Today: Dec 03, 2024

Mengulas Dunia Kreatif Dari Limbah Kelapa di Wale Gonofu

Mengulas Dunia Kreatif Dari Limbah Kelapa di Wale Gonofu
11 months ago
Mengulas Dunia Kreatif Dari Limbah Kelapa di Wale Gonofu

Mengulas Dunia Kreatif Dari Limbah Kelapa di Wale Gonofu
Bersama Pak Ambrosius dan Ibu Dyah di depan gallery Wale Gonofu

Awal November 2023

Bulan penuh berkah buat saya karena di awal November 2023 saya bisa menginjakkan kaki kembali ke Sulawesi Utara (Minahasa Utara). Ajakan suami untuk menemaninya dalam rangka pekerjaan, langsung saya sambut dengan kegembiraan yang tak terwakilkan oleh kata-kata. Setelah puluhan tahun yang lalu, saat masih lajang, saya dan beberapa teman berenang bebas di Bunaken dan menikmati lezatnya bakwan jagung khas Manado, saya belum pernah kembali lagi ke provinsi ini. Kangen banget karena waktu itu hanya ngambil cuti singkat di Jumat dan pulang di Minggu. Short escape yang memorable pastinya.

Seperti biasa, sebelum berangkat, saya gedabrukan mencari referensi tour guide dan penyewaan mobil. Setelah urusan ini rampung, saya meminta referensi beberapa tempat wisata sekaligus tentang produk budaya dan kerajinan tangan dari tour guide ini. Diskusi panjang pun terjadi berhari-hari karena sembari bertanya, saya melakukan penelitian singkat tentang semua yang sudah dirujuk. Dari semua yang masuk dalam daftar rujukan akhirnya berlabuh pada Likupang. Salah satu destinasi wisata unggulan dan destinasi super prioritas (DSP) yang digadang-gadang oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.

Selain beberapa pantai yang hadir dengan banyak foto-foto cantik, permintaan saya agar bisa terhubung dengan dunia kreatif akhirnya terkonsentrasi pada produsen limbah kelapa. Namanya Wale Gonofu yang berarti Rumah Sabut Kelapa. Semangat saya pun meletup-letup dan ingin segera mengulas dunia kreatif dari limbah sabut kelapa di Wale Gonofu tersebut.

Perjalanan Menuju Likupang

Axel Pelealu, tour guide seumuran anak sulung saya, meninggalkan beberapa pesan setelah beberapa jam saya tiba di Manado. Karena sudah tahu saya akan ke Likupang di hari pertama perjalanan, dia mengusulkan untuk menjemput saya sepagi mungkin. Dengan jarak sekitar 48km dari kota Manado dan mempertimbangkan traffic yang akan dihadapi, Axel mengusulkan untuk mulai berkendara pada pkl. 08:00 wita yang berarti pkl. 07:00 wib. Dengan perkiraan waktu jelajah sekitar 1.5-2 jam.

Untuk saya yang tinggal di pinggiran Jakarta dengan jarak 33km dari pusat kota dan waktu jelajah yang sama lewat Tol Cikampek, kondisi seperti ini sudah biasa saya alami. Saya malah membayangkan situasi yang lebih seru karena akan melewati jalanan berkelok-kelok yang bisa dinikmati sepanjang berkendara di sebuah provinsi. Masih ngantuk sebenarnya tapi keseruan melewati sekian banyak desa-desa kecil dengan sebagian besar jalan dua jalur tersebut membuat perjalanan menuju Likupang menjadi sangat berkesan. Apalagi ditambah dengan obrolan berbumbu tentang berbagai pengalaman menjelajah nusantara dengan Axel.

