Pada kunjungan ke-2 saya ke NANNING dalam rangka mengikuti pameran CAEXPO (China Asean Expo) di September 2014, alhamdulillah akhirnya bisa meluangkan 2-3 hari waktu free untuk menjelajah sebuah kota kecil, YANGSHUO, bagian dari Provinsi GUILIN. Ketika berangkat, terus terang, kami belum punya agenda perjalanan atau informasi yang lengkap mengenai kota ini. Hasil nanya di Nenek Google juga sedikit, hanya berupa keterangan-keterangan ala wikipedia plus foto-foto indah hasil jepretan photographer profesional. Nanya ke pusat informasi turis di sana pun (via email) tidak begitu meyakinkan. Jawaban-jawaban yang diberikan via email bahasa Inggrisnya juga ambigu. Aeeehhh. Jadi selama pameran, di sela-sela waktu yang ada, sibuk tanya kesana kemari, ujung-ujungnya malah bingung sendiri wakakakaka, karena setiap orang yang kami tanya penjelasannya berbeda-beda. Jiiiaaah capcay dah ah. Belum lagi tawaran transportasi dengan berbagai versi yang tambah bikin galau. Ada sih jasa tour yang oke, tapi setelah hitung-hitungan dengan kocek yang ada kok mahal bingit yak. Bisa pergi gak bisa pulang entar …..
Pilihan pertama adalah sewa mobil selama 3 hari 2 malam senilai berkisar antara Rp 5.000.000,- – Rp 6.000.000,- (dihitung dengan kurs yang berbeda-beda). Tapi itu belum termasuk duit tol, tip, konsumsi dan nginap semalam di hotel. Pilihan kedua adalah naik bis, murah meriah tapi bonus fasilitas jorok…yeeaayy….dan ini bener-bener gak diusulkan oleh beberapa rekan karena melihat saya yang sensitif sama bau dan kebersihan. Pilihan ketiga adalah naik kereta sampe stasiun KA Guilin, habis itu nyambung jalan darat menuju Yangshuo, setelah itu ya atur sendiri dah …. Akhirnya, setelah rembukan dan nekad pengen jalan-jalan ala bekpeker, pilihan ketiga telah disepakati oleh kami ber-empat. Yang penting sampe Guilin dulu. Sisanya bener-bener modal keberanian, tanya-tanya lagi, baru ambil keputusan berikutnya.
Atas usulan salah seorang petugas hotel yang lumayan komunikasi bahasa Inggrisnya, kami memesan tiket kereta senilai sekitar Rp 250.000,-/orang (atau RMB 111), sehari sebelum keberangkatan. Eh, bukan memesan ding, karena memang gak bisa booking dulu atau beli secara on-line, tapi dengan membeli langsung di counter khusus yang justru bukan di Terminal Kereta Api. Itupun sempat bingung karena tidak ada arahan-arahan dalam bahasa Inggris, jadi bener-bener menggandalkan bahasa tarzan dan kemampuan supir taxi mencerna apa yang kami mau ..hehehehe…. Begitu sampe counter, surprise berikutnya sudah menanti. Counter yang dimaksud ternyata hanya sebuah ruangan kecil dengan jendela berjeruji dan cuma satu-satunya. Ngantri sih gak begitu panjang, tapi prosesnya yang bikin pegel. Kudu setor passport dan menunggu pengetikan tiket yang sempat jadi bahan tertawaan karena Mbak-mbak yang melayani kesulitan mengeja dalam huruf latin. Kasuspun terjadi ketika mereka in-put nama saya yang cuma sebatangkara. Seperti biasa, pasti ditanya kok namanya cuma 1, terus nama keluarganya apa? yeeaaahh right ….abis bijimana dong, secara ortu cuma ngasih nama segitu-segitunya yak ….. Buat saya yang sudah beberapa kali menghadapi masalah ini ketika bepergian ke luar negri sih sebetulnya biasa, yang luar biasa adalah orang yang diajak bicara susah (pake banget) untuk diajak berkomunikasi dalam bahasa internasional, sementara saya sendiri gak ngerti bahasa Cina. Klop sudah. Aniwei, akhirnya urusan ini pun dianggap selesai karena sama-sama gak nyambung. Dan seperti biasanya akhirnya nama saya diketik 2x agar dapat ter-input dengan baik di dalam sistem pencatatan.
