JUANGA Culture. Obat Kangen Akan Tidore dan Rumah Kreativitas di Jogyakarta

Sekitar setahun yang lalu saya dikontak oleh Sadam Abdul Aziz (Bams). Seorang anak muda asal Tidore berwajah manis dengan penampilan bak Pocahontas yang ciri khasnya adalah rambut hitam panjang dikepang dua (kanan dan kiri). Tapi meski penampakannya sama, mereka tetap berbeda. Beda kelamin. Kalo Pocahontas cantik, Bams berjenggot. Ya iyalah. Kan Bams cowok. Meskipun manisnya sama.

OK stop. Sudahi dulu ulasan soal fisik. Sambung dulu cerita soal kontak mengontak tadi.

Baca juga: BAMS CONORAS. Presiden “Gila” Dari Tidore

Seperti biasa, obrolan kami topiknya ngalor-ngidul, tambah lancar dan panjang kalau Bams pulsanya banyak atau sedang berada di satu tempat yang wifi nya gratis. Tapi sekali ini berbeda. Tampaknya ada berita penting yang ingin disampaikannya. Bams mengabarkan bahwa dia akan “ngungsi” ke Jogya. Kota dimana dia pernah menuntut ilmu dan menamatkan S1. Kabarnya dia akan cari tempat untuk lebih mengenalkan Tidore kepada masyarakat luas, khususnya Jogyakarta. Yang disosialisasikan bukan hanya makanan, minuman, tapi juga budaya Tidore dan mengikutsertakan budaya daerah-daerah lain di Nusantara. Wah mendadak saya begitu antusias. Secara. Ini kan kerjaan penuh idealisme dengan rengkuhan niat yang sangat luas.

JUANGA Culture. Obat Kangen Akan Tidore dan Rumah Kreativitas di Jogyakarta
Dinding sebagai statement wall Juanga Culture

Lahirnya JUANGA Culture

Beberapa bulan kemudian, Bams mengontak saya kembali. Datang dengan kabar gembira bahwa dia sudah menemukan tempat yang tepat, dan berhasil membangun kontak dengan banyak saudara-saudara sedaerah yang sedang menuntut ilmu di Jogya. Anggaplah sebagai markas bersama, rumah bersahaja tempat mereka bisa ngumpul bareng sambil ngobrol dengan bahasa daerah yang sama. Aaahh saya mengangguk takzim. Memang seneng rasanya bisa berbicara dalam bahasa daerah disaat kita dalam perantauan. Serasa menemukan saudara baru di tengah tempat yang baru. Sayapun pernah merasakannya.

Adalah sebuah rumah joglo dengan luas tanah sekitar seperempat lapangan bola. Rumahnya dibangun dengan konsep terbuka sehingga udara bisa dengan bebas hilir mudik. Dilengkapi dengan fasilitas halaman rumput, tempat parkir, toilet, mushola kecil, dan lain lain, rumah yang berada di daerah Bantul ini diberi nama JUANGA Culture. Nama yang unik. Percampuran antara kosa kata Tidore dan Bahasa Inggris untuk menonjolkan bahwa tempat ini memiliki konsep universal.

Pada kesempatan komunikasi sekali ini, Bams meminta bantuan saya untuk mendoakan agar semuanya bisa berjalan lancar sesuai rencana. Karena dia dan teman-teman sedang berjuang untuk melahirkan Juanga Culture. Juanga sejatinya adalah sebuah kapal, sebuah bahtera, yang bisa mengangkut, menampung dan menahkodai banyak orang. Diambil dari sebuah kapal legenda Moloku Kie Raha milik Tidore. Sementara kata culture sendiri diambil dari bahasa Inggris yang berarti budaya.

