Membuka, membaca dan merenungi buku ini, saya mendadak dejavu akan pengalaman saya dan beberapa teman cewek yang masih bujangan menjelang usia kami merangkak ke angka 30. Masa pertengahan 90an. Dimana perempuan berumur lebih dari 25 tahun itu termasuk dalam golongan telat laku (baca: perawan tua)
Padahal kalau dibandingkan dengan hari gini, umur 25 tahun tuh masih tergolong imut-imut. Yekan?
Tapi apa daya, saya dewasa di jaman itu. Bukan sekarang. Jadi kami berempat yang waktu itu sekantor dan masih single sering banget jadi lahan perjodohan. Saya sih sebenarnya udah punya pacar. Tapi ya gitu. Gaje (ngekek). Yang kata boss saya waktu itu, “Yang njemput kok ganti-ganti melulu?” Eeeaaaa. Ketauan deh.
Perjodohan itu diseriuskan oleh mamak-mamak yang ada di kantor. Saban ada tamu, rekanan kantor, temennya temen kantor atau pegawai kantor sebelah, semua mamak-mamak tak putus usaha untuk mempromosikan kami berempat. Tentu saja dengan pesan sponsor yang bererot bagai iklan 2 menit yang diulang-ulang terus menerus. Marah? Tersinggung? Ya enggaklah. Dibawa fun aja. Toh niatannya baik bukan? Justru gegara proyek perjodohan ini saya sering diajak ketemu banyak orang dan dapat makan gratis. Secara ya waktu itu saya juga anak kost. Tuh kan ada sisi positifnya (ngekek).
Aaahh jadi panjang deh preambule nya. Yok let’s talk about buku yang penuh inspirasi ini.
Dibalik Lahirnya Buku Single, Strong & Sparkling
Buku ini lahir dari komunitas Ibu Ibu Doyan Nulis (IIDN). Salah satu komunitas menulis yang hampir 1 tahun ini saya ikuti. Kecintaan akan dunia literasi, menemukan banyak rekan satu frekuensi dan kesempatan mengembangkan pengetahuan serta skill diksi adalah 3 diantara banyak alasan saya bergabung di komunitas ini. Apalagi sejak melihat bahwa IIDN bersama para anggotanya menerbitkan rangkaian buku berkualitas seperti Pulih, Bikin Ketawa dan Single, Strong & Sparkling (Single) ini.
Buku Single ini mengalami proses berjenjang sebelum akhirnya siap ditawarkan kepada publik. Mulai dari kesepakatan pemilihan tema, seleksi administratif dan content kemudian diteruskan dengan proses revisi hingga akhirnya sampai pada titik editing. Ada 13 cerita dari 13 orang penulis yang dihadirkan. Sebagian besar (bahkan mungkin semua) adalah tulisan bergenre faksi (fakta yang dirangkai sebagai fiksi) dan menceritakan pengalaman orang lain.
Dengan 138 halaman, ringan dan nyaman dibuka, buku Single menampilkan cover yang sarat makna. Jika diperhatikan dengan lebih teliti, ada falsafah khusus yang disampaikan lewat sebuah sepatu stiletto runcing berwarna merah, hanya sebelah dengan efek dramatis bintang-bintang dan cahaya. Hanya sebelah melambangkan single (sendiri atau kesendirian). Merah dan runcing mencerminkan kekuatan (strong). Sementara bintang-bintang dan cahaya terang mewakili pesan sparkling (gemerlap dan berkilau).
Lewat buku ini juga, begitu banyak hal-hal tentang perempuan dan kemandirian yang bisa kita kupas dari buku Single, Strong & Sparkling ini. Terutama tentang makna cantik yang bisa kita dalami dari berbagai sisi dan sudut pandang. Karena sejatinya setiap perempuan terlahir cantik dengan semua kelebihan dan kekurangannya. Cantik fisik yang kemudian disempurnakan dengan kecantikan hati. Semua tokoh yang menjadi bagian dari buku ini adalah mereka yang cantik oleh kedewasaan dan keikhlasan menerima takdir.
Untuk melengkapi sebarisan renungan dan jutaan makna dari setiap tulisan, setiap author membuat quote yang indah untuk dibaca dan dipahami. Saya memilih beberapa untuk ditampilkan di sini.

