Kekenyangan.
Yup. Kami kekenyangan saat meninggalkan Metropole Megaria. Perut terasa full to the max saat sudah terisi pizza, waffle, ice cream, sate kambing, pempek dan rujak buah yang malah sempat kami bungkus untuk stok makanan di dalam hotel. Waktu sudah menunjukkan pkl. 14:00 wib. Saatnya check in dan beristirahat sejenak sebelum kembali ngider-ngider melatih otot kaki.
Baca juga: Beranjangsana ke Cagar Budaya Legendaris METROPOLE MEGARIA Jakarta

Tiba di Hotel
Saya terlalu kepedean akan menemukan lokasi hotel tanpa bantuan google map. Karena sebelum melakukan proses booking, saya sempat melirik lokasinya di sebuah aplikasi on-line pemesanan hotel. Terlihat segaris dengan SMA St. Theresia. Jadi mana mungkin nyasar lah ya. Secara dulu, di awal tahun 2000an saya pernah ngantor di seputaran Menteng, Jakarta Pusat, tak jauh dari sekolahan ini.
Eh ternyata keyakinan itu berbuah nyasar. Setelah diamati lagi, antara jalan besar SMA St. Theresia dan Thamrin, ada 2 jalan kecil diantaranya (baca: di dalamnya). Nah salah satunya adalah Jl. Riau dimana Jambuluwuk Thamrin Hotel berada. Jadi ketika saya menemukan jalan kecil diantara gedung Bakmi GM/Total Buah dan Kedutaan Besar Perancis, barulah saya ngeh kalau di situlah jalan menuju hotel yang sudah kami pesan.
PESAN MORAL: Coba ganti kacamata plus nya. Biar lebih bisa ngeliat peta dengan baik. Inget juga. Sudah tua jangan kebanyakan takabur bahkan untuk urusan kecil sekalipun seperti mencari alamat.
Baiklah. Mari kita lanjut.
Lepas dari acara nyasar, perjuangan berikut adalah menemukan tempat parkir. Karena berada di kompleks tempat tinggal yang padat dengan jalan depan yang tidak terlalu lebar, lahan parkirpun otomatis ngepas. Area persis di depan hotel hanya mampu menampung maksimal 4 mobil + 2 yang harus rela parkir sejajar di badan jalan. Ada parkiran basement tapi harus berbagi dengan motor. Jadi yang di sini hanya untuk maksimum 4 mobil. Itupun yang nyetir kudu yang jam terbangnya tinggi. Biar gak kagok dan tarik napas karena jalannya cukup menukik. Ada gedung kecil di pojokan milik Sinar Mas, yang menurut Satpam, sudah diijinkan untuk digunakan sebagai lahan parkiran tamu hotel. Dan disana lumayan gede daya tampungnya.
Fasad hotelnya sendiri dibuat lebih tinggi dari jalanan dengan beberapa buah pohon tinggi di bagian halaman. Gedungnya sendiri terdiri dari 8 lantai dengan beberapa kamar yang memiliki balkon kecil menghadap ke jalan depan. Fasadnya terlihat mirip dengan hotel Jambuluwuk yang ada di Jogyakarta yang sempat/pernah saya tinggali lebih dari 5 tahun yang lalu. Meski secara ukuran Jambuluwuk Thamrin jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang ada di Jogyakarta. Sayangnya di masa itu saya belum aktif menulis. Jadi tidak ada jejak cerita tentang salah satu jaringan hotel Jambuluwuk di sana.
Tidak ada bell boy yang menyambut kita di lobby. Begitu membuka front gate kita akan langsung melihat serving area dari Frestro Asia Restaurant, dining area di sebelah kanan, mini bakery di sisi kiri yang berdampingan dengan meja receptionist. Dengan lahan yang sangat terbatas, pembagian setiap function area/room sudah sangat efisien dan efektif.

