YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
YATRA & MADHYAANTAR | COVER DEPAN YANG SEDERHANA TAPI BERJUTA MAKNA

India? Again? Yang bener aja Yan. Doyan, hobi apa sudah ada sekeping hati yang tertinggal disana (ah please)?

Itu sederetan kalimat yang muncul di benak saya saat membaca pengumuman Haryadi Yansyah (Yayan) tentang diluncurkannya buku solo ke-3 berjudul Yatra & Madhyaantar di media sosial. Meski saya paham Yayan doyan dengan setiap film termasuk lagu-lagu dan jogetnya India, menyajikan buku 400an halaman plus dalam waktu atau proses kreatif yang singkat, menurut saya insane.

But hey, there must be something unusual, aren’t there? Pasti ada sekian gerbong cerita yang begitu membekas di hati sampe akhirnya Yayan memutuskan untuk membuat buku khusus pembahasan tentang India.

Saya sendiri punya sederetan kisah “spesial” tentang India dan orang India.

Spesial? Yup. Jadi begini, saya tuh pernah menginjakkan kaki di New Delhi. Lupa tahun berapa. Sayangnya saya kesana untuk urusan pekerjaan bukan liburan. Belum jadi blogger seperti sekarang apalagi menghasilkan foto-foto yang layak untuk dibagikan. Handphone aja belum ada. Apalagi media sosial. Nah udah kebayang kan lamanya. Sewaktu saya di Delhi, perusahaan tuan rumah (yang mengundang) mengajak kami, beberapa orang peserta pertemuan termasuk diantaranya saya, berkeliling kota yang diakhiri dengan makan lama bersama.

Dalam perjalanan itulah saya banyak menabung irisan hati yang benar-benar tidak saya duga. Terutama saat melihat banyaknya pengemis dan tunawisma bergelimpangan di pinggir jalan yang kami lewati. Saya sempat tak bisa menahan runtuhnya air mata hampir berjam-jam karena tak kuat hati. Bahkan saking hebohnya, salah seorang teman asal Philippine sampai menenangkan hati saya sembari terus bertanya dan menepuk halus pundak saya, “Annie, are you oke?” Saya cuma bisa mengangguk dengan seulas senyum yang terlihat (sangat) dipaksakan.

Meski sebenarnya pengen balik ke hotel tapi rasanya tak etis mengacaukan acara karena saya, yang mungkin, terlalu melow melihat apa yang terpampang di depan mata. Bahkan tak ada yang mengganggu dengan banyak pertanyaan saat saya hanya mampu menghabiskan 2 lembar roti Cane dan tampak gak nyambung dengan apa yang sedang diobrolkan. I thought I was the only one who had that feeling. Tapi nyatanya teman sekamar saya, yang berasal dari Philippine itu, juga merasakan hal yang sama. Dia tergugu dengan tangis yang sudah dia tahan sedari tadi. Saya pun kembali larut dengan hal yang sama. Hingga kami saling menenangkan lewat sebuah pelukan erat.

Over reacted?

Nope. Manusiawi saya rasa. Terutama buat saya yang, kata orang, terlalu sensitif untuk melihat kemelaratan, yang kata orang “penampilan Rambo tapi hati Rinto”. Jadi sejak saat itu, saya belum berani kembali ke Delhi. Pun termasuk melakukan perjalanan ke India. Dan berasa rendevous dengan rasa pilu saat Yayan menceritakan pengalamannya sampai di Kolkata, melihat banyak homeless yang tidur di lantai stasiun kereta, diteriaki petugas, bahkan beberapa diantaranya buang BAB di rel kereta karena minimnya sarana sanitasi.

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
Taj Mahal yang fenomenal itu. Bangunan sarat kisah cinta yang menjadi tujuan utama wisata saat orang memutuskan untuk menghabiskan waktu di India. Bangunan bukti kecintaan Shahabuddin Muhammad Shah Jahan untuk Mumtaz Mahal, istri ke-3nya
YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana

Sekilas Tentang Buku Yatra & Madhyaantar

Buku setebal 422 halaman terbitan Ellunar, Bandung ini dibagi atas 2 bagian yaitu Yatra yang kalau diterjemahkan secara bebas berarti Bepergian dan Madhyaantar yang berarti Jeda/Setengah Waktu.

Pada bagian Yatra, Yayan melakukan perjalanan backpacker dengan 2 orang teman lelaki, Indra dan Ahlan. Mereka berasal dari 3 kota yang berbeda tapi nyatanya terhubung lewat media sosial dan sepakat untuk berkelana di India dengan budget yang ketat selama 3 minggu. Kisah kebersamaan sarat suka dan duka yang akan dimulai dari Kuala Lumpur menuju Kolkata dan pulang dengan rute kebalikannya.

Yatra akan meliputi pengalaman di Kolkata (saat kedatangan), Agra, New Delhi, Amritsar, Jammu & Kashmir, Varanasi dan kembali ke Kolkata dalam perjalanan pulang.

Sementara pada bagian Madhyaantar, Yayan melakukan perjalanan solo yang meliputi Jaipur, Jaisalmer, Jodhpur, Ahmedabad, Udaipur, Ajmer & Pushkar. Madhyaantar sendiri adalah rangkaian kisah di 2018 dan merupakan perjalanan ke-3 Yayan ke India setelah Yatra (2015) dan kemenangan Yayan atas trip to Kerala/Kerala Blog Express (2016). Jadi gak kaget ya kalau Yayan bisa begitu fasih mengurai kata tentang rasa dan visual tentang negeri bollywood ini. Like a second home indeed.

Dari belasan kota yang dikunjungi inilah, saya berulangkali menorehkan coretan dan stabilo hingga berlembar-lembar tentang berbagai hal yang begitu mengena di hati. Mulai dari keindahan banyak tempat wisata yang kaya akan latar belakang sejarah dan sarat keindahan, sampai ikut merasakan bagaimana mengelola hambatan dan banyak hal diluar dugaan, baik secara pribadi maupun bersama dengan rekan seperjalanan. Buat saya yang tak pernah sekalipun melakukan perjalanan edisi backpacker, Yatra & Madhyaantar telah mengajarkan banyak hal tentang keterbatasan, sekaligus bagaimana cara yang tepat untuk memandang keterbatasan itu sebagai satu atau banyak hal yang patut kita kenang sepanjang masa.

