MONKEY FOREST Ubud. Destinasi Wisata Lawas yang (Masih) Populer di BALI

Saya mengenal Monkey Forest Ubud sejak masih berusia 6-7tahun.  Waktu itu, saya dan keluarga besar liburan ke Bali dalam waktu yang cukup lama, dan tempat ini adalah salah satu destinasi yang wajib kunjung selain Istana Presiden di Tampak Siring, Pantai Kuta, Pantai Sanur dan Pura Besakih.  5 tempat wisata yang paling populer di awal 70an, jaman Bali masih bersih, sepi, dan belum banyak bangunan [tah jaman kuda gigit besi itu ya].

Masih inget banget waktu itu saya berpegangan tangan begitu erat sama Ibu selama di dalam hutan karena monyet-monyet yang berkeliaran agresif gak ketulungan.  Baju dan rambut saya sempat ditarik-tarik dan jeritan tangispun menggema ke seluruh hutan [ayo siapa yang nangis? hahaha].  Sejak kejadian itu, saya trauma masuk ke Monkey Forest.  Jadi walaupun di tahun tahun berikutnya, berpuluh-puluh kali saya ke Bali, gak pernah terlintas untuk masuk demi bernostalgia atau sekedar bersapa dengan asal usul manusia yang [katanya] pernah diungkapkan Darwin ini.  Apalagi balas dendam dengan monyet yang dulu sempat ngusilin saya.  Laahh ya gak mungkin lah, wong usia monyet itu maksimal 20tahun [monyet betina], sementara monyet jantan lebih pendek lagi umurnya.

MONKEY FOREST Ubud. Destinasi Wisata Lawas yang (Masih) Populer di BALI

Tapi ketika di awal Agustus 2018, sambil mengisi waktu lowong di Ubud selama 3 hari 2 malam, saya memutuskan untuk mengajak Ika mengisi rongga paru-paru dengan udara segar dengan ngider seputaran Ubud Terrace Bungalow, tempat kami menginap.

Baca juga UBUD TERRACE BUNGALOW | Akhir Pekan Yang Hening, Tenang, dan Damai di Ubud

Seusai berdiskusi di malam hari sebelumnya, kami sepakat untuk jalan kaki ke Monkey Forest yang berjarak sekitar 200 meter dari Ubud Terrace di pagi hari selesai sarapan.  Gak jauh sih sebenarnya.  Tapi karena medan yang ditempuh turun naik, kami pun sempat ngos-ngosan [terutama saya hahaha].  Gak diburu waktu, saya dan Ika mengatur keluar masuk nafas sambil berjalan santai dan mampir ke beberapa outlet di sepanjang perjalanan.

Bonus jalan kaki pun harus kami terima ketika sampai di parkiran luar Monkey Forest.  Pintu masuk yang tadinya berada di depan, dekat parkiran di bagian luar, ternyata sudah hampir 10 bulan [dari waktu kami datang] dipindahkan ke dalam. Parkiran pun juga ikut dipindahkan dengan alokasi lahan yang sangat luas dan bisa menampung puluhan kendaraan roda empat, roda doa, dan tentu saja bis pariwisata.  Naahh gini dong.  Jalanan depan jadi jauh lebih lowong dan bebas macet.

MONKEY FOREST Ubud. Destinasi Wisata Lawas yang (Masih) Populer di BALI
Front Area yang meliputi counter penjualan tiket, area duduk-duduk, sebuah cafe kecil dan pintu masuk utama
MONKEY FOREST Ubud. Destinasi Wisata Lawas yang (Masih) Populer di BALI
Tempat duduk-duduk dengan pinggiran kolam yang tersedia di Front Area
MONKEY FOREST Ubud. Destinasi Wisata Lawas yang (Masih) Populer di BALI
Langit cerah dan taman di depan Front Area menyambut kedatangan kami

 

MONKEY FOREST Ubud. Destinasi Wisata Lawas yang (Masih) Populer di BALI
Taman luas dengan patung monyet yang gede banget di area depan

Bagi saya yang sudah puluhan tahun tidak ke sini, perubahan-perubahan fisik yang terhampar di depan mata, sungguh menjadi suguhan yang sangat menyenangkan.  Jalur lalu lintas kendaraan tampak rapih, pepohonan terlihat sangat terawat [walaupun masih pendek-pendek karena belum lama ditanam], patung-patung monyet dan beberapa patung lain khas Bali tampak bertengger di sana sini.  Sebuah rumah tiket yang cukup besar dengan atap berukir serta dikelilingi oleh sebuah kolam pun melengkapi perubahan ini.  Lebih dari nyaman untuk menerima tetamu yang tak pernah berhenti datang.

