Saat Desa Penglipuran Mengijinkan Saya Kembali

Saat Desa Penglipuran Mengijinkan Saya Kembali
salah satu sudut taman di dekat lingkungan tempat tinggal penduduk dan pintu masuk tengah

Kekaguman akan indahnya kerajinan keramik di SERAYU Pottery & Terracota (SERAYU) belum berakhir di benak saya, saat rombongan kami tiba di Desa Penglipuran. Perjalanannya tak lama. Tak lebih dari 30 menitan. Tapi diantara belasan menit tersebut saya menyempatkan diri membagikan foto terbaik saat memotret di SERAYU tadi. Satu fase cerita kunjungan ke Bali di minggu terakhir Desember 2021 yang tak sabar ingin saya bagikan ke ribuan followers Instagram saya (halah sok ngetop, padahal yang nge-like postingannya cuma seujung segelintir manusia hahaha).

Saya berpesan kepada Bli Nyoman untuk parkir di sisi utara saja karena di sisi inilah ada lahan parkir yang lumayan luas serta nyaman. Setidaknya kendaraan tidak berada di bahu jalan yang bisa menghambat lalu lintas.

“Wah, Ibu tampaknya sudah hafal sekali ya?” sahut Bli Nyoman sambil melirik ke arah saya yang duduk di tengah. Pertanyaan bonus senyum khas yang begitu bersahabat.

“Ini sepertinya bakal jadi kunjungan saya yang keempat Bli. Yang belum itu nginapnya. Dan anehnya juga setiap ke Penglipuran saya selalu disambut dengan hujan. Nah mungkin dikunjungan sekarang atau berikutnya saya dapat hadiah payung,” jawab saya semangat. Mencoba melucu tapi garing. Nyatanya yang ketawa cuma Bli Nyoman. Itu alasan kenapa saya gagal lolos babak penyisihan stand up comedy. Kegaringan tiada akhir. Ampun.

Gak berapa lama turun dari mobil dan melangkah, rintik hujan pun pelan-pelan menghantam bumi dan mulai membasahi kepala dan baju kami. Taelah. Baru juga bayar HTM. Tapi ternyata hujan di Penglipuran udah amat sangat merindukan saya.

“Yaaaahhh hujan beneran deh,” teriak saya dalam hati. Meski Bli Nyoman mengiringi kami dan sudah siap dengan beberapa payung yang cukup besar, saya tetap merasakan sendu karena ini jadi pertanda bahwa saya lagi-lagi gagal mengambil rangkaian foto dengan langit biru dan awan putih yang sejatinya bakal menyempurnakan hijaunya lingkungan Desa Penglipuran.

Yup. Desa Penglipuran. Satu dari sepuluh desa terbersih di dunia dan pada 7 Desember 2021 yang lalu mendapatkan penghargaan sebagai DESA WISATA MANDIRI INSPIRATIF. Penghargaan versi dan diberikan oleh ADWI (Asosiasi Desa Wisata Indonesia), salah satu program unggulan dan kebanggaan dari KEMENPAREKRAF (Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) Republik Indonesia.

Ah ketemu lagi kita ya Desa Penglipuran. Terimakasih sudah mengijinkan saya kembali.

BACA JUGA : PENGLIPURAN BALI. SATU DARI SEPULUH DESA TERBERSIH DI DUNIA
Saat Desa Penglipuran Mengijinkan Saya Kembali
sepanjang mata memandang jalur utama desa penglipuran. bersih, nyaman dan mengesankan. sayang cuaca dan langit nya kurang bersahabat untuk melahirkan foto-foto yang lebih cantik

Menelusuri Jalan Utama Desa

Di ketibaan saya sekali ini, lagi-lagi disambut oleh langit menggelap dengan rintik hujan yang turun tidak konsisten. Saya sempat menunggu di sudut tertinggi jalan utama desa dengan beberapa tangga semen berukuran cukup lebar. Di bagian atas jalan utama ini ada sebuah pura yang selama saya kemari tidak pernah kelihatan terbuka untuk umum. Di depan pura ini ada halaman yang cukup luas serta sebuah bale-bale yang lumayan besar untuk sekedar duduk-duduk atau berkumpul sembari bersenda gurau dan menunggu.

