Juni 2016
Terakhir kali ke tempat wisata ini adalah ketika masih SD. Saat itu, kalo gak salah ingat, ada lapangan rumput luas, pohon beringin besar, danau tanpa pembatas di pinggirnya (belum disemen), dan sepasang pura (besar dan kecil) yang posisinya agak ke tengah. Pengunjung pada saat itu sebagian besar membawa makanan dan tikar, duduk di bawah pohon beringin itu, sambil menikmati hamparan rumput gajah yang tumbuh subur, dan tentu saja pemandangan danau serta puranya.
Kembali lagi, di Juni 2016, bersama Mbak Yayuk dan Michael (teman dari Jerman), semua sudah sangat berubah. Seluruh ingatan yang coba saya refresh selama 2.5jam perjalanan ke sini dari Denpasar, terhapus dengan keindahan lain yang hadir di depan mata.
Setelah menghabiskan hampir 2jam di Jatiluwih, Danau yang berada di kawasan Bedugul, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Badung ini, dapat kami tempuh hanya dalam hitungan 15menit. Tentu saja berkat keahlian Pak Made yang mengerti sekali jalan-jalan pintas di daerah ini.
Kesan pertama yang saya dapatkan adalah kebersihan. Terlindungi oleh pagar semen yang cukup tinggi dan halaman parkir yang luas, dan beberapa toko cenderamata, kita harus membayar tiket sebesar IDR 7.500/orang untuk WNI dan IDR 10.000/orang untuk wisatawan asing untuk masuk ke sini. Murah banget ya.

Melewati gerbang depan, mata akan langsung dimanjakan dengan landscape taman yang sangat rapih dan bersih. Rumput hijau membentang ditemani oleh pepohonan dan beberapa patung yang ditanam di beberapa sisi. Karena kontur tanah di sini agak tinggi, dari titik ini, kita sudah bisa melihat Danau Beratan dengan sekilas mata.
Danau ini adalah danau yang terletak paling timur dari 2 danau lain yang berlokasi tidak jauh yaitu Danau Tamblingan dan Danau Buyan, yang merupakan gugusan danau kembar di dalam sebuah kaldera besar. Karena lokasinya berada di jalur jalan antar provinsi yang menghubungkan Denpasar – Singaraja, Danau Beratan menjadi salah satu obyek wisata yang cukup strategis. Di danau tersebut terdapat Pura Ulun Danu yang merupakan tempat pemujaan kepada Sang Hyang Dewi Danu sebagai pemberi kesuburan. Dari berbagai informasi yang saya dapatkan Pura ini dibangun pada tahun 1633 dengan patung Budha di dalam pura.
Berjalan turun sekitar 200m (sisi tengah taman), melewati gapura, kita akan disambut dengan jalan setapak mengelilingi danau. Pohon beringin besar tampak (masih) berdiri kokoh dan anjungan untuk menyewa perahu (kalau tidak salah tiketnya IDR 25.000/perahu) serta taman bermain untuk anak-anak di sisi kanan. Sementara di sisi kiri, terlihat Pura Ulun Danu serta taman yang menghiasi jalur jalan bagi para pelancong.
Memasuki gapura, kita akan melihat bangunan pura khas Bali yang dicirikan oleh menaranya yang bertingkat (meru). Di dalam kompleks pura setidaknya terdapat beberapa bangunan bermenara yang memiliki atap bertingkat, yaitu menara dengan atap 11 tingkat, 7 tingkat, dan 3 tingkat. Keberadaan menara bertingkat tersebut menggambarkan pemujaan terhadap tiga dewa, yakni Dewa Wisnu (11 tingkat), Dewa Brahma (7 tingkat), dan Dewa Siwa (3 tingkat). Yang menarik, karena terletak di tepi danau yang agak rendah, membuat daratan di sekitar pura kerap tergenang air ketika debit air danau sedang meluap. Kondisi ini menciptakan pemandangan yang sangat indah, di mana kompleks pura dengan gugusan menara bertingkat-nya seolah-olah berada di tengah danau. Keadaan saat air meluap ini merupakan momen terbaik untuk memotret Pura Ulun Danu Beratan.