Sekilas Tentang Monkey Forest

Destinasi wisata yang berada di Desa Padangtegal dengan luas sekitar 12.5 hektar ini, beroperasi mulai pkl. 08:50 wita – 18:00 wita.  Menjual tiket Rp 50.000,-/orang dewasa dan Rp 40.000,-/orang anak-anak, Monkey Forest memiliki nama lain yaitu Mandala Suci Wenara Wana.  Berdasarkan Pura Purana, sebuah buku suci yang terbuat dari daun lontar, dokumen bersejarah dari suatu pura, tempat ini dibangun pada abad ke-14, dimasa pemerintahan kerajaan/dinasti Pejeng atau diawal dinasti Gelgel.  Di dalam tempat yang dianggap suci oleh masyarakat Bali ini, juga terdapat 3 buah Pura yaitu Pura Dalem Agung, Pura Beji, dan Pura Prajapati.

Berisikan kurang lebih 700 spesies kera dan 186 jenis pohon, tempat yang adalah salah satu dari paru-paru Ubud ini, memegang konsep Tri Hita Kirana.  Tri berarti Tiga.  Hita berarti Kebahagiaan, dan Kirana berarti Penyebab/Cara.  Jadi secara bersamaan Tri Hita Kirana dapat diartikan 3 Cara Untuk Mencapai Kebahagiaan.  Konseptual moto ini dilaksanakan demi menjaga 3 hubungan dengan sesama manusia, dengan alam sekitar, dan dengan Tuhan.

Begitu banyak pesan yang tersirat mengenai tempat ini.  Untuk nfo lebih lengkapnya dapat dibaca di www.monkeyforestubud.com

Mengeksplorasi Monkey Forest

MONKEY FOREST Ubud. Destinasi Wisata Lawas yang (Masih) Populer di BALI
Tiket Masuk Monkey Forest

Nama Mandala Suci Wenara Wana akan telihat di lembaran tiket yang kita terima.  Tiketnya bagus deh menurut saya.  Dengan sentuhan warna alam, di 1 lembar kertas ini, banyak informasi awal yang bisa kita dapat.  Informatif banget.  Dan tulisan Padangtegal Clean & Green, semakin menguatkan komitmen warga sekitar untuk menjaga kebersihan dan keasrian alam yang merupakan bagian dari hidup mereka. Totally Impressive!!

Melangkah masuk, masih berada di rumah tiket, ada sebuah cafe kecil yang menyediakan teh, kopi, dan kudapan-kudapan yang tampak menggoda.  Beberapa langkah dari sini, sebuah jembatan kayu terlihat indah dengan 2 ukiran puluhan kera yang megah tegak berdiri menyambut pengunjung.  Dibangun di atas rawa-rawa, melangkah di atas pijakan kayu ini, saya melihat serombongan bebek yang tampak asyik berjalan sambil mencari makan.  Lucu banget.

Lepas dari barisan kayu yang terpasang rapih, sekitar beberapa meter kemudian, kita akan ketemu sebuah terowongan dengan diorama tentang kehidupan kawanan kera.  Melumut di beberapa titik, diorama yang dilewati melukiskan berbagai ukiran kera ekor panjang, spesies kera terbanyak di Monkey Forest.

