Film horor thriller ini adalah salah satu pilihan dan usulan dari seorang teman FB saat saya mencari referensi film berkualitas di genre ini. Langsung saya cari dan tonton trailernya. Dari tontonan sekitar 3 menit itu saya langsung terkesima dengan mata nyaris tak berkedip. Apalagi setelah membaca beberapa resensi singkat dari media on-line. Gak salah kalau banyak yang mengusulkan agar saya menonton film ini dengan pesan khusus “Gak bakalan nyesel nonton yang satu ini”.

Film Dengan Bintang Horor Berkualitas
Baru sekali tonton kesan pertama yang saya dapatkan adalah casting nya jempolan banget. Setiap personal yang dipilih untuk memerankan beberapa karakter inti maupun pendukung, begitu pas dan total dalam mengcover peran yang dititipkan. Bahkan garis wajah, sorot mata, dan gerak tubuh para pemain tearahkan dengan sangat baik. Paket lengkap yang menyempurnakan penokohan yang ingin ditampilkan selama film berlangsung.
Baca juga: Perempuan Tanah Jahanam. Sudahkah Kamu Mengenal Siapa Orang Tua Mu?
Ijinkan saya membahas mereka satu persatu dulu ya. Sebelum larut dalam cerita/pesan yang disampaikan oleh film ini.
Sujiwo Tejo. Aktor yang lahir pada 1962 dan bernama asli Agus Hadi Sudjiwo ini memerankan tokoh sentral/utama dengan nama Brotoseno. Lelaki ningrat yang punya dendam pribadi atas Tjokro Kusumo. Dia juga punya ambisi untuk menghancurkan (baca: membunuh) saingannya itu lewat tangan orang lain yang kebetulan memang punya masalah dengan Tjokro Kusumo.
Dengan tampang kucel seperti orang gak pernah mandi berbulan-bulan, penampilan, sorot mata, dan suaranya yang bass, karakter Brotoseno begitu sempurna diperankan oleh Sujiwo Tejo. Terus terang, ngeliat sorot matanyanya aja saya dah ngilu duluan. Apalagi saat melihat dia memperlakukan Kanthi dengan sangat tidak manusiawi. Kekejaman berterusan yang merusak pikiran dan perkembangan kejiwaan Kanthi. Termasuk diantaranya memberikan makan dari hal-hal yang tidak masuk diakal. Seperti campuran daging tikus, darah, cicak, dan lain-lain yang bikin penonton pengen muntah berkali-kali.
Asmara Abigail. Aktris yang memulai karirnya sebagai penari ini berperan sebagai Kanthi. Seorang gadis desa yang dipasung karena dipercaya stres dan mengandung bayi setan. Padahal dia sesungguhnya diperkosa oleh Tjokro Kusumo. Kanthi diambil oleh Brotoseno dari kampungnya dengan alasan akan diobati. Tapi pada kenyataannya Brotoseno memasungnya kembali di rumahnya, mewariskan dunia ilmu hitam dan menjadikan Kanthi perempuan yang lebih tidak waras lagi.
Karena tak tahan dengan perlakuan Brotoseno, Kanthi akhirnya gantung diri. Tapi sesaat sebelum Kanthi benar-benar mati, Brotoseno membelah perut Kanthi dan menyelamatkan bayi yang dikandungnya. Adegan ini adalah salah satu shoot yang terseram menurut saya. Apalagi tata artistik dan efek visualnya begitu sempurna membangkitkan kengerian maksimal. Saya sempat memalingkan wajah saat adegan ini berlangsung. Tapi filmnya saya rewind karena tak ingin mengaku kalah dengan ketakutan diri sendiri.
Kanthi yang mati penasaran akhirnya menjadi kuntilanak dan gentayangan. Saya berasumsi, di titik inilah, film Mangkujiwo meninggalkan pesan tentang bagaimana makhluk kuntilanak itu pertama kali terbentuk.
Bertumpuk pujian saya sampaikan untuk Asmara. Penjiwaannya atas peran Kanthi tuh luar biasa. Wajah Asmara sendiri menurut saya sangat unik. Cantik khas jawani dengan mata belok dan warna kulit eksotik. Dengan modal mata beloknya itu, penonton terpancing kengerian saat melirik, terkejut, tertekan, tertimpa ketakutan, bahkan menangis sekalipun. Mata yang ekpresif dan jadi kekuatan acting seorang Asmara Abigail.

