Kongkow Asyik di WJ’s Coffee house Candidasa Bali

Photo of author

By Annie Nugraha

Kongkow Asyik di WJ's Coffee house Candidasa Bali

Setiap ada agenda melancong ke Bali, saya selalu menghubungi Dwi. Seorang sahabat penulis dan crafter yang sudah saya kenal lama. Pengetahuannya soal jelajah Bali sudah tidak diragukan lagi. Mirip seperti wikipedia berjalan

Ini saya lakukan lagi saat akan datang ke Bali di tri-semester awal 2025. Saat di mana saya dan Mega – seorang blogger Bali – berencana untuk menyusur Karangasem dan Amed demi menghabiskan waktu menjelajah dan memungut sekian banyak pengalaman menjelajah untuk dituliskan di blog masing-masing. Perjalanan empat hari tiga malam yang khusus (akan) kami habiskan berdua.

Sebenarnya, rencana awalnya adalah kami pergi bertiga (saya, Mega, dan Dwi). Tapi karena ternyata di waktu yang saya usulkan Dwi ada kegiatan pameran dan tidak bisa diwakilkan, lelaki lajang ini akhirnya hanya “mewariskan” daftar kunjungan yang bisa saya datangi selama menjelajah sisi timurnya Bali.

Dwi juga mengingatkan bahwa sejatinya saya pernah dia ajak ke beberapa tempat di Karangasem. Persis beberapa bulan sebelum kedatangan saya berikutnya ini. Di antaranya adalah ke Taman Edelweis, Desa Adat Tenganan di Pegringsingan, mampir makan siang di kedai pinggir jalannya Mek Sambre di Amlapura, dan beberapa tempat nongkrong untuk kami hanya duduk dan memenuhi waktu dengan ribuan cerita. Ngobrol sepuas-puasnya. Begitulah jika bertemu dengan teman sefrekuensi ya. Waktu nongkrong dua jam serasa hanya 30 menit.

Dwi akhirnya menuliskan referensi berbeda dengan apa yang sudah saya datangi. Dia mengusulkan saya untuk menginap di Candidasa dan memberikan beberapa nama tempat kongkow yang asyik dan welcome bagi setiap tamu yang berniat untuk berlama-lama, berleyeh-leyeh, membunuh sekaligus membuang waktu. Layaknya turis yang ingin mengalami satu fase cerita hidup yang berbeda dari biasanya.

Tempat itu adalah Wacky Jacky Coffee House yang biasa disingkat dengan WJ’s Coffee House. Asyiknya lagi coffee house ini – ternyata – jaraknya tak lebih dari 5km dari tempat kami menginap. Jadi saya pun meletakkan nama cafe ini di urutan teratas dari agenda ngelencer saya dan Mega di hari itu.

Kongkow Asyik di WJ's Coffee house Candidasa Bali

Hujan deras dari malam hingga pagi sungguh berhasil membuat kami bermalas-malasan. Apalagi sehari sebelumnya kami berjibaku dengan agenda melancong yang cukup panjang. Sesungguhnya telapak kaki dan betis saya masih dalam status menyerah. Jadi sekian menit kealpaan serta penundaan dari kesepakatan semula pun bisa kami maklumi bersama.

Today is holiday and every day in Bali is actually holiday as well.

Memegang teguh prinsip ini, saya dan Mega, mengulur jadwal ngukur jalan hingga setidaknya hujan deras berubah menjadi rintik. Kami pun kembali meringkuk bahagia di balik selimut putih yang hangat dan memeluk tubuh begitu sempurnanya. Melengkungkan tubuh bagai ulat bulu kemudian diselimuti oleh cangkang kura-kura.

Kapan lagi kan bisa merajut bulu mata di tengah hujan yang muncul dengan derasnya di pagi hari.

Beginilah enaknya jadi pengacara (pengangguran banyak acara) ya. Mau nungging sekian jam ya monggo, tidur sampe jadi bangke juga gak ada yang protes. ngedeprok menyilangkan kaki sembari ngembil kacang bertoples-toples off course no problemo, bahkan gedabrukan ngejar date line sampe mata jontor juga bebas-bebas aja. Dinikmati semuanya. Karena memang begitulah sejatinya pengacara seperti saya dan Mega. Halah.

Jadi saat jadwal kelayapan saya dan Mega hari itu harus tertunda hampir dua jam karena hujan, kami berdua tak ada yang ngedumel. Santai aja bro.

Sejam kemudian.

