Warung Bawah Asam Banjarbaru. Konsisten Melestarikan Asupan Tradisional Suku Banjar Selama Puluhan Tahun

Warung Bawah Asam Banjarbaru. Konsisten Melestarikan Asupan Tradisional Suku Banjar Selama Puluhan Tahun
Boks kaca, sentra pelayanan tetamu Warung Bawah Asam, Banjarbaru.
Tampak beberapa piring kue tradisional Banjar tersedia di sini.

Warung Bawah Asam Banjarbaru. Konsisten Melestarikan Asupan Tradisional Suku Banjar Selama Puluhan Tahun
Berbungkus-bungkus Pundut Nasi terhidang di meja bagian depan Warung Bawah Asam

Kaki saya berjingkat-jingkat menghindari beberapa titik becek saat berjalan masuk menuju Warung Bawah Asam. Rintik hujan masih bertahan dengan eksistensinya meski sudah hampir satu jam menjejak diri di tanah Kecamatan Cempaka, dimana warung fenomenal ini berada.

Fenomenal?

Yup. Warung Bawah Asam sudah berdiri sejak 1998. Terhitung sudah 25 (dua puluh lima) tahun di saat saya menuliskan artikel ini. Warung yang konsisten melestarikan asupan tradisional suku Banjar dari dulu dan bertahan hingga kini dengan konsep yang tidak berubah. Sederhana, bersih, kaya ragam tawaran asupan, ramah, murah dan tentu saja dengan higienitas yang tetap terjaga.

Warung yang sekarang dikelola oleh generasi ke-2 ini, sesorean itu tampak menyambut tamu tiada henti. Tamunya kadang perorangan tapi lebih banyak dalam kelompok. Jumlahnya juga gak main-main. Sejam saya nangkring di sana, ada dua kali warung ini diserbu segerombolan orang-orang berseragam sekitar delapan hingga sepuluh orang. Saya bahkan harus berulangkali menggeser posisi duduk dan memindahkan piring yang berisikan pesanan saya agar lima bangku panjang yang tersedia mampu menampung semuanya.

Beberapa dari tetamu tampak bolak-balik mencuri lihat ke arah saya. Maapken ya Bapak/Ibu. Saya loh heboh motret sana-sini. Kadang mengangkat handphone tinggi-tinggi, kadang setengah berjongkok, kadang juga mendekat ke piring. Tapi saya gak malu karena memang begitulah apa yang saya kerjakan saat berkelana kemanapun tempat itu bisa diraih.

Yossie dan Yanna yang menemani saya saat itu bahkan juga tampak sibuk membantu menata piring-piring agar dalam posisi apik untuk difoto.

Rada sulit terus terang karena di setiap meja penuh dengan berbagai makanan, camilan, peralatan makan dan lain-lain. Space untuk motret tuh terbatas banget. Belum lagi saat harus terpaksa bergeser kesana kemari karena tamu yang tak henti datang. Tapi saya pantang menyerah, memotret dengan suasana hiruk pikuk tuh malah bikin kerjaan jadi lebih seru. Apalagi ada dua teman yang aktif membantu.

Beruntungnya saya.

Kudapan Tradisional Warung Bawah Asam yang Saya Coba

Perut saya sesungguhnya masih terasa kenyang maksimal. Tapi begitu melihat hamparan jajanan tradisional bertebaran disana-sini, apalagi dibarengi dengan hujan yang enggan berhenti, saya mendadak terduduk dan langsung memesan kopi hitam pekat untuk sejenak memanjakan diri, sembari mengenali dan menikmati aneka kudapan yang sudah diambil dan ditata oleh Yossie dan Yana.

Beberapa diantara kudapan yang sukses memanjakan rasa dan menambah pengalaman jelajah kuliner saya adalah :

Mageli. Gorengan kacang kedelai yang bentuknya cenderung bulat meski tidak sempurna bulat. Awalnya saya kira ini bakso goreng. Tapi ternyata bukan. Sesuai dengan isinya, Mageli ini manis bercampur gurih. Enaknya sih dimakan pas hangat-hangatnya.

Warung Bawah Asam Banjarbaru. Konsisten Melestarikan Asupan Tradisional Suku Banjar Selama Puluhan Tahun
MAGELI

Putu Mayang. Kudapan jenis ini sering banget kita temui di tanah Jawa, khususnya Betawi sebagai pemilik asli jenis kue ini. Hanya saja yang saya nikmati di Banjarbaru ini lembarannya lebih tipis-tipis atau kecil-kecil. Mirip seperti bihun atau soun. Nyaman dan empuk banget untuk dikunyah. Seperti layaknya Putu Mayang lainnya, kudapan yang terbuat dari tepung beras ini dihidangkan dengan kuah gula batok cair yang manis. Salah satu terfavorit saya selama makan di Warung Bawah Asam.

