Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan

Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan

Telepon analog kamar berulangkali berbunyi nyaring. Saya bersengaja meninggikan volume telepon semalam, agar pesanan panggilan (wake-up call) untuk ke pasar terapung Lok Baintan langsung menembus telinga.

Saya dan suami kaget, terbangun dari tidur yang lelap luar biasa. Kondisi kamar yang tenang dan menyenangkan, membuat tidur kami berkualitas. Begitu jempolannya Swiss-BelHotel Borneo Banjarmasin mengakomodir kenyamanan kamar sehingga subuh pun terlewat tanpa terasa.

“Bapak jadi ikutan ke Lok Baintan?” tanya petugas di seberang telepon.

“Ya Pak. Kita turun sekitar 10 menitan lagi ya.” jawab suami agak terbata-bata karena ruh diri baru setengah jalan masuk ke dalam tubuh.

Saya terbirit-birit ke ruang basuh dan langsung berpakaian. Untungnya, seperti kebiasaan sehari-hari, jika besok pagi saya harus pergi ke luar rumah, semua pernak-pernik yang akan dibawa dan dipakai sudah saya siapkan di malam sebelumnya. Dan itu sengaja saya letakkan di atas nakas, persis di sisi dimana saya tidur. Untuk suamipun sudah saya persiapkan. Jadi meski harus tergopoh-gopoh, everything happened under control.

Let’s go!!

Akhirnya inilah saat-saat yang sudah saya nantikan selama puluhan tahun lamanya. Saya dan suami akan belanja seru di pasar terapung Lok Baintan.

Menyambut Mentari Dalam Perjalanan Menuju Pasar Terapung Lok Baintan

Turun ke lobby, saya menemukan tim sepagian itu sudah siap berlayar. Ada keluarga kecil (Ayah, Ibu dan dua balita) lalu ada tiga orang perempuan yang tampaknya berteman satu sama lain. Semua sudah menggenggam pelampung keselamatan berwarna orange terang yang dibagikan sebelumnya oleh petugas.

Cahaya lobby hotel terang benderang meski di luar masih pekat dan gelap. Tapi rombongan kami bersegera menuju sebuah kapal kayu berukuran panjang dan beratap rendah yang sepertinya muat untuk penampung sekitar 20-an orang. Kalau tidak salah kapal seperti ini disebut Kapal Kelotok (Klotok).

Kapal ini tampak merapat, terikat dengan baik dan sudah siap menyambut kami di sebuah dermaga kecil milik Swiss-BelHotel Borneo Banjarmasin. Mesinnya sudah menyala dan sang nahkoda menyapa ramah ditemani oleh seorang petugas hotel berseragam, sembari membantu para ibu-ibu memasuki kapal.

Tanpa membuang waktu, kapal pun berlayar menyusur sungai Martapura. Suara membebek mesin di bagian buritan kapal menyanyi kencang, memecah keheningan subuh dan gelap yang mulai malu-malu meninggalkan bumi.

Baca Juga : Swiss-BelHotel Borneo Banjarmasin. Semalam Menginap di Depan Sungai Martapura

Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
beginilah tampak perahu kayu yang disiapkan oleh swiss-belhotel borneo banjarmasin. kelihatan kokoh dan bisa menampung banyak penumpang.
foto ini diambil saat rombongan kami kembali ke hotel

Karena atap di atas dudukan begitu rendah, setiap penumpang satu persatu menunduk dan merangkak mencari titik terbaik untuk duduk. Saya berasumsi, atap kapal ini sengaja dibuat seperti itu agar, siapa tahu, ada penumpang yang ingin nongkrong di atap untuk menikmati perjalanan.

Awalnya saya ingin melakukan itu, tapi setelah melihat atapnya becek dan tampak licin akibat hujan yang cukup deras sehari yang lalu, niat ini langsung saya batalkan.

“Udah duduk dalam sini aja. Gak kedinginan apa? Nyambung tidur aja dulu.” bisik suami yang sepertinya mengerti akan kekecewaan saya dan mulai menarik pelampung untuk dijadikan bantal bebaringan.

Tapi saya menolak.

Terlahir sebagai “manusia kutub” (begitu kata teman-teman) yang tahan cuaca minus, angin dingin yang menerpa wajah dan tubuh tak pernah saya keluhkan. Apalagi saat berada di tempat atau sedang dalam perjalanan yang sudah ditunggu bertahun-tahun. Sayang kan melewati masa-masa berlayar di atas sungai dengan pemandangan mentari di ujung timur yang pelan-pelan beranjak muncul.

Tak puas memotret di bawah, saya pun akhirnya memutuskan untuk duduk di buritan kapal, di atas sebuah bangku kayu, yang sudah saya alasi dengan pelampung. Dudukannya basah kuyup juga ternyata. Jadi saya harus mengatur posisi agak menjingkat agar tubuh berada di situasi yang tidak gampang kejengkang.