Para wisatawan biasanya berdiri di ujung tangga tersebut. Ada yang sibuk berfoto. Tapi ada juga yang sekedar memandang indahnya jalan utama dengan semen bebatuan serta nuansa hijau yang terbentang lurus. Keindahannya dilengkapi dengan bunga-bunga berwarna-warni, berbagai jenis, di kanan dan kiri jalan. Terlihat juga pagar-pagar semen setinggi sekitar 2 meter dengan Angkul-angkul atau pintu/gerbang depan rumah khas Bali yang beratapkan bambu.

Saya mengajak Fiona untuk masuk ke rumah pertama yang ada di sisi kiri jalan. Bukan dengan tujuan memotret tapi karena ingin membeli selembar baju untuk anak saya itu, yang terlihat basah kuyup setelah menelusuri air terjun Cepung. Selain toko kecil dengan beragam pakaian dan kaos, disini juga menjual topi, tas selempang, camilan/makanan kecil, buah salak, serta minuman dingin dan hangat. Setelah pilah pilih, Fiona akhirnya membeli sebuah baju katun putih lengan panjang yang diberi ornamen machine embroidery berwarna biru. Lumayan kok ternyata kualitasnya karena bahan katun kan memang nyaman di tubuh. Saya pun akhirnya memutuskan untuk membeli 1 buah topi anyam dengan pinggiran bergelombang dan sebuah pita centil yang menempel di bagian tengah. Untuk 2 item ini saya cuma membayar 100ribu. Murahlah ya.

Keputusan untuk membeli topi ini ternyata tepat karena sepanjang jalan menelusuri desa dari posisi tertinggi (utara) sampai hanya di bagian tengah, kami ditemani oleh hujan yang enggan banget untuk berhenti. Karena tak nyaman berlama-lama, saya hanya menyempatkan diri memotret berbagai bunga-bunga yang tumbuh subur di sepanjang jalan. Lalu saat hujan mendadak deras, kami masuk ke sebuah rumah penduduk yang juga membuka warung kecil di belakang Sanggah. Tempat ibadah yang menjadi bangunan terdepan dari setiap rumah yang ada di desa Penglipuran ini.

Sembari menunggu hujan sedikit mereda dan memungkinkan melanjutkan langkah, saya mencoba minuman khas Desa Penglipuran yang namanya Loloh Cemcem di salah satu rumah penduduk. Menurut Mbok yang menawarkan kami minuman ini, Loloh Cemcem memiliki kandungan yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh. Salah satunya adalah untuk menyembuhkan panas dalam. Mirip seperti beras kencur atau kunyit asam yang menjadi signature drinks nya Jawa. Warnanya juga mirip. Didominasi oleh warna gelap dan tidak kuning terang. Awalnya saya ragu untuk mencoba karena barusan menghabiskan air mineral satu botol penuh. Tapi melihat decapan dan komentar enak dari rekan-rekan seperjalanan, akhirnya saya pun meneguk minuman kesehatan ini.

Rasanya lebih mirip juice kedondong. Ya iyalah. Loloh Cemcem memang dibuat dari cemcem atau daun kedondong hutan. Dan itu enak banget. Apalagi dihidangkan dingin. Jadi tanpa ragu Loloh Cemcem seukuran botol air mineral 300ml pun lancar meluncur melewati tenggorokan saya. MashaAllah. Meski berada di tengah hujan deras, saya merasakan kenyamanan minuman dingin yang sungguh menyegarkan. Leason learned. Ternyata loh cold drinks tuh cocok juga untuk cuaca dingin. Apalagi jika seenak Loloh Cemcem ini.

Satu lagi yang perlu dicatat adalah bahwa nyatanya hampir di setiap rumah penduduk ada warung yang menjajakan berbagai produk serta sajian yang cukup menghibur. Usaha sederhana ini, menurut saya, adalah kegiatan bermanfaat untuk mendukung pariwisata di desa terbersih di tanah air ini. Tentu saja sekaligus memberikan pemasukan rutin bagi penduduk setempat. Keadaan inilah yang sepertinya menghubungkan konsep desa wisata berbasis kemasyarakatan. Dimana artinya adalah pariwisata harus mensejahterakan bangsa, tidak merusak budaya, mendukung kehidupan perekonomian dan dengan tetap memelihara kebaikan lingkunan.