Warung Bawah Asam Banjarbaru. Konsisten Melestarikan Asupan Tradisional Suku Banjar Selama Puluhan Tahun
PUTU MAYANG

Laksa. Jika di tanah kelahiran saya, Palembang, Laksa dibentuk seperti tatakan lalu dibentuk seperti selongsong, di Warung Bawah Asam bentuknya seperti pempek keriting. Dicetak panjang-panjang layaknya mie lalu ditumpuk-tumpuk hingga bentuknya pipih bulat menumpuk. Kuahnya sama seperti Laksa Palembang. Santan ringan yang gurih lalu ditaburi bawang goreng untuk menaikkan rasa. Saat ter-enak menikmati laksa ini adalah saat masih hangat dan baru diangkat dari kukusan (ngetiknya sambil ngelap liur).

Warung Bawah Asam Banjarbaru. Konsisten Melestarikan Asupan Tradisional Suku Banjar Selama Puluhan Tahun
LAKSA

Lupis. Jika biasanya lupis dibuat segitiga lalu dilumuri parutan kelapa bertebaran disana-sini, Lupis yang disajikan oleh Warung Bawah Asam bentuknya sungguh lah unik. Saya sampai tidak mengenali jika makanan yang dibuat memanjang seperti selongsong itu adalah Lupis. Pas disajikan dibuat berdiri lalu di atasnya dikasih taburan parutan kelapa yang sudah direndam sebelumnya. Kesemuanya lalu diberi kuah manis, sama seperti Putu Mayang. Dengan bahan sadar ketan bercampur kuah manis, Lupis ini sukses menggabungkan rasa legit, gurih dan manis sekaligus.

Warung Bawah Asam Banjarbaru. Konsisten Melestarikan Asupan Tradisional Suku Banjar Selama Puluhan Tahun
LUPIS

Bingka Barandam atau Apam Berahim. Kalau yang satu ini sudah menawan hati dari pertama saya melihatnya. Warnanya gonjreng dengan kuah yang gonjreng juga. Senada seirama. Terbuat dari tepung terigu, gula, telur dan garam, kue khas Banjar yang satu ini dilengkapi dengan kuah lelehan gula pasir. Kuenya sendiri seperti bolu (bolu sponge) yang empuk saat digigit. Saat dihindangkan kue ini basah oleh siraman kuah. Mungkin ini yang menyebabkan bolu ini diberi nama tambahan barandam atau berendam. Jadi saat masuk ke dalam mulut, terasa sekali bolu ini mengeluarkan kuah yang langsung merangsek ke dalam tenggorokan.

Warung Bawah Asam Banjarbaru. Konsisten Melestarikan Asupan Tradisional Suku Banjar Selama Puluhan Tahun
BINGKA BARANDAM

Bingka Gula Habang. Membaca kata “habang”, kita pasti langsung menebak jika kata ini artinya merah. Ternyata bener banget. Sementara kata “bingka” mengajak kita mengenal penamaan akan kue-kue khas Banjar. Sama seperti Bingka Barandam di atas, Bingka Gula Habang disirami oleh kuah gula. Jika Bingka Barandam menggunakan gula batok merah, sementara di bingka jenis yang satu ini, menggunakan gula pasir. Jadi warnanya bening. Tidak pekat. Dan menurut saya, rasa manisnya lebih tokcer, lebih menusuk lidah.

Bingka Gula Habang di Warung Bawah Asam ini dibuat dua warna. Merah dan kuning dengan topping santan di bagian tengah. Terbuat dari tepung terigu, bingka jenis ini teksturnya kenyal melengkapi rasa manis dan gurih dari adonan santan. Untuk penggemar rasa manis, Bingka Gula Habang adalah kudapan yang menyelerakan luar biasa.

Warung Bawah Asam Banjarbaru. Konsisten Melestarikan Asupan Tradisional Suku Banjar Selama Puluhan Tahun
BINGKA GULA HABANG

Pundut Nasi. Pundut dalam bahasa Banjar adalah bungkus. Jadi secara harafiah Pundut Nasi berarti nasi yang dibungkus. Isi intinya sendiri adalah beras yang dikukus, sudah beri santan, lalu dibungkus dengan daun pisang. Tampak luarnya persis seperti nasi uduk yang dibungkus rapi. Pundut Nasi, menurut infonya, biasa dinikmati sebagai sarapan ditambah dengan lauk lainnya agar lebih terasa lengkap. Seperti gorengan ikan, rebusan telur bebek, dan masih banyak lagi.