Mengutip lebih lanjut uraian yang disampaikan Bams tentang alasan dia memilih kata Juanga sebagai nama rumah kreativitas ini, membuat saya tersentak. Ternyata hal ini dilakukannya karena ada sejarah romantisme yang sangat kuat sekali dan menyentuh saat Tidore dipimpin oleh Sultan Mansyur. Dalam hikayatnya, beliau pernah membantu 2 misionaris, Ottow dan Geisser yang dalam perjalanan ke Papua untuk menyebarkan agama Kristen. Meyakinkan bahwa mereka bisa sampai ke Papua dengan selamat, Sultan Mansyur memberikan sebuah kapal Juanga yang dikawal oleh 37 perwira muslim dan Sangaji Laho sebagai Qdhi (hakim tertinggi keagamaan Tidore). Tak hanya itu. Ke-2 missionaris inipun mendapatkan fasilitas makanan, minuman, kamar, dan pengawalan yang baik dari Kesultanan Tidore.

Kebijakan, jiwa kenegaraan, dan kebaikan hati beliau inilah yang menginspirasi Bams untuk menggunakan kata Juanga sebagai bagian dari jenama rumah budaya yang didirikannya di Jogyakarta. Bams ingin berkata kepada dunia bahwa orang Tidore itu memiliki kelembutan hati, bersikap terbuka, dan mau menolong sesama, meski ada perbedaan dalam keyakinan. Tidore adalah simbol keterbukaan dalam kebersamaan.

Baca juga: TIDORE dan Beberapa Wisata Sejarahnya
JUANGA Culture. Obat Kangen Akan Tidore dan Rumah Kreativitas di Jogyakarta

Kegiatan Juanga Culture

Ikhtiar yang gigih dan konsisten akan membuahkan hasil yang setara dengan apa yang sudah kita usahakan. Saya percaya itu. Dan terbukti. Juanga Culture, pelan tapi pasti, mampu mewujudkan dan menjalankan visi misi di awal berdiri. Banyak kegiatan yang sudah diadakan di rumah kreativitas ini. Mulai dari performance musik, pameran handicraft dan produk-produk handmade dalam sebuah pasar seni, discussion floor, sampe sekedar ngobrol-ngobrol sharing pengalaman serta ide-ide.

Semua diikuti oleh publik yang haus dan antusias akan kegiatan-kegiatan penuh makna dan sarat budaya. Ruang tampilannya pun tak hanya khusus untuk Maluku tapi juga kehadiran berbagai unsur musik dan seni yang ada di beberapa provinsi di Indonesia. Sementara untuk melengkapi hadirnya “rasa Tidore”, Bams menawarkan Kopi Dabe, kopi khas Tidore. Pun beberapa panganan khas Tidore lainnya, dan identifikasi fisik yang mengingatkan kita akan Bumi Marijang, tanah Maluku Utara. Bisalah jadi obat kangen akan tanah leluhur bagi perantau Tidore atau yang sudah berkali-kali menginjakkan kaki di bumi Marijang seperti saya. Gambaran mini visual lewat berbagai media seperti foto juga bisa menjadi ilmu pengetahuan bagi mereka yang belum pernah menginjakkan kaki di Tidore.

Baca juga: TO ADO RE. Antologi Kaya Rasa, Sarat Cinta, dan Penuh Makna Untuk Tidore

Pertunjukan Musik di Juanga Culture

JUANGA Culture. Obat Kangen Akan Tidore dan Rumah Kreativitas di Jogyakarta
Pengki sedang memainkan alat musik SAPE | Alat musik tradisional Dayak, Kalimantan
SAPE adalah alat musik kesenian tradisional masyarakat suku DAYAK KAYAAN di wilayah sungai Kapuas Hulu dan digunakan sebagai salah satu sarana hiburan bagi masyarakat Dayak. Sape merupakan alat musik petik yang berbadan lebar, bertangkai kecil, panjang sekitar 1 meter, memiliki 2 senar/tali dari bahan plastik, dan biasanya memiliki 4 tangga nada (Sumber: WIKIPEDIA)
JUANGA Culture. Obat Kangen Akan Tidore dan Rumah Kreativitas di Jogyakarta
Dua alat musik tradisional yang digesek | Kiri namanya RABABU dari Tidore | Tengah namanya TARAWANGSA dari JAWA BARAT (yang dimainkan oleh pria berbaju putih | Sementara yang dipangku (foto paling kanan) adalah alat musik asal India | Yang tergeletak panjang adalah KECAPI JENTRENG berasal dari Jawa Barat
TARAWANGSA merupakan salah satu jenis kesenian rakyat yang ada di Jawa Barat. Istilah TARAWANGSA sendiri memiliki 2 pengertian. Pertama adalah alat musik gesek yang memiliki dua dawai yang terbuat dari kawat baja atau besi. Kedua adalah nama dari salah satu jenis musik tradisional Sunda (Sumber: WIKIPEDIA).
RABABU adalah alat musik gesek tradisional Tidore yang mengadaptasi REBAB yang berasal dari Timur Tengah. Bentuknya seperti biola tapi dengan bodi berbentuk bulat dengan tangkai yang panjang (Sumber: WIKIPEDIA).
JENTRENG atau KECAPI JENTRENG. Bentuknya sama persis dengan kecapi. Hanya saja untuk Jentreng senarnya hanya ada 7, sementara di Kecapi senarnya bisa sampai 18-20 buah. Keduanya adalah alat musik petik yang berasal dari Jawa Barat (Sumber: WIKIPEDIA).
JUANGA Culture. Obat Kangen Akan Tidore dan Rumah Kreativitas di Jogyakarta