Dan eeehh saya baru sadar. Setelah berhari-hari kota Banjarmasin dan Banjarbaru diterjang hujan deras tanpa pilih waktu, sesubuh-an ini rintik hujan tak muncul sama sekali. Langit tampak bersih dan bening. Semesta seakan menyambut saya untuk menikmati berlayar dan belanja seru di Pasar Terapung Lok Baintan Kalimantan Selatan se-sempurna mungkin. Satu kisah memorable yang dalam sekitar kira-kira satu jam kedepan akan saya nikmati.

Kecuali merepetnya mesin kapal, keheningan meliputi di sepanjang perjalanan. Penumpang lain tampak menyambung waktu tidur, sertidaknya terlihat terkantuk-kantuk dalam diam. Sementara saya terhanyut akan kesunyian suasana, seraya menikmati gelombang dan riak kecil di masing-masing sisi kapal, melamati mesin kapal yang membebek dengan bendera merah putih kecil yang berkibar-kibar di atasnya.

Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
menyaksikan sunrise yang pelan-pelan beranjak
Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
bagian buritan kapal kayu yang saya tumpangi.
tampak matahari mulai pelan-pelan menampakkan diri.
di bangku kayu itulah akhirnya saya duduk menikmati masa-masa perjalanan yang mengasikkan

Saya sempat menoleh ke kanan dan ke kiri. Banyak rumah mengisi pemandangan sepanjang perjalanan. Ada yang tampak sejajar dengan aliran sungai, tapi ada juga yang sedikit menjulang. Beberapa terbuat dari kayu, tapi ada juga yang sudah dibangun dengan semen permanen. Tapi yang berbahan kayu terlihat lebih dominan dari segi jumlah. Semua masih sepi tanpa pergerakan karena memang subuh baru saja berlalu.

Hati saya sempat terganggu saat melihat bahwa sebagian besar rumah yang saya lewati tampak jauh dari layak. Dikelilingi oleh banyak tanaman air yang tumbuh subur mengelilingi rumah dan hutan-hutan kecil dengan tanaman yang cukup jangkung. Sebagian besar dari rumah-rumah membangun bilik jamban di luar rumah. Jadi ada beberapa kali saya melihat warga di bantaran sungai itu mandi bersabun dengan langsung menciduk air sungai. Bahkan ada yang sedang menggosok gigi dan berkumur juga dengan air sungai tersebut.

Saya sempat terperanjat. Terpana tanpa mampu berkata-kata. Jangan tanya soal higienitas. Tapi sepertinya mereka tak mempermasalahkan.

Dari berbagai sumber informasi, rumah-rumah kayu tersebut terbuat dari Kayu Ulin. Salah satu jenis kayu yang memiliki kualitas bagus, kuat dan tahan lapuk. Rumah ini disebut sebagai Rumah Apung, Rumah Lanting atau Rumah Rakit. Disebut Rumah Rakit karena memang berdiri di atas pondasi rakit.

Konsep rakitnya terdiri dari tiga batang Pohon Kawi dengan diameter yang cukup besar lalu diikat sejajar tepat di atas permukaan air. Setelah itu baru dikaitkan dengan jangkar yang ditancapkan ke dasar sungai sehingga Rumah Apung nya tetap kokoh berdiri di atas air.

Rumah Apung ini menjadi salah satu kearifan lokal yang masih dilestarikan sebagai rumah tradisional kota Banjarmasin.

Saya mendadak teringat dengan Bontang Koala. Salah satu pemukiman yang ada di Bontang dengan sekian banyak rumah kayu yang juga berdiri di atas rangkaian Kayu Ulin. Sebuah tempat tinggal yang berada di pesisir dan menjadi salah satu destinasi wisata andalan kota Bontang.

Baca Juga : Bontang Kuala. Pemukiman Nelayan di Atas Air yang Sarat Nilai Wisata di Utara Bontang, Kalimantan Timur

Sepanjang perjalanan saya juga melihat beberapa jembatan penyeberangan yang menghubungkan kedua sisi sungai Martapura. Kendaraan tampak berseliweran meskipun belum padat sekali. Ada juga beberapa rumah makan serta masjid-masjid yang cantik dan terbangun dengan kokohnya. Lampunya mulai meredup sehingga saya tidak melihat nama tempatnya dengan jelas.

Tapi karena kondisi masih setengah gelap, banyak beberapa bagian dari bangunan yang saya lewati tadi, hanya hadir berupa silhouette.