Saya hanya sempat mencoba sedikit karena gurihnya luar biasa. Rasa kenyang yang masih bergelayut di lambung sepertinya benar-benar tak mampu untuk menampung Pundut Nasi yang porsinya lumayan banyak.

Warung Bawah Asam Banjarbaru. Konsisten Melestarikan Asupan Tradisional Suku Banjar Selama Puluhan Tahun
PUNDUT NASI

Bobongku atau Bebongko. Panganan ini, sama seperti Pundut Nasi, biasanya dinikmati saat sarapan. Dari visual luar, Bebongko juga dibungkus daun pisang. Di Warung Bawah Asam, cara membungkus Bebongko dibuat lebih melebar agar dalam satu kali penglihatan kita bisa langsung membedakan antara Pundut Nasi dan Bebongko.

Bebongko juga biasa dihidangkan untuk acara-acara khusus seperti pernikahan atau ritual-ritual adat lainnya. Dari Yossie saya ketahui bahwa Bebongko sudah mulai langka yang membuat.

Saat membuka bungkusan, kita langsung melihat gumpalan berwarna kehijauan yang terasa kenyal tapi tetap lembut. Berbahan dasar tepung beras, Bebongko sekitar tampak seperti Puding Hunkwe. Dan seperti dukapan tradisional Banjar yang lain, Bebongko diolah dengan gula merah dan santan. Adonan tepungnya dibuat/dimatangkan terlebih dahulu, dimasukkan ke dalam bungkus/daun pisang, baru setelah itu diguyur dengan gabungan gula merah dan santan.

Salah satu nyamikan yang mampir di hadapan saya, Bebongko inilah yang saya tuntaskan. Tapi karena manisnya sampai ke ubun-ubun, makannya saya selang-seling dengan kopi hitam yang memang saya minta dengan tambahan gula yang sangat sedikit. Pahitnya kopi bisa setidaknya mengimbangi rasa manis itu.

Warung Bawah Asam Banjarbaru. Konsisten Melestarikan Asupan Tradisional Suku Banjar Selama Puluhan Tahun
BEBONGKO

Selain Bebongko dan Pundut Nasi yang dihidangkan per satuan, camilan yang lain seperti Mageli, Putu Mayang, Lupis, Laksa, Lupis, Bingka Barandam dan Bingka Gula Habang, disediakan berpasangan (dua buah per piring) atau tiga buah per piring. Semuanya dengan rasa manis dan diolah menggunakan tepung beras, ketan yang dipadu dengan santan dan gula. Dari semua apa yang saya, Yossie dan Yanna nikmati, kami hanya membayar Rp48.000,00. Itu pun sudah termasuk dua cangkir kopi dan satu botol air mineral.

Saya langsung terbata-bata saat salah seorang karyawan menghitung semuanya tanpa kalkulator persis di hadapan saya. Saking gak percayanya, saya meminta si Mbak untuk menghitung kembali pun mengajak Yanna ikut laporan agar tidak ada satupun yang terlewat. Hasilnya tetap sama.

Murah banget yak.

Selain kue-kue khas tradisional Banjar, di setiap meja yang ada juga tersedia berbagai bungkusan makanan kecil yang sifatnya kering. Seperti aneka kerupuk, kacang seperti Kacang Sembunyi, Keripik Marning (berbahan singkong yang dipotong tipis-tipis), Keripik Singkong Pedas, gorengan ikan-ikan kecil yang gurih, juga ada nasi uduk dalam bungkusan daun pisang.

Dari keterangan Ibu Fatimah, generasi ke-2 yang melanjutkan tugas operasional Warung Bawah Asam, kudapan terlaris mereka adalah lontong, laksa dan nasi dengan lauk sambal goreng daging. Sayangnya di sore hari saat kedatangan saya, hanya laksa yang bisa saya nikmati. Sebagian besar tersisa sedikit atau sudah habis saat makan siang, tak lama setelah warung buka.