Saat Desa Penglipuran Mengijinkan Saya Kembali
beberapa anak tangga yang adalah sisi tertinggi dari jalanan utama desa penglipuran. tampak angkul-angkul sebuah pura yang sarat dengan ukiran cantik dengan ukuran yang tinggi menjulang
Saat Desa Penglipuran Mengijinkan Saya Kembali
beberapa atap pelinggihan yang ada di dalam sanggah (pura keluarga)
Saat Desa Penglipuran Mengijinkan Saya Kembali
angkul-angkul dan sanggah yang berada di sisi kiri rumah penduduk yang kami kunjungi. foto diambil saat saya duduk di bagian depan warung rumah. saya mendadak teringat, entah di kunjungan keberapa, saya juga pernah masuk dan minum di rumah ini

Merambah Pengetahuan Tentang Desa Penglipuran

Salah satu manfaat dari bergabung dengan komunitas yang memiliki minat yang sama adalah kesempatan menambah pengetahuan selain tentu saja mempererat silaturahmi dan memperluas network. Dan itu sangat saya rasakan saat berada di sebuah komunitas Blogging Happy Family.

Komunitas ini berisikan ratusan blogger dengan beragam niche dan rutin berbagi link tulisan masing-masing secara berkala. Yang lain memberikan dukungan dengan cara membuka, membaca dan memberikan komen di artikel-artikel tersebut. Komen yang berkualitas tentunya.

Dari rutinitas berbagi inilah, saya akhirnya mendapatkan banyak insight, upskilling menulis, menambah pengetahuan dan tentu saja mempelajari berbagai cara/teknik menuangkan diksi yang nyatanya mampu menyemangati saya untuk terus menulis serta tak henti membaca.

Nah, adalah disatu waktu saat saya ikut dalam sharing ini, saya menemukan tulisan seorang sahabat blogger, Nanik Nara (Nanik), lewat blog nya yang berjudul Kisah Keluarga Nara. Nanik yang kebetulan adalah seorang abdi negara, menuliskan kisah perjalanannya saat sedang menjalankan tugas di Bali. Salah satu dari sekian banyak kegiatan adalah berkunjung ke Desa Penglipuran sembari mendalami budaya serta adat istiadat yang berlaku di desa tersebut. Termasuk diantaranya tata ruang dan bangunan yang sudah berdiri di desa sejak puluhan tahun yang lalu. Dan informasi yang sudah didapatkan oleh Nanik berasal dari mereka yang memang adalah pemegang kepentingan (stakeholders) akan keterbelangsungan kehidupan masyarakat Desa Penglipuran. Lewat mereka jugalah semua sistem tradisional tetap terjaga, lestari dan berkesinambungan.

Saya pun langsung semangat menelusuri sekian banyak informasi edukasi yang dituliskan oleh Nanik dan belum pernah saya dapatkan saat berulangkali menginjakkan kaki di Desa Penglipuran. Satu privelege dan atau kesempatan meraih informasi yang sejauh ini belum pernah terjadi pada saya. Karena kebetulan, selama bolak-balik ke Desa Penglipuran, saya tidak pernah bertemu dengan tour leader atau pemandu wisata yang bisa menjelaskan, menjawab dan merinci semua keingintahuan saya tentang desa istimewa ini.

Jadi betapa bahagianya saya saat membaca artikel Nanik berikut ini dan akan menuliskannya kembali agar dapat saya baca berulangkali. Termasuk tentu saja sebagai tambahan ilmu wisata bagi para pembaca setia blog saya.

baca juga : tata ruang dan rumah adat warga penglipuran bali
baca juga : desa adat penglipuran. dewa wisata mandiri inspiratif 2021
Saat Desa Penglipuran Mengijinkan Saya Kembali
saya dan dedaunan yang tumbuh subur di sisi depan rumah penduduk. menggunakan topi anyam dengan pinggiran bergelombang
Saat Desa Penglipuran Mengijinkan Saya Kembali
tetap berpose di tengah langit yang muram

Saat saya keluar dari rumah yang menyajikan minuman tradisional tadi, sebelum belok ke kiri, saya menemukan sebuah plang besi yang bertuliskan PARAHYANGAN, PAWONGAN dan PALEMAHAN. Ketiga kata yang sebelumnya saya baca di artikel yang sudah ditulis oleh Nanik sebelum saya berangkat ke Bali. 3 kata yang sejatinya adalah Konsep Tata Desa Penglipuran yang dikenal sebagai TRI MANDALA.