Buku ini dilengkapi dengan 150 buah foto hasil jepretan Yayan yang mewakilkan indahnya India dari sudut mata seorang pejalan sejati. Meski dihadirkan masih dalam wujud hitam putih, saya yakin akan lebih cetar membahana jika ada beberapa diantaranya dicetak dalam edisi berwarna. Nah beberapa foto inilah yang akhirnya saya mintakan ke Yayan agar dapat dihadirkan di blog saya. At least, untuk yang sudah membaca buku ini, lihat loh, ternyata foto edisi aslinya tuh keceh badai.

Penulis asal Palembang yang saya kenal ini adalah salah seorang author favorit saya. Jadi tidak perlu berpikir dua kali saat buku ini ditawarkan kepada publik. Saya bahkan begitu antusias menunggu buku ini sampai di tangan saya. Meskipun akhirnya cukup kaget dengan 422 halaman, saya mendapatkan ratusan pengetahuan tentang India yang tak pernah saya duga. Bahkan yang tak pernah dibayangkan sekalipun. Meski dalam beberapa bagian berhasil membangkitkan kenangan pilu sewaktu saya sempat berkunjung ke Delhi.

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
Gerbang masuk Taj Mahal yang indah luar biasa

Menikmati Yatra

Kolkata dan Agra

Yayan, Indra dan Ahlan mengingatkan kita agar menabung kesabaran di India terutama jika berhubungan dengan kereta apinya. Satu-satunya moda transportasi yang menjadi andalan utama masyarakat umum untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain.

Diantara tabungan kesabaran itu adalah berjuang mendapatkan kepastian tiket confirmed, menghadapi barrier dalam bahasa dan komunikasi saat ketibaan di Stasiun Howrah, Kolkata dalam rangka menuju Agra. Di stasiun ini pulalah ketiga lelaki ini menyaksikan bagaimana gak enaknya dicuekin petugas dan bagaimana akhirnya justru informasi yang diinginkan didapatkan dari orang lokal. Plus melihat banyak homeless yang bergelimpangan di area stasiun yang saya tulis di atas tadi.

Melewati 33 jam berada di dalam gerbong kereta menuju Agra yang dari hitungan angkanya saja sudah melelahkan, akhirnya terbayarkan dengan keindahan Taj Mahal. Sebuah bangunan yang begitu populer di India, bukti kecintaan Muhammad Syah Jahan akan istri ke-3 nya, Mumtaz Mahal yang dulunya bernama Arjumand Banu Begum. Putri seorang bangsawan asal Persia. Arti kata Mumtaz Mahal sendiri adalah yang terpilih diantara yang indah di istana. Ah, bergetar rasanya mengetahui hal ini.

Meski para pengunjung sangat dibatasi dalam merekam Taj Mahal melalui lensa kamera, bangunan yang terbalut pualam putih (Alabaster) ini akhirnya bisa dinikmati secara utuh lewat Mehtab Bagh, taman di seberang sungai Yamuna.

New Delhi

Saya berdebar-debar saat membaca bagaimana Yayan dan keduanya temannya harus mengalami naik bajaj dengan 2 orang penumpang gelap yang mabuk dan nemplok bergelantungan di samping supirnya, dalam perjalanan menuju rumah Yogi (salah seorang host couchsurfing). Sudah sepakat dengan biaya tertentu, eh ngotot minta duit tambahan. Kejadian yang di beberapa bagian juga saya baca di buku ini. Sepertinya sudah menjadi kebiasaan yang berurat berakar di India ini sih.

Sama seperti ngilunya hati saat ada seorang warga yang menggiring mereka ke agen travel padahal cuma ingin memperbaiki SIM Card. Lalu diiringi dengan sebuah kenyataan bahwa SIM Card yang sudah mereka beli hanya bisa difungsikan di area Agra saja. Kemudian ada pengalaman kekurangan kembalian uang dari pembelian makanan senilai 100Rupee. Satu kejadian yang mengajarkan kita untuk lebih berhati-hati dalam soal transaksi keuangan. Terutama jika itu terkait dengan mata uang asing yang tidak biasa kita kenali. Meski mungkin jika dirupiahkan tidaklah besar tapi ketidak-pas-an dalam kondisi apapun tentunya bikin kita geram.

Terlepas dari kisah-kisah seru di atas, di Delhi ini jugalah kita bisa menikmati cerita tentang Qutb Minar. Sebuah reruntuhan yang masuk dalam situs sejarah yang dilindungi UNESCO. Disanalah terdapat minaret/menara masjid berbahan dasar batu bata tertinggi di dunia.

Mereka kemudian bertemu dengan Zulfa (salah seorang blogger asal Indonesia yang menikah dengan orang India). Pertemuan dengan Zulfa ini melahirkan sebuah pengalaman kuliner yang istimewa. Mereka mengunjungi Karim Restaurant di Old Delhi. Salah satu restoran terbaik di Asia versi majalah Time yang sudah berdiri sejak 1913. Pemiliknya adalah Haji Karimuddin, keturunan chef yang dahulu bekerja di istana kekaisaran Mughal. Dan mendadak saya berharap bisa melihat foto-foto makanan yang mereka nikmati dan katanya adalah sajian kuliner yang kabarnya adalah makanan khas kekaisaran tersebut.

Di kota besar ini jugalah Yayan dan teman-temannya bergulat dengan kenyataan bagaimana kemiskinan merenggut kehidupan banyak orang. Merekapun sepakat untuk menitipkan sejumlah rejeki untuk makan sejumlah gelandangan lewat sebuah resto yang terbiasa berbagai kebaikan. Inilah yang menjadi sesungguhnya makna dari sebuah perjalanan saat kita bertemu ketidakberuntungan hidup dari berbagai belahan dunia.

Terlepas dari kisah sosial di atas, Yayan juga berbagi cerita tentang Jama Masjid dan sentuhan psikologis saat berada di masjid ini. Kemudian diiringi dengan serangkaian ulasan menarik tentang Pasar Chandhi Chowk dengan jalanannya yang kecil dan padat, serta benteng Red Fort seluas 103,06 hektar dengan dinding benteng sepanjang 2,41km yang dulu adalah kediaman utama Kaisar Mughal.

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana

Amritsar

Di Amritsar inilah kita bisa membaca tulisan tentang War Ceremony yang rutin dilakukan oleh Indian Border Security Force dan Pakistan Rangers Soldiers. Event yang diadakan sejak 1959 ini (perpisahan resmi antara India dan Pakistan), dilakukan di perbatasan Attari dari sisi India dan Wagah dari sisi Pakistan. Selain melihat bagaimana para tentara baris berbaris dengan langkah-langkah yang unik, kita juga disajikan tampilan fisik dengan outfit dan perlengkapan yang sama uniknya. Seperti menggunakan topi berbentuk kipas besar dan langkah berbaris dengan mengangkat kaki setinggi mungkin. Yang nonton itu tidak sedikit loh. Kalau tidak datang dalam waktu yang tepat, dijamin kita tidak mendapatkan posisi yang strategis untuk memotret atau mem-videokan upacaranya.