Satu yang jarang sekali saya lihat adalah bahwa sepanjang perjalanan saya melewati puluhan gereja dengan struktur bangunan aneka rupa. Mulai dari gereja skala kecil hingga megah. Ada yang terbuat dari kayu, ada juga yang terbangun dengan semen solid dan minaret jangkung dan mengesankan. Gereja-gereja ini, jaraknya berdekatan satu sama lain. Setiap desa setidaknya punya satu gereja. Dan ini jadi pemandangan utama selama dalam perjalanan selain tentu saja beberapa lokasi penghijauan dan pohon-pohon kelapa yang tinggi-tinggi saat mulai mendekati Likupang. Yup, sebagai daerah yang dekat dengan pantai, jenis pohon yang satu ini bakal sering kita lihat.

Saya melanjutkan diskusi dengan Axel. Berunding apakah akan ke pantai dulu atau ke Wale Gonofu dulu. Tapi akhirnya kami sepakat untuk ke Wale Gonofu baru setelah itu ke pantai sembari makan siang dengan menu ikan. Mobil pun langsung mengarah ke desa Pinenek dimana Wale Gonofu berada.

Mengulas Dunia Kreatif Dari Limbah Kelapa di Wale Gonofu
Bersama Ibu Dyah di spot foto yang disiapkan Wale Gonofu di halaman depan gallery

Menemukan Puluhan Produk Kreatif Limbah Kelapa di Wale Gonofu

Axel sempat bertanya ke beberapa orang penduduk tentang lokasi tepat Wale Gonofu. Jaringan internet yang byar pet menjadikan waktu pencarian lebih lama dari yang saya kira. Koneksi ke google maps pun mengalami sedikit hambatan.

Sementara Axel berjibaku dengan peta on-line dan ask some friends, saya malah asik terkagum-kagum dengan jalan aspal yang terlihat sangat lebar, luas, dan tanpa kerusakan apapun saat mobil mengaspal memasuki dan berada di daerah Likupang. Di beberapa titik saya juga menemukan mini market yang secara ukuran bangunan sudah tidak mini. Outlet besar dengan parkiran luas dan berjejer air mineral galon dan bertabung-tabung gas. Fasilitas umum yang tentunya menambah kenyamanan untuk tinggal dan berwisata dalam jangka waktu yang lama.

Pemerintah setempat sepertinya tidak main-main dalam berkontribusi aktif mensukseskan Likupang sebagai destinasi wisata super prioritas yang sudah dicanangkan oleh pemerintah pusat. Aspal yang hitam solid dan tebal ini tertanam kokoh di jalur yang berkelok-kelok, naik dan turun, di sepanjang jalan. Kesiapan menyambut para wisatawan sepertinya memang ingin ditampilkan oleh daerah yang kaya akan sentuhan alam ini.

Setelah sekitar 15 menit menyusur jalan, akhirnya kami menemukan Wale Gonofu. Di dinding depan rumah terpasang sebuah poster yang menampilkan beberapa produk kreatif yang dikembangkan dari limbah buah kelapa. Halaman depan rumah cukup luas. Si pemilik, dengan kemampuan kreatifnya membangun sebuah spot foto unik di salah satu sudut halaman. Sederhana aja sebenarnya. Kayu terpasang seperti ayunan kemudian dihiasi dengan berbagai bunga artificial dan identitas Wale Gonofu. Tapi jepretan para pengunjung di titik ini akan jadi kenang-kenangan yang manis selama berada di desa Pinenek, Likupang. Dan saya pun memutuskan untuk melakukan hal yang sama.

Wajah ramah Pak Ambrosius Montolalu dan Ibu Dyah Sri Utami menyambut kedatangan saya. Pasutri pemilik jenama Wale Gonofu ini sepertinya sedang disibukkan oleh berbagai aktivitas renovasi bangunan tempat mereka tinggal. Jadi tak heran jika di saat itu, kondisi tempat ini – yang sepertinya akan dijadikan studio kreatif – masih dalam proses penataan kembali. Berbagai produk kreatif hasil karya mereka pun belum tersusun rapi selayaknya sebuah galeri hasil kerajinan tangan.