Melihat langit mulai kondusif dan mata sudah ikhlas diajak melek, kami pun bersegera mandi, sarapan, dan cus melanjutkan agenda perjalanan. Yang pasti acara terakhir khusus di hari ini adalah kongkow-kongkow sepuas mungkin di WJ’s Coffee House sekaligus menyusur jalan kembali menuju Utama Beach Villas di Candidasa yang kami inapi ini.

Di tengah teriknya matahari cabang kesekian, sesuai rencana saya dan Mega akan mundur ke arah Klungkung. Mengunjungi Dogol sang pelestari wayang tradisional Bali yaitu Wayang Kamasan. Kemudian menyusur Semarapura, ibu kota Kabupaten Klungkung. Tempat yang akan kami sambangi adalah Pasar Semarapura, Taman Kerta Gosa, dan Taman Gili. Lalu mampir ke Lesehan Sari Baruna (warung makan serba ikan tuna), menjelajah sebentar di Goa Lawah, serta berhenti di beberapa titik foto yang kami temui di sepanjang jalan.

Jadi saat semua rencana di atas rampung, petang hari itu kami langsung meluncur ke WJ’s Coffee House yang berada di Jl. Raya Candidasa. Tapi meskipun tampak dekat, kami memutuskan untuk tetap menggunakan Google Maps agar tak menghabiskan waktu. Dan eh ternyata mudah banget menemukan tempat ini. Berada di jalan raya besar yang penuh dengan tempat belanja, rumah makan, dan hotel, fasad WJ’s Coffee House gampang sekali ditandai.

Persis di pinggir jalan, patung ice cream cone dengan warna mencolok begitu gampang ditandai. Eye catchy betul lah pokoknya. Di terasnya yang tidak terlalu luas itu pun ada banyak tempat duduk kayu dan beberapa art deco yang estetik. Lalu ada juga information and menu board berwarna hitam yang dipenuhi oleh informasi beberapa asupan yang tersedia di WJ’s Coffee House, di hari yang bersangkutan.

Melihat pemandangan yang mengasyikkan ini, saya dan Mega pun bergegas masuk untuk bertamu.

Seorang petugas tampak ramah menyambut. Menyampaikan salam dan langsung memberikan daftar menu. Saya sebenarnya naksir dengan pizzanya. Tapi sayang sang petugas menginformasikan bahwa menu tersebut tidak halal. Begitu pun dengan beberapa asupan yang kami pilih kemudian. Jadi – mencari jalan tengah yang aman – saya dan Mega memutuskan untuk menikmati light late brunch dengan memesan almond tart (60K), toasted banana (35K) dengan minuman hot cappuccino (40K) serta orange juice (55K). Kue-kue yang cukup heavy di lidah dan mengenyangkan untuk dinikmati sebagai brunch di sore hari.

Kongkow Asyik di WJ's Coffee house Candidasa Bali

Saya mau bahas tentang apa yang terhidang di dalam ruangan dulu.

Masuk dari pintu utama, terlihat sajian art deco yang begitu kental menguasai ruangan. Dengan ukuran yang ada, coffee house ini terlihat cukup dapat isinya. Penuh dengan ratusan pernak-pernik yang saling berdesakan. Di bagian depan ada beberapa sofa kayu dan coffee table yang dikelilingi oleh berbagai hiasan rumah. Di sebelah kanan ruangan dibuat khusus untuk area pelayanan. Di sisi ini ada cooler box gelato, lemari kaca yang menampilkan beberapa loyang kue, toples-toples cantik berisikan kudapan kering, dan beberapa loyang cake jenis lainnya.

Sementara di sisi kiri pintu masuk, selain sofa kayu tadi, terdapat banyak rak kayu berangka besi yang diisi dengan berbagai produk handmade dan body care. Sebagian besar handicraft tersebut terbuat dari kayu dengan cat gradasi yang apik betul. Ada juga produk quilting dan macrame dalam berbagai finished products seperti dekorasi dinding, gantungan kunci, bandulan tas, dan lain-lain. Mereka juga menawarkan garam Amed. Garam hasil petani lokal berbasis tradisi di kawasan Amed, Karangasem, yang sudah bersertifikasi international.