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
Padatnya penonton yang mengikuti War Ceremony

Di Amrtisar jugalah, kita disajikan serangkaian hal yang menghadirkan Golden Temple/Harmandir Sahib. Sebuah tempat ibadah yang dilapisi sekitar 750kg emas. Saya menikmati rangkaian tulisan menyentuh tentang bagaimana Yayan merasakan saat-saat syahdu yang merangsek kedalam jiwa saat menyaksikan umat Hindu beribadah.

Dari bagian ini jugalah kita dapat mengetahui 5K elemen penting yang menjadi pegangan hidup warga Sikh. Sederetan ilmu pengetahuan baru yang saya dapatkan dari buku ini.

Pertama adalah Kash atau larangan memotong rambut. Larangan ini dijadikan acuan karena menurut mereka rambut adalah kesucian dan anugerah. Membiarkan rambut panjang adalah salah satu bentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta. Kedua adalah Kanga/Sisir sebagai lambang kebersihan. Ketiga adalah Kadha/gelang besi yang melambangkan kekuatan dan benteng diri. Keempat adalah Kacha yaitu pakaian serupa baju kurung hingga di bawah lutut, dan yang terakhir (kelima) adalah Kirpan atau pedang/belati yang mencerminkan tentang kebaikan atau kasih sayang (Kirpa) dan kehormatan/martabat (Aanaa).

Di Golden Temple ini juga ada langgar, dapur umum yang menyediakan makan gratis untuk siapapun yang berkunjung dan ada area khusus untuk menginap. 2 fasilitas yang kemudian dimanfaatkan oleh banyak pengelana dengan modal ngepas sembari menikmati layanan 60-80 ribu porsi makanan yang disajikan setiap harinya.

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
Indahnya Golden Temple dengan cahaya lampu di malam hari

Jammu

Ada beberapa destinasi wisata dan pengalaman yang layak masuk dalam wish list kita ke India dari kota Jammu. Diantaranya adalah:

Perjuangan menuju Srinagar karena jalanan kerap dibuka tutup 1 arah diakibatkan oleh cuaca. Bertemu dengan orang baik, Jamal dan Radja, yang berasal dari Kashmir. Berkat bantuan merekalah akhirnya Yayan dan kedua temannya naik berbagai alat transportasi berganti-ganti dengan berbagai pemandangan. Mereka harus melewati jalur berbahaya dan juga rawan konflik antara India dan Pakistan. Seru sih. Tapi justru yang begini ini nih yang bikin kisah perjalanan kita penuh warna.

Sesuatu yang istimewa tentang kuliner pun didapat di Jammu. Mereka kembali menemukan sebuah resto jempolan bernama Rock View milik uncle Ghlum Hassan Mir yang referensinya mereka dapat dari sebuah buku wisata. Di rumah makan inilah saya membayangkan asiknya mereka menikmati nasi basmati, chicken mutton curry, mutton ball (meatball dari daging domba) dan sayuran dingin yang terdiri atas bawang bombay dicampur lobak. Serangkaian kenikmatan makan dengan harga sekitar 650Rupee atau setara dengan 130K Rupiah per orang.

Kota Jammu juga memiliki sebuah taman bunga atau kebun tulip terbesar di Asia. Kebun ini bernama Indira Gandhi Memorial Tulip Garden. Dibuka hanya saat Tulip berkembang yaitu sekitar Maret s/d Mei setiap tahunnya. Disini terdapat 25 jenis tulip berwarna-warni setinggi 50-70cm. Di tempat ini juga kita bisa menyaksikan indahnya Wild Himalayan Cherry atau Prunus Cerasoides atau Sakura. Mendadak langsung ingat akan Turki, Belanda, Jepang dan Korea sekaligus.

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
Indira Gandhi Memorial Tulip Garden. Kemanjaan visual karena sekaligus menikmati indahnya pegunungan yang berada di belakangnya

Di satu daerah yang beberapa sudutnya adalah pegunungan, sudah bisa dipastikan ada hiburan naik kuda. Begitupun saat tiba di Pahalgam. Berkuda menyusuri pegunungan menjadi ciri khas atau salah satu kegiatan wajib saat berada di Pahalgam. Dan jangan salah loh dari perjalanan berkuda ini, Yayan dan teman-teman menemukan sebuah pemandangan yang sungguh indah seperti berada di Swiss.

Sama seperti Yayan, saya belum sekalipun menginjakkan kaki di Swiss. Taunya cuma lewat Youtube. Dan ketika mengulang kembali tontonan tersebut, saya setuju dengan pendapat di atas. Jadi kalau mimpi bertandang ke Swiss tak kesampaian, mungkin bisa dibelokkan ke Pahalgam, India.

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
Pemandangan ala Switzerland di Pahalgam
YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana

Varanasi

Satu hal khusus yang ingin saya bagikan dari tulisan Yayan untuk bagian ini adalah urusan beli membeli (transaksi) tiket kereta api. Untuk perkara yang satu ini sepertinya tidak se-efisien dan se-efektif yang kita kira. Yang harus kita ketahui diawal adalah saat kita membeli tiket KA di India tidak semerta-merta tiket tersebut bisa kita gunakan dengan selayaknya. Bahkan meski permintaan tiket sudah over quota, nyatanya tetap ada kursi kosong. Aneh ya? Jatah kosong yang bisa jadi memang sengaja diadakan agar bisa terjadi transaksi jual beli kursi on-the-spot. Dengan kondisi yang tentu saja kita harus merogoh kocek lebih dalam agar mendapatkan kursi tersebut.

Jadi saat tiket sudah dipesan, muncul status waiting list dan masih masuk golongan RAC (Reservation Against Cancellation), berarti kita tetap bisa naik/masuk kedalam kereta, mencari bangku yang kosong, dan sharing seat dengan penumpang lain yang bernasib sama. Tiket waiting list juga bisa jadi sasaran empuk para petugas untuk mengusir kita dari KA. Begitu yang saya tangkap dari perjalanan Yayan dan Indra menuju Varinasi.

Berarti beli tiket on-line gak worth to buy dong? Sepertinya begitu. Kalau mau main aman sih mending beli tiket di travel agent dan tiketnya bisa langsung dalam status confirmed. Yang jelas untuk mendapatkan tiket seperti ini akan ada biaya tambahan sebesar 100Rupee untuk jasa travel agentnya. Koalisi yang luar biasa itu ya (ngetiknya sambil ngurut dada).