Diantara berlimpahnya banyak produk yang belum tersusun kembali tersebut, saya terpaku pada sebuah banner besar yang tertempel di dinding dan betuliskan SITOU TIMOU TUMOU TOU. Yang jika diterjemahkan artinya adalah Manusia Hidup untuk Menghidupkan Orang Lain. Makna yang begitu dalam yang kemudian saya dapatkan terpapar begitu hangatnya dari diskusi saya dengan Ibu Dyah dan Bapak Ambrosius selama berjam-jam kemudian.

Mengulas Dunia Kreatif Dari Limbah Kelapa di Wale Gonofu
Salah satu dekorasi rumah karya Wale Gonofu

Mengulas Dunia Kreatif Dari Limbah Kelapa di Wale Gonofu
Gantungan kunci karya Wale Gonofu. Salah satunya adalah menampilkan Tarsius. Hewan langka yang hidup di Minahasa

Mengulas Dunia Kreatif Dari Limbah Kelapa di Wale Gonofu
Beberapa bandul karya Wale Gonofu. Perpaduan antara limbah batok dan serta kelapa

Mengulas Dunia Kreatif Dari Limbah Kelapa di Wale Gonofu
Sikat karya Wale Gonofu yang apik dan kokoh

Mengulas Dunia Kreatif Dari Limbah Kelapa di Wale Gonofu
Sikat karya Wale Gonofu yang apik dan kuat

Serunya Berbagi Cerita Tentang Dunia Kreatif

Wajah ramah dan hangat menyertai kehadiran saya. Sebagai seorang tamu yang tak diundang dan belum membuat janji sebelumnya, saya langsung memperkenalkan diri. Tentu saja sebagai seorang penulis dan produsen produk kreatif yang berada di lini yang sama dengan Wale Gonofu meskipun bekerja dengan media yang berbeda. Kesamaan semangat dunia handcrafted lah yang kemudian menjadi perekat dalam perbincangan kami selanjutnya. Satu hal yang tentunya membuat kami saling memahami tentang proses, bagaimana bekerja dari hulu ke hilir sendiri, keterlibatan pada program-program pembinaan, kegiatan sales and promotion, serta jatuh bangunnya menata diri dalam mengembangkan jenama dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh UMKM.

Satu paket komplit beragam obyek pembahasan yang menjadikan UMKM seperti kami ini merasa menemukan hidup yang lebih berwarna dengan network yang baru pula. Tentu saja dengan setumpuk kisah suka dan duka yang membungkus pertemuan berkualitas kami.

Cerita berbobot Pak Ambrosius dan Ibu Dyah pun mengalir deras saat semuanya dimulai dari 2017. Masa dimana Wale Gonofu resmi berdiri dan keduanya memutuskan untuk fokus terlibat di dunia pengolahan limbah buah kelapa, khususnya bagian serabut dan batoknya. Sebuah keputusan tepat setelah sebelumnya mencoba berkarya membuat coconet (jaring sabut kelapa) yang menjadi kebutuhan primer dari beberapa perusahaan penambangan yang berlokasi di beberapa tempat yang tak jauh dari tempat tinggal mereka. Salah satu diantaranya, PT Archi Indonesia Tbk. Perusahaan terbuka dengan saham publik yang kemudian menjadi pembina dari Wale Gonofu.

Proses kreatif pun bukanlah urusan semudah membalikkan telapak tangan. Ibu Dyah dan Bapak Ambrosius harus melewati serangkaian trial and error serta kemampuan evaluasi untuk melahirkan karya yang diterima oleh pasar dan bernilai seni tinggi. Dengan serangkaian proses kreatif dan kemauan untuk berkembang inilah yang membuat Ibu Dyah – yang aslinya lahir dan besar di tanah Jawa – mulai “meracik” berbagai finished products. Seperti misalnya dekorasi dan hiasan rumah (hiasan meja, pohon natal kecil, pot bunga, dan lain-lain), accessories (gelang, bandul), suvenir seperti gantungan kunci, berbagai macam sikat, dan masih banyak lagi. Setiap karya ditawarkan dengan harga yang sangat kompetitif. Reasonable and acceptable dalam kacamata saya pribadi. Sebuah standard harga yang banyak ditentukan oleh tingkat kesulitan pengerjaan dan nilai kebutuhan sumber daya alam yang menjadi modal dasar dari proses pembuatan produk yang bersangkutan.

