Senang rasanya mendapatkan kesempatan untuk menceritakan kembali beragam kisah kenangan dari sebuah buku antologi. Apalagi saat selesai membaca buku tersebut saya mendapatkan banyak pencerahan tentang tempat, kota, atau destinasi wisata dari negara yang belum pernah atau sempat saya kunjungi. Dan akan menjadi semakin menarik ketika para penulis punya kisah sarat kenangan akan tempat/kota tersebut. Kenangan yang menghiasi jalan hidup dan menjadi bagian dari sejarah tak terlupakan.
Beberapa Kisah Mengesankan
Saya membaca buku ini dalam 2 ronde (jangan bayangkan pertandingan tinju ya). Ronde pertama saya habiskan untuk menelusuri satu demi satu artikel yang ada. Sementara ronde kedua saya khususkan untuk menyelami beberapa kisah yang memberikan kesan khusus saat pembacaan pertama. Beberapa artikel bermakna yang ingin saya bagi dan ceritakan kembali kepada para pembaca blog saya.
Membaca judulnya aja kita akan langsung tahu arti dari Paris Van Java. Satu julukan khusus yang diberikan kepada kota Bandung. Saya tidak paham ke-Paris-an apa yang begitu melekat pada Bandung sehingga kota kembang ini layak disamakan/disetarakan dengan salah satu kota terindah di Perancis tersebut. Tapi yang pasti, dulu, saat tidak seramai sekarang, Bandung terkenal dengan kesejukannya, kenyamanan udaranya, kebersihan dan penataan simpel kotanya. Pohon-pohon rindang banyak bertebaran sepanjang jalan, bangunan jaman Belanda masih banyak terlihat hampir di semua sudut kota, dan bangunan baru dengan jumlah lantai lebih dari satu masih langka berdiri.
Lewat tulisannya Gugi (yang dipanggil Gigi ini) menceritakan saat dia pertama kali bertemu dengan sang mantan pacar, Lima, yang sekarang menjadi istrinya. Jodoh yang terajut dari beberapa kali pertemuan yang tidak disengaja di 2 tempat rekreasi Tangkupan Perahu – Lembang dan Museum Geologi – di dalam kota Bandung. Sang mantan pacar yang saat itu sedang melakukan school tour dari Jogyakarta ke Bandung tampaknya menyambut perhatian Gigi dengan tak membiarkan lelaki ini kehilangan kontak dengannya. What a love at the first sight banget deh.
Bagi yang pernah punya kisah yang mirip dengan Gigi dan Lima, tentunya akan senyum-senyum saat membaca cerita cinta mereka. Sesederhana itu ceritanya? Iya. Tapi itu yang bikin kisah ini “sesuatu” buat saya.
Yang doyan atau menggilai sepakbola, pasti suka deh baca artikel yang digarap oleh Neni Ostarini (Neni) ini.
Ada yang tahu Borussia Dortmund? Penggemar bola pasti langsung ngangguk. Borussia Dortmund adalah klub sepakbola terbesar ke-2 di Jerman setelah Bayern Munchen. Mereka memiliki stadion terbesar di Dortmund yang diberi nama Westfalen Stadion. Stadion ini mampu menampung 81.365 penonton. Dengan kuantitas seperti ini, tempat ini otomatis ditasbihkan sebagai stadion terbesar di Jerman.
Berganti nama menjadi Signal Iduna Park, markas dari klub Borussia Dortmund ini, meletupkan cinta buta dari para penggemar fanatiknya. Cinta sejati yang bukan hanya berasal dari para penggemar bola tapi juga semua yang tinggal di kota Dortmund. Bahkan agar tidak melewatkan satu pun pertandingan yang diadakan di stadion ini, masyarakat setempat mendaftarkan diri sebagai anggota klub berbayar. Dengan cara demikian mereka punya akses prioritas untuk mendapatkan tiket nonton setiap pertandingan tanpa harus mengantri. Bahkan sampe ada ibu-ibu hamil yang sudah mendaftarkan anak yang masih dikandungnya sebagai anggota klub. Mantab gak tuh? Sungguh sebuah cinta sejati yang tak terbantahkan.
Kalau dari ceritanya sih Mbak Neni juga adalah football mania. Beruntung bisa berada di Dortmund tentunya menjadi nilai plus buat dia. Dan itu dibuktikan dengan senyum ceria berfoto di dalam stadion.
