Sensasi Mie Tarik ala Tiongkok di Golden Lamian Jababeka Cikarang

Sensasi Mie Tarik ala Tiongkok di Golden Lamian Jababeka Cikarang
SERVICE AREA DI LANTAI DASAR GOLDEN LAMIAN JABABEKA CIKARANG

Mondar-mandir Lippo Cikarang – Jababeka jadi semakin sering saya lakukan karena banyak hal menarik yang bisa saya nikmati dan lihat diantara keduanya. Tinggal di Lippo Cikarang yang notabene berstatus sebagai kawasan satelit dan hampir sebagian wilayahnya dikuasai oleh gedung-gedung industri, keberadaan Jababeka jadi salah satu hiburan terdekat yang bisa dicapai.

Layout kota dan kondisi yang hampir sama, serta semakin bertumbuhnya bisnis yang berkembang dikedua area, membuat keduanya bergerak cepat melengkapi fasilitas umum dan fasilitas sosial agar geliat masing-masing daerah terus maju. Saya sangat bersyukur bahwa dengan adanya geliat maju seperti ini, tinggal di Cikarang jadi lebih berwarna. Tidak seperti dahulu, awal tahun 2000-an dimana saya pertamakali resmi menjadi warga Kabupaten Bekasi.

Wisata kuliner adalah salah satu contoh dari perubahan yang terjadi. Hanya dalam hitungan bulan, banyak bertumbuh rumah makan, baik berskala warung maupun resto besar yang sudah memiliki jaringan yang luas di berbagai kota. Jenis sajiannya pun beragam. Ada yang khas daerah atau negara tertentu. Ada juga yang produk bakery, jajanan khas nusantara sampai beberapa asupan yang diadaptasi dari hidangan asal negara lain.

Salah satunya adalah Golden Lamian yang berada di Ruko Sudirman Boulevard, Jababeka.

BACA JUGA : Asik dan Seru Tapi Belepotan di Cut The Crab Pantai Indah Kapuk

Mengenal Mie Lamian

Mie Lamian adalah mie tarik yang berasal dari Tiongkok. Dikerjakan dengan cara memuntir, memelintir, membanting dan menarik-narik tepung terigu yang sudah diolah hingga bentuknya panjang dan tipis. Ketebalan mie nya beragam. Ada yang tipis. Ada juga yang rada tebal seperti miso. Meskipun tidak setebal misonya Jepang.

Sensasi makannya tuh ada 3 : SILKY (halus laksana sutra), SPRINGY (kenyal) dan CHEWY (mudah dikunyah).

Bedalah dengan mie ayam abang-abang atau mie ayam keriting dengan segala style olahan yang biasa kita nikmati di banyak daerah di Indonesia. Kalo mie ayam ala nusantara tuh seger banget dengan campuran kuah ayam cacah, saus botolan, dan sambal giling. Tambah seru saat ditambah dengan pangsit kuah, bakso dan ceker ayam (nulisnya sambil ngences). Sementara mie lamian, dinikmati hanya dengan kuah kaldu aja sudah enak.

Saya pernah melihat pengerjaan mie lamian di negara asalnya. Saya saat itu, bersama beberapa teman, berkunjung ke Nanning, ibukota dari daerah otonomi suku Zhuang Guangxi. Saya kesana dalam rangka mengikuti pameran kerajinan tangan mewakili negara Indonesia bersama dengan puluhan partisipan lainnya. Kegiatan ini berada dibawah bimbingan dan koordinasi dari Kementrian Perdagangan Republik Indonesia.

Saya dan teman-teman tinggal di satu hotel yang walking distance ke tempat pameran. Selain karena alasan efisiensi dan efektivitas waktu, alasan lain saya memilih hotel ini adalah karena sebuah restoran halal yang memang dimiliki dan dikelola oleh orang muslim. Letaknya persis di seberang hotel. Restonya tidak terlalu besar tapi cukup untuk menampung sekitar 30-an orang. Tempat duduknya padat. Saling berhimpitan satu sama lain. Dindingnya dipenuhi dengan gambar-gambar pilihan sajian yang bisa kita pesan. Tersebar di seluruh dinding resto.

