2 kata yang tepat untuk film ini adalah : Suspense habis!!
Berbeda dari film-film horor lainnya, The Maid tampil tanpa ruangan gelap, bergelap-gelapan, atau proses pembunuhan yang sembunyi-sembunyi yang tetiba memunculkan potongan tubuh, atau mata merah yang mendadak menjulid ke arah penonton. Semua ditampilkan apa adanya seperti tanpa sensor. Jadi film ini hanya boleh disaksikan oleh mereka yang sudah berusia dewasa dan dapat menerima rangkaian kisah tentang perselingkuhan dan orientasi seksual dengan lebih matang.
Yang masih punya anak-anak di bawah usia dewasa, orang tua wajib hati-hati ya saat memutar film ini.
Besutan Netflix yang Jempolan
Jujur sebenarnya saya kurang begitu tertarik dengan film Thailand. Bukan karena ceritanya kurang menarik tapi karena telinga saya mencelat saat mendengar logat Thailand. Entahlah. Pengucapan bahasa Thailand yang seperti orang mencak-mencak dan belibet bikin saya gak bisa konsentrasi. Padahal selama 10 tahun dari 18 tahun jadi orang kantoran, saya banyak terlibat dengan orang Thailand, lelaki dan perempuan. Ini karena tempat saya bekerja lumayan banyak orang Thailand nya. Berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan mereka pun rada ribet karena dialeknya. Jadi sering banget terjadi miskomunikasi atau susah mengerti akan apa yang diucapkan.
Sejujurnya, saya sempat tak tertarik untuk menonton film ini. Bahkan poster filmnya yang seperti keluarga poligami pun kurang menarik. Menurut saya loh ya. Tapi karena ada di channel nya Netflix, saya pun mendadak penasaran. Kok ya pas saat itu beberapa serial drama korea yang saya ikuti episode barunya belum nongol sementara saya perlu istirahat dari pekerjaan lainnya. Jadi saat nonton film ini I didn’t have any expectation. Just watching. Enjoy my resting yet surprising times. Dan yang pasti, sebagai penggemar film thriller, horor dan sejenisnya sajian ketegangan apapun akan menjadi hiburan buat saya.
Hasilnya? Ternyata benar-benar diluar dugaan. Lagi-lagi don’t judge the book by it’s cover.
Menikmati Ketegangan Selama Hampir 2 Jam
Ketegangan langsung terasa saat awal film dimulai. Meskipun di tahap awal mata kita dimanjakan dengan penampilan sebuah rumah klasik seperti rumah Barbie dan mobil klasik yang memasuki rumah itu.
Seorang wanita muda bernama Joy turun dari mobil cantik itu. Hari itu adalah hari pertama di bekerja untuk keluarga Nirach dan Uma serta anaknya Nid. Seorang kepala pelayan mengajaknya masuk, berkeliling rumah, bertemu nyonya rumah (Uma), berkenalan dengan seluruh anggota tim pelayan dan tentu saja bertemu Nid, anak perempuan berusia dibawah 10 tahun (lupa pulak saya umur persisnya). Tugas utamanya adalah mengasuh Nid baru setelah itu menjalankan tugas-tugas lainnya.
Terbagi atas 3 chapter/bagian, alur horor mulai dihadirkan saat Joy menuju sebuah rumah kecil yang dia tempati selama menjadi pelayan di rumah itu. Mulai dari kedatangan, Joy sudah diikuti oleh bayang hitam seorang perempuan yang berpindah begitu cepatnya. Bahkan bayangan tersebut selalu mengikuti kemanapun Joy berada terutama saat dia sedang mengasuh Nid yang tampak kesepian dan selalu diikuti oleh bayangan yang sama. Nid pun sempat diperiksa oleh seorang psikiater karena terlihat sering ketakutan dan bergetar karena hal-hal yang tak pernah dipercaya oleh semua orang dewasa yang ada di rumah.
Tapi semenjak diasuh oleh Joy, Nid perlahan berubah dan menikmati waktu bersama Joy. Dia dapat tidur dengan nyenyak dan kerap tertawa bersama Joy.
Keadaan kemudian perlahan berubah, karena semakin seringnya Joy diikuti oleh bayangan ini dan mendadak diberikan berbagai “penglihatan” akan apa yang terjadi di dalam rumah mewah tersebut. Apalagi setelah melihat foto seorang pengasuh yang sebelumnya sempat bekerja di rumah itu. Satu demi satu rahasia terdalam pun terungkap.
Pengasuh yang disebutkan di atas, setelah dikonfirmasikan ke Uma, bernama Ploy. Pengasuh ini ternyata punya jejak yang “istimewa” untuk Uma dan suaminya Nirach. Perempuan cantik ini, yang menurut saya wajahnya mirip banget dengan Tamara Blezinsky, jadi pasangan seksual untuk Uma maupun Nirach. Uma yang memang pada dasarnya tidak menyukai lelaki, menikmati masa-masa kebersamaannya dengan Ploy. Yang kata kepala pelayan disana, Uma sangat terlihat bahagia saat Ploy bekerja di rumah ini. Ya iyalah, wong Ploy itu multifungsi (ngekek).
Sementara dilain pihak Nirach pun menaruh perhatian pada Ploy yang cantik dan seksi itu. Karena tak pernah “dilayani” oleh Uma, istrinya, Nirach pun melampiaskan hasrat dan cintanya kepada Ploy, hingga akhirnya Ploy hamil dan melahirkan anak.
