Tulisan ke-5 yang dinaikcetakkan Sriwijaya Air In Flight Magazine.
Setelah sebelumnya saya menulis tentang Salloi (backpack khas Tidore yang digunakan untuk berkebun) pada Edisi 72 Februari 2017, kali ini, di Edisi 77 Juli 2017, ulasan mengenai Kelurahan Gurabunga ditampilkan dalam kolom Discover – Culture di halaman 34.
Ucapan terimakasih saya haturkan kepada teman-teman Ngofa Tidore yang sudah memberikan dukungan, referensi, dan pengetahuan tentang Gurabunga, sehingga potongan-potongan informasi yang diberikan kepada saya dapat diurai dalam beberapa paragraf singkat namun berbobot. Semoga sekelumit wawasan mengenai Kelurahan yang akan mengajukan dirinya sebagai Desa Wisata Religi ini, mampu (kembali) mengangkat nilai wisata Tidore di kancah destinasi jalan-jalan di Indonesia.
Banyak kenangan indah dan tak terlupakan tentang Gurabunga. Terutama pada saat kelurahan di bahu Gunung Marijang ini menjadi tuan rumah acara pembukaan Tidore Festival 2017 dalam rangka Hari Jadi Tidore ke-909. Tidak hanya terkesan dengan adat istiadat, kekayaan budaya, dan kulinernya, tapi juga begitu tersentuh dengan keramahan dan persaudaraan yang begitu hangat di sana.
Satu yang selalu terngiang adalah kekuatan magis yang menaungi Gurabunga. Dari pertama kali menginjakkan kaki di sini, di akhir Desember 2016, perasaan “terjaga” masih saya rasakan hingga saat ini. Rasa itu kemudian menjadi suatu kerinduan dan tarikan kecintaan yang terus mengikuti saya. MasyaAllah. Ketika, mungkin, ada orang yang tersendat melebur dalam suatu lingkungan, saya malah merasakan kebalikannya. Mudah-mudahan inilah pertanda baik dari rangkaian bobot kecintaan saya atas Bumi Marijang yang jauh di Maluku Utara.
Baca juga : Malam Ramah Tamah di Gurabunga, Ake Dango dan Pembukaan Rangkaian Acara Tidore Festival l2017 – Hari Jadi Tidore ke-909