Sungguh. Gambar-gambar inilah yang sangat membantu tamu-tamu seperti kami yang tidak bisa berbahasa Cina, kecuali Assalamualaikum dan Waalaikumsallam. Untuk memesan, saya biasanya menunjuk ke foto makanan dan mengacungkan jari telunjuk jika memesan 1 atau telunjuk dan jari tengah untuk memesan 2 porsi. Body language yang sungguh sangat membantu.

Empat kali bolak-balik tinggal di hotel tersebut di tahun-tahun yang berurutan, saya tidak pernah tahu persis nama restorannya. Tapi karena sudah sering mondar-mandir, para pelayan disana sudah mengenal saya. Karena keakraban tersebut, saya dan seorang teman diijinkan untuk melongok ke dapur mereka yang setengah terbuka. Dari kesempatan itulah saya kemudian tahu apa itu mie lamian dan bagaimana pengolahannya.

Dengan tangan berotot dan kekar, saya melihat sang juru masak mengangkat adonan terigu dalam jumlah tertentu. Menebarkan lagi tumpahan terigu sebelum membanting, menarik dan memuntir berulangkali. Kedua lengannya bergerak lincah kekanan kekiri, keatas kebawah, lalu memutar mutar sembari merentangkan adonan.

Is that heavy?” tanya saya sembari berteriak.

Yang ditanya hanya mengangguk sembari tersenyum tipis. Meski saya ragu apakah dia sunguh-sungguh mengerti apa yang saya tanyakan.

Namun, jika tak dijawabpun, saya sebenarnya sudah tahu jawabannya dari melihat bongkahan-bongkahan otot saat dia membuat mie pesanan pengunjung.

Bagai sebuah pertunjukkan, saya selalu kagum dengan kemampuannya. Tidak sekali dua sang juru masak membuat mie lamian yang fresh untuk dikonsumsi. Langsung dibuat hanya saat ada pesanan datang saja. Luar biasa. Bayangkan jika ada 10 pesanan saja. Kebayang banget berapa energi yang dibutuhkan.

BACA JUGA : Bubur Ayam Al-azhar Jababeka. Belasan Tahun Menjamu Sarapan Warga Cikarang Dengan Kelezatannya

Sensasi Mie Tarik ala Tiongkok di Golden Lamian Jababeka Cikarang
lamian ayam panggang (48.181)
Sensasi Mie Tarik ala Tiongkok di Golden Lamian Jababeka Cikarang
lamian bebek panggang (48.181)
Sensasi Mie Tarik ala Tiongkok di Golden Lamian Jababeka Cikarang
lamian soup (47.272)

Merasakan Sensasi Mie Tarik di Golden Lamian

Beberapa tahun setelahnya, saya bertemu dan merasakan lagi sensasi mie tarik ini. Bukan di Tiongkok. Tapi di Indonesia.

Golden Lamian memberikan kesempatan itu.

Setelah sekian tahun tak melemaskan kaki di mall karena pandemi, di hari itu, anak saya mengajak ke Mall Lippo Cikarang. Di area foodcourt ternyata ada outlet baru. Golden Lamian. Penasaran setelah hanya mengenal namanya saja, akhirnya saya bisa menikmati mie asal Tiongkok ini di sebuah pusat perbelanjaan yang jaraknya hanya 10 menit berkendara dari rumah.

Sensasi kelezatan, kelembutan, dan kekenyalan yang dulu saya rasakan di Nanning, bisa saya nikmati kembali di tanah air. Dekat dari rumah pulak.

Semuanya jadi semakin sempurna saat ternyata Golden Lamian membuka toko/resto sendiri di kompleks Jababeka. Posisi restonya sangat strategis karena berada di sebuah jalan besar yang tertata rapih dan menempati bangunan 3 lantai yang berada di sudut (hook). Fasadnya mentereng. Warna merah dan emas yang menjadi ciri khas Golden Lamian pun bisa langsung terlihat. Parkirannya luas sehingga memberikan kenyamanan bagi pengunjung untuk menitipkan kendaraan.

