
Hidup bertetangga itu banyak cerita, dinamika dan lika-likunya. Mulai dari hal remeh temeh hingga sesuatu yang serius untuk dibahas. Semua seru untuk diceritakan tanpa terkecuali. Topiknya juga beragam. Bisa soal anak, kehidupan percintaan suami istri, sampai beberapa kejadian yang bikin heboh orang sekompleks. Yang pasti, dari apa yang sudah kita alami, tentunya banyak hikmah yang bisa didapat dari bergaul dan hidup bersama dengan tetangga.
Beberapa di antara keseruan itu terekam dengan baik dalam ingatan saya dan begitu menggoda untuk dihadirkan ke hadapan publik. Jadi, sewaktu menuliskan kisahnya satu demi satu, saya diliputi oleh nostalgia berkepanjangan diiringi dengan senyum sumringah, dada berdebar, bahkan merinding takut akan sebuah kejadian mistis yang di luar nalar.

Sebelum beranjak lebih jauh menjelajah ke dalam isi buku, ijinkan saya bercerita lebih dahulu tentang beberapa tetangga yang menjadi obyek cerita untuk buku solo perdana saya ini.
Mereka adalah beberapa pribadi, keluarga, dan sekelompok orang yang tinggal berdekatan, satu kompleks dengan rumah saya dan rumah orang tua saya. Cerita tentang mereka adalah 90% kisah nyata dengan 10% diantaranya adalah hal-hal yang menyangkut ranah privacy. Seperti nama asli (nama pribadi), lokasi asli atau letak rumah, dan rincian tempat tinggal yang tentunya tidak elok jika saya sampaikan sebagaimana adanya. Ada diantaranya yang masih berstatus tetangga hingga saat, tapi lebih banyak yang sudah pindah rumah dan tidak bisa saya hubungi lagi.
Berkat merekalah lahir beberapa artikel yang ada di dalam buku ini. Naskah yang sudah saya pilih diantara puluhan materi tulisan mentah yang masih bersemayam di dalam desktop laptop saya. Awalnya saya ingin mematangkan semuanya serentak tapi tenaga dan waktu belum mengijinkannya. Beberapa diantaranya malah harus diolah kembali karena banyak bagian yang mulai tergerus dari ingatan saya.
Terimakasih para tetangga saya.


Semua kisah yang saya recall dari ingatan ini, dikejar proses pembacaan kembali dan penyelesaiannya dalam waktu hampir 4 bulan. Beberapa diantaranya mengalami proses personal editing yang cukup panjang supaya tidak menimbulkan sejarah berliku dalam tahap proof reading antara saya dan publisher. Sebagian besar koreksi adalah karena mengikuti ejaan baru (yang tidak saya ketahui) dan tata letak menerangkan dan diterangkan yang harus lebih saya perhatikan.
Tapi yang pasti semua pengalaman yang ingin saya bagikan lewat buku Tetangga Kok Gitu adalah rangkaian cerita yang patut dikenang dan diceritakan kembali. Rata-rata kisahnya terjadi sekitar 2-3 tahun yang lalu. Bahkan ada yang lebih lama dari itu. Karena itulah, saya perlu merangkai serpihan-serpihan ingatan akan berbagai peristiwa itu agar semua bisa tersaji dengan apik.
Saya sengaja memilih topik yang beragam agar pembaca tidak terpaku pada pola pikir tertentu. Ada cerita yang konyol, lucu, romantis, tragis, bahkan menyentuh dunia mistis. Ada juga gabungan dari semua rasa itu. Nano nano lah pokoknya.
Cerita Rumah Kontrakan: Kisah Tentang Dea misalnya. Tulisan ini pernah dibagikan di akun Facebook pribadi saya. Banyak sekali yang memberikan tanggapan. Ada yang berupa komen panjang kali lebar di postingan yang bersangkutan, ada yang ngirim pesan inbox (messenger), bahkan ada yang mengirim WA langsung ke nomor saya. Beberapa dari mereka ada yang menganggap bahwa apa yang saya tulis itu fiksi. Tapi ada juga yang bercerita pernah memiliki pengalaman serupa. Tidak masalah bagi saya. Karena kisah kehidupan itu banyak sekali yang mirip. Yang membedakan adalah reaksi/tanggapan, penanganan, dan pemecahan/solusi jika memang butuh penyelesaian plus tempat kejadian. Dan nyatanya, dunia mistis itu banyak terjadi di sekitar kita. Tapi lagi-lagi semua hal tentang yang satu ini punya versi masing-masing untuk setiap orang. Saya yang pernah mengalami tetap menghormati mereka yang tak tersentuh sama sekali. Karena toh takdir dan nasib saya berbeda dengan orang itu.