Cerita seru lainnya di Varanasi adalah tentang Sungai Gangga. Sebagian besar pejalan rasa-rasanya pasti tahu dengan baik tentang tempat ini. Berita terakhir yang saya baca tentang sungai ini adalah saat India diterpa badai Covid-19 dengan sedemikian dahsyatnya. Mereka yang hidup pas-pasan dan tidak memiliki dana untuk mengadakan kremasi, kabarnya mengikat mayat dengan pemberat agar tenggelam dan otomatis terkuburkan di Sungai Gangga. Selain biaya kremasi yang tinggi, ketersediaan kayu bakar juga jadi permasalahan tersendiri. Jadi meskipun sederet Ghat (tempat kremasi) banyak berdiri, prosesi keagamaan itu tidaklah sesimpel yang kita bayangkan. Tidak mudah dan tidak murah.

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
Menyusuri Sungai Gangga. A view of thousand stories

Oia, ada juga satu cerita seru Yayan saat di Varinasi ini. Menyempatkan diri menonton di bioskop, ada jeda 15 menit di tengah-tengah film untuk memberikan waktu bagi para penonton untuk istirahat, ke toilet, membeli makanan dan minuman atau hanya sekedar mengistirahatkan mata. Boleh juga ya idenya. Cocok nih buat yang beseran.

Not to forget to mention, di Varanasi inilah kita bisa menjejak peninggalan dan peristirahatan terakhir Mother Teresa. Seorang biarawati katholik asal Abania dengan julukan/gelar Beata (blessed) yang diberikan oleh Paus Yohanes Paulus II. Di kompleks Missionaries of Charity ini kita bisa melihat makam beliau berikut museum mini di sebelah ruang makam dan kamar yang biasa ditempati oleh sang peraih nobel perdamaian ini.

Mother Teresa, menurut saya, adalah contoh seorang ibu dengan keluhuran hati dan kebesaran jiwa dalam mengabdikan dirinya bagi sesama manusia. Menjadi seorang biarawati tentunya menjadi sebuah kontrak hidup untuk menjauhkan diri dari urusan dunia dan lebih berkonsentrasi pada hal kemanusiaan serta hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta. Hidup penuh kemuliaan tanpa keraguan.

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana

Menyelami Madhyaantar

Dengan 2 kali perjalanan di India, dimana yang salah satunya adalah penjelajahan backpack, saya gak kaget jika akhirnya Yayan memutuskan untuk traveling solo ke negeri bollywood ini. Setidaknya modal keberanian dan sekarung pengalaman penuh suka duka bisa jadi andalan untuk lebih bisa menjaga diri, memahami orang lokal dan meletakkan ekspektasi pada level yang sepantasnya.

Selain dalam rangka “mendamaikan hati” (peluk Yayan), di kunjungan sekali ini Yayan melangkahkan kaki untuk mengunjungi berbagai tempat yang menjadi lokasi shooting film The Fall (2006) yang diproduseri oleh David Fincher. Film yang pengambilan gambarnya dilakukan di 18 negara, termasuk Indonesia.

Diantara ratusan lembar kisah pengelanaan pribadi ini, saya menikmati bagaimana enjoy nya Yayan bertemu dengan teman-teman baru di sepanjang perjalanan. Orang-orang baik yang diajak berbagi cerita bahkan memberikan pertolongan pada saat kita butuhkan. Jika di bagian Yatra Yayan berangkat ber-3 dengan tentu saja kemudahan untuk berbagi, maka dalam episode Madhyaantar ini, semua hal harus diputuskan secara pribadi. Tapi begitulah seninya solo traveling ya. Yang terbiasa dengan kondisi ini pastinya tidak masalah. Apalagi jika kita sudah mengenal destinasi yang kita tuju atau setidaknya yakin bahwa negara tersebut bisa dipastikan mampu memberikan rasa nyaman dan keamanan. Urusan foto pribadi aja nih yang rada repot ya.

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana

Apa aja sih yang didapat Yayan dari bagian/episode Madhyaantar ini?

Jaipur

Hawa Mahal. Dari penamaannya aja, saya sudah tertegun. Membayangkan kata Mahal saja, imajinasi saya langsung melompat ke sebuah tempat yang berharga atau setidaknya bernilai sejarah. Dan memang nyatanya begitu. Tempat berupa istana dengan 953 buah jendela dan 5 lantai ini, ternyata menjadi bagian dari kejayaan kekaisaran India di jaman lampau yang saat ini tetap berdiri tegak di Jaipur.

City Palace, The Palace of Breeze dan The Palace of Winds, rasanya memang cocok untuk disematkan untuk Hawa Mahal. Apalagi saat saya menerima foto berwarna hasil jepretan Yayan plus beberapa foto professional lainnya yang tersedia di Google. Jendela-jendela yang estetik, fasad yang kaya seni dan perpaduan warna yang cantik, meyakinkan kita untuk tidak melewatkan kunjungan kesini saat sedang berada di Jaipur.

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana

Tujuan lainnya di Jaipur adalah Jantar Mantar. Situs warisan dunia yang masuk dalam daftar pemeliharaan dan lindungan UNESCO ini, mengingatkan kita akan hadirnya penghitung waktu, sebuah jam matahari sebagai kiblat dari rangkaian penentuan waktu serta hal-hal yang berhubungan dengan astronomi.

Jaisalmer. Gimana ya rasanya menginap di atas sebuah tempat wisata yang megah seperti Jaisalmer Fort? Terpesona? So pasti. Acara kunjungan pun jadi lebih sempurna. Layaknya sebuah kesempatan menyaksikan keindahan langsung tanpa harus menghabiskan waktu untuk transportasi atau waktu yang terbuang karena ada kemungkinan nyasar.

Di Jaipur ini jugalah Yayan bertemu dengan Patt dan Apinya, 2 orang warga negara Thailand dan rajin jalan bareng setiap tahunnya. Meskipun Patt kuliah di Inggris dan Apinya tetap di Bangkok, persahabatan mereka terus tersambung oleh impian menjelajah setiap sudut dunia bersama.

Bersama kedua orang inilah Yayan menjelajah Thar Desert atau Great Indian Desert. Sebuah gurun seluas 20.000km2. Gurun terbesar ke-17 dunia dan gurun subtropis terbesar ke-9 dunia. Dengan menyewa sebuah mobil jeep bersama, mereka menikmati sunset, naik unta, menyaksikan pertunjukan seni dan makan malam. Meskipun cukup mahal, tapi menurut saya, sajian petualangannya patut kita coba.