Baca juga: THE TRUTH BENEATH. Kuatnya Kasih Ibu yang Mampu Mengungkap Satu Misteri
Roy Marten atau Wicaksono Abdul Salam atau Theodorus Roy Marten. Aktor yang sudah ngetop sejak saya remaja. Di jaman itu Roy populer banget dikalangan gadis-gadis karena wajahnya yang rupawan dan diketahui sebagai aktor dengan bayaran mahal. Di film Mangkujiwo, Roy berperan sebagai Tjokro Kusumo. Lelaki ningrat dengan berbagai kejahatan yang tersembunyi. Salah satunya adalah memperkosa Kanthi dan membiarkannya menjadi gila.
Sebagai seorang aktor senior, dan orang yang lebih dulu terjun di dunia sinema layar lebar, kualitas acting Roy, menurut saya, kalah jauh dengan Sujiwo Tejo, bahkan dengan beberapa aktor/aktris yang muncul belakangan yang turut bermain di film ini. Dengan jenis vokal yang terkadang tidak jelas dalam pengucapan, saya sering tidak menangkap apa yang diomongkan oleh seorang Tjokro Kusumo. Roy juga lebih cocok main di film drama atau sinetron ketimbang berperan untuk film bergenre horor atau thriller. Wajahnya cocok untuk orang baik-baik aja. Padahal sosok Tjokro Kusumo dikiaskan sebagai orang yang kejam, meskipun tidak mempraktekkan teluh secara terang-terangan seperti Brotoseno.
Djenar Maesa Ayu. Namanya keren ya. Sekeren perannya sebagai Nyi Kenanga untuk film Mangkujiwo. Nyi Kenanga ini adalah salah seorang fortuneteller yang dipercaya oleh Tjokro Kusumo. Tampil dengan sanggul, kebaya, dan jarik/kain batik, Nyi Kenanga selalu hadir dengan ekspresi tenang tapi menghanyutkan. Sorot matanya juga dibiarkan datar penuh misteri. Perempuan ini jugalah yang terus mengingatkan Tjokro Kusumo soal kaca berbingkai kayu dengan kepala wayang yang disebut Pengilon Kembar. Satu ada pada Brotoseno. Satu lagi ada dalam kekuasan Tjokro Kusumo. Jika keduanya bisa disatukan/dimiliki oleh satu orang, maka dialah yang akan memegang kekuasaan atas Loji Pusaka. Kuasa tertinggi atas Mangkujiwo.
Mendekati film akan berakhir, Nyi Kenanga ternyata menghianati Tjokro Kusumo. Mendapati bahwa anak lelaki Tjokro Kusumo dihabisi dengan sesuatu yang tidak wajar, Nyi Kenanga kemudian tau kemana dia akan berpihak dan siapa yang terkuat diantara kedua lelaki ningrat tersebut. Dari sini, meski tanpa tingkah jahat atau kalimat yang tajam menusuk hati, kita, para penonton akan paham seperti apa seorang penghianat sejati itu sesungguhnya.
Salut buat Djenar. Meskipun usianya jauh di bawah tokoh yang dia perankan, Djenar mampu menciptakan karakter yang bikin orang penasaran dan diam-diam gemes membenci. Antagonis yang begitu sempurna.