Saya mendadak diliputi rasa syukur yang teramat sangat. Bersyukur karena dapat tinggal di daratan dengan fasilitas hidup dan air yang layak. Bersyukur dilimpahkan rezeki untuk mensyukuri kenikmatan itu. Bersyukur dilimpahkan kesehatan dan kesempatan untuk berada di atas sungai Martapura, mewujudkan mimpi berkunjung ke pasar terapung Lok Baintan, wisata ikonik Banjarmasin yang sudah menjadi legenda dan kekayaan budaya tanah air.

Baca Juga : Terjebak Kekaguman di Outlet Dekranasda Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan

Tentang Pasar Terapung Lok Baintan

Pasar terapung Lok Baintan pertama kali saya kenal saat berada di masa menamatkan sekolah. Lewat RCTI, saya sering sekali menyaksikan seorang ibu pedagang di pasar tersebut disorot lekat, tersenyum sumringah, kemudian mengacungkan jempolnya. Sapaan yang bertahun-tahun menjadi ciri khas “RCTI Oke”.

Dan adegan itu sering banget muncul saat kita nonton channel yang awal-awal hanya bisa dinikmati lewati dekoder. Terutama di setiap slot pergantian program.

Jadi yang namanya pasar terapung Lok Baintan, sudah mencengkram ingatan saya sejak puluhan tahun yang lalu.

Seperti yang disampaikan oleh banyak teman, pasar terapung Lok Baintan ini, meski buka setiap hari, masa operasionalnya terbatas sekali. Buka tak lama setelah subuh atau matahari mulai muncul hingga sampai pkl. 09:00-09:30 wita. Jadi jika dihitung, mungkin hanya 3-4jam saja.

Karena waktu perjalanan dari Swiss-BelHotel Borneo Banjarmasin menuju pasar tradisional ini memakan waktu sekitar satu jam, maka pewisata harus mulai berlayar persis setelah subuh. Jaraknya dari hotel sekitar 10km. Pas sih kalau diperhitungkan dengan kecepatan kapal kelotok dengan mesin tunggal dengan kekuatan standard seperti yang kami tumpangi.

Saya mendadak membayangkan kenapa gak disediakan speed boat aja ya? Lebih seru dan cepat pastinya. Pergerakannya juga lebih fleksibel. Tapi sekembalinya dari pasar terapung Lok Baintan, menaiki speed boat tentunya bikin kacau karena tenaganya bisa “menyepak” kapal jukung yang digunakan oleh pedagang.

“Biar bisa nampung penumpang lebih banyak Bu,” begitu penjelasan petugas yang kali itu menemani perjalanan kami. “Nanti kita di sana maksimal satu jam saja. Biar bisa kembali tepat waktu, sesuai dengan jam sarapan hotel yang masih berlangsung.” Saya mengangguk paham. Time management yang penuh dengan perhitungan.

Pasar tradisional ini berada di desa Sungai Pinang atau yang biasa disebut Lok Baintan, kecamatan Sungai Tabuk, Banjar. Dan telah muncul secara alami sejak abad ke-14 sebelum kerajaan Banjar didirikan pada 1959. Tak heran ya karena memang Kalimantan sendiri sebagian besar daratannya dibelah oleh banyak sungai. Termasuk sungai Martapura.

Sungai Martapura ini adalah pertemuan dari beberapa anak sungai seperti sungai Paku Alam, Sungai Lenge, Sungai Saka Bunut, Sungai Tanifa dan sungai Madang. Pedagang-pedagangnya berasal dari berbagai desa yaitu Kuin, Tamban, Anjir, Alalak dan Berangas. Mereka tinggal tersebar tak jauh dari anak sungai Martapura tersebut.

Di pasar terapung Lok Baintan ini masih berlaku transaksi barter. Pertukaran barang langsung dengan konsep saling melengkapi dan saling membutuhkan. Tapi mungkin itu terjadi diantara pedagang ya karena saat suami berbelanja, dia tetap membayar dengan uang kertas biasa lengkap dengan kegiatan negosiasi atau tawar-menawar layaknya di pasar tradisional lainnya.

Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
suasana pasar terapung lok baintan di saat ketibaan kapal yang saya tumpangi

Menyaksikan Geliat Perdagangan di Pasar Terapung Lok Baintan

Beberapa menit sebelum mencapai desa Sungai Pinang, saya menyaksikan kapal kelotok yang datang dari anak sungai Martapura. Para pewisata tampak nongkrong di atas atap kapal sembari menikmati jalannya kapal yang mulai dilambatkan. Banyak yang melambaikan tangan dan terdengar mengucapkan salam meski hanya terdengar lamat. Saya membalas keramahan mereka dengan lambaian tangan meski tidak seheboh mereka lalu menungkupkan kedua telapak tangan.

Saya bahkan menyempatkan diri memotret kapal-kapal yang berlayar berjejeran dengan kapal kelotok kami. Mereka membalas dengan berpose keceh sembari mengangkat tangan. Saya mendadak tersenyum.