Pasar Seni Moloku Kie Raha

JUANGA Culture. Obat Kangen Akan Tidore dan Rumah Kreativitas di Jogyakarta
JUANGA Culture. Obat Kangen Akan Tidore dan Rumah Kreativitas di Jogyakarta
Pertunjukan live music di salah satu acara pasar seni yang diadakan oleh Juanga Culture | Selalu mendapatkan perhatian istimewa dari publik
JUANGA Culture. Obat Kangen Akan Tidore dan Rumah Kreativitas di Jogyakarta

Rumah Kreativitas

Bams menitipkan pesan ke saya bahwa Juanga Culture akan terus memperluas fungsinya dan memaknai kehadirannya di Jogya. Tempat yang dikomandani oleh Bams, Presiden Tidore tanpa proses pemilu ini, akan menjadi wadah bagi siapa saja yang ingin berekspresi atau menampilkan kreativitas dalam bidang apapun. Pun untuk organisasi atau perusahaan yang ingin mengadakan seminar atau presentasi produk serta penawaran jasa mereka. “Apapun yang mempunyai niat baik, akan kami akomodir di sini,” begitu yang disampaikan Bams untuk menegaskan nawaitunya.

Saya setuju dengan konsep yang Bams sampaikan. Karena nyatanya banyak sekali orang-orang kreatif yang sulit mencari tempat untuk berekspresi disebabkan oleh keterbatasan dana. Biaya sewa ruang relatif tinggi bisa menyedot 1/2 dari dana operasional untuk setiap event. Di Juanga Culture semua bisa dinegosiasikan dan dirembukkan secara kekeluargaan. Ngobrol aja dengan Bams Pocahontas. Solusi terbaik akan diberikan.

Aaahh saya jadi mendadak ingin menyelenggarakan pelatihan craft sekaligus pameran produk kerajinan tangan di rumah kreativitas ini. Mengadakan seminar yang berhubungan dengan dunia handmade. Atau mengajak teman-teman blogger Jogya untuk berkumpul dan mengadakan acara bagi-bagi pengetahuan dalam dunia penulisan. Dah kebayang keseruannya. Buat reunian seru juga kayaknya ya. Spending quality times dengan ngobrol, ngopi, nyemil atau makan, sambil mentertawakan kejadian-kejadian lucu di masa lalu.

Follow deh IG nya Juanga Culture @juanga_culture untuk kita tetap update akan aktivitas-aktivitas bernilai yang diadakan di sana.

Selamat untuk Sadam Abdul Aziz dan Juanga Culture. Semoga terus berkembang seiring dengan kebutuhan dan tuntutan jaman, konsisten pada visi dan misi awalnya, serta menjadi wadah kreativitas yang berkualitas dan bertanggungjawab bagi seluruh masyarakat terutama lingkungan sekitar. Jadilah rumah yang adem, nyaman, dan membawa manfaat sebesar-besarnya bagi dunia seni budaya.