Saya pengen banget bisa sampai Berlin. Dulu sekali pernah diajak untuk ngamen produk perhiasan di sana. Tapi karena alasan tekhnis produksi, rencana itu terpaksa batal. Jadi saat membaca kisah yang dituliskan oleh Endang Winati (Endang) tentang kota ini, saya jadi ingin mengembalikan keinginan untuk bisa menginjakkan kaki di sana.
Berlin, seperti yang diceritakan Neni, adalah sebuah kota dengan penuh kemajemukan seperti Jakarta. Sebagai salah satu kota besar di Jerman, Berlin sangat bersahabat dan nyaman bagi para penjelajah. Banyak touristic venues yang begitu menjadi pembicaraan para traveler sedunia. Seperti Berliner Mauer (Tembok Berlin), Dom (Katedral), Garden Der Welt atau Garden of The World, dan lain-lain.
Endang sendiri hidup sebagai mahasiswa di sini. Untuk melengkapi biaya hidup, Endang mengisi waktu-waktu luang dengan bekerja sambilan selain belajar, memenuhi kewajiban sebagai seorang mahasiswa. Pekerjaannya macam-macam. Terkadang menjadi tugas kebersihan di hotel atau dalam satu waktu juga membantu di toko kelontong produk-produk Indonesia. Kesempatan dalam hidup yang bisa mempertemukan dia dengan sekian banyak orang, beragam jenis manusia, dan tentu saja bule-bule Jerman yang fasih atau bisa berbahasa Indonesia. Dan ada satu pengalaman yang begitu berkesan bagi Endang adalah menjadi petugas pengibar bendera saat upacara peringatan hari kemerdekaan RI di KBRI. Plus tentu saja mengikuti kegiatan keagamaan di masjid yang ada di Berlin dan juga sering diadakan oleh KBRI.
Satu fase kisah hidup dalam keseluruhan rangkaian perjalanan di dunia.
BTW, yang pernah menghadiri upacara bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya di negeri orang, pasti punya kesan yang tak akan pernah terlupakan. Apalagi saat lagu kebangsaan berkumandang dengan gagahnya. Duh, air mata bisa langsung menitik tanpa bisa kita tahan loh. It happened to me tough.
Jodoh tak akan kemana. Mungkin itu inti dari kisah yang ditulis oleh Fuzna Marzuqoh (Fuzna) yang berjudul Perjumpaan Kedua.
Berawal dari saat berada di Taman Kiai Langgeng, Magelang, Anin (tokoh utama dari cerita ini) duduk di taman tersebut sembari mengingat semua kenangan manis bersama almarhum suami, Omar. Suami terbaik yang sudah mengijinkannya menghadirkan seorang anak lelaki bernama Ryan Satria Pratama (Ryan kecil).
Lewat artikel ini juga, Fuzna ingin berbagi keindahan tentang Magelang, salah satu kota kecil yang ukurannya hanya sekitar 0.06% dari luas seluruh wilayah di Jawa Tengah. Di kota berhawa sejuk inilah Anin lahir, mengenyam pendidikan dan menghabiskan waktu-waktu berharga bersama almarhum suami. Kota yang sering disebut sebagai Swiss-nya Indonesia ini memiliki landscape yang dikelilingi oleh berbagai gunung dan pegunungan. Ada gunung Merapi, Merbabu, Telomoyo, Sindoro, Sumbing dan Andong (total 7 buah gunung). Sementara di sisi bagian selatan kota di lindungi oleh bukit Tidar dan di sebelah barat tampak pegunungan Menoreh. Semarang juga memiliki pohon Tabebuya yang melahirkan bunga Sakura yang terkenal indah dan sedap dipandang mata.
Sembari mengenalkan para pembaca pada cantiknya kota Magelang, Fuzna mengajak kita untuk larut pada pengalaman hidup Anin sang tokoh utama. Terutama saat-saat dimana dia bertemu kembali dengan cinta pertamanya, Ryan Pratama (Ryan dewasa). Nama yang sama yang diberikan Anin untuk anak tunggalnya. Nasib telah membawanya bertemu Ryan dewasa yang dulu sempat hadir sebagai cinta pertama di masa SMA.