MONKEY FOREST Ubud. Destinasi Wisata Lawas yang (Masih) Populer di BALI
Jalan masuk dengan alas kayu Ulin yang membelah hutan
MONKEY FOREST Ubud. Destinasi Wisata Lawas yang (Masih) Populer di BALI
Spot foto favorit di jalan masuk
MONKEY FOREST Ubud. Destinasi Wisata Lawas yang (Masih) Populer di BALI
Terowongan di jalur masuk. Meskipun mulai banyak lumut yang meliputi dinding dioramanya, jalur ini keren banget buat pepotoan

 Mengikuti alur jalan dengan pepohonan tinggi di kedua sisi, gak salah jika tempat ini dijadikan salah satu sumber oksigen alam di Ubud.  Di beberapa tempat kita akan ketemu pohon-pohon tua yang akarnya tampak menyembul di atas tanah.  Bahkan banyak yang tumbuh menjuntai.  Jujur, sampe merinding ngeliatnya. Untuk saya yang memang lebih menyukai pantai ketimbang gunung, berada di sebuah hutan dengan suara binatang, badan pohon yang kekar, menua, dan nuansa lembab, ternyata butuh adaptasi yang tidak gampang.

Kok sampe segitunya ya? Tapi bener loh, apalagi pas ketemu sebuah jembatan batu penuh lumut, berdiri tinggi sekalil di atas sebuah sungai berair minim dengan dengan akar-akar pohon yang tampak ingin merengkuh kita.  Dan tempat ini, jembatan ini, sudah ratusan fotonya beredar di sosial media.  Photogenic dan fenomenal memang.  Pohon-pohon besar di sekitarnya pun seolah sudah menyatu dan menghadirkan object photography yang jarang kita temukan di tempat lain.  Di titik ini, sebagian besar wisatawan sering berdiri lama, mendongak, dan menikmati satu keajaiban tumbuhnya sebuah pohon yang sudah berusia ratusan tahun.

Jembatan kayu yang berkelok dan berjenjang di berbagai sudut, mengantarkan wisatawan semakin nyaman menikmati hutan.  Memotret dan dipotret bersih tanpa gangguan butuh perjuangan karena sebagian besar manusia yang berada di sini, tampak terpaku dalam waktu berlama-lama mengagumi keindahan hutan berkarakter kuat.  Entah menurut orang lain, tapi bagi saya hutan lebat yang saya nikmati saat itu, adalah salah satu karya lukis Sang Pencipta yang akan terus tumbuh dan menguasai sebagian dari keistimewaan Monkey Forest.

MONKEY FOREST Ubud. Destinasi Wisata Lawas yang (Masih) Populer di BALI
Jembatan berusia lanjut yang menemani sebuah pohon yang mungkin umurnya sudah ratusan tahun. Luar biasa photogenic

MONKEY FOREST Ubud. Destinasi Wisata Lawas yang (Masih) Populer di BALI MONKEY FOREST Ubud. Destinasi Wisata Lawas yang (Masih) Populer di BALI

MONKEY FOREST Ubud. Destinasi Wisata Lawas yang (Masih) Populer di BALI MONKEY FOREST Ubud. Destinasi Wisata Lawas yang (Masih) Populer di BALI

Terus monyet-monyet dimana? Tak lama setelah masuk dari gerbang depan tadi, di beberapa tempat saya melihat sekumpulan monyet yang tampak berkumpul untuk makan. Saya ternyata masih kurang begitu nyaman berada di dekat mereka karena pengalaman dijambak puluhan tahun yang lalu hahahaha.  Binatang omnivora yang satu ini, saya akui adalah salah satu dari sekian jenis binatang yang saya takuti selain anjing dan ular.  Mungkin karena mereka dibiarkan hidup liar dan cenderung agresif kali ya.  Makanya hampir di setiap penjuru ada larangan bagi pengunjung untuk membawa botol plastik atau makanan-makanan kesukaan mereka yang dibiarkan terlihat/terbuka [seperti pisang, kacang, dll] dalam plastik kresek.  Karena ini akan mengundang mereka untuk mengejar si pembawa.  Kita pun juga sangat dianjurkan untuk tetap tenang, tidak berlari atau kabur saat mereka mendekat.