Satu lagi bangunan menarik yang dapat dinikmati saat berada di Jaipur adalah Patwon Ki Haveli. Bangunan ini berupa townhouse/mansion yang dibangun pada 1805. Guman Chand Patwa sang pemilik adalah seorang pedagang yang kaya raya, yang kabarnya berbisnis di benang emas dan perak yang digunakan untuk gaun. Karena itu bangunan ini juga dinamakan sebagai Mansion of Brocade Merchants. Ciri khas visual dari bangunan ini adalah jendela yang menjorok keluar yang dikenal dengan nama Jharoka. Terdiri dari 3 lantai, Guman Chand Patwa mempersembahkan setiap bagian bangun sebanyak 5 buah kepada 5 anaknya. Jadi no wonder kalau setiap bagian Jharoka terlihat berbeda satu sama lain. Saya loh meleleh saat melihat Patwon Ki Haveli ini. Jadi tak ada keraguan untuk memilih fotonya sebagai cover dari artikel ini.

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
Indahnya visual Jharoka dari Patwon Ki Haveli milik Guman Chand Patwa

Jodhpur

Di kota yang didirikan pada era Rao Jodha di 1459 ini, Yayan mengajak kita berkenalan dengan Babu. Kucing jantan gemuk yang menjadi ikon dari Dylan Cafe & Guest House, tempat menginap selama di Jodhpur. Dan sebagai pecinta anak berbulu, saya senyum-senyum geli saat mengetahui bahwa Babu bisa ditaklukkan lewat lagu India yang diputar di HP. Aaaiihh lucunya.

Membalik lembaran dan membaca tulisan tentang Mehrangarh Port, saya mendadak ngilu saat Yayan menuliskan kisah tentang pengorbanan yang disebut dengan Sati/Sutee. Sebuah acara bunuh diri spiritual di agama Hindu yang biasa dilakukan oleh seorang janda. Yang bersangkutan mengorbankan diri di atas tumpukan kayu pemakaman suaminya. Menggunakan pakaian indah, sang janda membakar diri sebagai bukti cinta sehidup semati dengan suaminya. Tragis banget. Apa kabar ya jika pasutri ini meninggalkan banyak tanggungan, seperti anak yang bererot dan masih butuh bantuan hidup dari orangtuanya atau hutang yang bertumpuk?

Cerita lain yang bikin saya ngakak adalah saat Yayan nyasar dan justru melewati jalan belakang yang tidak aman. Dalam perjalanan pulang inilah Yayan dikejar anjing dan “terpaksa” harus memeluk seorang lelaki untuk perlindungan dan pertolongan. Meskipun paham bahwa anjing yang melalak di depan kita harus dilawan dengan keberanian dan berdiam tanpa lari tunggang langgang, mencari bantuan orang lain adalah refleks yang biasa terjadi. Secara ya saya pernah mengalami hal yang sama. Gimana mau diam coba kalau lihat seorang anjing menyalak dengan air liur menetes di depan kita? Yang ada kitanya terkencing-kencing ketakutan. Dan ternyata, kok ya bisa pas, kejadian digigit anjing ini dialami oleh Shuma. Orang Jepang yang sempat bertemu dan ngobrol banyak dengan Yayan selama di kereta. Jadilah Shuma harus disuntik berkali-kali agar tidak mengalami infeksi. Shuma pun dengan tanpa beban menceritakan pengalamannya ini kepada Yayan.

Di Jodhpur juga, Yayang mengajak kita melihat dan membaca tentang Jaswant Thada. Sebuah taman bertingkat yang luas, bersih dengan beberapa gazebo yang berada di sebuah danau kecil. Di tempat ini berdiri patung Rao Jodha, sang pendiri kota Jodhpur. Sang lelaki terlihat menunggang kuda dengan 1 kaki terangkat. Sebuah visual yang menandakan bahwa sang penunggang wafat karena luka akibat perang.

Ahmedabad

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
Foto dan lukisan Mahatma Gandhi yang ada di Gandhi Ashram

Di kota inilah kita dapat menemukan Gandhi Ashram. Rumah tempat tinggal Gandhi yang sarat dengan bukti sejarah tentang perjuangan rakyat biasa yang menentang pendudukan Inggris (baca: kolonialisme) atas India. Gandhi dan rekan-rekannya juga berjuang untuk berbagai isu yang selayaknya menjadi hak rakyat India. Fenomenal memang sejarah tentang Gandhi yang memiliki nama asli Mohandas Karamchand Gandhi.

Meski sebelumnya saya pernah membaca sejarah tentang Gandhi, saya mengulang ingatan bahwa Gandhi ini aslinya adalah seorang nasionalis anti-kolonial (baca: Inggris), ahli etika politik yang paling disegani dan menginspirasi dunia. Beliau diberi gelar Mahatma karena berjiwa besar dan dihormati oleh rakyat India.

Gandhi Ashram sekarang difungsikan sebagai museum. Di tempat inilah ada lukisan, diorama, papan bertuliskan perjalanan hidup Gandhi termasuk foto-foto di hari terakhir beliau hidup atau 1 hari sebelum beliau dibunuh pada 1948.

Di kota ini juga ada 2 bangunan yang dilindungi oleh UNESCO. Pertama adalah Jama Masjid. Sebuah tempat ibadah umat muslim yang dibangun pada 1424 oleh Ahmed Shah I, dibangun menggunakan pasir kuning berukuran 75 x 66m. Dan kedua adalah Teen Darwaza. Sebuah pintu gerbang bersejarah yang sudah berusia lebih dari 600 tahun dengan 3 lubang besar yang tetap berdiri tegak, indah dengan ukiran yang bernilai seni tinggi.

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
Jama Masjid di Ahmedabad

Udaipur

Bisa melaksanakan ibadah wajib selama dalam perjalanan tuh pasti sangat mengesankan. Terutama jika hal ini dapat kita lakukan di negara lain, negri berbeda di belahan dunia yang jauh dari rumah. Apalagi jika di satu tempat yang minoritas muslim. Gak cuma masjid bahkan juga sebuah musholla yang siap menunggu kita untuk bersujud. Rasanya? Pasti sangat melegakan dan mengademkan hati. Meski hanya sekilas, saya dapat merasakan betapa senangnya Yayan saat dapat menemukan sebuah masjid kecil yang suara adzannya bisa merdu terdengar dari tempat dia menginap. Sesuatu yang patut dicatat dengan tinta biru dalam sejarah perjalanan.