Di lantai dasar, persis berhadapan dengan dengan pintu masuk utama, dapur dan counter pelayanan langsung terlihat. Di balik kaca pembatas antara area makan dan dapur, saya bisa mengintip kesibukan yang terjadi disana. Tampaknya Golden Lamian berusaha menyajikan mie tarik yang fresh, seperti yang dilakukan di negeri asalnya.

BACA JUGA : Jelajah Rasa dan Kenyamanan di Resto Bumi Aki Puncak

Bersama dengan kedua anak saya, pesanan kami hari itu adalah Lamian Ayam Panggang, Lamian Bebek Panggang, Lamian Soup extra pedas, pangsit goreng dengan minuman es leci dan 2 teh Ocha yang bisa diisi kembali berulang kali. Untuk kesemua pesanan ini kami dikenakan biaya Rp 219.000,-.

Rasa mie tariknya seperti bayangan saya meski tidak selezat versi yang saya makan di Nanning. Ayam panggangnya gampang dikunyah. Tapi bebek panggangnya sedikit alot. Topping lainnya (sayuran dan bawang goreng) renyah. Sementara untuk yang versi sup, kesegaran kuahnya begitu sempurna. Telurnya disajikan dengan kematangan yang pas (half-done) tanpa efek kuning telur yang berceceran. Tingkat kepedasan untuk sup nya benar-benar memukul lidah. Cocok untuk para penggemar menu pedas yang bikin nafas ngos-ngosan, lidah terpanggung dengan keringat yang bercucuran.

Saya sempat mencoba Lamian Soup nya. Baru 2 sendok, saya langsung kelimpungan menambah segelas lagi teh Ocha. Alamak.

Pangsit gorengnya juga enak. Meski ukurannya tidak lebar, isiannya tasty dan pinggiran pangsitnya renyah. Saya mencoba menuangkan chilli sauce di atas pangsit. Dan itu rasanya jempolan.

Golden Lamian sendiri memberikan kebebasan bagi para pengunjung untuk mengambil sauce dan sambal serta rempah-rempah semaunya. Yang terenak menurut saya ya chilli saucenya. Sempurna untuk dicampurkan ke lamian kering, lamian basah dan camilan. Kombinasi antara cabai kering dan minyak di dalamnya tersaji.

Menggunakan mangkok besar tinggi dengan tulisan, dan warna khas Golden Lamian, sesungguh memudahkan food photographer seperti saya dalam meninggalkan jejak identifikasi resto saat memotret. Namun jika berbicara antara besarnya mangkok dan isinya, sepertinya Golden Lamian harus melakukan evaluasi. Mangkoknya terlalu besar, sementara isinya sedikit. Tidak proporsional.

Untuk hidangan berkuah, mangkok besar dan dalam mungkin membantu. Tapi untuk mie tarik kering, terlihat sekali kalau mangkoknya kebesaran.

Satu lagi koreksi yang ingin saya sampaikan adalah mengenai harga. Untuk porsi yang ada, harga yang mendekati 50K rasanya kurang begitu pas. Saya berharap dengan harga segitu, kuantitas mie lamiannya bisa lebih banyak. Saya si pemakan ukuran sedang saja merasa kurang. Apalagi untuk ukuran lelaki yang porsi makannya jauh lebih heboh.

BACA JUGA : Menikmati Sketsa Hitam Putih di SKETCH WORLD Cafe, Jababeka, Cikarang

Resto yang Nyaman, Bersih dan Luas

Memiliki outlet dan area sendiri tentunya memberikan nilai plus bagi Golden Lamian Jababeka. Setidaknya lebih bebas dalam mengatur setting-up ruangan dan semua urusan manajemen yang berhubungan dengan operasional resto.

