Saya berada di seputaran Menteng saat tanpa ragu memutuskan untuk mampir ke Bakmie Ayam Gondangdia (Bakmie Gondangdia). Resto mie legendaris yang sudah berdiri sejak 1968 dan sudah sering saya kunjungi sejak masih SD. Tentu saja setelah sebelumnya memastikan bahwa mereka sudah buka kembali setelah serangkaian PPKM yang mewajibkan semua fasilitas layanan umum di DKI Jakarta harus ditutup.
Setelah mengalami kebakaran pada 2014, saya sempat beberapa tahun tidak dine-in di resto ini karena tidak ngeh kalau mereka punya tempat sementara. Saya mulai mengunjungi resto ini kembali pada sekitar 2019 setelah mereka selesai renovasi di 2018. Saat datang kembali, saya tidak melihat perubahan design interior dan eksterior yang signifikan secara visual. Tampak depan dan fasadnya pun nyaris sama dengan jaman baheula dan ruang dalam yang dibiarkan plong tanpa pembatas. Tapi untuk pelanggan reguler seperti saya dan sudah berulangkali datang sebelum renovasi, pasti akan merasakan suasana baru layaknya resto yang lahir kembali.
Didominasi dengan warna hijau serta parkiran kendaraan yang selalu bejejer di pinggir jalan, Bakmie Ayam Gondangdia gampang sekali dikenali dari kejauhan. Bangunannya tidak menghabisi lahan karena ada satu spot dengan gerbang tertutup yang ada di samping ruang makan. Arus satu arah yang diberlakukan untuk Jl. R.P. Soeroso dimana tempat Bakmie Gondangdia berada mengharuskan kita memperlambat kecepatan kendaraan. Jika datang dari RSU Bunda, Menteng, yang jadi titik awal jalan satu arah ini, kita akan mencapai resto setelah melewati markas besar parpol Nasdem di sisi kiri jalan dan lintasan kereta api yang terlihat tinggi dari jalan aspal. Saya tidak pernah menggunakan google maps setiap akan kemari, tapi kalaupun kalian ingin kemari sebagai first experience, penggunaan mobile maps rasanya akan sangat membantu. Karena kalau sudah terlewat kita harus memutar lumayan jauh.
BACA JUGA : BERANJANGSANA KE CAGAR BUDAYA LEGENDARIS METROPOLE MEGARIA JAKARTA
Setelah sempat menyapa dan memesan 1 gelas es podeng di halaman depan resto, saya harus berkomunikasi dulu dengan seorang petugas yang duduk di balik jendela. Persis seperti penjual tiket di loket bioskop atau loket tiket transportasi darat (bis atau kereta api). Karena hanya dibuka slot kecil dan si Mbak petugas di dalam kondisinya duduk, saya harus merunduk saat berkomunikasi.
Di titik ini semua pengunjung melakukan pesanan dengan daftar menu yang sudah ditempel di kaca depan. Kita pun harus menunggu sebelum akhirnya diperkenankan masuk. Saat saya sudah mendapatkan tempat duduk, dari ruangan dalam saya bisa melihat antrian yang cukup lumayan panjang. Dan tampaknya, agar tidak terjadi penumpukan orang dan mengantisipasi timbulnya kerumunan, pihak resto membuka beberapa meja di sisi outdoor sebelum pintu masuk.
Ketika tiba gilirannya kami masuk, ruang dalam terlihat begitu plong. Hanya ada beberapa meja kecil, hanya cukup untuk 2-3 orang dan diletakkan cukup berjauhan satu sama lainnya. Seorang petugas berkaos hitam, bermasker dan mengenakan sarung tangan plastik, mengarahkan kami untuk duduk di satu meja yang barusan kosong. Kami tidak berkomunikasi banyak dengan petugas tersebut kecuali saat dia datang dengan pesanan kami.
Tanpa saya duga, selama pandemi berlangsung, pihak resto memutuskan untuk menggunakan wadah makanan sekali pakai. Cukup praktis dan tentu saja menghindar dari sentuhan apapun dari para pelanggan. Satu proteksi yang harus kita pahami selama pandemi masih berlangsung di tanahair. Kalau dari segi finansial, hal ini bisa jadi penghematan tapi bisa juga jadi pengeluaran ekstra. Hemat dari segi waktu pastinya karena tidak ada proses pencucian, pengurangan biaya bersih-bersih peralatan makan, plus hemat tenaga.