Di Udaipur ini juga, kita bisa menikmati indahnya City Palace. Sebuah bangunan grande dengan ukuran 224 x 30,4m yang berdiri sejak 1553. Satu hal yang sering dilakukan oleh para pengunjung di tempat ini adalah berfoto dengan menggunakan pakaian tradisional India. Tentu saja berikut latar belakang cantiknya City Palace. Meski hanya lewat bacaan dan sebuah foto kecil, saya bisa merasakan serunya berfoto seperti itu. Sama seperti mengenakan pakaian khas Bali di salah satu destinasi wisata populer yang ada disana. Tentunya dilengkapi dengan dandanan yang disesuaikan dengan pakaian yang dikenakan.

Satu hal lagi yang menarik untuk dikunjungi di Udaipur adalah Bagore Ki Haveli. Tempat istimewa yang menghadirkan pertujukan tari berdurasi sekitar 1 jam. Pengunjung bisa menyaksikan lelaki dan perempuan penari menggunakan bejana tembaga. Ada yang diisi dengan api, ada juga yang ditumpuk berlapis-lapis di atas kepala. Pertunjukan juga dilengkapi dengan penampilan tari boneka jari yang mengikutsertakan penonton cilik. Untuk menikmati rangkaian gerakan-gerakan atraktif seperti ini kita dikenakan biaya 150Rupee dan biaya tambahan untuk setiap alat komunikasi dan photography yang kita bawa. Agar bisa terawasi dengan baik, pengelola tempat hiburan ini memasangkan gelang pertanda ijin untuk memotret atau meliput. Jadi kalau sampe ada yang diam-diam memotret akan langsung didatangi pengawas dan minta pembayaran tambahan biaya di saat itu juga.

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
Indahnya City Palace yang terekam dari pinggir danau

Ajmer & Pushkar

Dari tulisan Yayan saya mengetahui bahwa Pushkar adalah kota dengan banyak kuil dan menjadi kota ziarah bagi umat Hindu dan Sikh. Meskipun sempat hancur karena penguasaan kaum muslim, banyak kuil akhirnya dibangun kembali. Pushkar dianggap kota suci oleh umat Hindu khususnya sekte shaktisme yang menganut vegetarian murni (melarang konsumsi daging dan telur).

Tapi di kota ini jugalah tegores kenangan gak enak yang cukup bikin kesel. Bacanya aja jujur jadi ikutan gemes deh. Kebayang ya saat kita ingin menikmati perjalanan lalu berhadapan dengan orang-orang yang tampak ingin membantu kita tapi malah akhirnya, ujung-ujungnya menekan kita untuk mengeluarkan uang dalam jumlah tertentu. Langsung ilfil pastinya. Dan eh saya jadi tambah gemes saat tahu, demi mendapatkan uang, sejumlah wanita “jadi-jadian” berani menjamah fisik kita. Itu gak kebayang gimana campur aduknya perasaan. Antara geli, takut dan juga pengen gebuk. Aaiihhh. Jadi kalau Yayan mencomot kata “kapok” untuk pengalaman selama di Pushkar, saya sepenuhnya setuju.

Back to Jaipur

Di bagian akhir dari kisah Madhyaantar ini, saya baru tahu bahwa KA di India mengenal istilah second sitting class. Tiket dalam genggaman tapi tak jelas tempat duduknya. Jadi ya duduk dimana saja, sesuka hati. Jadi kalau Yayan menulis “tidak perlu sopan atau bermanis bibir menghadapi sesama penumpang” rasanya kok wajar-wajar aja ya. Lah wong sistemnya berlaku hukum rimba.

Melanjutkan serangkaian perjalanan di Jaipur, di ujung cerita, para pembaca disuguhkan kisah dan visual indah tentang Chand Baori. Tempat ini adalah salah satu stepwell/sumur yang ada di India. Sumur dalam bentuk unik dan luas yang kalau diamati bentuknya seperti jurang. Chand Baori ini terdiri dari 3.500 anak tangga yang jika diukur akan setara dengan 13 lantai bangunan dan memanjang 30 meter ke dalam tanah. Ngeri juga ya. Jadi meskipun dinding tangga dibuat sedemikian menarik untuk diamati dan difoto, saya rasa tempat ini (mungkin) tidak terlalu bersahabat untuk mereka yang takut akan ketinggian. Tapi jika ingin melihat bangunan yang artinya sumur ini sebagai wisata yang berbeda, bolehlah sejenak berdiri di bagian atas yang sudah berpagar untuk pegangan.

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
CHAND BAORI. Sebuah sumur megah di jodhpur
YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
pemandangan susunan tangga chand baori

Tentang Sebuah Kebaikan

Saya mengharu biru membaca beberapa lembar tulisan tentang sebuah kebaikan di bagian akhir buku ini. Rasanya begitu terkesan dengan seseorang yang sudah begitu tulus memberikan kita tempat menginap gratis selama berhari-hari. Meski itu terjadi dari sebuah jaringan couchsurfing, melepaskan sekian pemasukan demi orang yang sama sekali tidak kenal, rasa-rasanya seperti sebuah mimpi. Apalagi tempat tersebut sejatinya adalah sebuah kamar hotel yang bisa disewakan dan menghasilkan sejumlah uang.

Yatra & Madhyaantar Serta Sebuah Kesepian

But who knows ya. Kebaikan itu sesungguhnya ada dimana-mana. Begitupun dengan hal-hal yang gak enak dihati selama kita berada di sebuah perjalanan. Kebaikan dan kejadian kurang menyenangkan itu sejatinya bisa terjadi pada kita kapanpun. Ada keberuntungan, ada kesialan. Ada saat penuh tawa, ada juga kejadian yang bikin kita menangis. Ada waktu-waktu yang melegakan hati tapi ada juga peristiwa yang mengharu biru serta menguras airmata.

Termasuk salah satunya adalah tentang kesepian. Makna dan bagaimana menata hati saat hal ini hinggap, bersarang di dalam diri kita.

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana

Saya sepakat dengan rangkaian tulisan di atas karena pernah berada di titik yang sama meski berbeda urusannya. Jika Yayan bercerita tentang kekecewaan hati dalam hubungan percintaan dan jodoh, saya justru sempat berada di satu masa saat duduk di puncak karir tapi tak ada teman yang menyanggah bahu untuk jadi sandaran luapan beban pekerjaan dan kegalauan hati. Terutama saat mengambil keputusan yang melibatkan hajat hidup orang banyak. Seperti kata pepatah, semakin tinggi kita angin yang berhembus pun akan semakin kencang. Teman yang dulunya adalah sahabat seketika menjauh karena kedudukan atau pangkat telah berubah secara professional. Ada sebuah pembatas yang serta merta terbangun yang sebenarnya tidak kita inginkan.