Mereka sempat terpisah setelah lulus SMA sebelum kata cinta mengikat hati. Karena ingin memantaskan diri untuk berada di sisi Anin, Ryan dewasa berangkat ke luar negeri (Amerika) untuk belajar di medicine school milik Johns Hopkins University. Sementara Anin bertahan di Magelang hingga akhirnya bertemu dan menikah dengan Omar. Nasib jualah yang akhirnya mempertemukan mereka kembali saat Anin ingin mengimunisasi Ryan kecil. Di rumah sakit, dimana Ryan dewasa bekerja, akhirnya semua cerita dibalik perpisahan mereka saat lulus SMA diketahui oleh Anin. Dan itu menjadi satu masa yang tak terlupakan bagi perempuan beranak satu itu.
Waktu pun berlalu, saat Ryan kecil beranjak remaja, Anin harus kehilangan Omar karena sakit. Anin dan Ryan kecil pun menjalani hidup berdua hingga di satu ketika mereka dipertemukan kembali dengan Ryan dewasa di sebuah resto yang bernama Kedai 21. Di tempat inilah Ryan dewasa mengetahui bahwa Anin telah hidup menjanda selama 3 tahun, sementara dirinya masih hidup sendiri.
Sungguh tak terkira bagaimana Yang Maha Kuasa mengatur jodoh seseorang ya. Pertemuan kedua 2 insan yang dalam usia matang (40an), ternyata membimbing mereka menyatukan cinta lama yang tak pernah terlupakan.
Bonn. Kota di sisi timur Jerman dan berada di sisi sungai Rhine. Kota kelahiran komposer ternama Ludwig Van Beethoven (Beethoven). Disinilah berdiri rumah sang komposer yang akhirnya menjadi ikon Bonn dan destinasi wisata yang selalu sesak oleh pelancong. Patung besar Beethoven pun terpajang indah dan gagah di depan kantor pos utama kota.
Sungai Rhine sendiri menjadi pusat berbagai kegiatan outdoor yang menyenangkan seperti piknik, olah raga, bahkan sekedar duduk-duduk, ngobrol dan membunuh waktu. Ah kebayang ya. Seandainya bisa menjamu tamu yang datang dari tanah air lalu menghabiskan berjam-jam waktu untuk mendengar tumpukan berita dari negara sendiri. Begitu juga yang mungkin dirasakan oleh Dewi Anggraeni (Dewi) yang menulis tentang Bonn, kota yang sempat ditinggali selama 5 tahun.
Dewi juga berkisah bahwa pemerintahan setempat sempat mengadakan festival dalam rangka ulang tahun Beethoven pada 2020. Pihak panitia menampilkan 700 buah patung kuning emas dan hijau. Luar biasa. Saya membayangkan berada di tempat itu tentu akan exciting banget. Apalagi jika setiap patung diukir dengan berbagai ekspresi atau bentuk yang berbeda-beda seperti patung ribuan tentara di Terakota, China.
Selain tentang Beethoven yang jadi sumber inspirasi kota, Bonn juga memiliki banyak taman cantik yang tersebar di seluruh kota. Dalam kondisi normal, sering diadakan pasar loak, pasar malam menjelang natal yang menawarkan ribuan kerajinan tangan, makanan dan minuman, layaknya festival rakyat. Hanya sayang, selama pandemi merebak, semua kegiatan ini dihentikan untuk sementara.
Oia, dari cerita Dewi di artikel ini, kita mendapatkan informasi bahwa Bonn deket dengan perbatasan menuju Belanda. Jadi seringkali Dewi dan keluarga ke Belanda di akhir pekan untuk berbelanja bahan masakan/makanan Indonesia. Di Bonn sendiri toko-toko tutup di hari Minggu, sementara di Belanda justru buka. Jadi kegiatan nyebrang ke Belanda tentunya jadi satu hal yang menyenangkan di akhir pekan.
Tale Inside
Memaknai arti kata Tale, kita akan terhubung dengan 3 makna inti yaitu kisah, narasi atau dogeng. Untuk buku Tale of The Cities ini saya banyak menemukan kisah yang mampu menyelam hingga kedalam hati serta beberapa tulisan narasi yang mengarah kepada meng-wikipedia-kan kota yang menjadi bintang dari tulisan.
Buku ini memiliki 26 artikel dari 26 penulis di bagian depan kemudian ditutup dengan 10 puisi dari 10 orang pujangga. Diantara ke-2 bagian ini, ada 2 lembar pembatas berwarna bergambar setangkai bunga yang bakalan sangat disukai oleh para penggila ungu.