Tak berapa lama, tampak dari kejauhan puluhan kapal jukung di satu titik tertentu. Bentuknya rata-rata sama. Lancip di kedua ujungnya dan terapung bergoyang-goyang saat kapal kelotok dengan ukuran yang lebih besar datang dari berbagai arah.

Saat kapal kami berhenti, saya pun refleks memanjat ke atap kapal. Teriakan suami seakan tak terdengar karena repot dengan kehebohan diri sendiri. Saya mendadak amnesia akan larangan dokter yang menyuruh saya untuk tidak manjat-manjat lagi supaya terhindar dari jatuh yang bisa mengakibatkan syarat kejepit saya kumat. Satu larangan yang berulangkali disampaikan tapi tampaknya jarang saya perhatikan. Manjat tuh asik kawan (nulisnya sambil senyum-senyum)

Petugas dari hotel yang menemani langsung mengingatkan saya untuk berhati-hati karena masih ada genangan air yang betah bercokol di atap kapal. Bahkan dari sudut mata saya melihat beliau terus mengamati pergerakan saya. Mungkin dalam hatinya berkata “Yah si Ibu heboh dah. Repot ini ceritanya kalau kejengkang.”

Saya menyimpan senyum. Dia berdiri selalu tak jauh dari saya karena saya enggan duduk, terus berdiri memotret sembari mengimbangi goyangnya kapal akibat gelombang kecil.

Saking asiknya memotret dengan dua handphone (android dan iphone), saya mendadak terbahak-bahak menyaksikan suami, berdiri di buritan kapal dan sudah dikerubungi oleh emak-emak yang heboh menawarkan dagangan.

Teriakan-teriakan para emak tampak terdengar gigih dan sangat agresif. Ampun.

Hingga di satu saat suami akhirnya berteriak pelan, “Buk buk, saya jangan dipepet terus ih. Jadi takut nih mau belanja.” Dan obrolan itu disambut tawa meriah oleh siapapun yang mendengarkan.

Alih-alih mengikuti permintaan suami, para emak malah semakin akrab. Ada yang menyodorkan jeruk yang sudah dikupas untuk dicoba. Ada yang meminta bantuan dana untuk membeli sarapan bagi para pedagang (yang ini saya gak tahu apakah modus atau enggak). Ada juga yang menunjukkan berbagai sayur, ikan, dan kue-kue tradisional.

Saya tak berminat untuk bergabung karena memang gak punya bakat bertransaksi dengan pedagang pasar. Saya asik memotret ke segala penjuru dan merekam kehebohan yang sedang dihadapi suami. Serunya gak ada obat. Banyak mata tertuju ke arah suami sembari tertawa-tawa. Sepertinya hanya belahan jiwa saya ini yang diserbu seperti itu karena kapal-kapal lain tampak anteng tawar menawar tanpa keseruan dan kehebohan seperti yang dialami suami. Apalagi kemudian jumlah emak-emak semakin bertambah banyak seiring dengan suami yang sudah dalam tahap kebingungan tahap akut.

Saya akhirnya memutuskan untuk merekam/memvideokan kerjadian langka ini dengan senyum tak bisa dihentikan.

Belanjaan yang akhirnya disepakati adalah beberapa kilo jeruk dua jenis, ikan asin dua papan dan pisang dalam tandan yang kecil. Setiap produk harganya sekitar 20-35 ribu. Salah seorang pedagang memberikan tas purun ukuran sedang untuk mengangkut semuanya. Sempat juga tertarik dengan beberapa kue tradisional, mangga dan buah kecipir yang ikut ditawarkan. Tapi mengingat bahwa kami akan sarapan di hotel dan sore itu juga akan terbang kembali ke Jakarta, niat tersebut kami batalkan.

Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
serangan emak-emak yang sangat heboh dan persuasif.
begitu mungkin rasanya jadi artis yang sedang dikerubungi penggemar ya.
Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
selesai belanjanya. tas purun pun jadi wadah

Melihat suami yang sudah beres dengan urusan belanja, emak pedagang sudah kukut-kukut dan mulai mendayung ke arah lain, saya melanjutkan kegiatan memotret.

Lewat geliat perdagangan ini saya menandai bahwa di setiap perahu jukung, sebagian besar yang dijual adalah hasil dari aktivitas pertanian dan perkebunan. Semua diletakkan rapi di dalam wadah-wadah plastik. Barang dagangan mereka relatif hampir sama sebenarnya. Hanya saja yang sangat menarik terlihat adalah geliat para emak bergerak mendayung kesana-kemari dengan lincahnya. Gesit melakukan penawaran dengan cekatan dan gigih tak terhingga.