Untuk memperkaya pengetahuan dan keahlian, Wale Gonofu “menabung” ilmu dari beragam sumber. Berbagai pelatihan pun diikuti seperti peningkatan produktivitas yang diadakan oleh Balai Peningkatan Produktivitas Kendari di 2020, pelatihan pengolahan serabut kelapa menjadi cocomesh, jaring serabut kelapa sebagai media, reklamasi lahan bekasi tambang dan aneka kerajinan di 2015, pelatihan display produk pameran untuk ekspor yang diadakan oleh Kemendag pada 2019, serta masih banyak lagi. Rangkaian investasi ilmu dan kerja keras yang akhirnya membuahkan hasil dan menjadikan Wale Gonofu meraih prestasi sebagai UMKM terbaik kedua dari Local Hero Indonesia Sustainable Development Goals Award (ISDA) di 2021.

Di titik ini, Wale Gonofu telah membuktikan kelas dan eksistensinya. Bahwa mereka, UMKM yang layak diperhitungkan dalam mengolah limbah menjadi sesuatu yang bernilai dan patut mendapatkan tempat istimewa di dunia kreatif. Limbah yang biasanya dibuang dan tidak diperhitungkan, malah berubah menjadi sesuatu yang berharga, pantas untuk diperdagangkan, dan memberikan pemasukan bagi keluarga.

Perbincangan seru kami kemudian merambah pada berbagai isu klasik yang sering dihadapi oleh UMKM. Bagi saya, ini adalah salah satu sesi penting dalam sebuah diskusi berbobot antara pelaku usaha skala kecil dengan dua kaki yang terus menerus berganti sepatu agar bisa tegak berdiri dan eksis di dunia industri kreatif. Selain tuntutan untuk menciptakan dan melahirkan produk dengan rancangan baru, isu penting yang harus terus diakomodir adalah masalah permodalan, pemasaran (sales and marketing), network, dan teknologi terbarukan.

Bagi Wale Gonofu, sumber bahan utama (serat dan batok kelapa) tidaklah sulit, tapi kebutuhan akan mesin pengolah yang harganya ratusan juta itu membutuhkan perhatian tersendiri. Tentu saja dengan dibantu oleh kecanggihan teknologi, bahan baku yang masih mentah bisa diolah dengan waktu, tenaga, dan biaya yang lebih efisien dan efektif. Quota produksi pun bisa lebih tinggi dari sebelumnya. Jika hal ini bisa tercapai, tindak lanjut berikutnya adalah mengikutsertakan banyak pihak, dalam hal ini warga setempat, untuk terlibat langsung dalam urusan produksi. Jadi bukan tak mungkin, dengan kemampuan yang lebih mumpuni, pesanan bulky dan kerjasama business to business pun akan datang di depan mata. Efeknya? Tentu saja kesejahteraan bagi semua. Inilah kunci sesungguhnya bagi semua UMKM agar bisa tetap kokoh beroperasi di tengah persaingan usaha yang terus mengerus waktu dan pikiran.

Sebelum melangkah ke tujuan berikutnya, saya mencatat banyak sekali insight yang saya dapatkan dari diskusi dengan Pak Ambrosius dan Ibu Dyah. Di balik keterbatasan yang ada, seperti lokasi, jaringan internet yang belum stabil, serta daya produksi yang masih harus dikejar, Wale Gonofu memiliki satu perspektif luas yang patut diacungi jempol. Harapan untuk mendapatkan banyak jaringan di kota-kota besar dan tangan kedua untuk membawa produk mereka berjaya di dalam dan luar negeri, adalah suatu mimpi yang bukan tak mungkin agar terwujudkan.

Terimakasih tak terhingga saya haturkan untuk Pak Ambrosius dan Ibu Dyah yang sudah berkenan menerima kehadiran saya dengan tangan yang lapang. Pulang dari Wale Gonofu saya mendapatkan energi dan pengetahuan tambahan tentang limbah batok kelapa. Inilah yang kemudian mendorong keinginan kuat saya untuk mengulas dunia kreatif dari limbah kelapa yang menjadi core business dari Wale Gonofu.