Di setiap lembar buku dihiasi oleh paper border hitam putih yang sebagian besar bertabrakan dengan tulisan yang ada di lembaran tersebut. Ah, seandainya font nya bisa dikecilkan dan diletakkan ke tengah, paper border ini tentunya akan kelihatan lebih indah. Beberapa foto tentang tempat yang dikunjungipun akan terlihat lebih entertaining jika diselipkan pada satu halaman khusus berwarna. Beberapa unsur estetika yang tentunya membuat buku ini semakin indah untuk dilihat dan semakin menyenangkan untuk menjadi sumber inspirasi.
Di bagian akhir buku, saya terkesan saat menemukan profile singkat atau bionarasi dari para penulis. Rangkaian informasi yang ada disana sungguh mengesankan. Sebagian besar penulis memiliki background yang gak kaleng-kaleng loh. Banyak diantaranya yang mengenyam pendidikan tinggi, memiliki karir yang mengesankan dan pengalaman menulis yang berharga untuk kita tilik. Ada informasi lengkap tentang mereka yang bisa kita hubungi atau kita intip. Siapa tahu kan para pembaca ingin berbagi kisah di tempat yang sama.
Para penulis hebat yang berbagai cerita di buku ini adalah:
- Nita Priyani – Bima, Kota Rimpu Nan Memesona
- Sefa Firdaus – Bremen, I Fall In Love
- Norlaila – Sudut Lain di Kota Banjarmasin
- Syarifah Rahmi – Pidie I Am In Love
- Gugi Gerindra – Paris Van Java
- Neni Ostarini – Cinta Sejati di Signal Iduna Park
- Diyat Eswe – Kota Jogja Istimewa Tempatku Dilahirkan
- Endang Winati – Berlin. A Part of My Journey
- Wien Purwandini – Ini Balikpapan, Ces
- Indah Puspita Rukmi – Pekalongan yang Kukenal
- Anggita Aninditya P.P – Senja di Yokohama
- Siti Waspirah Sobichin – Lukisan Kotaku
- Riz Anugerah – Wisata Kuliner di Kota Samarinda
- Fuzna Marzuqoh – Perjumpaan Kedua
- Tutih Riri Ayu – Pontianak yang Cantik
- Yuni Lihua – Membangun Cinta di Bumi Arema
- Nurul Kirana – I Love You Surabaya
- Nurjanah F.A (Noey) – Menuju Negeri Sakura
- Maria Sahab – Cinta Pertamaku di Negeri Kangguru
- Dewi Anggraeni – From Bonn With Love
- Dina Ananti – Awal yang Baru di Kota Cilegon
- Herni Nur’aeni – Segunung Penyesalan di Sayang Kaak
- Rini Susanti – Redez-vous Au Printemps
- Anita Puji Lestari – Kebumen Kota Perjuanganku
- Septiana TR & Tine Badriatin – Langit Senja Sang Mutiara
- Putri Soemirat – Perjalanan 10 Hari Mencari Cinta
Sementara para penulis puisi adalah:
- Gugi Gerindra – Suara-Suara yang Hilang
- Putri Soemirat – Perjalanan 10 Hari
- Fuzna Marzuqoh – Musim Semi di Bulan Mei
- Diyateswe – Rindu Dari Jogjaku
- Siti Wasripah Sobichin – Cerita Indah di Kotaku
- Syarifah Rahmi – Candu Kotaku
- Herni Nur’aeni – Ciamis Kota Kesayangan
- Herni Nur’aeni – Terlanjur Cinta
- Norlaila – Wanita Perkasa di Pasar Terapung
- Dwi Nurjanah – Mengejar Mimpi di Asahi
Selamat untuk Komunitas Mari Menulis yang sudah melahirkan sebuah buku antologi cerita dan puisi berjudul Tale of The Cities ini. Sebuah buku yang mengurai puluhan kisah di berbagai tempat/kota dengan keindahan beragam keunikan diksi para penulisnya. Semoga dengan hadirnya Tale of The Cities, dunia kepenulisan di tanah air jadi semakin semarak dan cantik bagai pelangi.
Yang berminat membaca dan berkontribusi pada sosialisasi serta kehadiran buku ini, silahkan menghubungi Mbak Tutih di 0821-7303-6621.
