
Cikarang masih didera hujan sedemikian deras saat saya sedang menggenggam buku SEMELEH. Buku antologi “kaya rasa” yang diterbitkan oleh komunitas IBU-IBU DOYAN NULIS (IIDN) dan dikoordinir oleh 3 mentor yaitu ARTHA JULIE NAVA (Certified Branding Strategist and Analyst), INTAN MARIA LIE (Psikolog) dan WIDYANTI YULIANDARI (Kepala Suku IIDN).
Sebagai seorang empath sedari kecil, buku ini mendadak membuat saya terpekur dan ikut merasakan rangkaian self-healing lewat proses atau perjalanan psikologis pribadi yaitu SELF LOVE (temukan, hargai dan limpahi diri dengan cinta), GRATITUDE (cakap bersyukur, awal semeleh dan bahagia) serta ACCEPTANCE AND HOPE THERAPY (penerimaan dan terapi harapan). Semua itu “menyerap” kedalam diri saya, baik secara fisik, pikiran dan energi. Persis layaknya sedang menjadi “tong sampah dan spons penyerap” bagi sekian banyak orang yang bertahun-tahun harus saya hadapi. Terutama sejak banyak dari mereka mengetahui bahwa saya seorang given empath.
Selain konsep tentang jiwa yang tenang, Widyanti, lewat lembar Pengantar, mengungkapkan bahwa semeleh itu state, suatu level atau kondisi dalam hidup seseorang. Kondisi yang dimaksud adalah saat seseorang sudah tidak lagi terlalu terpengaruh oleh apa yang ada di luar dirinya (dalam makna positif). Jika dipuji tidak membuatnya melambung. Jika dicaci juga tidak menjadi masalah. Bahagia diterima dengan penuh syukur. Demikian pula duka. Dimaknai sebagaimana adanya. Kondisinya stabil, setia pada keyakinan bahwa segala sesuatu sudah pada porsinya masing-masing.
Yang kalau dalam bahasa kerennya THIS PERSON HAS DONE WITH HIS/HER LIFE. Orang ini sudah “selesai” dengan urusan dunia dan lebih berfokus pada penerimaan diri serta telah siap untuk menjejakkan kaki sebagai seorang pribadi yang tak lagi butuh drama kehidupan.
Are you one of them?

Bedah Isi Buku

Buku setebal 338 halaman yang diterbitkan oleh Wonderland Publisher dan melibatkan sekitar 60 orang peserta ini, terbagi atas 3 proses, bagian atau bab tentang penyelaman arti nilai hidup lewat semeleh.
Bab I SELF LOVE yang dibimbing oleh Artha Julie Nava, setiap peserta diajak untuk membangun self-awareness (kesadaran diri), lalu self-acceptance (penerimaan diri), kemudian ditutup dengan action (tindakan).

Di bagian kesadaran diri ada rangkaian tulisan dari Wiwin Pratiwanggini (Kekuranganku adalah Sumber Kekuatanku), Affina Musliha (Dunia Akan Ramah Padamu), Ayu Indiani (Perjalanan Self Love ku) dan Eka Shugiantari Andini (The Power of Mind). Diikuti dengan bagian penerimaan diri yang menampung artikel dari Tatiek Purwanti (Life Begins at Fourty: Catatan Perjalanan dalam Mencintai Diri Sendiri), Titik Wihayanti (Skoliosis dan Sinyal Mencintai Diri), Utari Giri (Menerima Given), Tine Farawan (Cermin Hati), dan Discalusi Florentina (Let’s Grow Together!). Kemudian di bagian action tersedia tulisan-tulisan berkualitas yang dibuat oleh Novi Ardiani (Self Love dan Generasi Anti Home Service), Nilam Septiani (A Journey to Love Myself), Fuatuttaqwiyah El-adiba (Belajar Mensyukuri Kehidupan) dan Widyaingsih (Bahagiaku adalah Kebahagiaan Mereka).

Di bagian penerimaan diri kita akan bertemu beberapa artikel yang ditulis oleh Tatiek Purwanti (Life Begins at Fourty: Catatan Perjalanan Dalam Mencintai Diri Sendiri), Titik Wihayanti (Skoliosis dan Sinyal Mencintai Diri), Utari Giri (Menerima “Given”), Tine Farawan (Cermin Hati), dan Discalusi Florentina (Let’s Grow Together).

Di bagian terakhir dari Bab I, yang membahas tentang tindakan (action) ini, kita akan bertemu dengan para penulis seperti Novi Ardiani (Self-love dan Generasi Anti Home Service), Nilam Septiani (A Journey to Love My Self), Fuatuttaqwiyah El-adiba (Belajar Mensyukuri Kehidupan), dan Widyaningsih (Bahagiaku Adalah Kebahagiaan Mereka)

