Rela Mengantri Demi Dim Sum Enak di Bandung

Rela Mengantri Demi Dim Sum Enak di Bandung
Logo besar Dimsum dan Roti Sembilan Ayam di dinding bagian belakang resto

Rela Mengantri Demi Dim Sum Enak di Bandung
Tumpukan sajian dari dapur terbuka yang siap dihidangkan

Setelah berulang kali lewat Jl. Pasir Kaliki, Bandung dan menyaksikan antrian mengular di depan resto Dimsum dan Roti Sembilan Ayam, saya terpapar rasa penasaran yang tak terkatakan. Ada apa dan kenapa sih orang segitu relanya ngantri mengular demi kedai yang satu ini? Hari esoknya, minggu berikutnya, pas saya ke Bandung lagi dan lewat di jalan tersebut, ya sama pemandangannya. Ngantrinya tetap panjang luar biasa. Bahkan pernah lebih heboh karena manusia bertumpuk, tumplek bleg di lahan depan resto lalu mengakibatkan macet berkepanjangan di Jl. Pasir Kaliki. Macet yang kemudian mengular sampai ke lampu merah Pasteur ujung (masuk kota) karena banyak tamu tidak bisa menemukan lahan parkir. Ampun dije!!

Menjawab penasaran, saya pun menghubungi salah seorang rekan food blogger asal Bandung yang memang rajin upload resto, warung, atau tempat nongkrong yang memang terkenal di kota tempat dia tinggal ini. Informasinya sering jadi rujukan. Dia seperti memiliki rentetan info tentang berbagai resto yang memang umami dan memenuhi selera serta harapan publik. Highly recommended lah pokoknya. Selalu pas dengan standard penilaian saya yang memang hobi menjelajah beberapa tempat kuliner.

“Itu salah satu dimsum enak di Bandung Nie. Yang di Pasir Kaliki itu yang versi halal. Sementara yang non-halal ada di tempat lain. Antrian emang yahud sih tapi worth waiting banget. Tinggal kuat nunggu dan lapang sabar aja deh.”

Tanpa ditutup dengan kalimat terakhir pun akhirnya saya paham. Untuk resto seperti ini, modal dasarnya adalah kesabaran alias hati yang jembar untuk berkenan menunggu. Apalagi sudah tahu pasti bakal bisa menikmati asupan dengan ratusan penggemar.

Melanjutkan pembicaraan kami, teman ini akhirnya merekomendasikan sajian mana dulu yang musti saya coba. “Semuanya endes gilak,” lanjutnya sembari tertawa. “Gue dah coba sebagian besar dalam tiga kali kunjungan. Tapi kalau gue boleh usulkan. Coba dulu Cheong Fun, Bakmie Ayam, dan Buburnya. Menu standard resto dimsum tapi dia punya sentuhan rasa yang berbeda.” Saya mengangguk takzim.

Rela Mengantri Demi Dim Sum Enak di Bandung
Dimsum ceker yang bumbunya nempel sampai ke tulang-tulang

Rela Mengantri Demi Dim Sum Enak di Bandung
Mie Ayam Kering dengan toping dadar ayam cincang (ini saya gak tau persis namanya)

Rela Mengantri Demi Dim Sum Enak di Bandung
Bubur Ayam Original. Secara visual tampak sangat biasa. Tapi bumbu intinya terasa banget di bubur polosnya itu

Entah di jadwal lewat yang keberapa kalinya, tiba-tiba saya melihat dari kejauhan, antrian parkiran di pinggir jalan hanya ada dua mobil. Saya meminta suami melambatkan kendaraan agar saya bisa melihat kerumunan di teras resto. Loh, kok tumben rada sepi ya. Suami langsung paham dan segera menepikan mobil, mengambil slot parkir yang hanya beberapa langkah dari sisi depan resto. Saya pun turun kendaraan dengan semangat. Kebetulan pulak pagi ini belum sarapan. Jadi klop banget. Rencana yang tadinya ingin sarapan di Bakso Goreng Anugerah di GOR Pajajaran Bandung akhirnya dibatalkan dengan hormat.