Gimana dengan penanganan protokol kesehatan di dalam hotel?
Selain menyediakan cairan pencuci tangan di banyak titik, pihak hotel telah menandai beberapa tempat duduk dengan isolasi merah berbentuk X. Tapi sepertinya para tetamu tidak atau kurang paham maksud dari tanda tersebut. Sofa tempat menunggu misalnya. Di beberapa sofa sudah diberi tanda X tapi ternyata masih diduduki juga. Padahal maksudnya tanda itu dibuat agar tidak ditempati dan memberikan jarak supaya praktek social distancing benar-benar diberlakukan. Melihat kondisi yang riuh rendah dengan kepadatan manusia yang tidak disiplin, saya sekeluarga memutuskan untuk menunggu di area restoran, jauh dari kerumunan, dan memutuskan untuk check-in saat ground floor sudah sepi.
Lift pun sebenarnya dibatasi untuk 4 atau maksimum 5 orang saja. Pihak hotel telah memasang stiker sebagai pengarah. Namun lagi-lagi, banyak tetamu yang menganggap stiker di lantai ini sebagai hiasan belaka. Banyak yang masih bela-belain bersesak-sesakan di dalam lift yang memang hanya tersedia 1 unit untuk seluruh pengguna.
Saya sih berharap agar ada beberapa petugas yang mengatur atau mengingatkan tentang hal ini. Karena toh tujuannya adalah demi keamanan, keselamatan dan kesehatan bersama. Apalagi hingga saat ini virus Covid-19 masih membayangi ibu kota Jakarta. Hanya sayang, jumlah petugas hotel sangat minim, bahkan nyaris tidak terlihat agar protokol kesehatan bisa disiplin dijalankan.