Keindahan Danau Beratan dan Pura Ulun Danu ini juga dapat kita lihat sehari-hari di Uang Kertas RI pecahan 50.000 emisi 2013, yang sampai saat saya menulis masih digunakan untuk bertransaksi sehari-hari dan masih berlaku untuk perdagangan di tanah air.
Menyisir jalan di pinggir danau, saya berusaha membingkai keindahan tempat ini dari berbagai sisi. Puas banget dengan hasil fotonya. Rumput hijau setinggi dengkul orang dewasa tampak memagari Pura. Bunga-bunga warna warni tertanam berjejer. Mendekat ke gerbang masuk Pura, terlihat 2patung berdiri di sebuah gerbang besi kecil dilengkapi dengan 2 payung berwarna kuning keemasan dan putih. Karena terawat dengan baik dan tak terlihat sampah berserakan, tempat ini sangat cantik untuk dijadikan obyek foto.
Mengayunkan langkah sekitar 100m ke arah kiri, saya menemukan sudut ciamik lain dari Pura ini. Terlihat air danau yang sedikit surut dan taman yang meliuk-liuk sepanjang jalan. Dari arah sini, tampak Gunung Batur terbentang cantik diselimuti awan yang sempat gelap karena rintik hujan. Saya menemukan komposisi warna yang luar biasa indah antara langit, gunung, air dan tanaman yang tumbuh subur. Masya Allah. Gak ada kata pujian yang pas untuk bisa menikmati semua ini dalam satu tempat.
Berbelok ke kiri, di titik awal jalan panjang dengan pohon tinggi di sisi kanan dan kiri, ada sebuah kurungan besar dengan dinding tinggi berlubang dan penuh tanaman. Tadinya saya mengira di sini tempat pemeliharaan tanaman. Tapi setelah mengintip lebih dekat, saya melihat ada 2 ekor menjangan/rusa yang ukurannya lumayan besar. Aahh ternyata bau kotoran seperti pupuk tanaman berasal dari sini. Saya tidak menemukan tulisan atau petunjuk apapun mengenai binatang yang ada di dalam situ. Okelah.
Menyambung eksplorasi, sambil menunggu Michael yang tampaknya masih larut dalam lamunan di depan Pura, saya menikmati sebuah jalan kecil panjang dengan pohon-pohon tinggi langsing seperti fotomodel anorexia. Ada patung harimau mangap dan bale-bale panjang di sisi kanan (foto). Di bale-bale diletakkan berbagai peralatan gamelan yang seperti memang properti tempat ini.
Jalan ini mengajak para pengunjung untuk melihat taman besar luas yang kalau tadi kita masuk (di entrance gate) berada di sisi kiri. Selain aneka bunga yang sepertinya baru selesai ditanam kembali, ada beberapa sangkar burung (tentu saja dengan burungnya) yang menyediakan jasa berfoto bersama, patung beberapa binatang, dan tugu pemugaran Danau Beratan dengan hiasan batu-batu buatan yang mengelilinginya. Di beberapa titik juga terlihat bangku-bangku panjang yang terlihat sangat menyatu dengan pengaturan taman.
Melanjutkan perjalanan ke arah pintu keluar, saya melihat ada restoran yang cukup besar, yang bangunannya berada persis di kanan pintu masuk. Melewati tempat nongkrong ini, saya berbelok ke kanan dan menelusuri berbagai toko cendera mata hingga mencapai lahan parkir kembali.
Next trip ke Bali mau balik ke sini lagi ah. Kemungkinan besar, bunga-bunga yang baru ditanam yang saya lewati tadi, pasti sudah tumbuh dan berkembang. Kebayang, mestinya bagus banget buat difoto-foto.