Saya tak henti berdecak kagum. Merekalah sekelompok emak yang bisa menjadi contoh bagaimana kuat dan perkasa nya makhluk yang bernama perempuan. Dengan kulit wajah yang tampak terbakar tanpa bedak, merekalah sesungguhnya pejuang rezeki bagi keluarga.

Ditengah pemikiran-pemikiran di atas, mata saya melirik isi perahu jukung mereka.

Di perahu tersebut ada Tanggui, topi caping lebar yang terbuat dari daun rumbia. Ada yang polos, ada yang sudah dicat berwarna-warni tapi banyak juga yang bertuliskan IWAPI dan BANK Indonesia. Sepertinya kedua institusi ini menjadi pelindung dan pembina para pedagang di pasar terapung Lok Baintan. Tanggui nya tergeletak tidak terpakai karena mungkin hari masih pagi dan matahari belum terik menyenggol kulit dan kepala. Atau bisa jadi sengaja diletakkan melengkapi keindahan foto sekaligus promosi berjalan.

Selepas bertransaksi dengan suami, emak-emak itu bergeliat dan berpindah sasaran ke kapal yang lain. Semakin siang jumlahnya juga semakin banyak. Sampai hampir setiap sudut perairan penuh dengan kapal jukung yang merapat satu sama lain. Padat dan menempel satu dengan lainnya.

Saya kemudian terpaku pada perahu kelotok yang besarnya sama persis dengan yang saya naiki. Di bagian bawahnya ada warung makanan sementara di atapnya duduk banyak wisatawan yang sedang sarapan. Perahu ini menjual soto banjar, sate, soto kandangan dan berbagai camilan. Tampak menyelerakan banget deh. Semua pewisata terlihat lahap, makan dengan tangan, sembari memandangi perahu jukung yang merapat ke arah mereka.

Saya merekam kegiatan kuliner ini sembari menelan ludah. Kok kayaknya enak bener yak.

Tapi sayang jaraknya lumayan jauh dari tempat perahu kami berdiam. Petugas hotel pun mengingatkan bahwa kami akan segera kembali ke hotel dalam beberapa menit kedepan.

Yasudahlah ya. Berarti memang bukan rezeki merasakan sensasi makan di atas atap perahu.

Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
serunya para penumpang perahu lain yang sedang menikmati sarapan
Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
perahu kelotok yang menjual sate.
sayang ih perahunya jauh dari perahu saya berlabuh. padahal pengen banget nyobain

Perjalanan Pulang ke Swiss-BelHotel Borneo Banjarmasin

Saya gak ngeh kapan perahu kelotok kami berputar arah karena tahu-tahu saya sudah kembali duduk di buritan kapal yang sudah menghadap sempurna ke arah pulang. Sembari mengupas jeruk yang asemnya nauzubillah, saya kembali menyebarkan pandangan sepuas mungkin.

Dalam perjalanan pulang inilah saya membayar rasa penasaran melihat apa saja yang sepanjang subuh tadi saya nikmati.. Melewati jalur yang persis sama, ternyata banyak pemandangan asik yang bisa saya potret meski hanya beberapa detik saja.

Ternyata banyak sekali perumahan dengan warna-warna sama yang cantik untuk dilihat. Ada rumah-rumah, yang mungkin se-RT atau se-RW atapnya kompak dicat biru. Masjid-masjid cantik, berwarna alam dan tampak begitu dirawat. Lalu lintas pinggir sungai yang sudah bergeliat dengan banyak pengendara. Serta beberapa jembatan yang ada di atas sungai dan mulai dipenuhi oleh kendaraan.

Kemudian dua buah rumah makan yang sempat direferensikan oleh Tari dan Ruli, dua orang teman blogger dan penggiat budaya yang tinggal di Banjarbaru. Namanya Soto Bang Amat dan Jukung Julak. Keduanya, menurut info kawan saya ini, menyajikan berbagai kuliner tradisional dan menjadi favorit para wisatawan saat berkunjung ke Banjarmasin. Dua tempat yang sama sekali belum tergapai dan hampiri. Dan ini menjadi janji pada diri sendiri untuk makan di kedua tempat ini saat diijinkan kembali ke Banjarmasin.

Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
soto bang amat. salah satu wisata kuliner yang populer di banjarmasin
Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
jukung julak. terkenal memiliki sedemikian banyak pilihan kuliner khas banjar
Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
salah satu masjid berkubah hijau yang cantik banget

Mari kita lanjutkan.

Laju perahu terasa lebih kencang dibandingkan saat berangkat tadi. Terasa sekali. Terutama dari mesin yang cerewetnya tambah-tambah. Lebih memekak di telinga.

Mendekati Swiss-BelHotel Borneo Banjarmasin, saya kemudian melewati beberapa destinasi wisata yang sempat saya kunjungi lewat jalan darat. Seperti misalnya Menara Pandang dan patung Bekantan serta sebuah kampung sentra penjualan kain Sasirangan.