Menempati 2 ruko bersambung yang salah satunya berada di sudut, Golden Lamian Jababeka menggunakan peralatan serta rancang dalam ruang yang sederhana, rapi dengan tone warna yang cerah serta menarik. Dekorasinya juga dibuat tak ribet. Tapi tetap menyajikan ciri-ciri tanah Tiongkok. Terutama warna merah yang memang paling disukai oleh etnis Tiongkok. Semua terlihat nyaman, bersih dan luas karena furniture yang digunakan pun simpel dan tidak padat menghabiskan seluruh area ruangan.

Tidak banyak meja untuk di lantai dasar. Berbeda dengan apa yang bisa kita lihat di lantai 2. Tangga penghubung antara lantai dasar dan lantai 1 cukup curam karena langit-langit di lantai 1 tuh sangat tinggi. Jadi jika membawa balita atau orang tua yang cukup sepuh, saya sangat mengusulkan makannya di lantai dasar saja.

Balik lagi kesini? Tentu saja. Apalagi kami sekeluarga penggemar mie dari negara asal manapun di dunia. Yang pasti haruslah halal dengan kekayaan rasa yang meninggalkan kesan dan pengalaman kuliner yang selalu melahirkan rasa nyaman di hati.

Sensasi Mie Tarik ala Tiongkok di Golden Lamian Jababeka Cikarang
area dine-in di lantai dasar. tidak banyak pilihan tempat duduk disini karena 75% area digunakan untuk pelayanan, counter pesananan dan dapur
Sensasi Mie Tarik ala Tiongkok di Golden Lamian Jababeka Cikarang
counter penerimaan pesanan di lantai dasar
Sensasi Mie Tarik ala Tiongkok di Golden Lamian Jababeka Cikarang
lantai 2 yang cerah ceria. nyaman, luas dan bersih untuk menikmati hidangan
Sensasi Mie Tarik ala Tiongkok di Golden Lamian Jababeka Cikarang
salah satu sudut dekorasi di lantai 2
Sensasi Mie Tarik ala Tiongkok di Golden Lamian Jababeka Cikarang
fasad outlet golden lamian jababeka. megah dan eye catchy dari kejauhan
Sensasi Mie Tarik ala Tiongkok di Golden Lamian Jababeka Cikarang
pesanan kami : lamian ayam panggang, lamian bebek panggang, lamian soup super pedas, 2 gelas ocha dingin. yang tidak terfoto adalah pangsit goreng dan es leci
Sensasi Mie Tarik ala Tiongkok di Golden Lamian Jababeka Cikarang

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

22 thoughts on “Sensasi Mie Tarik ala Tiongkok di Golden Lamian Jababeka Cikarang”

  1. Sebagai penggemar mie, saya ikut iri melihat sajian ini. Belum pernah makan dan di Medan juga kayanya belum ada.

    Tapi sepertinya kebayang bagaimana abang2 itu bikin mienya, banting, melintir muterin mienya karena kayanya pernah lihat videonya. Mungkin seperti yang ada di video itu.

    Dan kebayang capenya kalau setiap pesanan harus dibikin dulu…

    mungkin itu sebab isinya sedikit ya, mbk. Capek bikin mungkin hehee

    Reply
    • Memang kebayang sih capek bikinnya karena adonan terigu tuh kan berat ya. Apalagi ditarik berulang-ulang dari tebal sampai tipis. Ngeliatnya aja capek hahaha. Semoga suatu saat buka cabang di Medan ya. Keknya pasarnya cocok dengan Medan.

  2. Golden Lamian ini salah satu tempat makan favorit keluarga saya, Mbak Annie. Pernah makan di cabangnya di AEON Mal BSD, Living World, Puri Indah Mal Lippo Mal Puri, AEON Tanjung Barat…:) Ternyata ada restonya berdiri sendiri di Jababeka. Pernah coba beberapa menunya, tapi belum pernah yang pedas. terus dulu sebelum pandemi tuh menu gorengan, dimsum, gitu.. komplit, tapi sekarang dibatasi. Senangnya lihat bikin lamiannya di depan mata, jadi tahu cara buatnya

    Reply
    • Nah kalau di Cikarang, counter mereka yang di mall tuh lengkap Mbak Dian. Dimsum, dll tuh masih ada. Jadi saya heran juga waktu datang ke outlet mandirinya di Jababeka. Lah kok malah gak selengkap di mall.