Saat saya menyusun kalimat untuk artikel Yang Mana Istrimu? Ada banyak partikel cerita yang harus hati-hati saya rekatkan kembali. Di masa saya jobless waktu itu (sekitar 3 bulan), sesungguhnya banyak sekali cerita tentang tetangga yang dapat saya rekam dalam ingatan. Masa-masa dimana saya punya sedikit banyak waktu untuk bersosialisasi dengan tetangga. Apalagi waktu itu kompleks saya penghuninya masih sedikit. Belum serame sekarang. Karena dikit inilah, kami relatif saling kenal satu sama lain. Bahkan dengan mereka yang tidak tinggal di blok/jalan yang sama.
Kondisi sedikit manusia itulah yang membuat saya kenal dengan Imam. Bapak satu anak ini adalah seorang dari beberapa orang yang membuat masa-masa pengangguran saya jadi berwarna (ngakak penuh arti). Dari seorang Imam jugalah, ibu saya selalu memberikan wejangan tentang “memelihara cinta” suami dan harus punya insting yang tajam soal masalah krusial yaitu kesetiaan.
Romansa dan kehidupan percintaan suami istri juga saya tuangkan bukan hanya di artikel di atas. Beberapa kisah tentang perselingkuhan juga hadir di artikel Selingkuh Kok Sama Tetangga. Cemen ah!! atau artikel Selingkuh Itu Terjadi Karena Ada Kesempatan. Terus terang saat menyusun berlembar-lembar cerita tentang perihal sensitif ini, saya diliputi banyak perasaan. Kadang meringis, berpikir, tapi lebih sering ketawa. Ternyata menuliskan kisah dengan topik yang satu ini, seru juga loh.
Kisah tentang anak-anak juga salah satu obyek menarik. Saya menuliskan artikel berjudul Anto dan Dodo setelah kedua bocah menggemaskan tersebut mampu menghadirkan warna tersendiri di kompleks kami. Artikel ini sedikit banyak berbicara tentang masalah pengasuhan dan bagaimana orang tua harus mampu bersikap bijak tentang pergaulan anak-anak. Ada etika tidak resmi tertulis yang harus kita jalankan dalam kehidupan bertetangga. Tapi ada juga hal-hal yang justru dengan keribetannya bisa melahirkan rasa kebersamaan yang tinggi.
Cerita pilu dan sendu juga saya rasakan saat menulis artikel yang berjudul Ketika Ibu Tiada. Salah satu cerita favorit yang saya dahulukan penyelesaiannya. Saya sempat beberapa kali termenung mengenang seorang teman yang sudah tiada dan meninggalkan 3 anak-anak yang masih butuh bimbingan dan kehadiran sang Ibu. Anak-anak piatu ini kemudian melewati sebuah fase kehidupan yang sepatutnya tidak terjadi pada mereka. Saya dan beberapa ibu-ibu tetangga berusaha sekuat tenaga agar anak-anak ini tetap merasakan kebahagiaan, meskipun hanya didapat dari teman-teman almarhum ibu mereka.
Apa lagi cerita yang ada?
Yang pasti saya sudah mempersiapkan 12 artikel untuk dibaca publik. Tidak banyak memang karena seperti yang saya sampaikan di atas, saya memiliki waktu dan ingatan yang sangat terbatas. Tapi mudah-mudahan dengan total 131 halaman, semua cerita yang ada bisa menghangatkan hati para pembaca dan mengisi setiap jengkal waktu dengan bacaan yang menyegarkan.
Ingin membaca kisah seru sebelum buku ini terbit? Mari silahkan baca tulisan Dibalik Lahirnya Buku Solo TETANGGA KOK GITU


Buku yang saya terbitkan bersama Stiletto Book ini siap ditawarkan kepada publik dengan proses PO mulai dari 9 hingga 23 September 2021 di harga Rp 60.000,- (enam puluh ribu rupiah) dan Rp 70.000,- (tujuh puluh ribu rupiah) setelah masa PO telah selesai. Proses cetak untuk setiap periode pemesanan adalah 2-3 minggu setelah pembayaran dilakukan oleh para pembeli.
Setiap pemesanan lewat Stiletto Book (Publisher) atau langsung ke Penulis (saya) akan mendapatkan bonus 1 buah wire jewelry (jenisnya random) seharga Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah). Jadi silahkan kontak saya via WA di nomor 0811-108-582. Untuk pemesanan lewat Stiletto, bisa menghubungi nomor dan link media sosial pada flyer di bawah ini.
Semua harga yang disebutkan belum termasuk ongkos kirim.
Oia, terimakasih sebelumnya atas perkenan untuk tidak memesan SELAIN di 2 jalur yang ada yaitu saya dan Stiletto Book. Membeli buku asli tentunya adalah bentuk dukungan yang sportif atas hasil karya penulis dan menghargai perkembangan dunia literasi tanah air.




#AnnieNugraha #BukuSolo #TetanggaKokGitu #ReviewBuku #StilettoBook #PenerbitIndie #PenulisIndonesia #IndonesianAuthor @BukuSoloPerdana