Untuk peran-peran lain, seperti Karina Suwandi sebagai Karmila (orang suruhan Tjokro Kusumo), Yasamin Jasem sebagai Uma (anak Kanthi), Samuel Rizal sebagai Pulung (anak lelaki Tjokro Kusumo), dan Septian Dwi Cahyo sebagai Sadi (orang kepercayaan Brotoseno yang cacat), hadir sebagai pelengkap yang menyempurnakan keseluruhan cerita.
Diantara mereka ini, saya suka banget dengan peran yang dimainkan oleh Septian. Abdi dalem Brotoseno ini menjadi saksi hidup bagaimana Kanthi mengalami siksaan lahir bathin. Kemampuan Septian di dunia pantomim sedikit banyak sudah membantu dia melahirkan ekspresi-ekspresi dan gerakan tubuh yang banyak berbicara ketimbang kata.
Baca juga: KISAH TANAH JAWA MERAPI. Petualangan Menjemput Seorang Teman di Dimensi Lain
Kesempurnaan Ketegangan Dalam Alur Cerita

Mangkujiwo dengan tata artistik dan arahan gambar yang apik, berhasil melahirkan rangkaian ketegangan dari awal hingga akhir. Meski 25% di bagian tengah, penonton sempat terpecahkan konsentrasinya pada penokohan Pulung beserta kroninya, yang berbisnis dengan cara kasar, nyatanya peran tambahan ini pun mampu mengocok rasa penasaran penonton.
Hal terpenting dari alur cerita yang jadi benang merah adalah menjadikan Kanthi sebagai obyek penderita dan pelopor hadirnya sosok Kuntilanak. Plus adanya sinkronisasi kaca berbingkai (Pengilon Kembar) sebagai media kehadiran atau menghadirkan kuntilanak. Kaca ini juga selalu ditampilkan di setiap film yang menceritakan tentang kuntilanak.
Brotoseno yang berhasil menanamkan bahkan menyuburkan kebencian Kanthi dan Uma (anak Khanti) kepada Tjokro Kusumo menjadi point of achievement dari seorang Brotoseno. Saksikan betapa puasnya lelaki itu saat mengetahui bahwa Uma dan Kanthi secara bersamaan (di waktu yang sama) menyerang Tjokro Kusumo tanpa ampun. Mematikan lelaki itu berikut anaknya sekaligus mengambil alih Pengilon Kembar yang masih berada di rumah Tjokro Kusumo.
Ketegangan demi ketegangan berhasil diciptakan oleh Azhar Kinoi Lubis sang sutradara secara bertahap. Mulai dari dijemputnya Kanthi dari sebuah kandang sapi, rangkaian tindakan tak manusiawi yang didapatkan oleh Kanthi di rumah Brotoseno, hingga penutup kehadiran Uma di rumah Tjokro Kusumo yang dibantu oleh Kanthi.
Bagusnya, adegan-adegan ini tidak digelap-gelapin seperti kebiasaan film-film horor Indonesia edisi lama. Meskipun tetap pekat dan samar, kita tetap bisa menyaksikan sentuhan thrillernya secara rinci. Dulu mungkin penguasan special effect tidak secanggih sekarang ya. Dulu itu kalo nonton film horor kudu siap dikagetin. Tapi kalau sekarang jantung kita dibuat bergetar karena menyaksikan adegan kekejian yang kaya akan sentuhan artistik khas “keindahan sinematografi” disajikan tanpa tabu.
Mangkujiwo meskipun tidak menyembunyikan atau kemudian memunculkan rahasia di balik tragedi seperti Perempuan Tanah Jahanam, film ini juga mampu menghadirkan delik-delik kengerian lewat pekik rintihan khas kuntilanak. Pun bisa menyampaikan pesan bahwa manusia mampu melakukan segala hal saat ingin merengkuh pengaruh dan kekuasaan duniawi. Dengan cara apapun itu.
Score saya untuk film ini adalah 9/10.
Rate tertinggi saya berikan kepada para aktor dan aktris yang total dalam memainkan perannya. Visual effectnya juga bagus. Syukurlah saya tidak sambil makan atau minum saat menyaksikan adegan Brotoseno mengeluarkan bayi dari perut Kanthi (ngekek).
Penggemar film dengan genre gore thriller dan horor, wajib banget nih nonton film yang satu ini ya. Highly recommended.
Oia, dari film ini saya tahu bahwa Mangkujiwo adalah sebuah sekte dan dalang dari proses lahirnya/munculnya kuntilanak.
Selamat menonton.



#FilmMangkujiwo #ReviewFilm #FilmIndonesia #Kuntilanak #FilmHororIndonesia