Review Buku

Layaknya sebuah antologi, buku ini menghadirkan gaya bertutur yang penuh warna. Setiap penulis melukiskan berbagai kisah tentang beberapa personal yang istimewa. Mereka adalah para wanita single yang hidup bahagia dengan cara dan keputusan pribadi yang telah mereka pilih.
What’s wrong with the single issue?
Pertanyaan lainnya adalah “Siapa sih yang tidak ingin berkeluarga dan memiliki keturunan?” Pertanyaan klise yang sesungguhnya tidak butuh jawaban. Apalagi untuk seorang perempuan. Membangun sebuah rumah tangga bahagia, suami sholeha, anak-anak yang sehat, tentunya jadi impian yang manusiawi, bagi seorang perempuan. Begitupun dengan beberapa perempuan yang cerita hidupnya diulas oleh 13 penulis yang bergabung di dalam buku ini.
Setiap tokoh yang ditampilkan tentu saja menghadapi sekian banyak tantangan, kritikan, kejulidan, bahkan sindiran tentang kesendirian mereka. Perihal yang menjadi pergolakan batin dan butuh hati yang seluas samudra untuk menerimanya. Ada yang dianggap terlalu meletakkan kriteria yang tinggi dan terlalu pilah-pilih hingga tuduhan menyukai sesama jenis. Rangkaian “penghakiman” yang terus bahkan kerap tumbuh dan berkembang di masyarakat. Tapi semua dapat dilalui dan mendapatkan pemecahan yang melegakan hati, malah bisa menjadi contoh kemandirian bagi para perempuan lain.
Tiga diantara tokoh yang diceritakan di dalam buku dan menjadi favorit saya adalah:
Morina yang ditampilkan oleh Marie J. Simbolon dalam artikel berjudul Biarkanlah Burung Terbang Bebas. Lahir sebagai anak perempuan tertua, di usia 42 tahun, Morina sangat menikmati hidupnya sebagai seorang PNS di Kecamatan Jorlang Hantaran, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Dalam kesendirian dan kesehariannya dia terlibat dengan anak-anak panti asuhan, para keponakan yang mengisi hari-hari berkualitasnya dan setiap weekend menghabiskan waktu bersama orang tua di rumah mereka. Tidak ada penghakiman ataupun tekanan dari orangtua atas kesendiriannya. Tapi justru dengan apa yang harus dia terima sekarang, memberikan kesempatan pada Morina untuk lebih lama berbakti dan mengurus orang tua.
Ada satu rangkaian kalimat yang disampaikan oleh Bapaknya Morina, saat keluarga mereka diterpa berbagai pertanyaan mengenai kondisi Morina. Kalimat yang menurut saya memiliki kekuatan emosional dan kebijakan.
“Aku mengenal dengan sangat baik putriku. Bila dia menemukan orang yang tepat maka dia akan mengatakannya terlebih dahulu kepada kami. Pilihan Morina adalah bebas dan merdeka. Kami memberi restu dan mengasihi Morina apapun keadaannya. Menikah ataupun tidak, kami tetap mengasihi putri kami”
Tokoh kedua adalah Runi. Si anak bungsu yang ditampilkan di artikel Aku Bahagia dan ditulis oleh Eda Erfauzan. Keputusan Runi berhenti bekerja untuk mengurus ibunya yang sudah berusia lanjut sungguh adalah hal yang amat mulia. Hidup berpindah dari satu rumah kakak ke rumah kakak yang lain sesungguhnya bukanlah hal gampang. Runi harus menjadi orang tengah yang menghubungkan antara ibu dan saudara-saudara kandung, memahami semua keponakannya dan harus mampu menempatkan diri dalam lingkungan keluarga kakak-kakaknya. Hingga tibalah terjadi perselisihan yang mengakibatkan Runi tersakiti hatinya dan mengajak ibunya tinggal di rumah seorang sahabat. Tetapi berkat kelunakan hati, semua saudaranya memutuskan untuk membelikan rumah bagi ibu dan Runi. Di rumah ini pulalah Runi menjalankan bisnis rumahan dan hingga kini menikmatinya sebagai sebuah kegiatan berkualitas sembari merawat ibu.
Mencintai Takdir yang ditulis oleh Bunga Monintja. Kisah seorang perempuan dari keluarga kelas bawah yang sempat harus memupus keinginannya untuk berumahtangga karena orang tua sang kekasih tak menerima perbedaan status sosial antara mereka. Karena tak memiliki uang untuk melanjutkan sekolah, perempuan ini bekerja di sebuah pabrik hingga akhirnya memutuskan untuk berdagang baju dari pintu ke pintu. Di tengah menjalankan usahanya inilah, dia bertemu dengan seorang anak yatim piatu bernama Aulia yang saat itu berusia 8 tahun. Aulia pun diangkat sebagai anak, dipenuhi kebutuhan hidupnya, disekolahkan hingga sarjana dan menjadi guru.
“Meskipun aku tak pernah menjalani indahnya sebuah pernikahan, setidaknya aku merasakan pahit getir, tawa bahagia dalam kesendirianku. Menikmati hidup yang telah Allah berikan untukku. Menjaga amanah yang sudah Allah titipkan padaku. Aku bahagia”
MashaAllah. Hati saya langsung mengharu biru membaca untaian kalimat tersebut di atas. Aulia bukan darah dagingnya. Tapi Yang Maha Esa telah mempertemukan mereka dalam satu ikatan kasih sayang hingga dia merasakan nikmatnya menjadi orang tua, pelindung bagi seorang anak yatim piatu, hingga sang anak menjadi seseorang yang mengabdi dalam dunia pendidikan.