Baca juga: Terjebak Rasa di GRANDHIKA Hotel Medan
Kamar yang Kami Tempati

Kami memesan 2 kamar tipe Deluxe yang kebetulan berada di 2 lantai yang berbeda (lantai 6 dan 7). Kedua kamar ini berjendela tanpa bisa dibuka (terkunci rapat). Jadi jendela yang ada adalah jendela yang berfungsi sebagai perantara masuknya sinar matahari saja. Setidaknya ada 1 sumber cahaya saat lampu di dalam kamar dimatikan pada siang hari.
Secara ukuran, kamar-kamar kami cukup luas meski dengan fasilitas furniture yang (sangat) minimalis. Ada space atau lemari terbuka untuk gantungan baju dan menaruh koper (2 koper cabin atau 1 koper besar). Meja untuk menaruh barang-barang kecil seperti tas plus kaca rias. TV layar datar yang ditanam di dinding kamar. Tempat duduk di samping tempat tidur plus 1 meja bundar kecil di sebelahnya. Serta 2 nakas di samping tempat tidur. Semua tampak well functioned. Hanya saja kamarnya kurang bersih dengan sprei dan sarung bantal yang terlihat perlu dicuci kembali. Kasurnya, kalau boleh saya berterus terang, less comfortable tapi 4 bantal yang tersedia sangat empuk dan nyaman untuk digunakan. Saya mencoba menelusuri lantai keramiknya dan menemukan beberapa, bahkan banyak kotoran dan tumpukan debu yang terlihat belum tersapu dengan teliti.
Begitupun yang saya rasakan ketika masuk ke kamar mandi. Area shower dan toilet terpisah oleh sebuah kaca tebal, sementara wastafel berada persis di kiri pintu kamar mandi. Lagi-lagi saya melihat bahwa lantai kamar mandi ini sepertinya tidak dipel atau digosok dengan teliti karena lantai area shower nya sangat licin dan hampir mengakibatkan saya tergelincir. Shower nya dipasang terlalu tinggi dan fungsinya susul-susulan dengan kran yang ada di bawahnya. Biasanya kalau ingin bershower saja, dengan menarik tombol di atas kran, otomatis aliran air dari kran akan tertutup/berhenti. Tapi ternyata keduanya tetap menyala meski tombol untuk shower sudah saya fungsikan. Akibatnya air dari shower tidak mengucur dengan sempurna.
Amenities lengkap dengan 2 handuk besar, 1 handuk untuk lantai dan 1 lagi untuk lap tangan. Handuk-handuk ini bersih dan nyaman untuk dipakai. Ada juga 1 unit hair dryer yang berfungsi dengan baik.
Overall dari keseluruhan penilaian kamar, hal yang perlu diperbaiki adalah masalah kebersihan. Termasuk diantara kebersihan sprei dan kain pembungkus bantal. Kamar pun, menurut saya, akan terlihat lebih menarik jika menggunakan keramik yang lebih mewah. Jadi suasana kamar lebih semarak dan tidak terasa pun terlihat flat. Setidaknya dengan menghadirkan lantai yang bercorak akan mengimbangi kesederhanan furniture yang ada di dalam kamar. Dan tentu saja menaikkan nilai estetika rancang dalam ruang dari kamar tipe Deluxe ini.
Fasilitas Umum di Seputaran Hotel
Berada di tengah kota, Jambuluwuk Thamrin dikelilingi oleh banyak fasilitas umum yang walking distance. Diantaranya adalah:
- Resto Farm.Girl yang berada persis di depan hotel. Resto ini menyajikan burger, sandwiches dan serangkaian American breakfast yang sudah sangat dikenal di kalangan food blogger. Setiap menu berukuran besar dengan harga 2 kali lipat dibandingkan dengan resto-resto sejenis. Bahkan sudah ada beberapa YouTuber yang membuat liputan tentang tempat ini di channel YouTube mereka. Hanya saja beberapa diantara menu yang ditawarkan masih non-halal. Jadi untuk saudara-saudara muslim mungkin bisa mempertimbangkan lagi untuk nongkrong di tempat ini;
- Warung-warung makan tenda yang berada di ujung kiri hotel. Hidangannya bermacam-macam. Mulai dari warung kopi, seafood dan nasi uduk, nasi goreng, soto, dan lain-lain. Warung-warung ini berhadap-hadapan dengan 2 cafe berukuran besar dengan pagar yang semi tertutup;
- Dari sisi kanan hotel, dengan sedikit jalan kaki, ada food court, resto padang, yang keduanya tutup saat kami lewat. Sementara di ujung jalan ada Bakmi GM dan Total Buah, tempat kami makan malam dan berbelanja camilan. Di seberangnya sebenarnya ada Sarinah. Tapi sayangnya komplek perbelanjaan ini sedang dalam renovasi;
- Jika ingin berjalan lagi sedikit, kita akan bertemu dengan Jl. Sabang dan Jl. Wahid Hasyim. Dua lokasi yang sarat dengan resto dan tempat nongkrong;
- Sore menjelang malam, kami sempat berjalan kaki sekitar 300 meter untuk mencapai Plaza Indonesia. Pusat perbelanjaan mewah yang menghadirkan berbagai jenama yang sangat populer di seluruh penjuru dunia.
Selain semua hal di atas, ada beberapa touristic area yang bisa digapai dari hotel dengan berjalan kaki. Patung Selamat Datang di bundaran Hotel Indonesia. Tempat yang sempat saya telusuri di Minggu pagi bersama suami. Lalu ada Monas (Monumen Nasional) yang berjarak sekitar 2-3km dari hotel. Di seputaran Monas sendiri ada Museum Nasional Indonesia (Museum Gajah). Atau bisa saja menaiki Busway ke arah Kota dimana ada berbagai tempat wisata yang tergabung dalam Wisata Kota Tua.
Jadi untuk teman-teman dari daerah di luar Jakarta yang ingin sepuasnya menikmati wisata Jakarta, tinggal di hotel Jambuluwuk Thamrin bisa jadi pilihan yang tepat. Selama pergi ke berbagai tempat kita bisa menggunakan transportasi umum yang sudah terbukti nyaman dan aman untuk digunakan. Kuncinya adalah mau jalan kaki sembari menikmati waktu tanpa harus terburu-buru.
Baca juga: MUSEUM NASIONAL INDONESIA (Museum Gajah). Kantung Peninggalan Sejarah Terbesar di Tanah Air