Parahyangan diartikan sebagai tempat pemujaan. Berada di bagian utara dari keseluruhan area desa. Zona yang disucikan ini terdiri atas pura (Penataran, Puseh, Dukuh, Ratu Rambut Sri Sedana, Empu Aji dan Penaluah), balai (Kulkul dan Patok), hutan kayu seluas 1.5 hektar dan hutan bambu seluas 45 hektar. Saya sempat melewati hutan ini sekaligus memotretnya saat kunjungan pertama. Awalnya saya kira nyasar. Tapi ternyata jalan dan hutan bambu yang baru saya lewati itu adalah bagian dari Desa Penglipuran. Bambu-bambu ini digunakan hanya oleh penduduk setempat dengan tujuan memproduksi berbagai kerajinan tangan dan kebutuhan lain yang berhubungan dengan aktivitas desa. Dan di dalam hutan bambu ini juga ada 2 pura yaitu Empu Haji dan Empu Naluhan.

Pawongan adalah bagian tengah yang diartikan sebagai penghuni rumah/penduduk. Di bagian ini ada 72 pekarangan, area pemukiman penduduk, pura (Catuspata, Ratu, Dalem Tampungan), balai (Kulkul, Banjar Adat, Gardu, Masyarakat) dan Karang Memadu. Banjar Adat inilah yang seringkali digunakan sebagai tempat beberapa acara atau menerima tamu dalam jumlah yang besar. Saya seringkali mendengar pihak pengurus Desa Penglipuran menyambut berbagai rombongan yang meriah terdengar lewat loudspeaker dan sound system yang besar terpasang.

Satu yang istimewa adalah Karang Memadu. Tempat ini sengaja disediakan untuk mengucilkan mereka yang melakukan poligami atau poliandri. Satu hal yang dilarang oleh adat yang berlaku di desa Penglipuran. Kalau saya baca dari artikel Nanik, sejauh ini belum ada satupun pelaku yang harus diasingkan di Karang Memadu.

Palemahan berarti lingkungan. Bagian terbawah dari keseluruhan area desa. Dimana ada Tugu Pahlawan, beberapa pura (Pelapuan, Dalem Pingit, Ratu Mas Manik Melasem, dan Ratu Sakti Gede Tungkub). Di bagian bawah yang juga adalah sisi selatan ini ada juga kuburan warga, lahan pertanian dan rumah penduduk.

Cerita tentang kuburan ini juga jadi satu bagian yang istimewa. Tidak seperti biasanya masyarakat Bali yang melakukan pembakaran atas jenazah (ngaben), warga desa Penglipuran memiliki kebijakan sendiri atas yang wafat. Mereka melakukan penguburan seperti biasa (di dalam tanah) dengan ketentuan bahwa jenazah lelaki dimakamkan tengkurap/telungkup sementara jenazah perempuan ditaruh telentang.

Membahas tentang rumah penduduk, Desa Penglipuran memberlakukan 4 unsur utama rumah, yaitu: Angkul-angkul (gerbang masuk dengan lebar sekitar 1.5meter beratapkan bambu), Sanggah ( tempat ibadah) yang diletakkan di halaman depan, Dapur Tradisional (rumah khusus untuk memasak berdinding bambu dan tentu saja dengan peralatan masak yang tradisional) serta Balai Saka Enam (bale bertiang enam) yang bentuknya seperti pendopo. Setelah 4 unsur utama ini, di bagian belakang ada bangunan modern dengan parkir kendaraan. Bagian depan rumah adalah Angkul-angkul yang menghadap ke jalan utama desa. Sementara bagian belakang adalah bangunan modern itu. Di dinding atau pagar yang memisahkan antar tetangga, dibuat juga 2 pintu yang menghubungkan rumah warga dengan tetangga yang berada di sisi kanan sisi kiri.