Menempuh perjalanan darat dengan kereta api ekspres dari NANNING selama kurang lebih 5 jam, perjalanan menuju GUILIN jadi suatu pengalaman yang luar biasa. Kami yang awalnya takut tidak bisa menikmati perjalanan dengan fasilitas bersih, ternyata tidak terbukti ketika naik kereta ini. Bukan apa-apa, selama tinggal di NANNING, nyaris tidak pernah sekalipun menemukan fasilitas umum, terutama MCK, yang bersih, tidak bau amis (jangan harapkan wangi ya) dan menyenangkan. Bahkan untuk sekelas restoran yang bonafid sekalipun. Tapi ternyata di kereta ekspres ini, semua serba bersih dan terlihat baru. Tempat duduk yang nyaman, ketersediaan air minum (air putih) di setiap gerbong, colokan listrik di setiap slot tempat duduk, pelayanan restorasi yang cukup dan yang juga penting adalah gulungan-gulungan tissue yang selalu penuh tersedia di toilet sepanjang perjalanan.
Selama di kereta jangan harap bisa menikmati pemandangan dari jendela. Kenapa? lah wong keretanya ngebut je …kecepatan yang tercatat dari dinding depan gerbong itu, sekali tancap aja bisa 100km/jam, jereng dong kalo nekad natap keluar dengan bayangan yang cepet kek halilintar (lebay gak ya?) hahahaha. Tapi, saya cukup terhibur dengan musik tradisional khas Cina yang terus diputar selama perjalanan. Musik khas yang sering banget diputar oleh almarhum Ayah saya semasa hidupnya. Akhirnya yaaahh…tedor sajalah…wong selama jadi SPG Pameran badan serasa remuk redam. Jadi gak ada cerita khusus soal pemandangan selama perjalanan kereta yak. Yang dilihat juga standard aje, lebih indah pemandangan jalur utara/selatan kereta di Jawa soalnya.
Keluar dari stasiun KA yang berjubel, kami disambut dengan tawaran-tawaran Mas-mas yang menyewakan kendaraan. Persis kek airport Soetta Terminal 1. Sempat terpikir untuk naik bis. Tapi niat itu kami batalkan karena gak ada penjelasan akurat (yang bisa kami mengerti dengan baik) tentang dimana naik dan berhentinya bis tersebut di Yangshuo. Akhirnya, dengan modal bahasa Cina yang pas-pasan, salah seorang rekan seperjalanan berhasil bernegosiasi dengan rental mobil sambil memperlihatkan tulisan-tulisan Cina tentang tempat-tempat yang ingin kami kunjungi di Yangshuo. Kesepakatan pun tercapai. Sewa mobil mini-van 24 jam dengan harga sekitar Rp 1.500.000,- sudah termasuk bensin dan kami tidak menanggung biaya penginapan dan konsumsi supir selama di sana. Eng ing eeengg tancap gas menuju Yangshuo selama 6-7 jam ke depan.
Banyak sebenarnya area-area wisata di dalam kota Guilin sendiri, yang sebagian besar adalah wisata goa/gua, tapi dengan pertimbangan efesiensi kami memutuskan untuk ke Yangshuo dulu dan melanjutkan wisata dalam kota Guilin keesokan harinya sambil menunggu kereta yang akan memulangkan kami kembali ke Nanning. 5 jam berlalu, nyaris tidak ada hal-hal istimewa yang bisa kami lihat. Tapi ketika 2 jam memasuki Yangshuo, barulah pemandangan-pemandangan indah bisa kami nikmati. Ribuan bukit-bukit kecil dengan segala bentuk berjejer rapih dan hijau. Ada yang ujung bukitnya lancip, ada yang bulat, bahkan ada yang berbaris seperti gambar-gambar standard jaman sekolah SD dulu. Gak kehitung banyaknya (iseng amat kalo sambil ngitung yak). Saya jadi teringat pemandangan yang hampir mirip ketika memasuki kabupaten Pracimantoro menuju Pacitan. Cuma bukit-bukitnya tidak sebanyak ini.
Ketika memasuki gerbang kota, kami dibuat berdecak kagum dengan tata kota yang sangat unik. Bangunan-bangunan dibuat menempel pada badan bukit, dibuat seragam dan area pejalan kaki yang cukup luas. Berkali-kali seliweran sepeda-sepeda tandem yang ternyata adalah sewaan dari hotel. Oooh ok, terlintas di benak saya, berarti untuk keliling kota ini cukup pake sepeda aja nih…hehehehe. Tapi layaknya kelakuan orang Indonesia, mana mau sih mandi keringet ngontel sepeda kesana kemari? bener kan? Dan terus terang karena banyaknya sudut-sudut kota yang sedang dibangun atau direnovasi, debu yang bertebaran tentunya kurang nyaman juga buat sepedaan.