Warung Bawah Asam Banjarbaru. Konsisten Melestarikan Asupan Tradisional Suku Banjar Selama Puluhan Tahun
Meja panjang putih yang dapat dengan aneka camilan yang menyelerakan

Obrolan Inspiratif dengan Pemilik

Yossie mengenalkan saya pada Ibu Ikrimah. Wanita kelahiran 1962, ibu dari empat anak, enam cucu dan dua buyut, yang tetap terlihat segar dan semangat saat diajak ngobrol. Ramah dan hangat meski baru pertama kali itu bertemu dengan saya. Beliau pun rajin menyapa pengunjung. Sebagian besar, menurut beliau adalah para pelanggan yang biasa bertamu.

Pendiri Warung Bawah Asam bersama almarhum suaminya ini sempat menceritakan perjuangan dia dan suami dalam merintis usaha. Dari pedagang sembako kecil-kecilan hingga akhirnya membuka warung makanan (lauk-pauk) dan memasukkan kudapan tradisional Banjar sebagai bagian dari jualan mereka.

Kudapan-kudapan ini tidak mereka bikin sendiri tapi adalah berupa kerjasama titip jual dari berbagai pemasak sajian tradisional. Misal si pembuat menetapkan harga Rp500,00, Warung Bawah Asam menjualnya kembali dengan harga Rp600,00.

“Gak ngambil selisih besar ulun nih. Yang penting jualan lancar dan habis.” begitu kata Ibu Ikrimah sembari tersenyum lebar.

Karena itu, jenisnya pun bisa berlimpah ruah, sangat beragam. Konsepnya adalah menjadi wadah bagi para penjual makanan tradisional ini agar tetap eksis. Tentu saja dengan harapan bahwa kudapan tradisional Banjar tetap terus lestari di tengah gempuran makanan kekinian yang luar biasa jumlah atau jenisnya.

Produk masakan yang dibuat sendiri oleh Warung Bawah Asam adalah olahan daging, daging ayam, telur bebek, ati ayam, ikan harwan, ikan gabus. Ada yang dimasak pedas atau berbumbu merah atau dengan kare. Masakan khas warung ini mendadak terbayang-bayang di depan mata karena bakalan pas banget jika dihidangkan dengan nasi hangat.

Sepertinya kudu niatkan nih di kunjungan berikut saya ke Banjarbaru. Setidaknya langsung nangkring manis pukul 11:00wita. Masa di masa warung baru buka. Jangan sampe keduluan rombongan tamu lain atau kehabisan seperti yang saya alami sesorean itu.

Warung Bawah Asam Banjarbaru. Konsisten Melestarikan Asupan Tradisional Suku Banjar Selama Puluhan Tahun
Saya, Ibu Ikrimah dan Yossie. Sang legenda pendiri Warung Bawah Asam

Warung Bawah Asam dan Eksistensinya

Warung Bawah Asam Banjarbaru. Konsisten Melestarikan Asupan Tradisional Suku Banjar Selama Puluhan Tahun
Nangkring asik di Warung Bawah Asam dengan Yossie

Warung sederhana dengan kondisi setengah terbuka, tak berdinding permanen ini, mendapatkan bantuan Corporate Social Responsibility yang dimiliki oleh PLN (PLN Peduli). BUMN ini memberikan bantuan berupa renovasi warung sekaligus menjadikan warung lebih luas agar bisa menampung tamu dalam jumlah yang lebih banyak dan tentu saja nyaman.

Selain itu juga membantu dalam pengurusan dan mendapatkan Sertifikasi Halal serta sertifikasi Laik Hygienis Sanitasi pada 20 Juli 2019. Sertifikasi yang adalah bukti tertulis keamanan pangan untuk pemenuhan standar baku mutu dan persyaratan kesehatan olahan pangan siap saji, baik sebagai jaminan ke-halal-annya dan tingkat higienitasnya.

Satu kondisi yang menyatakan bahwa resto yang bersangkutan layak atau memenuhi jaminan terutama tentang kebersihannya. Sertifikasi ini berlaku selama tiga tahun dan bisa diperbaharui atau batal jika berubah pemilik, berubah alamat atau bahkan tutup. Karena menyangkut tentang higienitas, sertifikasi Laik Hygienis Sanitasi ini mencakup sarana fisik bangunan, perlengkapan, pemeliharaan kualitas lingkungan, air bersih, jamban, peturasan, saluran limbah, tempat cuci tangan, bak sampah, kamar mandi dan peralatan pencegahan termasuk serangga. Kebijakan yang adalah sebuah aplikasi dari Keputusan Menteri Kesehatan No. 1098/Menkes/SK/VII/2003.

