka adalah yang berjudul MASA. Di bagian ini kita diingatkan tentang perubahan dan episode hidup serta pengalaman yang akan dinamis.

  6. wah Mbak Laila kerennnnn

    hebat banget udah nerbitin buku

    sangat hebat, sambil merawat 2 buah hatinya bisa nulis di blog (dan meraih penghargaan)

    sekarang menerbitkan buku

    semoga semakin banyak Laila lainnya

    Reply
  7. Ketika teman menerbitkan buku yang personal artinya tentu kita ikut tergerak. Dan dalam buku inipun Mbak Annie ikut terlibat ya. Masya Allah, kayaknya baca buku ini bikin jadi merenung sebagai orangtua agar bisa lebih baik lagi

    Reply
  8. Waaahh banyak ilustrasi menarik nih dari Mak tanti, duet ma editan Canva mbak Annie ya :D
    Temanya juga menarik nih bukunya, pasti banyak ibu2 yang merasakan hal serupa. Kalau baca buku ini dipastikan kek diajak/ saling curhat sama penulis buku ini deh :D
    Setuju banget jadi ortu belajar seumur hidup, ngikutin perkembangan dan tren yang dikenal anak juga ya mbaak :D

    Reply
    • Aku paling suka sama buku-buku Stiletto tuh ada visual yang menggambarkan Isi bukunya banget.
      Dan perjalanan menjadi seorang Ibu adalah Hal yang panjang dan penuh liku.
      Terbayang masa-masa riweuhnya saat anak masih kecil yang telah dilewati, bukan berarti Masa remaja menjadi lebih ringan juga yaa..
      Semua fase menjadi bermakna setelah membaca pengalaman kak Laila dalam Buku Curhatan Bunda Milenial.

  9. Memindahkan buku ke anak perempuanku, ahh kalimat mbak Annie menyentuhku banget, sepertinya nanti aku pun akan melakukannya pada anak gadis kecilku yang ABG, buku curhatan seperti ini memang sebaiknya menjadi bacaan utama bagi anak remaja yang beranjak dewasa, cinta itu gak selamanya indah dek, hehe.. Keren bukunya, apalagi juga diilustrasikan oleh kak Tanti.

    Reply
    • Harapannya buku ini kelah akan menjadi bacaan yang bermanfaat bagi anak perempuan saya. Khususnya dalam mempersiapkan diri saat kelak akan melangkah ke jenjang pernikahan.

  10. Saya juga suka baca tulisan-tulisan mbak Laila di blog nya, tulisan panjang tapi tak membosankan. Ternyata beliau sudah menerbitkan buku juga. Buku solo pula. Keren banget

    Reply
  11. Buku yang menarik. Jadi ingin baca. Aku paling kena pas baca pergulatan batin saat Seornag Ibu tidak punya waktu buat diri sendiri ketika sudah ada anak-anak. Eh tapi juga disadarkan ini waktunya hanya sebentar kok. Saat anak-anak sudah besar, Ibu akan sendirian lagi. Ilustrasinya juga bagus. Kolaborasi yang cantik.

    Reply
  12. Suka banget deh dengan ilustrasinya apalagi sesuai banget dengan kenyataan saat ini ama emak2 perlu mengapresiasi diri dan juga tetap eksis. Buku yang menarik semoga semakin sukses dan membantu ibu-ibu yang lainnya untuk tetap berkarya kolaborasi yang sangat cantik

    Reply
  13. Wah selamat atas bukunya yang sudah terbit ya mbak
    Menjadi ibu tuh memang banyak banget cerita. Seru, sedih, happy dan berbagai “keriweuhannya’.
    Btw sukaaa bgt ilustrasinya, cakep

    Reply

Leave a Comment