Saat Desa Penglipuran Mengijinkan Saya Kembali
plant nursery yang ada di bagian tengah desa

Melangkah Pulang dan Berharap Kembali

Saat Desa Penglipuran Mengijinkan Saya Kembali
plant nursery terlihat dari sisi depan

Hujan yang semakin deras ternyata membuat saya enggan untuk bertahan. Padahal saya terus terang banyak berharap untuk lebih bisa mengeksplorasi desa ini serta memotret banyak sudut dengan gear baru yang saya miliki. Menimbang langit yang tak kunjung cerah alias betah berwarna gelap bahkan semakin parah, keraguan untuk tetap tinggal di desa ini pun semakin menguat.

Karena kadung sudah berada di bagian tengah desa, kami mengontak Bli Nyoman untuk menjemput kami di sisi ini. Surprisingly, saya menemukan sederetan stand pameran kerajinan industri kecil dan tanaman hias dalam rangka Penglipuran Village Festival. Beberapa outlet terlihat begitu menarik dan ingin saya hampiri. Pengen ih mampir lihat-lihat. Tapi karena mengingat bahwa di tengah ini tak ada tempat khusus untuk memarkirkan mobil, saya pun bersegera pergi setelah sebelumnya sempat mampir ke toilet yang bersihnya juga patut diacungi jempol. Air juga terasa loh dingin dan beningnya.

Saat Bli Nyoman kembali menghidupkan kendaraan, saya sempatkan menyampaikan harapan kepada Yang Kuasa agar saya dipanjangkan umur dan rezeki untuk ke desa Penglipuran lagi. Ingin sekalian nginap di guest house nya. Setidaknya 2 hari 1 malam dan mengisi waktu-waktu menginap tersebut dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat. Lalu bertemu dengan siapapun yang bisa dan mau berbagi tentang lebih banyak kisah dan sejarah tentang desa yang tampak tenang, damai dan tentu saja bersih luar biasa.

Berada di desa yang penuh dengan kenangan seperti Penglipuran ini, juga memberikan kesempatan kepada kita untuk self healing, menyegarkan diri dengan suasana baru yang menyenangkan. Satu kondisi yang tentunya akan memberikan manfaat kesehatan inner kita, pribadi kita. Sama seperti halnya kita membuat sebuah jurnal syukur yang dapat kita akses lewat berbagai artikel yang ditulis oleh rekan blogger saya, Rani Noona.

Sampai ketemu lagi ya Penglipuran.

Saat Desa Penglipuran Mengijinkan Saya Kembali
salah satu stand tanaman hias yang bergabung dalam penglipuran village festival
Saat Desa Penglipuran Mengijinkan Saya Kembali
sederetan stand fashion, kerajinan tangan dan makanan khas yang dihadirkan oleh ukm untuk penglipuran village festival
Saat Desa Penglipuran Mengijinkan Saya Kembali

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

38 thoughts on “Saat Desa Penglipuran Mengijinkan Saya Kembali”

  1. Eh ada namaku di sebut. Hadir mbak….

    Wah kebetulan agak sepi juga ya mbak pas ke sana, bisa dapat foto dengan keadaan bersih dari lalu lalang pengunjung lain. Sayangnya segera di sambut hujan ya belum lama di sana, jadi kurang maksimal deh eksplorasinya.

    Pas pertama lihat warna ijo loloh cemcem saya juga enggan untuk meminumnya, tapi setelah ada teman mencoba dan katanya enak, segar, saya pun jadi ikutan minum juga. Nggak suma seteguk, tapi sebotol

    Reply
    • Sebenarnya banyak ini pengunjungnya Mbak. Tapi karena hujan rintik-rintik, banyak yang melipir dulu. Sementara saya nekad tetap motret hahahaha.

      Nah kan. Enak ya Loloh Cemcem. Seger pake banget. Pengen dituangin ke gelas terus dikasih es batu. Lebih ok kali ya.