Untuk saya pribadi, sertifikasi higienitas ini perlu banget ya. Terutama sebagai salah satu wujud dari perlindungan terhadap konsumen. Halal saja mungkin tidak akan cukup tanpa dukungan kebersihan dalam segala hal yang ada di dalam lingkungan rumah makan, khususnya tentang sanitasi dan urusan kesehatan. Baik bagi rumah makan itu sendiri maupun untuk semua tamu yang berkunjung dan makan di sana.

Saya pun jika berada di tempat makan, hal pertama yang saya perhatikan adalah urusan kebersihannya. Meski hanya warung sederhana seperti Warung Bawah Asam ini, tempat yang bersih bukan hanya memberikan rasa nyaman di visual dan di hati tapi juga memberikan pengaruh yang kuat pada selera makan kita. Betul gak sih?

Dan itu saya temukan begitu apik saat berada di Warung Bawah Asam.

Sukses Warung Bawah Asam. Semoga terus konsisten dalam melestarikan asupan tradisional suku Banjar hingga puluhan bahkan ratusan tahun kemudian. Di tengah kesederhanaan fisik bangunan, nyatanya Warung Bawah Asam telah sangat berjasa dalam menjaga kuliner nusantara, khususnya bagi suku Banjar. Giat berusaha dengan berkah agar apa yang diusahakan saat ini juga membawa manfaat bagi orang lain. Terutama untuk mereka yang memproduksi aneka camilan tradisional dan menitipkan rezeki lewat Warung Bawah Asam.

Saya juga ingin menghaturkan terimakasih kepada Ibu Fatimah (Timah) yang sudah dengan sabar ngbrol dengan saya serta memberikan banyak informasi yang membantu saya menyempurnakan isi dari artikel ini. Semangat Ibu Timah yang bertekad kuat mempertahankan usaha yang sudah dirintis orang tuanya ini terlihat begitu kuat dengan langkah-langkah konsisten yang sungguh bermanfaat.

Dan eh ada satu hal penting yang juga patut disimak adalah tentang kehadiran seorang blogger makanan seperti saya. Profesi ini sungguh banyak memberikan insight yang baru di setiap tempat yang saya kunjungi. Sesederhana apapun hidangan yang disajikan, saya selalu mendapatkan banyak ilmu tentang kuliner yang selalu terangkum manis pada setiap tulisan yang saya buat. Bahkan ada di berbagai masa, saya memesan beberapa kuliner yang akan ditulis untuk disantap di rumah sembari menonton film Indonesia. Film yang sekarang banyak beredar di aplikasi live streaming.

Warung Bawah Asam Banjarbaru. Konsisten Melestarikan Asupan Tradisional Suku Banjar Selama Puluhan Tahun
Meja terdepan yang ada di Warung Bawah Asam. Berjejer kudapan tradisional berjejar rapi di sini

Warung Bawah Asam Banjarbaru. Konsisten Melestarikan Asupan Tradisional Suku Banjar Selama Puluhan Tahun
Kue dan kopi. Kombinasi asik saat menikmati camilan di saat hujan yang enggan berhenti

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

46 thoughts on “Warung Bawah Asam Banjarbaru. Konsisten Melestarikan Asupan Tradisional Suku Banjar Selama Puluhan Tahun”

  1. Pilihan jajanannya banyak banget, rata-rata dengan paduan santan dan gula merah ya. Manis dan gurih campur.
    Wow, nggak cuma sertifikat halal, tapi juga sanitasi kebersihannya. Makin tenang ya makan di warung bawah asam ini.
    Salutnya lagi, walau dikenal banyak orang, jualannya laris, tapi tetap mempertahankan seperti awalnya berkembangnya dulu. Baik harga maupun bangunannya

    Reply
    • Jadi inget jajanan di pulau Jawa ya Mbak Nanik. Serba manis. Ternyata di Banjar pun begitu. Dominan manis meski dicampur dengan santan untuk efek gurih.

      Iya Mbak. Salut banget dengan usaha Ibu Ikrimah ini. Turut melestarikan kudapan asli Banjar selama puluhan tahun. Sampai sekarang diteruskan oleh sang anak ke-3, Ibu Fatimah. Terlihat banget perbedaannya dengan jaman dahulu. Foto-foto perbandingannya surprising banget.

  2. Aku terkejoet saat tahu totalnya bayar berapa, ini murah sekaliii, Mba Annie..Mana enak-enak dan unik. Sampai enggak ngenalin lupis juga yang lain karena penyajian yang berbeda. Bisa betah nih makan nyamikan berteman kopi hitam di tengah derai hujan yang enggan berhenti.
    Salut sama pendiri Warung Bawah Asam, Ibu Ikrimah yang terus konsisten dalam melestarikan asupan tradisional suku Banjar.