#KomunitasMariMenulis #BukuAntologi #TaleOfTheCities #ReviewBuku #MenulisBersama #PenulisIndonesia #IndonesianAuthor
Wah, keren nih Komunitas Mari Menulis, udah terbit ya antologi cerita. Saya suka sih baca antologi Tale of Cities, jadi tau berbagai kota dengan kekhasannya, selamat ya
Iya Bang Sani. Di buku ini beragam kisah tentang kota dan kehidupan pribadi para penulisnya diuraikan. Menarik untuk disimak
Keren sih ini tema bukunya. Kalau baca judul-judulnya jadi kayak diajak keliling dari satu kota ke kota lain. Menikmati kisah nyata para penulisnya. Btw, saya juga terpukau dengan ilustrasi di postingan ini, Mbak :)
Bener banget. Kita diajak mengenal banyak kota dengan kisah-kisah pribadi para penulisnya.
Alhamdulillah. Semua ilustrasi saya kerjakan sendiri lewat aplikasi Canva. Makasih untuk complimentnya
Jadi pingin nulis juga tentang buku antologi
dulu pernah bikin bareng komunitas 1 minggu 1 cerita
cari ah bukunya
Yuk Mbak, kita bikin buku antologi untuk group kita
Congratulations…
Keren sekali masih produktif di masa pandemi seperti saat ini. Aku suka visual, pemilihan header dan covernya. Jadj gak monoton dan melelahkan di mata saat bacanya. Sukses bukunya teman2 komunitas..
Karena kondisi pandemi yang mengurangi mobilitas, komunitas ini betul-betul menghasilkan sesuatu yang bermakna. Jadi ikutan semangat baca bukunya.
Buku yang menarik, menceritakan suatu tempat dengan muatan emosi kisah-kisah yang mendalam
Betul Mas Iwan. Buku yang sangat layak untuk dinikmati
Mba Annie emang terbaeekkk skill art mba Annie cihuyyy banget!
Itu pakai canva “doang”, tapi hasilnya ya ampuuunnn estetik at its best!
Apalagi, cerita2/narasi2 dalam buku ini jyaann ciamik tenan
Gegara gerakan outdoor terbatas, jadilah ngabisin waktu kotak-katik sekian banyak aplikasi hahahaha. Biar gak bosen dan bengong aja di rumah.
Isi bukunya memang benar-benar menarik untuk disimak Nur. Kita dikenalkan tentang tempat yang diceritakan sembari menikmati kisah-kisah pengalaman hidup para penulis di kota/tempat tersebut.
Sepertinya produktif bu dalam menulis sebuah buku, apa pun genre nya jika sudah ditulis oleh yang biasa memiliki kompetensi menulis, akan bagus ceritanya, runut.
Iya ya Mas Ferry. Bisa karena biasa. Semakin sering maka kita akan semakin terlatih
Aku baca perjumpaan kedua jadi mewek. Sungguj, jodoh itu misyeri ilahi.
Membaca perpisahan mereka. Pertemuan kembali, hingga kehidupan yang sudah berbeda. *kok sama sih”
Ah, meski pada akhirnya bersatu. Tapi sungguh, aku sedih dengan perjalanan cinta mereka 😭
Perjumpaan Kedua jadi tulisan favorit saya. Menyentuh banget cerita nya. Begitulah jika Allah sudah merencanakan ya. Gak ada yang menduga.
Senengnya bisa terlibat project antologi ya mbak. Saya sudah lama ni ga nulis antologi jadi kangen ingij nulis lg
Saya tidak terlibat atau bergabung di dalam penulisan buku antologi ini Mbak. Hanya membantu mengulas dan mensosialisasikan buku ini. Semoga dengan ulasan yang saya tulis ini, buku Tale of The Cities bisa lebih dikenal oleh publik.
Serunya bisa menulis antologi cerpen. Berkisah bersama mengenang masa lalu dan hal-hal yang berkesan. Sukses selalu ya buat semua para penulisnya😍
Hallo mbak Anie,
makasih banyak tulisan saya diulas juga.Semoga suatu hari kita bisa berfoto di Signal Iduna Park.
Salam kenal dari Dortmund.
Hai Mbak Neni. Makasih juga sudah mampir ke blog saya. Semoga berkenan dengan ulasan yang sudah saya tulis di atas. Aamin YRA. Semoga suatu saat saya bisa sampai Dortmund ya Mbak.