Masjid Raya Al-Jabar Bandung berbulan-bulan menjadi impian kunjungan saya. Sempat menahan diri untuk menyimpannya dalam rencana terlebih dahulu karena euforia banyak publik dan demi kenyamanan berkunjung, akhirnya saya, suami, dan si bungsu menginjakkan kaki di salah satu rumah Allah Subhannahu Wata’ala yang indah, megah, dan begitu meninggalkan kesan. Saya pun terjebak dalam kekaguman yang tak bisa berhenti, bahkan sejak melihatnya dari kejauhan. MashaAllah.
Terjebak Kekaguman Sejak Dari Kejauhan
Janji itu akhirnya terkabulkan.
Setelah puluhan kali melihat berbagai video tentang Masjid Raya Al-Jabbar di beberapa media sosial plus membaca beberapa liputannya, akhirnya saya menemukan waktu yang tepat untuk berkunjung ke masjid yang diresmikan sejak 30 Desember 2022 ini. Suami sudah berjanji akan mengajak saya ke salah satu rumah Allah yang indah ini saat memang akan menghadiri sebuah acara keluarga di Bandung. Kami pun bersengaja berangkat pagi-pagi dengan asumsi bahwa jika tiba di waktu yang masih pagi, kerumunan publik tidak akan terjadi seperti biasa.
Tapi ternyata asumsi saya keliru.
Tiba sekitar pkl. 10:00 wib, parkir mobil terlihat sudah (sangat) penuh. Bahkan tampak belasan bis 45 seats yang sudah berbaris rapi. Memenuhi beberapa sisi parkir. Penuh buka kepalang.
Mobil saya harus parkir di lahan darurat yang cukup jauh dari gerbang pelataran. Tempat yang tampaknya sedang dalam proses perluasan. Sesaat setelah kami turun, beberapa orang juru parkir menawarkan kami untuk naik mobil panjang setengah terbuka dengan jumlah dudukan belasan, agar tidak lelah berjalan kaki. Tapi saya menolak dengan halus karena ingin memotret Masjid Raya Al-Jabbar dari kejauhan. Apalagi tadi saat menunggu di jalur masuk karena ada kereta api yang lewat, hati saya sudah berdegup kencang karena keindahan beberapa minaret yang menjulang tinggi dengan ujung lancip dan salah satu sisinya berhiaskan mozaik berwarna-warni.
Saya menjajakkan kaki di sebuah taman, yang juga masih dalam proses pembangunan, dengan beberapa titik apik photography seperti yang saya bayangkan tadi. Langit cerah berwarna biru dengan awan putih terang benderang tampil begitu gembira menyambut kedatangan saya. Panas memang mendera tapi justru kehadirannya membuat hasil potret tampak clear dan sempurna.
Saya pun tak melewatkan berbagai shoot untuk merekam kenangan terbaik sembari menatap Masjid Raya Al-Jabbar dari kejauhan. Belum pun masuk ke dalam masjid saya sudah terjebak dalam kekaguman yang saya sendiri tidak menduga.
Menikmati Kemegahan dan Keindahan Tampak Luar Masjid Raya Al-Jabbar
Sepanjang melangkah ke arah pelataran yang ditata hijau, saya menikmati suasana nusantara yang begitu terasa. Dari beberapa kelompok masyarakat yang datang dan turun dari bis serta beberapa kendaraan besar lainnya, saya mendengar beragam bahasa daerah. Sebagian besar berbahasa Jawa yang kalau dilamati adalah jawa halus. Jadi kemungkinan berasal dari Jawa Tengah. Ada juga yang berbahasa Padang. Kalau memang datang dari Sumatera Barat, wah jauh bener perjalanannya ya. Tapi sebagian besar sih banyak yang bercakap-cakap dalam bahasa Sunda.
Dari sebagian besar kelompok ibu-ibu (yang tampaknya datang sebagai anggota majelis taklim) sengaja mengenakan baju seragam. Mungkin dengan maksud agar mudah dikenali atau mengenali satu sama lain dari kejauhan. Yang pasti semua pengunjung terlihat begitu semangat dan antusias sejak dari parkiran. Saya pun tenggelam dalam kekaguman sembari menyaksikan betapa indahnya kebersamaan yang mereka alami. Khususnya untuk yang datang dari tempat-tempat jauh dan butuh waktu panjang untuk tiba di Masjid Raya Al-Jabbar di Gedebage ini. Girah untuk bertamu ke salah satu rumah Allah Subhannahu Wata’ala dan beribadah di dalamnya nyatanya begitu kuat terlihat.