    Reply
    • Iya Mbak. Padahal yang dimakan udah banyak banget. Saya sampe minta dihitung ulang. Takut salah hitung hahahaha.

  3. Makanannya terlihat menggirukan semua dan ada beberapa makanan juga yang sudah lama tidak saya jumpai seperti lupis. Jadi pengen berkunjung juga ke sana kalau ada kesempatan hehe. Selain lengkap harganya juga lumayan ramah kantong ya mba

    Reply
    • Sempatkan berkunjung ke Warung Bawah Asam saat berada di Banjarbaru ya Mbak Lila. Turut merasakan dan melestarikan banyak kudapan khas Banjarbaru

  4. Hohoho ternyata Pundut Nasi terbuat darin tepung beras
    kirain ada nasi benerjan …. :D

    kebetulan baca tulisan Mbak Annie sambil makan lupis
    Tadi lihat lupis di pasar cuma seribuan, jadi beli deh …. :D

    yang emejing mageli Mbak, juga ada di tanah Sunda
    Namanya aja yang beda, dari tadi saya nginget2 eh lupa

    Reply
    • Pundut Nasi dari beras yang dikukus dan dibungkus daun pisang Mbak. Dicampur dengan santan dan air gula. Yang dari tepung beras itu Bebongko. Camilan yang juga dibungkus daun pisang. Dijelaskan di bawahnya.

      Waaahh enaknya lupis di Jawa Barat ya. Bentuknya aja nih yang beda sama lupis nya Banjar.

  5. MashaAllah~
    Sukses selalu untuk Warung Bawah Asam. Rasanya kagum banget masih ada pemilik usaha yang sangat manusiawi dengan hanya mengambil untung sedikit dari penjualan. Kan Ibu Ikrimah juga punya pengeluaran untuk sewa toko, cuci piring dan peralatan makan lainnya.

    Kagum banget.
    Dan semoga Warung Bawah Asam semakin dikenal dan menjadi keshayangan warga Banjarbaru.

    Reply
    • Niatnya luhur ya Len. Selain melestarikan camilan khas Banjar, juga membantu para pembuat camilan tersebut dengan cara titip jual di warung.

      Warung ini berada di teras depan rumah Ibu Ikrimah. Jadi memang gak butuh biaya sewa.

    • Yuk. Kapan kito ngelencer ke Banjar Ded. Eh btw, di Plembang kalu ado warung2 cak ini yo Ded.

      Betul Ded. Skala ukur “cukup” bagi wong berbeda-beda ye. Penjual makanan tradisional tuh begawe dari hati dan rasa cinta.

    • Geng travel blogger punya kode khusus nih..
      Hihii… Seneng banget kalau ya pembeli ya penjual, sama-sama ridho dengan rejeki yang ada. Sehingga proses jual-beli sama-sama nyaman.

      Paling pengen makan laksa.
      Tapi menu lupisnya bikin penasaran, Karena bentuknya yang gemooyy..

  6. Dari foto-foto, kesan pertama saya liatnya adalah bersih.
    Bener banget, bu, meski warung sederhana yang penting bersih bikin nyaman bersantap.
    Murah bangeeet itu 48ribu, yaa…

    Btw yang saya familiar cuma lupis, itupun kalau di medan bentuknya segitiga. Selebihnya, alih-alih pernah makan, namanya aja baru beberapa yang baru dengar.
    Saya bacanya lagi puasa pula nih, hihii

    Reply
    • Kapan ada rezeki ke Banjarbaru mampir dan cobalah semua Ci. Pasti seru nih baca pengalaman rasanya Suci di Warung Bawah Asam ini.

    • Huahahah, sama kak..
      Godaan terbesar banget memang melihat aneka foto makanan yang manis saat berpuasa.
      Apalagi melihat putu Mayang, laksa, dan si lupis, wuiih ciamik banget yak buat kita berbuka puasa hehe

  7. Pundut nasi, beras dengan santan, dibungkus daun pisang lalu dikukus.
    Penasaran gimana rasanya.

    Kalau dijawa kan ada lontong, eh tapi lontong kan nggak pakai santan. Dan pundut nasi ini saat dibuka, masih kelihatan itu santannya basah

    Reply
    • Nah bener Mbak. Konsepnya memang mirip lontong ya. Bedanya di Pundut ini dikasih santan dan dibungkusnya dengan cara berbeda

  8. Kemarin nginget-nginget gorengan serupa di tanah Pasundan
    Dan baru keinget, namanya “rarawuan”,
    Bedanya rarawuan gak manis, tapi gurih
    Karena diberi kelapa parut dan bumbu penyedap
    Cobain deh kalo ke Bandung atau kota2 Jabar lain
    Gak cukup sebuah :D
    Krauk..krauk..