      BTW, terimakasih untuk ijinnya mengcopy beberapa informasi edukasi dari blog nya Mbak Nanik ya. Semoga membawa berkah

  2. Lima tahunnlalu pernah ke desa Panglipuran sebagai salah satu destinasi wisata di Bali, di tempat itu pula terjadi dialog perihal desa tersebut. Memang desa Panglipuran desa percontohan, bersih, Bali punya

    Reply
    • Aamiin YRA. Wah musti balik lagi kalau gitu. Tempatnya menyenangkan. Salah satu destinasi wisata yang berbeda dari yang lain

  3. Suka banget dengan part ini:
    “Pariwisata harus mensejahterakan bangsa, tidak merusak budaya, mendukung kehidupan perekonomian dan dengan tetap memelihara kebaikan lingkunan”
    Yes, saya pernah sekali mengunjungi Desa Panglipuran ini. Dan saya setuju jika desa ini menjadi desa wisata percontohan

    Reply
    • Setuju banget Mas Taufiq. Saya punya rencana untuk nginap disini pas perayaan Galungan atau Kuningan. Menurut teman yang pernah mengalami, di 2 perayaan ini, Penglipuran biasanya bersolek cantik. Jadi motretnya bakal lebih bagus lagi.

  4. Masyallah berkesempatan main lagi kesana ya bu, tidak pernah bosan apalagi tempatnya luar biasa membuat tenang hati untuk benar-benar liburan

    Reply
    • Betul. Dan berharap di kunjungan ke-5 tidak bertemu lagi dengan hujan. Jadi bisa motret dengan langit biru, awan putih, yang cantik berkolaborasi dengan hijaunya desa.

  5. Happy Sunday kak Annie, menarik nih cerita tentang Desa Penglipuran yang ternyata masuk 10 besar desa terbersih di dunia.Wow…keren ini,itu desa berarti tidak ada sampah yang berceceran ya kak. Penasaran nih dengan minuman Loloh Cemcem, rasanya mungkin kalau di Jakarta di restoran Chines ada juice kedondong kiamboi, asam asam seger gitu kali ya. Harganya berapa kak? kepoh deh,hiks.
    Menarik lagi nih hebat ya disana disediakan tempat Karang Memadu. Disiplin ya warga Bali untuk tidak mengotori desanya untuk menjadi pelaku poligami ataupun poliandri, Andai di Jakarta ada juga seperti itu ya? mungkin mikir juga sebelum melakukan, malunya itu loh…

    Reply
    • 4 kali saya kemari, tak satupun sampah saya temukan Kak. Penduduknya juga ramah-ramah. Terlihat sekali mereka sangat siap menjadi tuan rumah wisata yang berkualitas.

      Naahh iya bener. Mirip dengan Kedondong Kiamboi. Itu juga enak banget Kak. Meski tampilan fisik/visualnya tidak seindah minuman-minuman ala cafe.

    • Setuju Mas. Kebersihan dan keunikan penataan lingkungannya jadi point plus desa ini pantas jadi destinasi wisata utama di Bali.

  6. Masya Allah, senang sekali pastinya ya bisa kembali menjejak kaki di Desa Penglipuran ini. Pemandangannya indah, bersih, dan wow masuk je jajaran terbersih skala dunia. Membanggakan. Duh, semoga saya juga berkesempatan main ke sana. Aamiin ya robbal alamin. :D

    Reply
  7. daun kedondong ternyata bisa dibuat minuman ya?

    kalo di Jabar untuk lalapan Mbak, hehehe kayanya di tanah Pasundan gak ada yang gak bisa dilalap

    duh mupeng pingin kesini Mbak, indah dan bersihhhh

    Reply
    • Hahahaha. Kalo urang Sunda mah dilepas di kebon aja bisa hidup Mbak hahahahaha. Saking hobinya sama lalapan. Saya juga surprise waktu dikasih tahu bahwa itu dari daun kedondong hutan. Dan karena memang suka minuman kedondong, 300ml lancar banget saya teguk hahahaha.

      Aamiin YRA. Semoga suatu saat bisa sampai sini ya Mbak.

  8. Meski awannya yang mendung, tapi tetep syahdu pas di foto. Jadinya gambar lebih epik dan bercerita.

    Tentunya Desa Penglipuran ini bisa memberikan semangat untuk para warganya dalam meningkatkan perekonomian dalam bidang wisata.