Sukses selalu untuk Wale Gonofu sekarang dan nanti. Semoga setiap langkah menjadi berkah dan manfaat bagi sesama.

WALE GONOFU. +62-813-4022-479 | Email : walegonofu@gmail.com | IG @walegonofuartandcraft | FB: Wale Gonofu Art and Craft

By the way, saat mengulas tentang teman atau usaha yang berada di pulau yang jauh dari ibukota, saya mendadak teringat dengan salah seorang teman blogger Button Tengah dan termasuk sering mengulas tentang film India. Saya belum pernah membayangkan dimana dan bagaimana Button Tengah, tapi berkat tulisan-tulisan Mbak Irawati, saya jadi mendapatkan pandangan sekilas tentang salah satu kabupaten yang terletak di Sulawesi Tenggara ini.

Mengulas Dunia Kreatif Dari Limbah Kelapa di Wale Gonofu
Batok kelapa yang siap diolah menjadi produk kreatif

Mengulas Dunia Kreatif Dari Limbah Kelapa di Wale Gonofu
Coconet yang juga dihasilkan dari limbah batok kelapa

Mengulas Dunia Kreatif Dari Limbah Kelapa di Wale Gonofu
Vas bunga yang dibuat dari serat kelapa

15 Comments Leave a Reply

  1. Wah beruntung banget bisa ke Likupang

    (untung punya ordal tercinta ya :D )

    Kompasiana pernah bikin lomba untuk destinasi wisata Likupang yang dicanangkan pemerintah, jadi pastinya keren banget

    Ternyata emang keren, dan saya ikut beruntung Mbak Annie ke sini sehingga bisa “ikut” :D

    Gak nyangka mereka kreatif banget ya? Gak salah pemerintah mencanangkan sebagai destinasi pariwisata andalan, karena gak hanya pemandangannya yang masih asri, industri kreatif mereka sangat mumpuni

    • Alhamdulillah Mbak. Setelah kunjungan puluhan tahun yang lalu (saat masih gadis) saya belum kembali ke Minahasa Utara. Jadi pas diajak “ordal” untuk ikutan, saya langsung seneng luar binasa hahahaha. Lumayan ada yang bayarin hahahahah.

      Saya kagum dengan usaha Wale Gonofu. Konsisten berjuang meski masih dalam berbagai keterbatasan. Semoga kedepannya hasil karya mereka lebih bervariatif dan berdaya jual tinggi. Bisa merambah tak hanya pasar lokal tapi juga pasar internasional.

  2. Wale Gonofu, tempat magis yang mengubah limbah kelapa jadi karya seni luar biasa! Mantap! Dari hiasan rumah hingga gantungan kunci, semuanya dihasilkan dengan penuh kreativitas dan cinta untuk lingkungan. Inspiratif banget! 🌿Diskusi seru dengan Pak Ambrosius dan Ibu Dyah ngasih banyaaak insight tentang perjuangan UMKM kreatif. Dukung UMKM lokal dengan produk ramah lingkungan kayak gini harus banget!

    • Poin produk ramah lingkungan ini bener-bener penting Rien. Aku baru ngeh kalau sisi kuat tentang lingkungan ini belum aku masukkan di paragraf manapun.

  3. Bentuk sikat yang ada gagangnya bikin gemes, karena bisa kayaknya buat membantu sikat botol minum ya Bu.
    Kalau sinyal internet yang kurang gitu, apakah tergantung providernya atau gimana?
    Karena daku waktu ke Labuan Bajo pakai provider misal A, gak oke. Tetapi pakai provider B bisa.