Bagi kota seribu sungai ini, sebutan lain untuk Banjarmasin, Menara Pandang adalah salah satu destinasi wisata yang wajib dikunjungi oleh para pejalan. Saya sempat mampir kemari tapi sayangnya tidak bisa naik hingga ke rooftop karena hari sudah mulai hujan. Dengan kedua ujung yang dibuat serupa, menara ini justru menarik untuk difoto dari seberang sungai. Di sepanjang pelataran menara ini, tersedia banyak tempat untuk nongkrong dengan pagar semen yang membatasi area tersebut dengan sungai. Banyak pedagang makanan dan minuman yang selalu siap sedia di sepanjang bantaran jalan dan berdampingan dengan menara.

Saya melihat banyak perahu kelotok terparkir persis di depan Menara Pandang. Sepertinya memang tersedia untuk disewakan. Dan tak jauh dari menara ini, saya melihat tanda bahwa di seputaran tempat ini juga ada pasar terapung. Tapi tentu saja dalam skala kecil tidak seramai di pasar terapung Lok Baintan.

Kalau menurut info dari salah seorang sahabat yang pernah keliling Banjarmasin, menara yang diresmikan pada 2014 ini asik banget untuk dinikmati pada saat-saat sunset menuju malam hari. Banyak lampu dinyalakan dan membuatnya istagenic untuk difoto. Di lantai tertinggi menara, kita dapat melihat sebagian landscape kota Banjarmasin. Selain sungai Martapura yang berada persis di depan menara, kita juga bisa melihat kubah Masjid Raya Sabilal Muhtadin.

Melihat fotonya sih Menara Pandang ini memang cukup epik. Tapi sayang saat saya tiba di sana, cuaca sedang tidak bersahabat dan saya harus mengejar waktu untuk sampai ke Banjarbaru.

Pemandangan memorial berikutnya adalah patung Bekantan.

Patung Bekantan setinggi 6.3 meter dan diresmikan pada 10 Oktober 2015 ini didapuk sebagai ikon kota Banjarmasin. Dipoles dengan warna perunggu, patung seberat sekitar 7 ton ini sempat menuai pro dan kontra dari warga Banjarmasin. Ada yang menganggap bahwa keberadaan patung ini nyaris menyerupai penyembahan berhala, sementara publik Banjarmasin terkenal dengan masyarakat muslim yang religius. Tapi akhirnya toh, saat saya ke Banjarmasin di minggu ke-4 Oktober, patung ini masih ada.

Dari beberapa foto yang diunggah oleh beberapa wisatawan di Google Maps, Patung Bekantan ini bisa mengeluarkan air mancur dari mulutnya. Polesan warna perunggu yang menempel apik dikerjakan oleh Studio Patung Suwarto Jogyakarta. Visual dan warna yang melekat memang membuat patung ini mirip seperti aslinya. Satu tangannya terangkat sementara dia duduk dalam posisi sedikit miring ke belakang dengan kaki yang sedikit diangkat.

Saya mendadak teringat dengan Dunia Fantasi Ancol. Mereka juga menjadikan Bekantan sebagai ikon. Bener gak sih?

Sepanjang sungai saya juga melihat beberapa dermaga kecil. Cukup banyak juga kalau memang niat menghitung. Saya berasumsi bahwa selain jalan darat yang menghubungkan setiap bagian kota, menaiki perahu menjadi salah satu alternatif moda transportasi. Kondisi ini tentu saja menarik untuk terus digalakkan agar pariwisata kota Banjarmasin bisa menjadi lebih berwarna.

Baca Juga : Rattan Inn Banjarmasin. Klasik dan Berkelas

Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
menara pandang
Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
patung bekantan

Pengalaman Seru yang Akan Selalu Diingat Sepanjang Masa

Meski lelah setelah lima hari berturut-turut mengukur jalan di Banjarmasin dan Banjarbaru, belanja seru di pasar terapung Lok Baintan adalah penutup dari semua kegiatan traveling saya di kedua kota ini. Karena beberapa jam setelah makan pagi, saya dan suami akan dijemput untuk langsung menuju bandara internasional Syamsudin Noor yang terletak di ujung kota Banjarbaru.

Saya turun dari perahu kelotok dengan wajah berseri-seri tapi dengan perut yang sudah menjerit-jerit. Keasikan memotret selama di pasar terapung Lok Baintan dan godaan jajan soto dan sate tadi akhirnya berlabuh di restoran milik Swiss-BelHotel Borneo Banjarmasin.