Di sisi belakang ada sebuah meja besar, seukuran meja makan yang juga berbahan kayu. Meja ini dikelilingi oleh rak-rak yang berisikan beragam produk tadi dan ada satu khusus digunakan untuk menaruh puluhan buku. Ah, saya paham. WJ’s Coffee House sengaja menaruh meja besar ini untuk tamu membaca atau bahkan bekerja. Mereka juga sengaja memasang rak tinggi agar bisa melahirkan rasa nyaman saat berada di area ini. Setidaknya tidak langsung terlihat dari sisi luar sehingga kita bisa membaca atau bekerja tanpa distraksi yang berarti.

Dari sang petugas saya kemudian mendapatkan informasi bahwa cafe ini biasa buka di pagi hari, sekitar pkl. 08:00 wita. Jadi di waktu buka tersebut, mereka sudah mulai sibuk melayani pengunjung yang ingin menikmati sarapan. Saat saya mencoba mengintip akun IG @wjcoffeehouse yang mereka miliki, terlihat begitu berlimpah tawaran heavy meals di beberapa masa/waktu makan. Jadi di setiap hari tuh berbeda-beda tawaran makanannya. Misal : nachos with chilli con carne untuk setiap Sabtu, salmon or chicken quiche untuk setiap Jumat, dan masih banyak lagi.

Lucu juga ya sajian dengan tema yang berbeda setiap hari itu. Stock-keeping raw materials nya juga jadi lebih terarah. Terlepas dari sisi kemudahan bagi tim dapur dalam bekerja di hari yang bersangkutan, strategi cash flow nya cukup bijak menurut saya. Gak perlu stok bahan mentah yang banyak karena menu yang banyak juga.

Hujan kemudian turun deras beberapa menit setelah kami tiba di WJ’s Coffee House. Langit mendadak pekat digempur oleh petir yang menyambar-nyambar sembari menghadirkan suara keras yang menggetarkan. Saya bahkan sempat kaget bukan kepalang karena tiba-tiba suara petir tersebut membuat kaca depan cafe bergetar. Langit pun menggelap lebih cepat.

Rintik hujan masih menyebar saat saya dan Mega berjalan menuju tempat di mana kami memarkirkan mobil. Mengingat cuaca yang tidak kondusif, kami sepakat untuk langsung kembali ke hotel tanpa mampir ke resto apapun untuk makan malam. Jika pun nanti lapar, kami putuskan untuk memesan salah satu menu di hotel saja.

Tapi ternyata sebuah kejadian nyasar menimpa kami di luar dugaan. Ternyata sepanjang jalan yang kami lalui, tidak ada lampu jalan yang proporsional. Efek terang hanya mengandalkan lampu bangunan yang ada di pinggir jalan. Bahkan dalam beberapa – mungkin banyak titik – saat tidak ada bangunan, nuansa gelap gulita begitu terasa.

Mega kembali menyalakan Google Maps agar kami tidak melewati belokan jalan yang membawa kami ke jalur menuju hotel. Tapi ternyata signal mendadak byar pet bahkan sempat berhenti, tak bekerja sama sekali. Kondisi gelap gulita menyempurnakan kondisi yang tidak terduga itu. Kami pun nyasar jauh banget. Kami akhirnya bertukar posisi. Saya yang nyetir sementara Mega yang memperhatikan jalanan.

Ternyata keputusan ini tepat. Setidaknya mata Mega yang “lebih muda” dari saya bisa memecahkan masalah. Kami pun kembali tiba di hotel setelah nyasar hampir 1.5jam. Lapar pun seketika hilang dan baru terasa lagi setelah kami mandi, bebersih diri, dan siap ngukur kasur lagi. Astaga. Dapur hotel sudah tutup. Untung di kamar nyetok pop-mie dan beberapa biskuit. Yowes cukup nikmati itu saja.

Hujan deras kembali turun. Tapi kali ini saya bersyukur karena kehadirannya membuat waktu tidur di malam itu kembali sempurna.

Kongkow Asyik di WJ's Coffee house Candidasa Bali
Kongkow Asyik di WJ's Coffee house Candidasa Bali

Kongkow Asyik di WJ's Coffee house Candidasa Bali
Kongkow Asyik di WJ's Coffee house Candidasa Bali

Kongkow Asyik di WJ's Coffee house Candidasa Bali
Kongkow Asyik di WJ's Coffee house Candidasa Bali
Kongkow Asyik di WJ's Coffee house Candidasa Bali
Kongkow Asyik di WJ's Coffee house Candidasa Bali

Kongkow Asyik di WJ's Coffee house Candidasa Bali

IG @annie_nugraha | Email : annie.nugraha@gmail.com

Leave a Comment