  3. Mie yang dibuat secara manul, dan dibuatnya saat ada pesanan, sensasi rasanya beda dengan yang dibuat dengan mesin ya mbak.

    Kalau belum pernah kesini, pas lihat pramusaji datang bawa pesanan udah seneng ya lihat ukuran mangkoknya. Mangkoknya besar, udah kebayang isi didalamnya pasti banyak. Ternyata bayangannya tak sesuai harapan, isi mienya dikit ya.

    Reply
    • Betul Mbak Nanik. Terasa banget perbedaannya. Mie Tarik rasanya lebih mewah dan istimewa. Lebih berisi dibandingkan dengan mie biasa yang dibuat dengan mesin.

      Nah itu. Menurut saya, mangkok yg dalam tuh cuma sesuai untuk mie yg dihindangkan dengan kuah. Kalau yang edisi kering sih kurang pas. Makanya itu mungkin kelihatannya sedikit ya Mbak.

  4. mie tarik ini mirip mie tasik di bandung

    cara pembuatannya sama, cara penyajiannya pun sama

    saya berlangganan mie tasik di jalan Pasir Kaliki Bandung, ayahnya membuka mie tasik di GOR Pajajaran

    kapan kapan ke Bandung, silakan cicipin deh

    ngeunah pisan, suer :D

    Reply
    • Wah wajib dicatat ini sih. Saya juga penasaran sama kuliner di GOR PAJAJARAN ini. Ada bakso goreng dan mie ayam ANUGERAH yang sudah lama banget pengen saya hampiri. Dan itu katanya terkenal sekali.

  5. Biasanya mendengar kata teh tarik, nah ini adalah mie tarik.
    Baca ceritanya Bu Annie soal pembuatan mi lamian yang sesuatu banget itu, tentunya rasanya nikmat ya. Apalagi memang melihat fotonya itu menggugah selera, padahal belum dikasih saus sama sambal, eh 😁

    Reply
  6. Hmmm baca tulisannya aja rasanya udah ngilerr, apalagi cobain sendiri ya. Aku baru tahu lho mie asal tiongkok ini, duhh kurang eksplore food2 yang ada aku tuh. Tapi tempatnya bernuansa tiongkok banget yaa, serasa lagi makan di tiongkok haha.

    Reply
    • Di deket rumah juga ada Mie Ayam Wonogiri. Enak juga karena khas nusantara. Saya dan keluarga sering beli disana.

  7. Kiro-kiro level berapo raso pedes Lamian Soup extra pedas nya yuk? Sampe bikin nafas ngos-ngosan, lidah terpanggung dengan keringat yang bercucuran :))

    Penggunaan warna merah pada bagian luar gedung dan interior, khas Tiongkok nian, kayak di kawasan kuliner Pantjoran PIK2, hampir seluruh kedai/kafenya pakai warna itu.

    Terimo kasih ulasannya yuk. Bisa dimampiri kalau sedang main ke Jababeka.

    Reply
    • Yang pasti pedesnya nauzubillah Rien. Cocok untuk mengobati pening kepala dan pilek. Langsung tocker hahahaha.
      Aku juga sudah sampai di Pantjoran. Lagi ngedit foto2nya yang bejibun. Keren memang disana untuk photography.

  8. Waduh saya penggemar berat varian mie nih Bu, kayaknya wajib dan kudu di coba tapi kalau ke Jababeka kejauhan coba deh saya searching ya ada ga di dekat tempat tinggal saya ,,mantap bener foto mi lamian nya bikin lafar,…

    Reply

Leave a Comment