Tapi gegara larangan ini, saya jadi kehausan akut.  Untuk orang yang gampang haus, sering minum air putih, berjalan sekian kilometer tanpa bawa minuman itu akhirnya jadi siksaan.  Dan di dalam hutan dah pasti kan gak bakalan ada warung untuk tempat jajan hahahaha.  Jadi, ketika menyadari bahwa keringnya tenggorokan sudah sangat menganggu plus kaki yang sudah terasa pegel, saya dan Ika memutuskan untuk keluar.  Lah kok ndilalah, persis di pintu keluar ada sebuah cafe dengan nuansa Mexican, Bohemian Cafe, yang keceh bener. Kamipun menghabiskan waktu di sini untuk beristirahat dan menikmati 2 gelas juice sambil [lagi-lagi] mengabadikan kenangan ini dalam lensa kamera.

MONKEY FOREST Ubud. Destinasi Wisata Lawas yang (Masih) Populer di BALI MONKEY FOREST Ubud. Destinasi Wisata Lawas yang (Masih) Populer di BALI

Baca juga Halal Ubud Burger | Resto Sahabat Muslim di Ubud, Bali

 

MONKEY FOREST Ubud. Destinasi Wisata Lawas yang (Masih) Populer di BALI

#MonkeyForest #UbudBali #MandalaSuciWenaraWana #BaliTourism #VisitBali #WonderfulBali #KelilingBali #WisataUbud

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

26 thoughts on “MONKEY FOREST Ubud. Destinasi Wisata Lawas yang (Masih) Populer di BALI”

  1. Aku dulu juga sebeelll banget ama para monyet di mari, Mba.
    Usilnya kelewatan dah, tapiii ngga sampe mewek siik, soale (seingatku) waktu itu karyawisata lulus SMP>
    Isin/malu kalo ketahuan nangis wkwkwkwk

    Reply
    • Hahahaha. Tapi emang bener sih Nur. Aku juga baru 2x kesini. Waktu umur 7tahun sama yang ini. Waktu kecil dulu juga nangis gerung-gerung karena diisengin dan sempat dikejar. Dikejarnya itu loh bikin trauma hahahaha.

    • Iya. Lucu tempatnya. Paling tidak bisa melepaskan dahaga setelah jalan-jalan jauh di dalam Monkey Forest

  2. Banyak banget perubahan demi memberikan kenyamanan pada pengunjung di Monkey forrest, lebih tertata jalan untuk menjelajah hutannya, dan tentunya lebih seru utk dieksplorasi.
    Ketahuan kalau sy juga termasuk pengunjung jadul.

    Reply
    • Hahahaha sama Mbak. Saya tuh terakhir kesini jaman masih SD. Dan kunjungan ini adalah kunjungan ke-2.

      Kaget juga dengan banyak perubahan yang ada. Terutama di bagian depan. Apalagi sekarang sudah dilengkapi dengan halaman parkir yang luas banget di dalam. Jadi tidak lagi menimbulkan kemacetan parah di jalan depan yang sudah bertahun-tahun terjadi dan menjadi salah satu bottle-neck nya lalu lintas Ubud.

  3. Perpaduan Baksil dan Tahura Bandung nih mbak

    bedanya di sini gak ada monyet (atau di Tahura ada? nanti saya cek :D)

    Saya juga lebih suka ngajak anak-anak ke kawasan hutan mbak, untuk memupuk kepedulian mereka

    ternyata berbuah manis, anak saya nomor 2 kecantol masuk fak.kehutanan UGM :D

    Reply
    • Duh saya pengen banget loh ke Tahura Bandung. Belum pernah kesampaian. Padahal sering ke Bandung. Apalagi ada jadwal arisan keluarga dan ketemu dengan anak sulungku yang kuliah di Bandung.

      Wah seneng ya kalau anak-anak sekolah di fakultas yang kita harapkan. Semoga ilmunya nanti bisa bermanfaat untuk publik dan lingkungan kita, khususnya kehutanan dan pelestarian alam.

  4. Baki tuh benar-benar mempesona dengan beragam wisata yg ditawarkan nya
    Monkey forest ini tampak nya jadi satu tujuan favorit termasuk bagi wisatawan luar negeri
    Tapi jujur aku agak paranoid sama kera yg agresif

    Reply
    • Betul banget Mbak Siti. Monkey Forest ini jadi favoritnya wisatawan asing. Sedikit sekali wisatawan domestik yang terlihat selama saya disini.