    Reply
  9. MasyaAllah totalitas ya Mbak Annie, ambil gambar. Hasil jepretannya bagus, jadi bikin pingin, saya yang lihat.

    Warungnya lengkap menyajikan kudapan tradisional khas Banjar, cocok untuk kulineran. Dari yang disebutkan itu, tahunya Putu Mayang sama Lupis, hehe

    Reply
    • Makasih untuk complimentnya Mbak April. Semoga lewat foto-foto ini kecintaan kita akan jajan pasar tradisional daerah semakin meningkat ya.

    • Setuju kak, jadi kepingin nyobain kudapannya semua haha.
      Apalagi ada yang daku suka itu, salah satunya lupis.
      Fix dah buka ini di waktu siang pas puasa jadi tambah laper hehe

  10. Paling sebel deh mampir ke blog ini…. Menggodanya gak tanggung-tanggung sih… Bikin pingin langsung cuss ke BAnjar baru deh. Apalagi lopis nya… Bikin ngeces. Ajarin saya photography dong mbak….

    Reply
    • Hahahaha. Suka aja motret Mas. Melengkapi tulisan di blog. Biar yang baca mendapatkan hiburan visual selain tulisannya. Yuk, kapan kita ketemuan? Saya motret pake kamera di HP aja sih ini.

  11. Banyak pilihan makanan manisnya ya, Mbak. Kalau pun ada yang gurih, kayaknya gurih banget. Kalau saya yang ke sana, kayaknya hanya sanggup makan 1-2 menu. Mungkin harus rame-rame supaya bisa saling icip. Tapi, kalau jalannya cuma sendiri atau berdua, bakal bungkus aja. Sayang dong udah ke sana, tapi gak borong hehehe.

    Warungnya terlihat bersih. Saya fokus juga ke lantainya. Itu dari kayu, ya? Kelihatan apik ownernya, ya.

    Reply
    • Yup betul. Sebagian besar memang manis bercampur gurih dari santan. Beramai-ramai memang lebih seru karena sambil ngopi di sini juga asik.

      Kebersihan memang jadi perhatian utama Mbak Myra. Karena itu Warung Bawah Asam mendapatkan sertifikasi hygiene. Yang memang ditujukan untuk masalah kebersihan dari semua fasilitas yang ada. Termasuk lantai kayu yang menjadi area utama untuk dine-in.

  12. Selalu suka kalau mampir di rumah Mba Annie ini ^^
    Baca ini auto ngiler Mba :-D Pilihan jajanannya banyak banget dan saya juga suka sekali dengan jajanan tradisional seperti ini. Beneran penasaran dengan Pundut Nasi, Mageli dan Babongku…
    Semoga ada rejeki kesempatan ke sana juga…^^

    Reply
    • Makasih untuk complimentnya Mbak Cindi. Memang seasik itu tempatnya. Semoga nanti Mbak Cindi bisa ke Banjarbaru dan mampir ke warung ini ya.

  13. Wuooww harga jajanannya sangat ramah kantong syekaleeee. Camilan khas Banjarbaru ternyata banyak sekali yang belum aku cicipin hehe. Tapi kyk ada pengaruh budaya Jawa/ lainnya ya kyknya, mirip2 makanannya, beda penyebutan. Kucatat namanya Warung Bawah Asam, semoga kapan2 bisa jajan ke sana. Kalau jajan ke sana ku kirim potonya ke mbak Annie hahaha.

    Reply
    • Naaahhh ini nih orang yang perlu mampir hahahaha. Jangan lupa ya ke Warung Bawah Asam pas pulang kampung ke Banjar bareng keluarga.

  14. saya pikir bakalan minimal pernah 1 kali saja memakannya, ternyata saya bener-bener baru tahu nama makanan dan bahannya dari tulisan mba Annie. Semoga bisa nyobain salah satunya. Makin kaget dengan semua harganya yang muce mashaAllah. Kerennya lagi meski warung namun sangat mempertimbangkan konsumen dengan adanya Sertifikasi Halal juga sertifikasi Hygienis Sanitasi. Karena jujur aja, meski kita makan di warung pasti memilih warung yang bersih. Semoga pemilik warung makin berkah usahanya dan laris manis.