Saya mengantongi banyak foto dan beberapa video yang sudah saya unggah di akun Youtube saya, Annie Nugraha. Semua rekam media yang kerap saya buka selama menunggu keberangkatan pulang ke Jakarta. Hati saya sarat dengan keceriaan karena akhirnya bisa juga sampai ke pasar terapung Lok Baintan. Salah satu legenda wisata tradisional yang sudah puluhan tahun berbaris tanpa check list di traveling wish list saya.

Senangnya lagi. Selama dalam perjalanan pulang pergi dan di saat berada di lokasi pasar terapung Lok Baintan, tak sekalipun tetes hujan menerjang. Padahal dari saya pertama menginjakkan kaki di Banjarmasin, hujan selalu rajin ikutan absen dalam keriuhan perjalanan. Bahkan sempat merasakan hujan deras dan angin kencang saat kali kedua berada di Banjarbaru. Begitupun saat kami berkendara menuju bandara setelah makan siang.

Ajaib banget. Sampai jadi obrolan berulangkali antara saya dan suami. Benar-benar pengalaman seru yang bakal saya ingat sepanjang masa.

Satu lagi yang sungguh memorable. Saya tersadar bahwa pasar terapung tradisional seperti Lok Baintan adalah the real pasar terapung pertama yang saya kunjungi selama 50 tahun lebih hidup di dunia. Pernah melihat pasar terapung di Lembang tapi konsepnya sungguh jauh berbeda. Terapung yang ada di Lembang hanyalah untuk kios-kios makanan yang berada di atas air. Itupun hanya berada di pinggir, tersangkut dan tidak terapung-apung.

Terimakasih untuk Swiss-BelHotel Borneo Banjarmasin yang sudah memfasilitasi perjalanan saya ke pasar terapung Lok Baintan. Service nya bener-bener jempolan. Perahunya nyaman dengan pendampingan yang sangat memperhatikan keamanan. Petugas pun mau membantu memotret bahkan rela saya cereweti untuk mendapatkan angle terbaik.

Koleksi Foto

Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
terkesan melihat begitu banyak emak-emak berjuang untuk mencari nafkah
Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
kepadatan yang semakin terasa setelah bumi lebih benderang
Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
perahu jukung dengan dagangan dari pertanian dan perkebunan
Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
tanggui, topi caping besar yang terbuat dari daun rumbia yang begitu menarik perhatian saya. disitu ada logo iwapi dan bank indonesia yang menurut dugaan saya adalah pembina usaha mereka
Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
dipotret oleh petugas dari swiss-belhotel borneo banjarmasin
Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
saya dengan latar belakang keseruan berdagang emak-emak dengan suami
Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
makasih suami tersayang yang selalu berusaha mewujudkan mimpi-mimpi saya
Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
geliat perdagangan yang seru untuk dinikmati dalam diam
Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan
dermaga pasar terapung lok baintan dengan tulisan berwarna-warni
Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan

Travel Blogger | annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

25 thoughts on “Belanja Seru di Pasar Terapung Lok Baintan”

  1. duh impianku nih Mbak Annie

    belanja di pasar terapung, hehhehe impian kok belanja ya?

    Karena unik dan kayanya hanya di Banjarmasin kita bisa belanja di pasar terapung

    Reply
    • Sama Mbak. Keunikannya bikin penasaran maksimal. Jadi saat ditawari suami untuk ikut ke Banjarmasin, saya langsung mengangguk tanpa harus ditanyai kedua kali hahahaha

  2. Ya ampun, kenapa aku jadi tambah pengen untuk melihat Pasar terapung Lok Baintan ini deh mbak, apalagi seseru itu bareng ibu ibu pedagangnya
    Ga bisa ga kalap sih aku
    Jelas bakalan borong belanjaan nihh
    🙈🙈🙈

    Reply
    • Emang seseru itu sih. Saya tadinya pengen ngobrol sama salah seorang diantaranya. Tapi mereka terlalu ligat bergerak kesana-kemari.

  3. Saya bisa bayangkan betapa serunya wisata pasar terapung Lok Baintan. Belanja sambil cuci mata… Apalagi pasarnya bersih lagi.
    Melihat foto-foto Mbak Annie berasa ikutan di sana deh… Kalau ke Kalsel, wajib banget bertandang ke lokasi unik ini.