Sayangnya dalam satu kejadian saat Ploy akan memandikan bayinya, Ploy terpeleset di kamar mandi dengan bersimbah darah karena kepalanya terbentur bathtube. Uma ada ditempat dan melihat Ploy merenggang nyawa. Tapi sayangnya Uma hanya menatap tanpa keinginan untuk segera menolong Ploy. Nirach yang kemudian melihat kejadian itupun memanfaatkan kesempatan. Setidaknya dengan dibungkamnya Ploy, tidak akan ada yang tahu bahwa bayi tersebut adalah hasil hubungan gelapnya bersama sang ART. Menutup malu meskipun dia menyayangi Ploy.
Dan ini semua diperlihatkan secara visual kepada Joy.
Bahkan hingga saat-saat Ploy dimasukkan kedalam plastik, diangkat oleh para pembantu di rumah itu, dan dikuburkan di halaman belakang rumah, Joy mendapatkan visual tersebut. Dan kalau saya tidak salah duga, Ploy saat itu belum sepenuhnya mati. Bahkan bisa selamat jika segera ditolong. Tapi nyatanya orang rumah bersegera menguburkannya.

Lalu bagaimana dan siapa Joy yang sesungguhnya?
Awalnya saya kira Joy hanya sekedar “orang baru” yang kebetulan “dititipkan” penglihatan agar kejahatan dan pembunuhan di dalam rumah tersebut terungkap. Ternyata tanpa disangka, Joy ini adalah adik kandung Ploy yang sudah sekian tahun mencari kakaknya tersebut.
Maka terbitlah ketegangan-ketegangan lain setelah semua kebusukan serta rangkaian peristiwa pembunuhan Ploy terbongkar. Joy pun membalaskan dendam kematian kakaknya dengan begitu brutal, sadis, tanpa perasaan. Tentu saja tanpa melibatkan Nid yang ternyata adalah keponakan kandungnya.
Puncak pembalasan dendam terjadi saat Uma dan Nirach mengadakan pesta ulang tahun Uma. Sebelum membantai semua tamu, Joy terlebih dahulu membunuh para ART satu persatu. Joy ternyata sudah memasukkan racun kedalam minuman sehingga satu demi satu tamupun terkapar muntah darah. Begitupun dengan Uma dan Nirach. Bahkan khusus untuk pasangan ini, Joy mendatangi mereka satu persatu dan menghujan tusukan pisau berkali-kali. Pertama ke leher, ke dada bahkan sampai pada kaki. Di setiap tusukan bermuncratan darah seperti memutus ledeng saluran air. Sesungguhnya saya sudah pernah menonton proses pembunuhan yang lebih sadis dan mencekam daripada yang dipertontonkan oleh film The Maid. Tapi di film ini semua kejadian mencekam tidak digelap-gelapkan. Jadi bikin ngilu lihatnya.
Kemenangan dan kepuasan pun berpihak pada Joy yang berhasil merobohkan semua orang tanpa perlawanan yang berarti. Ya karena sudah terlebih dahulu keracunan itu. Joy pun membangunkan Nid dan mengajaknya keluar dari rumah itu.
Pendapat Pribadi Untuk The Maid
Sebagai penggemar berat film ber-genre thriller dan sanak saudaranya, The Maid sesungguhnya tidak terlalu istimewa. Di beberapa review juga saya melihat bahwa penonton memberikan poin rata-rata 3.5/5. Meskipun sebenarnya minim alur yang bolong dan dengan titik-titik mencekam yang cukup bikin kaget. Apalagi untuk mereka yang langsung bergidik nonton film horor.
Acting para pelakon juga dalam skala rata-rata. Sedikit poin lebih saya berikan kepada Savika Chaiyadej yang memerankan tokoh Uma. Aktris sekaligus penyanyi ini punya sorot mata yang cukup tajam yang menyempurnakan wajahnya yang lancip. Riasan matanya sangat membentu Savika melahirkan tatapan-tatapan yang cenderung sadis. Dan plus plus poin untuk Teerapat Sajakul yang berperan sebagai Nirach. Rahangnya yang kotak dan sorot matanya yang tajam, membuat Teerapat cocok jadi suami “yang gagal” dan seorang lelaki pemburu harta. Visualnya pas banget untuk memerankan tokoh seperti itu. Tak nampak kalau pria ini sudah berusia 48 tahun (saat saya menulis ini). Padahal kalau ditebak sih rasa-rasanya masih cocoklah dikualifikasikan sebagai pria 35an tahun.
Pemeran Joy (Ploy Sonarin) dan Ploy (Kannaporn Puangtong) flat banget. Tak terlukiskan dengan baik karakter gadis (remaja) sadis seorang Joy. Bahkan saat membunuh pun ekspresinya cenderung datar. Sementara Kannaporn yang cantik banget itu, benar-benar jadi bumbu “perhiasan” di dalam rumah yang sarat maksiat. Melihat body nya yang smlohai, proporsional dan wajah seperti bidadari, Kannaporn udah pas betul dipilih menjadi wanita bispak.
Score saya untuk film ini adalah 4.5/5. 1 poin lebih tinggi dari penilaian rata-rata penonton.
Kekuatannya terlihat dari alur cerita yang meskipun sering digarap untuk berbagai film, tema balas dendam terurai dengan baik di film ini. Saya jadi membayangkan bagaimana sakitnya hati seorang anggota keluarga yang kehilangan kakaknya dengan begitu tidak manusiawi. Kemerungsung hati tentunya bisa membangkitkan kemarahan yang sudah tak bisa terbendung lagi.
Tapi saya berharap film ini bisa di-remake dengan pelakon-pelakon yang lebih berkualitas. Biar debar-debar ketakutan itu lebih berasa.