Sementara di satu pihak akan ada penambahan penumpukan sampah kertas selain tentu saja sampah sisa makanan. Dan ini cukup berarti juga menurut saya. Pemikiran penumpukan sampah yang tidak bisa terurai tentunya wajib kita pahami. Belum lagi sampah masker ya. PR besar nih buat kita supaya keberadaan sampah sebagai bagian dari efek pandemi tidak menjadi masalah kelestarian lingkungan di masa mendatang.
BACA JUGA : MENIKMATI SALAH SATU MIE YAMIEN TERENAK DI MIE BASO RAMDHAN, PASIR KOJA, BANDUNG
Dikunjungan kali ini, saya memutuskan untuk memesan menu yang simpel aja. Selain sudah merasa (sangat) lapar, menu simpel tentunya membuatkan kami tidak memakan waktu banyak untuk makan di tempat. Saya memesan 3 mie ayam (biasa), bakso goreng 1 porsi isi 3 buah dan pangsit goreng 1 porsi isi 3 buah untuk saya, suami dan Fiona. Sementara untuk minuman teh tawar selalu jadi andalan. Plus tentu saja es podeng 1 gelas untuk membalas kangen.
Kalau dilihat dari foto, dengan menggunakan mangkok kertas, isinya tampak sedikit ya. Tapi nyatanya banyak juga loh. Samalah porsinya saat menggunakan mangkok seperti biasa. Saya cukup ngos-ngosan saat menghabiskannya. Topping nya masih seperti biasa. Potongan jamur, ayam suwir dan sayuran. Kuah yang dihidangkan terpisah pun kualitas rasanya masih bertahan. Salah satu kuah mie ayam yang tasty dan enak untuk dihirup meski tanpa campuran apapun. Bakso gorengnya jempolan. Padat tapi lembut dan tidak kopong. Sementara pangsit gorengnya tetap renyah dengan isian yang gurih di bagian tengahnya.
Hampir setiap datang kesini, menu inilah yang kerap saya pesan. Yang ketinggalan hanya pangsit kuah. Ah kelupaan. Padahal pangsit kuahnya juara loh. Saya tak pernah sekalipun memesan asupan yang lain selain mie ayam dan saudara-saudaranya pelengkapnya. Pernah sih incip-incip yang lainnya dari piring teman, seperti nasi goreng, kwetiau goreng, mie goreng, tapi rasa dan selera tetap tak bisa berpaling ke mie ayam dengan sajian khas dan orisinal dari Bakmie Gondangdia.
Harga, seingat saya, masih tetap bertahan diantara Rp 25.000,- – Rp 30.000,- per porsi mie ayam. Masih acceptable menurut saya sih karena resto dengan lini produksi yang sama juga menetapkan harga yang relatif sama.
Balik lagi? Pasti dong.
Bakmie Gondangdia adalah salah satu wisata kuliner pilihan saat berkunjung ke area Menteng, Cikini dan sekitarnya. Highly recommended banget untuk dijadikan tujuan makan-makan saat kedatangan tamu dari luar daerah.
Mencoba membayangkan rasa Bakmie Gondangdia dari tulisan dan foto-foto di atas.
Masya Allah bisa bertahan sampai sekarang, sudah bbrp kali badai besar dilalui. Semoga sukses terus Bakmie Gondangdia.
Legendaris banget ya Mbak. 53 tahun dan masih berjaya hingga hari ini. Salut banget.
Lihat tampilannya sudah menggugah selera ya.Saya penyuka mie,apalagi kalau mie tersebut punya sejarah seperti Bakmie Gondangdia. Semoga MInggu depan saat weekend saya dan keluarga bisa menikmati bakmi Gondangdia
Semoga bisa ikut merasakan nikmatnya Bakmie Ayam Gondangdia ya Mbak Dennise
Dari tampilannya menggugah selera nih mba Annie.
Btw makanan / kuliner kita sejak kecil memang selalu membuat kangen untuk dinikmati. Mie ayam Gondangdia. Udah pernah liat dari postingan lain. Tapi belum pernah nyicip. Jauh mba. Nanti kalo ada kesempatan ke Jakarta bakalan nyari deh.
Dengan konsisten kualitas lah mie ayam ini terus eksis, tak tergerus masa. Menurut saya begitu. Dan 50an tahun itu bukan waktu yang sedikit ya Mbak Icha.
bakmiiii…..
malam2 baca review Mbak annie langsung krucuk krucuk deh nih perut
Tadi siang sedang puasa lewat penjual bakmie ayam favorit huhuhu
eniwei semua ada harganya ya Mbak?