Sarapan yang Layak Dapat Bintang

Selepas subuh dan menunggu cahaya matahari hadir, saya mengajak suami berjalan kaki ke arah Jl. Thamrin. Ingin banget merasakan car free day yang dijadwalkan setiap Minggu di sepanjang jalan protokol itu. Sebelum pergi meninggalkan hotel, saya menyempatkan diri memotret beberapa fasilitas hotel. Mumpung masih sepi dan sudah rapih. Salah satunya adalah Frestro Asia Restaurant yang adalah venue untuk menikmati sarapan.
Areanya tidak terlalu besar tapi tampak tertata rapi dan bersih. Berbagai hiasan dinding tampak tersusun cantik dengan beberapa lighting yang memberikan kesan adem di hati. Penataan keramiknya pun ciamik. Kombinasi yang proporsional. Area food serving nya cukup terbatas dengan bar yang juga terlihat bersih. Secara visual dan tampilan fisik, Frestro Asia Restaurant begitu mengesankan meski berada di lahan yang cukup terbatas. Lalu gimana dengan kualitas makanan dan minumannya?



Sepulang menikmati jalan-jalan pagi di Jl. Thamrin, saya dan suami memanggil anak-anak yang masih di dalam kamar untuk bergabung sarapan. Resto penuh sesak oleh tamu dan jejeritan anak-anak yang sibuk makan dan berenang. Kebetulan kolam renangnya berada bersebelahan dengan resto.
Lagi-lagi kami menunggu kerumunan mereda dan memilih tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu-tamu yang lain. Setiap tamu yang datang ke serving area juga disiplin menggunakan masker. Beberapa pengunjung justru tampak saling menjaga dan mengingatkan jika ada yang alpa menggunakan masker. Petugas hotel yang justru tak tampak mengatur. Karena jumlah yang bertugas tak lebih dari 3 orang (sepenglihatan saya), mereka lebih konsen untuk ngurusin menu yang bolak-balik habis/ludes.
Saya dan keluarga juga harus menunggu karena jeda pengisian makanan sempat beberapa kali melambat meskipun jenis hidangan tidaklah banyak. Ternyata oh ternyata, belakangan saya tahu kenapa kok cepat banget habis. Makanannya ternyata enak pake banget. Pantes aja tetamu bolak-balik ngambil. Baru diisi sebentar langsung amblas. Begitu terus menerus.
Pilihan menu utamanya adalah mie goreng, nasi putih, ikan dori goreng tepung, sosis daging sapi, kentang goreng dan potongan sayur. Yang tak ingin makan nasi ada pilihan roti tawar yang dilengkapi dengan butter dan selai nanas. Ada alat pemanggang roti di sebelahnya. Lalu ada 3 macam pilihan sereal yang dilengkapi dengan susu putih atau susu coklat. Kemudian ada bubur dengan berbagai pilihan topping. Sebagai pelengkap dan makanan penutup ada buah-buahan, salad, plus beberapa kue. Semua endes tak terkira. Bumbunya pas dan kaya rasa tanpa bisa dibantah. Sambil ngetik ini mendadak saya jadi pengen sarapan di sana lagi hahahaha. Diantaranya semuanya, yang paling saya gemari itu ikan dori goreng tepungnya. Ikannya segar dan baluran tepungnya tidak terlalu tebal. Dan itu bikin rasa ikannya sempurna tapi tetap crunchy ketika digigit.
Rating saya untuk sarapannya adalah 9.5/10.
0.5 sisa poin adalah untuk tidak adanya petugas yang bertugas mendata tamu sebelum mereka menikmati sarapan plus tak seorang pun in charge untuk mengatur tempat duduk tamu agar tidak timbul kerumunan dan menerapkan social distancing.
Nginep lagi di sini? Why not? Tapi tentu saja dengan diiringi permintaan khusus agar kamarnya lebih bersih dan mendapatkan unit yang menghadap ke jalan dengan balkon kecil di depannya. Lokasi dan kualitas sarapan jadi 2 alasan penting yang mendorong saya untuk sekali lagi menikmati fasilitas dan layanan hotel ini.
Galeri Foto








#JambuluwukThamrinHotelJakarta #JambuluwukHotel #JambuluwukJakarta #HotelDiJakarta #WeekendStaycation #WisataJakarta