JUANGA Culture. Obat Kangen Akan Tidore dan Rumah Kreativitas di Jogyakarta
Baca juga: Sagu Singkong, KASBI, Roti Panggang Ala Tidore
JUANGA Culture. Obat Kangen Akan Tidore dan Rumah Kreativitas di Jogyakarta
JUANGA Culture. Obat Kangen Akan Tidore dan Rumah Kreativitas di Jogyakarta
JUANGA Culture. Obat Kangen Akan Tidore dan Rumah Kreativitas di Jogyakarta
JUANGA Culture. Obat Kangen Akan Tidore dan Rumah Kreativitas di Jogyakarta

JUANGA CULTURE : Jl. Prapanca No. 99, Bantul, Jogyakarta. Lokasinya ada di samping selatan Sekolah SMKI dan sisi timur warung jus buah. (duh saya ngetik ini sambil senyum-senyum sendiri karena di pulau Jawa untuk mengarahkan sesuatu itu menggunakan arah mata angin).

#JuangaCulture #RumahBudaya #RumahSeniBudaya #RumahKreativitas Jua

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

32 thoughts on “JUANGA Culture. Obat Kangen Akan Tidore dan Rumah Kreativitas di Jogyakarta”

  1. Itu rambut gonrong abadi ya kayaknya haha Masih suka nyeker gak sih dia sekarang yuk?
    Kalau ke Jogja kita mampirlah ke sini, ketemu dia bareng-bareng. Hebat pemuda satu ini, kreativitasnya tinggi, nggak ada matinya semangat buat angkat budaya dan seni Tidore. Sukses selalu buat Bams

    Reply
    • Gondrong permanen caknyo. Kalu meriang kalo dipotong hahahaha. Kalo jingok foto-fotonyo di IG sih caknyo masih sering nyeker hahahaha.

      Iyo Rien. InshaAllah. Kapan ado waktu dan rejeki kito datengi tempat dio di Jogya. Seneng ngobrol samo Bams. Banyak ketawo, rame cerito

  2. wow saya selalu suka anakmuda yang berkreativitas
    Dulu saya sering ikut Commonroom Bandung yang kerap bikin pentas untuk mereka
    Ingin singgah ah ke Juanga Culture kalo saya sedang ke Yogya dan mereka sedang bikin event

    Eniwei kisah sultan Tidore keren banget ya?
    Mengawal misionaris yang hendak menyebarkan agama
    Karena tujuannya untuk membawa kebaikan bagi umat manusia, ya

    Reply
    • Iya Mbak. Saya juga selalu angkat topi dengan anak-anak muda yang begitu peduli dengan kelestarian budaya. Selalu ada pengetahuan baru yang bisa diambil dari situ.

    • Masyaallqh, keren banget ya Mbak. Gayanya dari anak-anak seni itu memang unik-unik, ya. Aku sampai follow IGnya Juanga Culture dan melihat fotonya Mas Bams. Betul, seperti pocahantas, dengan jenggotnya yang tebal.

      Disamping itu, acara yang disuguhkan oleh Juanga Culture ini sangat mengedukasi, jadi kita pun tahu kebudayaan2 lain, khususnya Tidore. Dari alat musiknya, ada tarian dari budaya lain juga, ya Mbak. Makanan yg disuguhkan juga tidak biasa, tetapi menyuguhkan kuliner khas Tidore.

      Keren.. salam untuk mas Bams, ya. Salam kenal Mas. Kalau Allah mampukan kami sekeluarga, sehatkan fisik kami, insyaallah jika berkunjung ke Jogya, akan mampir ke Juanga, untuk mengenalkan kebudayaan Tidore di Juanga Culture.

  3. Jadi ingat terkahir kali melihat dan memainkan tarawangsa serta kacapi beberapa tahun lalu di Kadudampit Sukabumi. Sekarang alat kesenian tradisional itu emang sudah langka… Malah banyak anak muda yg tidak tahu sama sekali

    Reply
    • Waahh keren Mbak Okti. Perlu skill khusus loh untuk memainkan alat musik tradisional.