Demi kebersihan menggunakan mangkok sekali pakai walau berarti nambah pengeluaran dan nambah sampah
Nah betul banget itu Mbak. Bertambahnya sampah makanan juga harus dipikirkan. Jadi serba salah juga ya. Sementara di lain pihak, Bakmie Gondangdia harus melaksanakan prokes seketat mungkin.
Salut nih, prokesnya ketat banget. Pesan dan nunggu pesanan di luar, setelah dipanggil baru boleh masuk. Di dalam juga jarak antar meja cukup jauh.
Makan enak, suasana nyaman gini, wajar lah kalau jadi pengen balik lagi
Setuju banget Mbak Nanik. Kepedulian Bakmie Gondangdia untuk keamanan dan kenyamanan selama pandemi patut diapresiasi. Tidak egois sembari tetap peduli akan keselamatan pengunjungnya.
Ya Allah, Mbaaaak, ini wangi aroma mi ayamnya kayak tercium di hidungku. Lapar memang bikin berhalusinasi :D Jadi pengen makan mi ayam HARI INI meskipun bukan Bakmi Gondangdia. Eh, ada cabang di Bandung gak sih dia?
Hahahaha. Bakmie ayam tuh memang selalu menggoda ya. Sama kayak bakso yang penggemarnya juga bejibun. Seinget saya mereka tidak membuka cabang dimanapun. The one and only ya di area Gondangdia itu.
Sering banget lewat tempat ini cuma penuh antriannya yang gak nahan..jadi kayaknya enak di bungkus aja ya kalau lewat sini lagi ehehehe..btw kalo tempat makan dari cup kertas gitu kuahnya ga bisa panas ya bu? kan melepuh entar cup kertasnya..hmm bawa pulang ajalah klo gitu hihi
Enak datang pas tidak dijam-jam makan Yu. Kalau enggak memang lama juga nunggu giliran. Apalagi sekarang kan banyak batasan. Ruang dine-in nya juga cuma menampung sedikit meja.
Wadahnya sudah food-grade. Jadi tentu aman untuk segala jenis makanan dan minuman. Bahkan yang panas sekalipun.
Pemiliknya mempertahankan kenangan para pelanggan lama sehingga selalu diingat dan selalu kembali bertemu. Juga selalu menarik pembeli baru.
Keren ya. Baca ini saja rasanya saya senang lho, saat membayangkan diri sebagai Mbak Annie yang menjad pelanggan lama
Betul banget Mbak Susi. Mempertahankan kualitas rasa jadi salah satu cara agar pelanggan lama tetap berkunjung. Dan usia lebih dari 50tahun untuk sebuah bisnis itu menurut saya luar biasa.
Wah! Sangat menggoda Bakmie Gondangdia. Baru lihat gambarnya kayanya enak banget ya?
Daku pernah melihat ini, tapi kalau pas pulang kerja waktu itu. Pan kapan mampir beneran deh, penasaran juga dengan bakminya.
Apalagi pengelolanya bagus dalam meminimalisir penularan Covid-19 ya. Sehingga yang berkunjung ke sana pun bisa aman
Dengan pengelolaan seperti sekarang ini sudah memenuhi prokes lah. Salut untuk kepeduliannya.
Masih tradisional banget tampilannya. Biasanya yang mempertahankan konsep jadul begini soal rasa emang gak ada duanya. Jadi ingat sop kepala ikan mak beng di Bali, itu dari dulu sampai sekarang tampilan pegawainya, menunya, tempatnya gak ada yang berubah.
Saya penyuka bakmi ni Mba Annie. So far favorit masih tetap bakmi jogja yg masaknya pakai arang. Kayaknya harus nyobain juga nih Bakmie Gondangdia.
Aih bener banget. Sop Kepala Ikan Mak Beng tuh top markotob betul dah. Duh jadi kangen berat pengen ke Bali dan blusukan lagi. Wajib coba Bakmie ini Mutia. Recommended pokoknya
Menggoda banget itu Bakmienya Mba Annie. Pasti senang bisa nostalgia makan bakmi di sini. Udah lama juga ya berdiri sejak 1968. Saya aja belum lahir itu, hehe …
Btw nama Gondangdia ini nama jalankah atau emang nama bakmi aja. Porsinya banyak ya, Mba Annie pasti kenyang makan ini.