Culinary Review : Bakmi Ayam dan Bakso Goreng Anugerah. Kuliner Kaya Rasa dari GOR Pajajaran Bandung

Dugaan saya tidak keliru. Antrian saat itu hanya sekitar tujuh saja. Bahkan nomor saya bisa dimajukan jika ada satu meja kecil dan dua bangku yang pas dengan request saya. Jadi memang, semakin banyak jumlah orangnya, antrian bisa mundur terus menyesuaikan jumlah tempat duduk yang diminta karena pengaturannya memang pakai sistem “harus menunggu.” Yasudlah, sementara dinikmati aja. Kalau saya sih untuk urusan menunggu sering saya isi dengan membaca karena memang di dalam tas atau di mobil selalu ada buku yang saya bawa. Ya untuk keadaan atau kondisi seperti ini.

Oia tadi sebelum menunggu, petugas penerimaan tamu, meminta saya untuk mengambil daftar menu. Selebaran panjang dengan tulisan kecil-kecil persis seperti warung-warung seafood atau nasi uduk. Pilihannya berlimpah ruah. Di samping kertas ini ada lembaran laminating dengan foto-foto hasil potret seadanya dari beberapa menu. Sepertinya foto dari sajian yang paling laris atau sering dipesan oleh pelanggan. Lembaran ini baru akan kita berikan kepada petugas tadi setelah kita mendapatkan tempat duduk. Jadi cukuplah waktu untuk memikirkan apa yang akan kita pesan.

Selain menu yang tertulis di kertas tadi, ada juga sebuah papan besar tergantung di atas atau persis di depan dapur terbuka yang berfungsi sebagai menu. Di papan ini terpampang beberapa pilihan masakan berikut dengan harga-harganya. Jelas dan komunikatif.

Rela Mengantri Demi Dim Sum Enak di Bandung
Saya di teras depan kedai Dimsum dan Roti Sembilan Ayam

Rela Mengantri Demi Dim Sum Enak di Bandung
Dimsum Kulit Lumpia isi seafood sajian dari Dimsum dan Roti Sembilan Ayam

Culinary Review : Nikmat Serundai Hidangan Hachi Grill Sutami Bandung

Saya sengaja mengambil bangku dan duduk di dekat dapur terbuka. Yang tadinya berniat baca buku malah teralihkan dengan kesibukan para petugas berseragam mempersiapkan pesanan dan tak melepaskan handphone untuk memotret. Puluhan klakat, mangkuk dan piring kecil yang terbuat dari aluminium tersebar di berbagai sudut resto. Ada beberapa kompor khusus yang memang berfungsi sebagai penghangat. Jadi yang saya lihat saat itu adalah banyak pilihan dimsum yang memang sudah dipersiapkan di dalam kotak pendingin dan dikeluarkan saat dipesan oleh pelanggan. Setiap makanan yang sudah hangat dan ditaruh di wadahnya kemudian disiram oleh kuah atau saus khusus dimsum (yang saya yakin dibuat dengan komposisi atau resep khas Dimsum dan Roti Sembilan Ayam). Kalau dari rasa di ujung lidah saya sih ini campuran kecap asin, minyak wijen, saos tiram, kecap manis, dan kecap ikan (banyak betul ya). Kemudian setelah itu di atasnya ditaburi irisan-irisan kecil daun bawang, bawang putih dan taburan biji wijen.

Omakjang. Antara mata, pikiran, dan lidah langsung terkoneksi seketika. Lambung mendadak jejeritan dan tak kuat menahan rasa lapar yang sudah di ujung tenggorokan.

Untungnya, seperti apa yang dibisikkan oleh petugas di depan tadi, ternyata meja kecil dan dua bangku yang saya butuhkan tak memerlukan waktu yang lama. Saya hanya butuh sekitar 15 menit untuk menunggu di antrian dan sudah mantab dengan empat pilihan santapan untuk kami berdua yaitu bubur original, cheong fun seafood, mie ayam kering, dan dimsum kulit lumpia. Semua dihidangkan sekitar 10 menit setelah saya duduk rapi.

Rasanya? Seng ada lawan. Semua tak ada yang gagal rasa.

Bubur original penampakannya sederhana aja. Bubur polos yang dicampur dengan potongan daging ayam kemudian potongan-potongan kecil kerupuk bawang yang ditaruh di mangkuk kecil terpisah. Visualnya tidak heboh seperti bubur abang-abang dengan topping yang menggunung, tapi rasa buburnya sendiri sudah menjawab kelezatan yang kita butuhkan. Saya tetiba teringat bubur Taiwan yang memiliki konsep yang sama. Kita bisa merasakan enaknya bubur hanya dari buburnya saja. Jadi tanpa tambahan apapun, sesungguhnya bubur ini sudah bisa kita nikmati maksimal hanya dengan menambahkan kecap manis atau telur rebus misalnya.