      Iya Mbak. Sekarang jarang banget ada anak muda yang mau terlibat serius dalam kesenian tradisional. Bams bisa dijadikan contoh untuk itu

    • Aamiin YRA. Semoga pandemi segera berakhir ya. Jadi lebih leluasa lagi mengadakan kegiatan-kegiatan off-line

  4. Dari dulu saya memang sangat tertarik dengan orang-orang seni. Karena banyak sekali hal yang bisa dipelajari dari mereka. Mengikuti perkumpulan seni dalam satu wadah UKM (unit kegiatan mahasiswa) dulu pernah saya lakukan. Senang memang kumpul2 dengan orang seni dan gak kaku2 orangnya hehe. Serasa bebas gitu, strespun buyar..

    Juanga culture sejarahnya seperti itu toh, dan dari foto2 itu tergambar banyak sekali yang kak kegiatannya itu. Produktive dan berwawasan pastinya banyak edukasi dan hiburan yang diperoleh selama kak Annie berkunjung ke situ.

    Reply
    • Yang pasti, lewat seni lah dunia ini terasa lebih hidup dan lebih berwarna. Semoga dengan kehadiran JUANGA Culture, berbagai kegiatan seni mendapatkan wadahnya. Khususnya untuk wilayah Jogyakarta dan sekitarnya.

  5. Mbak Annieee dan Bams, kalo bakal mengajak teman-teman blogger Jogya untuk berkumpul dan mengadakan acara bagi-bagi pengetahuan dalam dunia penulisan, AKU IKUUUTT! Dah kebayang keseruannya. Aku bersedia cuss ke Jogja, moga2 corona segera kelarrr. Keren banget ini konsepnya.
    Maju terus, anak muda!!

    Reply
    • Ah boleh banget Nur. JUANGA tempat yang sangat pas untuk segala kegiatan kreatif. Aku juga pengen banget ngadain beberapa pelatihan di situ. InshaAllah. Setelah kondisi sudah kondusif ya.

    • Aku juga mau ikut dong, asal sabtu atau minggu gitu, biar nggak usah pakai acara cuti dari kantor.

      Asyik ya bangunannya, tetap mempertahankan bangunan Joglo, nggak dipaksain jadi bangunan khas Tidore

    • Iya Mbak. Makanya saya juga semangat ikut bantu mensosialisasikan tempat kreatif ini. Semoga bisa digunakan oleh orang banyak, khususnya yang tinggal di daerah Jogya dan sekitarnya

  6. Keren mas Bams.

    Di Juanga Culture, bukan saja budaya Tidore tapi Nusantara. Hal ini merupakan cerminan dari Tidore itu sendiri karena Tidore adalah simbol keterbukaan dalam kebersamaan, seperti yang telah dilakukan oleh Sultan Mansyur dari Kesultanan Tidore yang membantu 2 misionaris, yang dalam perjalanan ke Papua untuk menyebarkan agama Kristen

    Reply
    • Betul Lel. Di sini seni tidak mengenal perbedaan agama, budaya dan kepercayaan. Justru dengan keberagaman itulah nuansa seni semakin berwarna dan hidup.

  7. Senangnya bisa menghadirkan suasana Tidore ya, nonton pertunjukan musik Juanga Culture, sembari menyeruput kopi Dabe ya, hmm nikmatnya… nice share as always, mokasih, Yuk Annie ^^

    Reply
  8. Semangat menjaga kebudayaan lokal ini, sangat perlu kita dukung juga. Biar makin banyak lagi Juanga Culture yang lahir. Dengan begitu, budaya lokal kita tetap terjaga, dan tidak tergerus oleh perkembangan jaman now

    Reply
    • Setuju banget Fenni. Menumbuhkan wadah untuk berkreativitas tuh rasanya seperti menemukan emas di padang gurun.

  9. wah, sseru banget yaaa ada nuansa Tidore di Jogja, apalagi banyak anak muda bagus jadi buat mempertahankan budaya asli kita nih

    Reply
  10. Juanga tidore menjadi sebuah wadah kreatifitas dan pengenalan budaya lebih dalam bagi masyarakat ataupun perantau yang sedang berada di yogya ya mbak.
    Terlebih, di yogya banyak sekali mahasiswa dari berbagai daerah. Saling bertukar informasi buda dan saling mengenal budaya masing-masing ini sangat penting bagi generasi muda.
    Jadi.. kaum milenial nggak hanya melek digital.. tapi juga melek budaya.

    Reply

Leave a Comment