Tapi itulah makna hidup yang sesungguhnya. Itulah tantangan yang harus kita hadapi. Tak masalah kita siap atau tidak, namun nyatanya semua harus dihadapi tanpa pengecualian.

Buku ini menyimpan sudut-sudut itu. Berbeda dengan 2 buku yang pernah Yayan tulis dan sudah saya baca, Yatra & Madhyaantar, membuat saya melihat Yayan dari angle yang berbeda. Terlepas dari kualitas tulisan yang jauh lebih baik, saya menilik pria yang saya kenal ini sebagai seseorang yang lembut hatinya dan begitu lepas dalam bercerita.

Teruslah menulis Yayan. Penuhilah masa-masa bujangmu, kelak menikah, hingga menutup mata, dengan berkarya di dunia literasi. Lahirkanlah diksi-diksi yang indah dan pahatlah semua keindahan itu sebagai legacy bahwa engkau pernah menjadi seorang blogger dan author yang patut diperhitungkan di tanah air. Suatu saat, entah kapan itu dan tiba masanya, saya akan sulit meminta tandatanganmu dan hanya mampu melihatmu dari kejauhan karena banyak orang berebut perhatianmu.

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana

#Yatra #Madhyaantar #Yatra&Madhyaantar #BukuSolo #HaryadiYansyah #ReviewBuku #IndonesianAuthor #IndonesianBlogger

YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
Bagian dalam masjid Ahmedabad
YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
Salah satu sudut cantik dari Indira Gandhi Memorial Tulip Garden
YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
Rock View Resto. Makanan enak yang dinikmati
YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
Indahnya salah satu menara yang ada di City Palace

Catatan khusus: semua foto yang hadir di dalam blog ini adalah jepretan dari Penulis (Yayan). Sengaja saya ikutkan dalam artikel ini sebagai satu penghargaan bahwa selain kemampuan merangkai kata dan kalimat yang sarat makna, Yayan juga memiliki skill foto yang pantas untuk nikmati.

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

38 thoughts on “YATRA & MADHYAANTAR. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana”

  1. Satu kehormatan buku Yatra & Madhyaantar diulas sedemikian lengkap, mendalam dan disertai ilustrasi-ilustrasi cantik seperti ini Yuk. Huhu, jadi terharu.

    Semoga kelak, aku bisa menghasilkan karya yang jauh lebih baik lagi. Makasih untuk semua support yang sudah dikasih tanpa henti. <3

    Reply
    • The pleasure would be mine Yayan. Ikut bangga saat mengetahui salah seorang teman baik mampu melahirkan buku dengan kualitas diksi dan alur cerita yang luar biasa. Tetaplah menulis dan berkarya juga menginspirasi banyak orang.

    • Ini bukan buku karya saya Mas Ferry. Ini karya Haryadi Yansyah (Yayan). Salah seorang blogger dan penulis idola saya.

  2. Wow Omnduut, saya iri padamuuu….

    kecantikan dan tarian yang sophisticated, budaya yang eksotis, saking sukanya saya banyak memfollow akun warga India, ehhehehe

    untuk pemuas dahaga baca bukunya Omnduut dulu ya?

    prolognya baca review nya Mbak Annie ^^

    Reply
    • Waahh terniat banget itu Mbak Maria hahahaha. Tapi memang, setelah baca bukunya Yayan ini, saya mampu melihat India dari perspektif yang berbeda. Mereka tuh sebenarnya kaya dengan peninggalan-peninggalan bersejarah yang cantik untuk dikunjungi. Semoga suatu saat bisa sampai sana.

  3. Saya gagal fokus dengan masalah kebersihan yang disinggung, kayaknya hampir semua orang selalu setuju dengan kebersihan di sana yang kudu bisa kita terima karena hal yang nggak bersih dianggap udah biasa, hehehe.
    Tapi, meski demikian, India selalu menjadi impian perjalanan banyak orang loh.

    Keren banget nih baca buku ini dulu, sebelum ke India :)

    Reply
    • Masalah kebersihan memang perkara fatal di India. Mungkin karena taraf pendidikan atau kualitas hidup orang sana yang masih rendah ya Mbak Rey. Banyak para traveler yang penasaran sampai India karena negara itu menyimpan banyak jejak sejarah, seperti yang diurai di dalam buku ini. Satu lagi bisa jadi karena biaya traveling yang murah. Apalagi jika berkenan berkelana ala backpacker yang dialami oleh Penulis.

  4. Wah bunda, saya mau baca bukunya, dong. Pengen banget jalan-jalan ke sana. Walaupun sering dibilang, apa yang terlihat di film Bollywood belum tentu seperti aslinya, cuma membaca ulasan di sini, pengen juga euy, berkeliling ke tempat bersejarah, sekaligus mendengarkan kisah sejarahnya. Apalagi kalau bisa mampir ke Manat, ke rumahnya Shahrukh Khan, hehehe.

    Reply
    • Coba kontak Penulis (Yayan/Oomndut) lewat beberapa media sosialnya. Semoga Yayan masih menyimpan beberapa eksemplar untuk dibeli langsung lewat dia.

      Yang gemar Bollywood, pasti punya sederetan tempat yang terhubung dengan buku ini. Apalagi kalau ada foto-foto yang menyertainya ya. Waaahh Shahrukh Khan. Idola sejuta umat itu ya. Saya juga pernah nonton beberapa filmnya yang fenomenal. Keren banget memang

    • Kayak Bang Sani sepertinya mampu nih backpacker seperti Penulis buku ini. Ayok Bang Sani pergilah dan terus bikin buku dengan cerita indah seperti Yatra & Madhyaantar.

  5. Nice banget tuh quotenya bahwa travelling ke India itu merupakan pembelajaran untuk menurunkan kadar ekspektasi kita terhadap berbagai hal. Menarik memang menyimak cerita-cerita yang muncul dalam setiap momen perjalanan kita yaa mba

    Reply
    • Betul Mbak. Karena pada kenyataannya indahnya India berbanding terbalik dengan beberapa kondisi yang ada disana (seperti kenyamanan dan kebersihan). Jadi kita yang harus bisa berdamai dengan diri sendiri.