Mie keringnya juga oke meski – menurut saya – tidak terlalu istimewa. Selain kuah gurih, mie kering ini dilengkapi dengan dadar potongan ayam. Sebagai penggemar sejati mie ayam, apa yang saya pesan di Dimsum dan Roti Sembilan Ayam ini terkesan biasa di lidah. Kesederhanaan penyajian seperti halnya bubur original, belum menghadirkan atau meninggalkan kesan yang membuat saya rindu untuk kembali mencoba.

Dimsum kulit lumpia seafood yang saya pesan hadir dengan kualitas yang patut dapat pujian. Saya sengaja memesan yang bukan edisi goreng. Meski sesungguhnya dengan digoreng kulit lumpia ini bakal memanjakan lidah karena kriuknya, saya justru ingin merasakan sesuatu yang berbeda. Kulitnya tetap enak dan mudah dikunyah meski sudah terendam kuah dimsum. Sementara isi seafood nya kaya akan rasa.

All the best dari semua pesanan saya adalah Cheong Fun Seafood. Potongan cheong fun nya lembut dan nyaman banget di lidah. Sementara rebusan udang dan potongan daging kepiting benar-benar melengkapi kesempurnaan dari hidangan ini. Diletakkan dalam mangkuk aluminium ukuran sedang kemudian ditaruh dalam klakat, saya menghabiskan cheong fun seafood ini pelan-pelan dan mengakhirinya dengan rasa puas yang tak terkatakan. Mantab sudah, masakan ini bakal jadi pesanan berulang saya setiap kali mendapatkan kesempatan dine-in lagi di Dimsum dan Roti Sembilan Ayam Bandung.

Rela Mengantri Demi Dim Sum Enak di Bandung
Cheong Fun Seafood yang confirm jadi favorit saya di Dimsum dan Roti Sembilan Ayam

Rela Mengantri Demi Dim Sum Enak di Bandung
Kulit lumpia seafood goreng

Rela Mengantri Demi Dim Sum Enak di Bandung
Beberapa menu yang saya potret di salah satu sudut dapur terbuka

Culinary Review : Bumi Aki Heritage Puncak. Estetik Tempatnya Umami Sajiannya

Kesan Selama Menjadi Tamu Dimsum dan Roti Sembilan Ayam

Setelah kunjungan pertama ini, saya jadi paham mengapa banyak orang rela mengantri untuk menikmati dimsum enak di Dimsum dan Roti Sembilan Ayam. Terlepas dari ujian kesabaran dalam antrian yang mengular, menikmati sajian umami setelahnya akan membayar kesabaran itu. Apalagi, jika saya teliti lebih jauh, harga yang ditetapkan oleh kedai ini benar-benar acceptable, dengan harga yang reasonable, dan ramah di kantong. Saya memperhatikan, harga pokok dari keseluruhan sajian berkisar antara Rp20.000,00 hingga Rp45.000,00 per porsi. Tidak ada yang over-price karena di kedai-kedai lain, yang menyajikan asupan yang sama, range harganya juga berada di sekitar itu. Tapi yang pasti Dimsum dan Roti Sembilan Ayam punya level kualitas yang patut dipuji.

Tentang tempatnya sendiri menurut saya tidak ada yang istimewa. Semua diatur layak kedai atau warung makan dengan penataan yang sederhana saja. 2/3 area digunakan sebagai tempat makan/bersantap, sementara 1/3 digunakan sebagai dapur terbuka, baik untuk pelayanan makanan, minuman, dan pengolahan roti. Kebersihannya cukup terjaga meski tidak istimewa. Tapi saya berharap agar area dine-in bisa jauh lebih diperluas. Mungkin dengan membuka lantai dua di gedung yang sama atau pindah ke gedung lain yang lebih grande.

Pilihan kedua ini mungkin juga akan menjadi solusi untuk tempat parkir. Saya melihat kedai ini menyediakan parkir bertingkat dengan teknologi ungkit dari baja, tapi sepertinya hanya bisa menampung kendaraan dalam jumlah sedikit. Mungkin sekitar 5-6 saja.

