Beberapa hari terakhir, berkat jasa sosial media, saya bisa terhubung lagi dengan seorang teman di masa remaja yang sudah puluhan tahun tidak pernah saling sapa. Kepindahan saya ke Jakarta dan masih minimnya fasilitas komunikasi saat itu, menjadikan kami sulit untuk tetap saling mengetahui berita masing-masing. Apalagi saat itu kami berada di titik akhir kesibukan sekolah menengah menuju ke perguruan tinggi dengan segala keperluannya. Mencari Universitas yang akan menentukan langkah masa depan kami, sementara informasi mengenai sekolah tidaklah semudah sekarang.
Singkat cerita, dari satu teman ke teman lain, kami akhirnya bisa berkomunikasi lagi secara intens dan aktif, membayar kehilangan waktu yang seharusnya bisa kami miliki. Puluhan tahun terpisah nyatanya tidak melunturkan hati yang sudah sedemikian dekat dan rangkaian ceritapun mengalir tanpa terbendung. Walaupun terbatas hanya melalui WA, karena tinggal di kota yang berbeda, rindu yang membuncah menjadikan ketikan-ketikan percakapan berebut menjadi surga pertemanan kami.
Berbagai ceritapun mengalir satu persatu. Mulai dari nostalgia selama di sekolah, pendidikan yang kami lalui, teman-teman dekat kami, sampai akhirnya perjalanan hidup masing-masing setelah terpisah. Seperti membuka sebuah novel usang yang berdebu, kami membuka lembar demi lembar, bab demi bab, sambil membaca bersama. Kejutan demi kejutan menghampiri kami berdua. Kadang tangis, kadang tertawa, bahkan beberapa kali saya terhenyak dan berhenti di beberapa halaman karena harus berkompromi dengan suasana hati.
Tidak ada yang istimewa dari sejarah hidup saya. Setiap kejadian bukan sesuatu yang layak untuk dilebih-lebihkan, bahkan pada bagian duka sekalipun. Tapi tidak untuk teman saya ini. Perjuangan hidupnya nyaris sebagian besar penuh dengan airmata. Mulai dari orangtuanya yang hampir berpisah, yang menyebabkan adiknya mengalami goncangan jiwa cukup berat hingga (memutuskan) untuk tidak menikah sampai saat ini. Sempat menggelandang sana sini karena rumah dinas diambil setelah Ayahnya wafat dan mereka tidak punya tempat tinggal sama sekali. Drop Out kuliah karena nilai akademis yang berantakan, beberapa tekanan hidup, kekurangan dana, termasuk waktu yang tersita untuk mencari nafkah. Kisah hidup berumahtangga yang penuh cobaan. Hingga akhirnya bisa menerima keadaan dengan kondisi bercerai sekarang. Bekerja sebagai staff biasa, tapi berfungsi sebagai kepala keluarga dengan 4orang menjadi tanggungan.
Banyak cerita-cerita duka yang saya lihat dan dengar dari teman-teman lain. Berbagai peristiwa yang sangat membanting emosi, mengucurkan air mata, curhat berjam-jam yang melupakan waktu dan akhirnya berhenti karena kantuk yang tak tertahankan. Tapi baru kali ini saya begitu merasakan betapa beruntungnya hidup saya dibandingkan dengan apa yang sudah dan sedang dihadapi oleh teman ini.
Kalaupun ada beberapa fase dalam hidup saya yang penuh cobaan, nyatanya tidaklah seberat dengan apa yang sudah dialaminya. Hidup kami memang tidak dihadiahi dengan orang tua yang bisa mewariskan tumpukan harta. Ayah kamipun berbeda profesi. Hanya ibu kami yang sama-sama adalah IRT dengan tingkat pendidikan yang sama dan tidak pernah bekerja. Tapi ketika sampai pada titik pengalaman hidup setelah berusia 20tahun, lembaran cerita antara kami sangat berbeda jauh. Intinya jika saya diselimuti kebahagiaan hampir 90% sampai saat ini, teman saya ini baru mencicipi (hanya) sebagiannya saja.
Setiap kali, ketika kami ada kesempatan untuk ngobrol via WA, saya selalu hadir dengan hati yang rapuh dan sekotak tissue, yang tanpa dia ketahui selalu saya siapkan untuk mengusap air mata yang seringnya susah untuk diajak berenti. Semua saya nikmati hingga akhirnya saya tutup dengan doa-doa panjang untuknya agar Allah memberikan kado kebahagiaan yang tak terkira di ujung perjuangannya.
Teringat betapa bahagianya kami melewati masa-masa remaja tanpa beban. Penuh keakraban dan kedekatan satu sama lain. Menikmati masa-masa sekolah yang berharga dan tidak complicated seperti sekarang. Plus berbagi apa saja karena kentalnya rasa persaudaraan kami, termasuk hal-hal konyol yang sering kami lakukan tanpa disadari. Masa lalu yang akan terus terkenang dan terukir di sanubari kami sampai kapanpun.
Catatan untuk seorang sahabat baik tercinta