    • Iya, Sepertinya memang itu sikat untuk botol karena ada ujung yang sedikit dibengkokkan. Sikatnya halus loh itu Fen. Gak kasar di tangan kita.
      Sepertinya para provider harus bangun menara yang lebih tinggi, lebih banyak dengan daya yang lebih kuat karena kontur tanah Likupang gak turun naik. Banyak bebukitan yang mungkin menyumbang kesulitan untuk pemertaan signal. Semoga kedepannya masalah ini bisa segera terpecahkan, supaya lini komunikasi bisa lebih lancar.

  4. Naksir sama pas bunga produksi Wale Gonofu.
    Proses panjang memanfaatkan limbah kelapa jadi produk-produk cantik dan bermanfaat.
    Salut untuk kegigihan bu Dyah dan pak Ambrosius, semoga terus berkembang dan jadi inspirasi untuk daerah lain yang juga memiliki bahan limbah kelapa yg melimpah.

  5. Limbah kelapa bisa sangat bermanfaat untuk membantu kehidupan sehari-hari.
    Paling suka sama sabut yang diubah menjadi aneka sikat cantik.
    Kalau uda masuk IKEA, jadi bernilai tinggi sekali.

    • Bener banget Len. Saya juga berpikir tentang bagaimana produk seperti ini bisa masuk rantai retail yang kuat seperti IKEA

  6. Wah, cantik cantik produk kerajinan tangan khas likupang ini mbak
    Seru ya mbak, jalan jalan sambil menambah pengetahuan tentang dunia kreatif yang berbasis kearifan lokal seperti ini

  7. Pengalaman traveling edisi short escap yang menyenangkan dan sarat makna nih. walaupun perjalanan singkat tapi mba Annie menyempatkan untuk mengunjungi Likupang sebagai salah satu destinasi wisata prioritas. Saya salfok sama hasil kerajinan tangannya, cantik-cantik semua ya. Ditunggu cerita travelling selanjutnya :)

  8. bahan atau sisa bahan yang dianggap sampah atau entah dijadikan benda apapun, akan berakhir berbeda di tangan yang tepat. Hasil craft selalu menarik mata dan hati. Dalam hati suka kepikiran, kok bisa ya dia punya ide bisa buat barang kreatif. sedangkan saya munkin karena jiwa seni yg kurang agak-agak mentok dalam hal kerajinan tangan :)

  9. Limbah kelapa ternyata bisa jadi produk estetik dengan nilai jual yang baik ya Kak. Salut melihat kreativitas para pengrajin Indonesia yang selalu menemukan peluang usaha dari modal kekayaan kita yang luar biasa

    • Orang Indonesia itu memang terkenal kreatif dan terlahir dari banyak jenis seniman. Ini banyak disampaikan oleh orang-orang atau tamu yang berkunjung ke stand saya saat berpameran di luar negeri. Termasuk salah satunya berkreasi dengan limbah. Apapun itu jenisnya.

  10. Masyaallah limbah batok kelapa bisa diolah jadi barang-barang yang bermanfaat dan bagus-bagus pula ya mba. Keren bangeett.. ini juga bisa jadi inspirasi untuk kita semua untuk lebih kreatif mengolah limbah di sekitar kita

Leave a Reply

Your email address will not be published.

About Me

Annie Nugraha adalah ibu dua orang anak yang saat ini tinggal di Cikarang, Kabupaten Bekasi. Hobinya membaca, nonton berbagai genre film dan drama serta mengulik beragam dunia kreativitas. Selain mendalami dunia tulis menulis, Annie Nugraha juga adalah seorang pengajar, crafterwire jewelry designer dan pembelajar aktif di dunia photography.


Annie Nugraha dapat dihubungi via email annie.nugraha@gmail.com, atau  WA +62-811-108-582. Profilnya juga bisa dilihat di IG : @annie_nugraha, @annie_nugraha_handmade_jewelry
(untuk karya-karya perhiasan handmade dan @pondok_antologi (untuk jejak langkah di dunia publishing dan literasi)

Blog ini adalah sebuah legacy. Warisan bagi siapa pun yang sempat mengenalnya. Sebuah kenangan tak bernilai jika di satu masa hanya tulisan-tulisan inilah yang menjadi bukti bahwa dia pernah hadir dan ada di dunia.