Lokasi kedainya sendiri memang sangat strategis. Ada di lingkungan yang gampang dicari dan dikenali, bahkan untuk para pelancong yang bukan orang Bandung. Tapi keberadaan mereka di Pasir Kaliki seringkali mengakibatkan macet atau setidaknya ketidak nyamanan lalu lintas di sepanjang jalan tersebut.

Saya berharap Dimsum dan Roti Sembilan Ayam bisa menemukan gedung yang lebih lapang dengan fasilitas parkir yang sangat memadai serta akomodatif. Antrian panjang bisa dihindari bahkan dihilangkan sehingga customers flows benar-benar menghadirkan kenyamanan dan possibilities transaksi perdagangan yang lebih bergerak maju. Bertambah secara signifikan karena daya tampung resto yang meningkat. Satu lagi. Customers tidak harus ke-garing-an menunggu. Bisa jadi loh, mereka akhirnya memutuskan untuk tidak makan di kedai ini karena alasan menunggu yang terlalu lama.

Dan ini terjadi pada kunjungan ke-2 saya bersama suami dan kedua anak saya. Saat tiba kami berada di antrian ke-27. Makjang. Tadinya pengen sabar menunggu tapi ternyata tamu-tamu sebelum kami makannya lama banget. Bahkan mereka sengaja mengobrol panjang tanpa mengindahkan tamu-tamu lain yang sedang menunggu. Padahal saat itu mereka sudah selesai makan. Yasudah lah ya. Memang bukan rezeki anak-anak saya untuk menikmati lezatnya sajian dari Dimsum dan Roti Sembilan Ayam.

Bertandang kembali? Why not. Tentu saja dengan mempertimbangkan bahwa antrian tidak terlalu panjang.

Rela Mengantri Demi Dim Sum Enak di Bandung
Ini kalau gak salah tahu kok ala Dimsum dan Roti Sembilan Ayam.

Rela Mengantri Demi Dim Sum Enak di Bandung
Roti Bun

Rela Mengantri Demi Dim Sum Enak di Bandung

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

19 thoughts on “Rela Mengantri Demi Dim Sum Enak di Bandung”

  1. Wuh kalau antriannya jadi mundur karena sangking banyaknya, bikin berdebar dah nih. Tapi memang kalo banyak antreannya ya makin tambah penasaran ya Bu Annie hehe. Apalagi setelah melihat hidangannya depan mata, lalu mencicipi rasanya yang lezat, terjawab deh rasa leganya. Daku yg lihat fotonya aja ngiler 🤤

    Reply
    • Memang luar binasa antriannya. Apalagi flowsnya gak cepet. Harusnya dine-in areanya dibuat lebih besar lagi

  2. Apalah aku yang ngiler lihat foto-foto makanan di paling atas sendiri hahaha.
    Iya ya, aku baru menyadari kalau antrian itu bisa cepat dan lambat di dapat kalau jumlah orang dalam rombongan kita makin banyak.
    dan ini memang berlaku di beberapa restoran favorit yang juga punya jumlah kursi juga terbatas

    Reply
  3. aku pernah ke paskal buat nyobain dimsum sembilan ayam tapi pas nyampe antriannya donk…. dah kaya antrian orang hajat. trus adikku akhirnya yang ngantri aku masuk bentar ke paskalnya pas balik masih belum padahal satu paskal dah dikelilingin…. tapi emang seenak itu dimsumnya huhu..
    Kalo aku sekali cukup deh mami Annie, aku nyerah hahaha…

    Reply
    • Hahahahaha. Edan memang antriannya ya. Apalagi pas di jam-jam makan dan weekend. Duuhh perjuangan banget. Saya sih pengen sekali lagi nyoba karena waktu itu hanya bareng suami, belum ngajak anak-anak.