    Reply
  4. kebayang gimana kagetnya pagi-pagi udah dibangunin dan nyawa masih separuh udah buru-buru mau ke Pasar Terapung Lok Baintan. tapi hasilnya sepadan ya ini pasar terapungnya seru banget

    Reply
  5. Seru sekali bacanya, Mbak… Waktu lihat foto pasar terapungnya saya juga auto keinget “RCTI OKE” 😁

    Alhamdulillah ya, Mbak, bisa mewujudkan satu persatu daftar keinginan bersama orang tercinta. Semoga Mbak Ani dan keluarga selalu diberikan kesehatan dan rizki yang melimpah 🤲🏻

    Btw saya juga penasaran sama rasa sate ayamnya, sayang banget perahunya jauuuh…

    Reply
    • Bener Mbak Elisa. Sejak sering nonton iklan spot dari RCTI itu saya jadi penasaran banget pengen lihat sendiri pasar terapung Lok Baintan. Alhamdulillah akhirnya kesampaian. Puas dan seneng banget

  6. Pasar terapung ini (dimanapun lokasinya) juga masuk dalam keinginan saya menikmati langsung suatu saat, smoga ada rejeki.
    Btw pemandangan paling indah menurut saya kalau berkunjung ke daerah perairan adalah cahaya lampu yang memantul di air saat malam hari atau senja seperti itu…
    Masyaallaah cantiknya
    Bu Annie udah belanja apa aja disana? hehee

    Reply
    • Selalu banyak hal menarik yang bisa kita lihat dan nikmati di pasar terapung. Dan itu saya sadari setelah berkunjung ke Lok Baintan ini. Semua terurus dengan baik. Mulai dari kebersihan sungai, para pedagang yang impresif hingga pengaturan berjualan yang nyaman.

      Kalo saya sih senengnya foto-foto selama di sana hahaha. Suami yang semangat banget berinterasksi dengan ibu-ibu pedagang. Yang dibeli akhirnya berbagai jeruk, pisang dan ikan asin.

    • Semoga suatu saat bisa berkunjung ke sini ya Mbak Dian. Dan ikut merasakan banyak sensasi kegembiraan yang saya tuliskan ini.

  7. Aaaaaa, saya ke sini pas masih umur 6 tahun, itu pun karena lagi libur panjang ke rumah keluarga di sana. Kayaknya udah lupa betapa excitednya belanja di atas kapal di Sungai Martapura. Lihat foto-foto Mba Annie jadi coba ingat-ingat lagi, beli apa aja saya dulu? Yang bisa saya ingat cuma saya agak takut naik perahu kayu serendah itu. Hahaha.

    Reply
    • Yang pasti keseruannya gak ada obat Mutia. Dari kunjungan pertama ini, pengen deh balik lagi. Karena saya tidak sempat sarapan sambil duduk-duduk di atap perahu kelotok itu. Pengen punya waktu yang lebih banyak lagi dengan ngobrol sama ibu-ibu yang jualan. Pengen membangun interaksi dan menyempurnakan isi tulisan tentang tempat ini.

  8. Dari dulu kepengen banget bisa berkunjung ke pasar terapung gini. Meskipun jujur agak serem juga, takut perahunya terjungkal, abis dah saya yang nggak bisa renang ini hahaha.
    Baca tulisan Mba Annie, bikin saya jadi mengenal lebih dekat lagi tentang pasar terapung ini :)

    Reply
  9. MasyaAllah sunrise nya cantik. Kalau pengambilannya dengan wide angle atau panorama biar lebih luas lagi makin mupeng deh daku. Terus daftarin shutterstock dapat deh dollar, lah jadi malah ke sana 😂
    Serunya ya melihat secara langsung pasar terapung. Apalagi aktivitas pagi yang ceria di sana.

    Reply
    • Hahahaha bener Fen. Sayangnya waktu itu masih banyak terpaku dengan apa yang dilihat. Padahal asik banget ya kalau dividieokan secara profesional. Aku ada bikin sih video lumayan banyak dan itu sudah diupload ke akun Youtube ku.

  10. Kak Anniee..
    Jadi inget iklan RCTI yaa..

    Yang kebayang di mata aku, kalau belanja di pasar terapung Lok Baintan ini gak bisa terburu-buru. Kita kudu bener-bener santai dan menikmati list belanjaan yang satu per-satu di coret. Tapi ternyata bukan kita yang jalan-jalan melompati kapan demi kapal ya.. Hihi… kebayang goyang-goyang dan ada kemungkinan barang terjebur juga..

    Paling jatuh cinta menyaksikan alam menyapa di cerahnya harii..
    Sunrise.
    Membuka hari yang penuh harapan. Seperti para pedagang di pasar terapung Lok Baintan.

    Reply
  11. Melihat foto-fotonya seperti seru bisa beraktifitas jual beli di pasar terapung seperti ini…

    Tapi sejujurnya suasana seperti ini tak ramah buat seorang yang thalasofobia seperti aku. Selalu merasa ngeri liat air yang dalam dan luas sejauh mata memandang..

    Mungkin satu hari bisa menikmati keseruan belanja di sebuah pasar apung seperti di baintan

    Reply
  12. wahh seru banget yaa bisa belanja di pasar terapung. walau yang dijual sama seperti di pasar pada umumnya, namun sensasi berbelanja di pasar terapung ini tentu lebih berkesan dan akan jadi hal indah untuk diingat dan diceritakan

    Reply

Leave a Comment