    Reply
  9. Aku ikut terpesona dengan Desa Penglipuran ini saat nonton vlog youtubenya Dzawin Nur waktu dia ke sini, bener-bener asri dan menjaga tradisi dengan sangat baik. Dan kini aku jadi nambah takjub setelah membaca cerita mbak Annie, ikut merasakan adem saat menunggu hujan dan minum minuman anti panas dalam

    Reply
  10. Lihat foto-fotonya seneng banget Mba… apalagi kalau bisa melihat langsung. Terakhir ke Bali dua tahun lebih yang lalu…. Jadi pengen ke Bali terutama ke desa Penglipuran ini. Seneng banget kalau bisa ke sana.

    Reply
  11. MasyaAllah, bentuk desa wisata ini indah sekali. Bentuknya terlihat pemukiman khas lokal, tapi sangat tertata dengan rapi. Cantik memang pemandangan Indonesia Timur itu, bismillah semoga saya bisa berkeliling Indonesia, aamiin

    Reply
  12. Kalo tulisan tentang Bali, Mba Annie memang jagonya. Entah mengapa, setiap kali selesai baca tulisan tentang Bali yang Mba tuliskan, sebelum closed tab, saya selalu berdoa semoga kesempatan menginjak Bali bisa segera menghampiriku

    Reply
  13. Sepertinya desa panglipuran itu destinasi yang wajib dikunjungi ya… Menarik, seluruh willayah desa bisa bersih dan tertata rapi begini…

    Reply
    • Setuju banget. Desa Penglipuran sendiri sudah punya nama besar di kancah internasional. Yang saya telusuri adalah bahwa setiap orang mencari referensi tempat di Bali yang WAJIB DIKUNJUNGI, maka mereka akan menemukan Penglipuran di dalam list tersebut.

  14. selalu suka cara mbak Annie bertutur setiap kalimatnya, saya yang pernah ke desa Penglipuran mendapat banyak hal baru yang nggak saya ketahui sebelumnya. Tentang Parahyangan Pawongan dkk. Bahkan saya pun beli Loloh Cemcem juga ya langsung diminum aja, tanpa tahu ternyata ada khasiatnya. Meski langit sedang mendung, tapi foto-fotonya tetap terbaik deh yuk Annie ini :D pas angelnya. Jadi seakan berada disana. Semoga aku pun bisa kembali ke Penglipuran lagi :)

    Reply
    • Alhamdulillah. Terimakasih untuk complimentnya.

      Wah berarti pernah merasakan keseruan yang sama dengan apa yang saya alami ya Mbak. Saya juga pengen kembali nih. Meski sudah ke Penglipuran sampe 4 kali hahaha. Penasaran pengen eksis disana dalam kondisi langit terang benderang. Hasil fotonya pasti akan jauh lebih cantik dan paripurna.

  15. Sudah pernah dengar soal Desa Panglipuran tapi baru ini baca artikel terkait. Menarik banget, Mba Annie. Jujur saya jadi penasaran sama banyak hal mulai dari kenapa harus ada tempat pengasingan yang poligami/poliandri, seperti apa si Karang Memadu itu, apakah hanya mengasingkan atau ada hukuman juga. Terus saya juga penasaran kenapa mereka mengubur, kenapa yang laki-laki tengkurap sedangkan perempuan terlentang. Asli pengin nyobain tinggal sama penduduk lokal sana gitu.

    Btw saya pernah juga minum loloh cemcem, waktu itu belinya di pasar Ubud. Hanya saya lebih ngerasa dia kayak rujak bebeg gitu cuman lebih cair hahaha.

    Reply
    • Saya juga penasaran tuh Mas. Makanya pengen juga nginep di sana. Ada sih guest housenya. Pernah waktu kapan mau booking, eeehh fully booked terus. Pengen deh duduk-duduk sambil ngobrol dengan mereka yang bisa ngasih banyak informasi tentang desa ini.

      Nah naaahhh, temen saya juga bilang kalau Loloh Cemcem itu kayak rujak bebeg hahahaha. Dan cenderung pedes juga. Hahahaha ternyata ya. Indera perasa kita tuh kaya banget. Dari satu produk kesannya bisa beragam.

Leave a Comment