  4. Ya ampuuuunnnn Mbaaaa, kayaknya ini adalah postingan top yang paling bikin saya ngiler, dari sekian banyak tulisan makanan yang bikin ngiler di blog ini :D
    Duuuhh pokoknya beneran auto ngiler.
    Makanya ya, antriannya selalu mengular, emang seenak itu.
    Nggak sia-sia orang mengantri.
    dan saya ngiler liat buburnya dong, saya tuh paling suka dengan bubur tampilan polos dan sederhana, tapi rasa bumbunya enak.
    Trus itu dimsum ceker ayam, nyaaammm :D

    Reply
    • Hahahahaha. Kudu kapan-kapan sempetin ke resto ini Mbak Rey. Memang sih perjuangannya luar biasa. Apalagi di jam-jam makan ya. Tapi dengan sajian yang enak dan harga yang ramah di kantong, worth buying lah.

  5. Aduuduuuu cekeerrrrr….
    Di Medan sejauh ini masih dimsum ceker nelayan yang enak, penampilannya persis kaya difoto itu.
    Duuh Ibu, ini sambil kerja sambil bayangin makan dimsum ceker.
    Ceker di sop aja suka apalagi dibumbuin kaya gitu, lunak pula sak tulang2nya, huuuuu lengkap sudah.

    Udah lama aku ngga dapat jadwal perjalanan dinas. Biasa kalo ke Jakarta pasti disempetin mampir luar kota. Apa ngga bakal milih Bandung nih nanti demi ikutan ngantri dimsum. Rela deh relaaa….

    Reply
    • Saya juga penggemar ceker Ci. Dicampur dengan mie atau nasi enak-enak aja. Sering banget beli dimsum ceker yang kebetulan ada di dekat rumah. Duh kalo sudah makan itu, bisa kali semangkok gede hahahaha.

      Kapan ke Jakarta kabar-kabari ya Ci. Semoga waktunya pas dan kita bisa ketemuan.

  6. Auto buka google maps cari dimsum sembilan ayam
    karena jalan Pasir Kaliki mah area saya banget sewaktu masih tinggal di jalan Rajawali
    bahkan demi dapat 10.000 langkah, saya pernah lewat dengan jalan pagi
    Pulangnya kaki gempor … :D :D
    Tapi kok dimsum ini terlewat ya? hiks

    Eniwei jalan Pasir Kaliki emang surganya jajanan ya?
    Ada batagor enak, mie tasik, bakso semar, ramen dan kalo masuk GOR Pajajaran bikin diet gagal

    Reply
    • Iya Mbak. Makanya sekarang dipasang pembatas supaya orang gak muter di Paskal. Dari ujung ke ujung keknya berjejer jajanan enak. Sayangnya susah parkir di daerah itu ya Mbak. Bikin gak nyaman akhirnya.

  7. Kemarin masku yang di Surabaya nge-fwd sharelock lokasi resto Dimsum dan Roti Sembilan Ayam ini ka Annie.
    Aku belom pernah ke sini, hehehe.. BIasanya makan dimsum tuh cuma buat cemilan ya.. Kini, di resto Dimsum dan Roti Sembilan Ayam, ada banyak juga piliha menu makanan yang mengenyangkan pengganti nasi. Yummiii~
    Liat porsinya, kalo ngajak lakik nih bakalan pesen rada banyakan gitu ya..

    Reply
    • Betul Len. Di sini tuh banyak juga menu-menu “berat”. Tapi menurutku dimsum itu juga lumayan loh ngenyangin. Aku makan semangkuk cheong fun seafood itu aja udah teler duluan. Akhirnya mie ayamnya dibungkus hahahaha. Laper mata pengen nyobain banyak padahal lambung gak sanggup. Kalo untuk ukuran cowok memang berbeda kali ya. Bisa lah habis tiga jenis dimsum isi tiga. Lumayan gede-gede juga ukurannya.

  8. di sela proses ngantri yang mengular mbak anie masih bisa ya menyempatkan waktu buat baca ditempat. Luar biasa.

    Sempet punya fikiran, mbak anie bener-bener niat nulis dimsum enak dibandung dengan jumlah potretannya. Kadang, aku justru enggak kepikiran dan masih malu buat ambil foto saat di tempat tujuan , hemm. banyak belajar dari tulisan ini

    Reply
    • Daripada bengong untuk waktu yang lama, mending membaca. Mengisi waktu dengan kegiatan positif.

      Gapapa kita motret Mbak Windi. Tapi dengan kondisi tidak mengganggu tamu-tamu yang lain. Untuk beberapa shoot biasanya saya motret pakai zoom (dari jarak jauh). Jadi bisa dapat shoot yang natural.

Leave a Comment