Blog Tour Ulang Tahun IIDN ke-11

Dalam rangka memperingati ulang tahun ke-11 komunitas IIDN yang jatuh pada 24 Mei 2021, dengan rasa bangga dan sukacita saya menghadirkan tulisan ini untuk meramaikan Festival Perempuan yang diadakan oleh IIDN. Festival yang khusus diadakan dengan serangkaian aktivitas literasi seperti Instagram Challenge dan Blog Tour. Saya terpilih sebagai salah seorang Host dari Blog Tour dan berharap bahwa dengan hadirnya kegiatan ini, sekian banyak doa dan harapan bisa disampaikan untuk langkah-langkah penuh arti yang akan terus dijalankan oleh IIDN.
Untuk melengkapi dan meramaikan Blog Tour ini, IIDN akan menyediakan 2 (dua) buah buku ditambah dengan 2 (dua) buah perhiasan kawat (wire jewelry) dari FIBI Jewelry senilai @ IDR 350.000,-. Hadiah-hadiah ini akan diberikan kepada 2 (dua) orang pemenang yang mengikuti aturan-aturan berikut ini:
- Memberikan komen atas tulisan ini dengan untaian kalimat yang berurai makna sehubungan dengan materi tulisan. Topik yang diulas bisa tentang bukunya, materi tentang single atau kehidupan mandiri para perempuan;
- Membagikan tulisan ini setidaknya di 2 media sosial (Facebook, Instagram atau Twitter) dengan tag dan follow akun saya (FB @AnnieNugraha, IG @annie_nugraha, Twitter @AnnieNugraha) dan IG @ibuibudoyannulis dengan menyertakan hashtag #happyanniversaryIIDN #blogtourIIDN;
- Semua kegiatan di atas diadakan selama periode 1 – 14 Juni 2021 Posting terakhir adalah 14 Juni 2021 pkl. 23:59 wib
Jika ada pertanyaan lebih lanjut tentang Blog Tour ini, silahkan hubungi saya via WA 0811 108 582 atau lewat email annie.nugraha@gmail.com


Hadiah Dari FIBI Jewelry
Swirl Turquoise Bracelet dan Turquoise Chips Necklace ini dipersembahkan khusus untuk IIDN Blogtour 2021 yang saya hadirkan lewat blog ini.



#CantikVersiKuIIDN #HappyAnniversaryIIDN #SebelasTahunIIDN #blogtourIIDN