      Saya juga sempat trauma dengan kera karena sempat diusilin dan dikejar-kejar waktu kesini saat SD. Jadi waktu kembali kemari, saya jaga-jaga jarak banget.

  5. Wow, Mba Annie postingannya bikin saya mupeng mau jalan-jalan deh. Kapan lah ya saya ke Bali.. huhuhu… Tapi harga tiketnya lumayan juga ya, Mba. Mgkn krn bali sudah menjadi tempat populer wisatawan kali ya.

    Reply
    • Sekarang pilihan jalan darat juga sudah ok Mbak Ade. Kalau tinggal di Jakarta atau daerah-daerah lain di Jawa, bisa naik tol ke SBY kemudian sambung naik kapal laut dari Banyuwangi. Kalau bawa kendaraan sendiri, keliling Balinya juga lebih nyaman dan murah.

  6. Aku belum pernah kesini, tapi kalau lihat monyet bali pernah, waktu berkunjung ke uluwatu lihat pertunjukan tari kecak.

    Monyet di Uluwatu jahil dan suka merampas barang orang. aku sampe ketakutan saat didekatin monyet tersebut. kapan2 aku cobain deh main ke Mongkey Forest Ubud Bali

    Reply
    • Iya. Di Uluwatu juga banyak banget. Karena memang dulu itu masih hutan di sana. Jaman saya tinggal di Bali (1996-1997), daerah peradaban yg ada tempat tinggal manusia itu baru sebatas area UNUD (Universitas Udayana). Selainnya masih hutan yang penuh dengan monyet. Jadi waktu area itu dibabad dan mulai banyak rumah/tempat tinggal, masih banyak monyet yg dibiarkan hidup dan berkeliaran.

  7. Duh, ternyata Mbak Annie punya pengalaman dijambak juga ya oleh monkey. Agak trauma memang mbak. Aku pas usia 3-4 tahun gitu diajakan ke Bali, aku lupa nama daerahnya apa, Sangeh ya? Tau ah lupa. Monyetnya banyak banget. Pengalaman yang gak terlupakan tuh, ikat rambut saya yang ada hiasannya gitu (kan saya dulu biasanya rambut diikat dua, kiri kanan, nah diambil tuh oleh si monkey langsung dari rambut saya. Hadeeuw..kaget plus nangis lah aku.

    Reply
    • Betul. Dulu ada tempat yang namanya Sangeh. Di daerah Badung. Di situ juga ada monkey forestnya. Dan menurut cerita orang-orang sih di Sangeh memang monyetnya lebih galak-galak

  8. Kalau ke Monkey Forest berarti kudu nenteng botol minum ya, karena banyak hal menarik yang dieksplorasi di sini. Terlebih lagi sama jembatannya memang. Bentuknya dan ada yang bagian ukirannya itu, serta bagian yang menjuntai dari batang pohon makin menambah keren

    Reply
    • Betul Fen. Tempatnya tuh luas banget. Kalau lama-lama jalan di areanya pasti berasa haus. Apalagi di dalam kan gak ada cafe. Tapi baiknya botol air disimpan di dalam tas selama perjalanan. Jadi gak mengundang monyet-monyet untuk ngambil botolnya

    • Pohon yang fenonemal banget lah. Tumbuhnya juga dekat jembatan tua. Spot foto yang keren luar biasa.

      Banyak sih petugas di dalam yang ikut menjaga. Tapi memang lebih baik jangan pergi sendirian. Apalagi kalau pas di dalamnya lagi sepi.

  9. Mbaaaak, selalu mupeng deh kalau cerita ttg jalan2. Btw harga tiket dewasa dan anaknya kataku worth it ya apalagi kalau bisa menjelajahi tempat yg super gede dg masih banyak pepohonan ya mba.
    Mudah2an ada kesempatan utk ke Monkey Forest Ubud deh suatu hari ini amin

    Reply
    • Aamiin YRA. Semoga suatu saat bisa sampai sini ya Mbak Mei. Enaknya kalau jalan-jalan di sini, terasa banget udara segarnya. Apalagi Ubud kan daerah pegunungan yang memang udaranya lebih clear.

Leave a Comment