    Reply
  15. Baru ini liat penampakan pundut nasi, kalau putu mayang aku makan pertama kali di Kepri. Aku pikir makanan tradisional di sana. Ternyata di Banjar ada juga ya. Kue yang paling aku suka itu kue lupis. Hehe

    Reply
    • Meski sejenis, di setiap daerah ada cirinya masing-masing. Bisa bentuknya beda, bahannya beda, atau campurannya beda. Aku merasakan Putu Mayang ala Banjar beda dengan yang di Sumatera. Kalo di Banjar semua rasanya muanis luar binasa Des. Aku yang anak Sumatera, gak kuat sama level manisnya.

  16. jadi penasaran arti “marning”, di Jawa Tengah juga ada camilan marning, untuk camilan jagung
    sedangkan ini keripik marning yang berbahan singkong
    mungkin marning ini sebutan untuk cara pengolahan ya?

    Huhuhu waktu berbuka masih lama, tapi udah ngeces lihat lupis
    kebanyakan snack pakai santan atau gula merah ya Mbak?
    Ciri khas olahan makanan tradisional

    Reply
    • Saya juga mengenal MARNING sebagai pipilan jagung yang kadang diolah manis atau pedas. Nagihnya udah seperti makan kacang. Gak bisa berenti ngunyah pokoknya hahahaha.

      Rata-rata bahkan mungkin hampir semua penganannya manis Mbak. Keknya cocok buat orang Sunda. Kalo buat orang Sumatera seperti saya rada susah cucoklogi nya. Secara ya. Di Sumatera semua makanan cenderung pedas, asin, dan gurih.

  17. Main ke warung bawah asam gak hanya mau mengisi perut atau hunting kuliner, melainkan juga bis nambah wawasan dan citarasa kearifan lokal yang dipertahankan.
    Banyak jenis makanan yang memang mirip dengan kuliner di Jawa ya. Jadi kalau beneran bisa ke sana, lidah ini gak akan begitu tersiksa

    Reply
    • Semoga suatu saat Teh Okti bisa berkunjung ke Banjarbaru ya. Nyobain penganan daerah tuh memang mengasikkan. Banyak pengalaman baru buat indera perasa kita.

  18. mbaaa, aku termasuk sweet tooth, bakal kalaaappppp bangettt kalo ke sini
    cuma penasaran aja, warga setempat banyak yg diabetes apa kagak yhaa. secara jajannya maniiisss kek gt
    kinca gula menyeruak di semua sajian yha

    Reply
    • Hahahahaha. Beneran bakal kalap kalau dirimu ke sini. Legi semua. Aku sampe mabok. Gak kuat nerusin nyoba. Nutupnya juga pakai kopi hitam tanpa gula sama sekali. Mahtegh (iki bahasa Indonesia ne opo yo? hahahahahaha).

  19. Meskipun judulnya kudapan, tapiii.. tampilannya estetik sekali.
    Masa kecilku dulu, doyan banget beli Putu Mayang di supermarket Sinar Surabaya.
    Sekarang sepertinya uda langka makanan tradisional seperti ini di kota-kota besar. Beruntung, kalau makan di Warung Bawah Asam, Banjar bisa menemukan banyak hidden gems.

    Btw, makna “Bawah Asam” ini dalam bahasa Banjar artinya apakah, ka Annie?

    Reply
    • Betul banget. Sudah jarang banget ada warung pelestari yang khusus mendagangkan penganan tradisional atau khas daerah dimana mereka berada. Jadi waktu ketemu Warung Bawah Asam ini saya langsung antusias. Penganannya otentik. Kita pun nambah pengetahuan. Tamunya juga gak berhenti. Laris banget. Berarti masyarakat lokal memang juga masih menaruh minat pada penganan khas daerah mereka sendiri.

      Jika saya tidak salah, Bawah Asam ini nama tempatnya. Lokasi.

  20. mba annie aku suka banget gaya bahasanya berasa lagi liat langsung hihi..

    putu mayang di tempatku ada mba, tapi ga pake kuah. padahal yang dijual jajanan ya mba bukan makanan berat tapi rame pengunjung yang makan di situ.
    seneng masih ada pedagang makanan tradisional karena tampaknya sekarang semakin sedikit nemu jajanan tradisional.

    Reply

Leave a Comment