Bab II bertopik GRATITUDE dan dibimbing oleh Widyanti Yuliandari (Widya).
Dibuka dengan tulisan Widya yang berjudul “Cakap Bersyukur, Awal Semeleh dan Bahagia”, kita akan menemukan rangkaian jurnal syukur yang ditulis oleh 36 peserta. Membuka satu persatu jurnal syukur tersebut saya menemukan sebuah titik terpenting dalam hidup kita yaitu untuk selalu berterimakasih kepada Sang Pencipta. Mensyukuri apa yang sudah kita terima sebagai bagian bermakna dalam hidup. Meskipun itu mungkin hal sepele bagi kita maupun dalam penilaian orang lain.
Bab III yang mengambil topik Acceptance and Hope Therapy ini dibimbing oleh Intan Maria Lie (Intan).
Pada bab terakhir ini, Intan membuka rangkaian berbagai kisah kehidupan dengan mengurai makna terdalam dari Acceptance and Hope Therapy itu sendiri. Lalu diiringi oleh berbagai artikel yang ditulis oleh Nitis Sahpeni (Jika Yakin, Kemudahan Itu Nyata), Rosdiana Amalia (Belajar Menerima KetetapanNya), Siti Adiningrum (Dalam Kasih SayangNya, Aku Semeleh), Joko Adi Pamungkas (Deportasi yang Menguatkan Jiwa Raga), Kingkin B. Prasetijo (Memeluk Diri), Marita Ningtyas (Selamat Tinggal Benci, Kupilih Berdamai dan Berbahagia), Anastasia Siti Wastuti (Semangat Pagi Kasih, Kusambut Indahmu), Mila Kresnawuri (Menuju Semeleh), dan Mechta Deera (Pengalamanku Mengikuti Sesi Acceptance and Hope Theraphy Kelas Semeleh).
Di bagian paling akhir kemudian kita akan bertemu dengan profil para mentor dan para penulis serta dilengkapi dengan uraian singkat dan padat tentang komunitas IIDN. Komunitas yang sudah hampir 1 tahunan ini saya ikuti.

Membumikan Diri Lewat Semeleh
Layaknya sebuah buku self-healing, lembar demi lembar antologi ini akan dipenuhi oleh kesaksian diri para penulis. Kesaksian yang meliputi pengalaman pribadi, proses perjuangan menyadari dan melawan keburukan diri sendiri, kemudian memasuki ranah penerimaan terutama tentang kebiasaan dan sifat yang menyayat hati. Menyelami ribuan kalimat sarat penerimaan lalu dengan dibimbing oleh mereka yang berkompetensi, setiap penulis melewati rangkaian self-improvement agar menjadi pribadi yang (jauh) lebih baik. Mereka membumikan diri lewat semeleh, menyadari serta jujur akan kekurangan, menyerap kebaikan serta masukan, lalu berakhir dengan positive vibes yang akan terus melekat pada pribadi masing-masing. Terkenang sepanjang usia.
Dan saat semua ini dibukukan, ada 2 manfaat yang akan muncul.
Pertama adalah untuk diri mereka sendiri. Karena dengan mendapatkan kesempatan mengalami rangkaian proses di atas, setiap peserta sesungguhnya semeleh dan “sudah berdamai” dengan diri sendiri. Pun saat berkenan membagikannya dengan publik. Hakul yakin itu bukan pekerjaan gampang pastinya. Perlu hati seluas samudra untuk bersedia menyampaikan, apalagi menuliskan kekurangan diri.
Kedua adalah berbagi manfaat bagi publik khususnya pembaca. Mereka tentunya berharap agar mendapatkan insight dan pengetahuan baru soal semeleh dan sebab akibat yang muncul setelahnya. Bisa jadi diantara mereka ada yang memiliki kesulitan serta kesamaan atau kemiripan cerita dengan para penulis di buku antologi ini. Besar kemungkinan lewat rangkaian kalimat kesaksian yang terurai lengkap lewat buku ini, para pembaca bisa membangun semangat untuk semeleh dan meniti tangga perubahan bagi dirinya sendiri.
Bagi saya sendiri, seorang empath, keinginan dan kemauan seseorang membumikan diri, menghayati semeleh dan melengkapi semua itu dengan kisah pribadi yang jujur, adalah satu proses yang patut diapresiasi. Membaca setiap diksi yang disampaikan kemudian dirangkai menjadi kalimat dan paragraf yang menempatkan diri mereka sebagai YANG MENCARI ILMU DAN INGIN BERUBAH akan jauh lebih mengesankan ketimbang mereka yang (hanya) menguraikan teori tanpa melibatkan rasa dan cinta. Memposisikan diri sebagai PEMBELAJAR pastinya akan melahirkan rasa hormat luar biasa dari para pembaca, termasuk saya.
Lembar demi lembar saya nikmati. Saat tiba pada satu titik balik kisah hidup, quote dan kata-kata yang sarat akan jutaan makna, saya kan berhenti. Membacanya berulangkali, menghayati, memahami, lalu membuatkan ilustrasinya untuk bisa dinikmati di artikel ini. Bagian yang tentu saja secara tidak langsung memberikan banyak ilmu psikologi bagi diri saya pribadi.
Jadi jika ditanya apakah buku ini worth having, maka saya akan langsung menjawab dengan kata IYA.
Selamat untuk IIDN yang sudah sejauh ini telah menerbitkan 11 antologi. Semoga akan lahir buku-buku berikutnya dengan tema yang menarik, penuh petualangan dan menghadirkan hujanan manfaat bagi dunia literasi di Indonesia.