  6. Saya selalu kagum kalau mendengar cerita tentang budaya India mulai dari bangunan kuno, kisah mahabarata, sampai atraksi dan kuliner serba India ..tapi kalau baca uraian Bu Annie mengenai keadaan di India dengan hiruk pikuknya kok saya takut ya mau berpetualang ke sana ala backpacker..ngeri2 sedap gitu.. terutama transportasinya ya hehehe harus ikut travel agent kaykanya kalo turis model saya mah yang taunya duduk manis dan nyampe ..

    Reply
    • Saya juga begitu Yu hahahaha. Jadi salut banget dengan Yayan yang sudah menjelajah India dengan fasilitas basic seperti backpacker. Kalau saya sih sepertinya gak sanggup. Orangnya jijik’an soalnya hahahaha.

      Etapi, BTW, kapan-kapan kita jalan bareng yok ke India. Seru kayaknya.

    • Bagian penting dari sebuah perjalanan itu salah satunya adalah menemui makna hidup ya Mbak. Mendalami setiap pengalaman yang didapat sebagai satu bagian penting dalam sejarah perjalanan kita. Apalagi jika ditambah dengan sedemikian banyak pesan moral untuk diri sendiri.

  7. Baca ini bikin aku flashback sama film-film India. Kayak Pasar Chandhi Chowk tu pas nonton Kabhi Khusi Kabhi Gham. Terus Jaipur kayak pernah dengar di filmnya Anandhi.

    Taj mahal ini yang masuk dalam salah satu keajaiban dunia ya. Dan bangunan ini adalah bukti cinta. Benar-benar cinta yang sangat besar sepertinya.

    Menuangkan kisah perjalanan dalam sebuah buku memang sangatlah menarik. Bahkan bisa menjadi inspirasi travelling bagi pembacanya.

    Reply
  8. Ingetnya Taj Mahal, Pahalgam dengan pemandangan kaya Switzerland, Sungai Gangga, City Palace sering lihat di film Bollywood juga sih. Hehe … Ingetnya Kuch-kuch Hota Hai, film yang legendaries bikin mellow. Lengkap banget ulasan tentang India ini. Keren Mba.

    Di sisi lain India dengan jumlah penduduk yang sangat padat, transportasi juga belum bagus kayanya. Cuman emang India cukup eksotik juga pemandangan alamnya

    Reply
    • Unik memang India itu. Banyak keterbatasan tapi juga tumpah ruah dengan peninggalan sejarah yang patut dikunjungi. Semua bercampur jadi satu.

  9. masya Allah keren banget ornamen Taj Mahal di lihat dari dekat. bangunan di India itu keren2 ya ka …btw itu bunga tulipnya aneka warna bikin betah itu buat saya berlama2 di INDIRA GANDHI MEMORIAL TULIP GARDEN :)

    Reply
  10. Wah mbak kerja apa sampai bisa jalan-jalan keluar negeri gitu?😁 perjalanannya seru dan menarik, saya sebelumnya gak pernah berpikir mau jalan2 ke india tapi baca ini wishlist traveling saya bertambah.

    Reply
  11. Lihat rumahnya jadi ingat film-film India jadul yang durasinya minimal 3,5 jam. Wkwkwk.

    Ketimpangan sosial di India itu benar-benar kelihatan ya mba. Kayaknya sama seperti di Indonesia. Bedanya mungkin di Indonesia gak kapitalis amat lah. Gotong royongnya masih kuat. Orang masih ada rasa segan untuk pamer-pameran, kecuali influencer karbitan. Kekekeke.

    Selamat atas peluncuran bukunya. Pasti isinya sangat menarik karena isinya tentang pengalaman pribadi semua ya, solo dan bareng teman-temannya. Cetar banget karena disajikan dengan 150 foto hasil jepretan Mas Yayan sendiri. Wah, berkesan banget pasti membacanya.

    Reply
    • Buku ini membuat saya memandang India dari sudut yang berbeda. Kalau dulu hanya sempat melihat sisi penderitaannya, kalau lewat buku ini saya melihat India dari sudut keindahan destinasi wisatanya. Meskipun juga diceritakan hal-hal ajaib yang berhubungan dengan rakyat, scam dan kenyataan-kenyataan yang menguji kesabaran

  12. Aku suka dengan bangunan-bangunan megah yang tersaji dalam artikel tulisan kak Annie di atas. Bangunan estetik, penuh nilai sejarah dan kebudayaan di India sana. Ini jadi pemantik kita semua bahwa, sebuah karya itu luas dan setiap orang/generasi dapat menciptanya.

    Reply
    • Iya sama. Unik-unik banget bangunan-bangunannya. Terutama ukiran-ukiran yang cantik luar biasa. Nilai seninya tinggi banget itu ya.

  13. Masya Allaah, bumi Allah sangat luas dan begitu indahnya. Ada juga surga swiss yang nemplok d India ya Mba, hihi. India itu khas dengan makanan kari ya? pengen rasanya nyobain suatu saat :)

    Reply
  14. Saya antara oengen dan gak kepengen ke India. Suka malas kesana kalau membaca cerita tentang kebersihannya. Tetapi, kalau melihat keindahan dari foto-foto, rasanya pengen banget bisa segera ke sana. Ya, paling gak saya baca buku ini dulu kayaknya. Apalagi dilengkapi dengan 150 foto. Mantaaap!

    Reply
  15. Pas di paragraf awal dan penceritaan Bu Annie, bikin jleb jadinya.
    Meski begitu, nama-nama tempat yang disebut di dalam buku, familiar oleh daku, karena sering juga nonton tayangan India, hehe.
    Bukunya bikin penasaran untuk disimak.

    Reply
  16. Yayan itu nama panggilan lain omNdut yaaa? Huaaa keren banget deh, aku terbuai dan larut dalam cerita mbak Anni, ngebayangin perjalanan uniknya, eh ternyata kisah dari seorang blogger. Aku udah punya dua karya buku lain milik beliau, tapi belum dengan buku ini. 400an halaman itu keren banget sih

    Reply
  17. wah mas Yayan keren banget bisa ngulik destinasi wisata India yang bahkan aku aja nggak tahu. Pengalaman yang pasti nggak terlupakan buat penulis. Keren banget mas Yayan. Mba Annie ngulasnya juga baguuuus dilengkapi foto2 juga. Seru banget perjalanannya mas Yayan, pengen baca bukunya juga mbak :)

    Reply
  18. wow ulasan tentang India yang lengkap berdasarkan membaca sebuah buku. Bikin jadi pengen traveling ke India untuk merasakan langsung atmesfernya. Thums up buat mas Yayan si penulis buku dan mba Annie yang mengulas menjadi sedemikian menarik

    Reply

Leave a Comment