Menelusuri jalan-jalan di dalam kota, saya jadi dejavu dengan Bali. Penataan toko-toko, restoran, area-area umum dan tempat-tempat nongkrong, persis banget dengan yang terlihat kalo kita keliling Bali (terutama daerah Kuta, Sanur dan Seminyak). Bedanya adalah kalo Yangshuo dikelilingi bukit, sementara Bali dikelilingi oleh pantai.
Berhubung hari sudah terlalu sore (menjelang malam), kami memutuskan untuk check-in dulu. Rejekinya, hotel tempat kami menginap di Nanning, JINJIANG INN, ternyata juga buka di Yangshuo. Jadilah kami dapat rate khusus tanpa jaminan dengan harga sekitar Rp 175.000,-/malam (kamar aja). Di lobby hotel, saya dibuat takjub dengan suguhan PETA TOUR yang terpampang lebar di dinding depan (3 gambar di atas). Waaahh…ini sih gak bisa dilahap dalam 1 hari perjalanan. Melihat banyaknya foto-foto area wisata sih, harusnya dijabanin nginep paling enggak 3 hari 2 malam.
Melepas kepenatan beberapa saat, kamipun melanjutkan perjalanan menelusuri kota yang berhias lampion sepanjang jalan sambil berusaha mencari makan malam. Ternyata untuk urusan perut, kondisi di Yangshuo sungguh sulit buat muslim. Kalo di Nanning kami bisa menemukan beberapa restoran halal (gak lebih dari 5 jari hitungannya), tapi di Yangshuo nyaris tidak ada. Kami mencoba sebuah resto seafood yang menurut Pak Supir harusnya tidak menyajikan b2, tapi nyatanya berujung kasus yang bikin kami emosi. Salah seorang teman sudah bertanya berkali-kali meyakinkan bahwa tidak mengandung daging ataupun minyak b2. Dijawab dengan anggukan yakin dari pelayan. Taaappiii begitu dihidangkan … tttaaarraaaa….jelas banget potongan-potongan daging b2 terhidang di atas piring. Kami pun sigap angkat kaki dan marah sejadi-jadinya. Yaaahh….gatot dah impian menikmati sea food ala Yangshuo. Kamipun akhirnya menyerah beli mie instan, roti dan aneka camilan di sebuah mini market. Nasib naassiib. Jadi buat teman-teman muslim yang berminat ke Yangshuo, sepertinya harus bawa bekel nasi dan lauk pauk kering kalo mau nginap di sana. Jangan harap bisa menikmati makanan halal, karena setelah berkali-kali berkeliling, bau anyir khas b2 menyengat dimana-mana. Ddduuuhhh …..
Selain urusan perut yang butuh perhatian, hal lain yang harus disiapkan sebelum berwisata ke Yangshuo adalah baju hangat. Ketika kami berkunjung, suhu di sana berkisar antara 20-22 derajat Celcius. Pagi-pagi buta malah lebih turun lagi. Dan karena hotel-hotel di sana sebagian besar adalah budgeted hotel dengan area yang sempit, jangan harap bisa mendapatkan paket makan pagi di restoran milik hotel. Ada sih penjaja sarapan di berbagai sudut, tapi lagi-lagi ya itu, kehalalannya sangat diragukan. Ngiler deh ngeliat orang-orang di pinggir jalan nyeruput mie ayam … aaeeehh…. secara ya…mie ayam kuah anget pake bakso atau pangsit bener-bener paket lengkap buat sarapan kenyang, tapi yaaahh…cukup ngiler aja dulu …hehehehe….
Perjalanan kami lanjutkan dengan menikmati keindahan kota yang masih tertidur di tengah pagi-pagi buta. Udara segar khas pegunungan memenuhi paru-paru. Beberapa bangunan unik khas Cina yang kemaren tidak bisa kami nikmati, pagi itu terlihat indah dipandang mata. Kami sempat berhenti di sebuah jembatan yang di bawahnya terhampar sungai yang tenang dan luas. Di sepanjang sungai terlihat, lagi-lagi, jejeran bukit yang kali ini masih tertutup embun pagi. Gak bosan saya memandang sambil menunggu sun-rise. Sayang kami tidak sempat berlama-lama karena harus mengejar beberapa tempat wisata yang begitu banyak.
JINJIANG INN HOTEL
Liao Cheng Li, Senior Manager, JINJIANG INN HOTEL – Nanning, email: 735918321@qq.com, Phone: +86-15877178095