Berjalan pelan dari titik potret terjauh di area pelatan luar tadi, sekaligus membersamai banyak rombongan, saya mendadak teringat masa-masa yang luar biasa berharga saat umrah di Agustus 2023. Lautan manusia berbondong-bondong datang ke Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Mekkah dengan wajah berseri-seri dengan langkah penuh semangat, mendadak terbesit dalam ingatan. Suasana dan nuansa yang seakan berulang meski berada di tiga tempat yang berbeda.
Sempat beberapa kali berhenti untuk memotret dan dipotret, saya menikmati beberapa bagian luar masjid yang tertata begitu indah. Terlihat jelas rancang design arsitektur modern kontemporer sekaligus sentuhan dari banyak masjid besar di Turki. Mulai dari jembatan di atas danau berikut sebuah kolam besar yang ada di depan. Menyusur koridor. Melihat banyak tempat wudhu outdoor dengan kubah-kubah lancip serta sebuah area luas yang disebut sebagai plaza depan. Satu lahan super duper luas yang berada di bagian sisi depan dan berada di bawah tangga utama.
Saya menghentikan langkah di plaza depan dan berlindung dari teriknya mentari, di salah satu atap koridor yang menjulang tinggi. Terlihat sebuah kawasan besar dan lega dengan corak keramik yang terlihat bergaris konsisten. MashaAllah. Saya sempat terdiam dan berdiri di salah satu titik koridor sembari menebar pandangan ke segala arah. Di bawah sinar mentari yang hampir berada tepat di atas kepala, setiap shoot menjadi begitu sempurna. Kolaborasi antara langit yang biru cerah dengan awan putih seakan bersinergi utuh dengan setiap warna yang muncul dari segala sisi masjid.
Selain berderet tempat wudhu outdoor tadi. Saya mendangak melihat bangunan masjid yang begitu megah dan berbentuk setengah bola. Di puncak bangunan ada sebuah elemen tusuk sate dengan lima bola-bola yang melambangkan lima rukun Islam. Satu hal yang senada dengan apa yang dilakukan untuk Gedung Sate yang berada di tengah kota Bandung. Fasad bangunan inti dari masjid ini berkombinasi antara semen bermozaik dan kaca-kaca berwarna-warni yang tampaknya menjadi wadah dan perantara sinar matahari yang tetap bisa dinikmati publik meski berada di dalam masjid.
Masjid yang Terlahir dari Beberapa Keistimewaan
Saya mematung sembari menikmati ribuan kekaguman. Masjid yang juga disebut sebagai Masjid Terapung Gedebage ini desainnya sudah matang sejak 2015. Dirancang oleh Mochamad Ridwan Kamil (Kang Emil) yang saat itu adalah Walikota Bandung, dengan persetujuan dari Ahmad Heryawan yang saat itu adalah Gubernur Jawa Barat. Melewati masa pandemi Covid-19 yang berlangsung dari 2019-2021, pembangunan masjid ini sempat terhenti. Dan ketika diresmikan pada 30 Desember 2022, Kang Emil sudah mengambil alih jabatan sebagai Jawa Barat Satu menggantikan Ahmad Heryawan.
Dari beberapa referensi yang saya baca, ada tiga alasan utama yang menjadi latar belakang dibangunnya Masjid Raya Al-Jabbar ini. Pertama adalah belum adanya masjid raya setingkat provinsi di Jawa Barat. Kedua karena penduduk Jawa Barat adalah pemeluk Islam terbanyak di Indonesia. Sementara alasan terakhir adalah sebagai simbol kebanggaan rakyat Jawa Barat. Termasuk saya tentunya. Salah seorang warga Jawa Barat yang tinggal di Kabupaten Bekasi.
Saya sudah mengunjungi beberapa masjid hasil karya Kang Emil. Empat dari sepuluh masjid di berbagai sudut nusantara. Masjid-masjid itu adalah Masjid Kubah 99 di kota Makassar, Masjid Al-Safar di rest area km 88 tol Purbaleunyi, dan Masjid Raya Al-Azhar Summarecon Bekasi, Dari semua yang sudah saya kunjungi, Masjid Raya Al-Jabbar adalah yang terindah dan terbesar. Kemegahan serta rincian rancang bangun serta ornamennya juga – menurut saya – begitu mengagumkan. Seperti halnya rumus matematika yang identik dengan rumus aljabar, semua ornamen rumit yang menguras pikiran bisa kita lihat di masjid ini. Kata Al-Jabbar sendiri yang berartikan Yang Maha Megah, juga adalah salah satu nama dari Asmaul Husna. Nama-nama baik yang berjumlah 99 dari Allah Subhannahu Wata’ala.
Membaca banyak informasi yang ada di portal www.aljabbar.jabarprov.go.id, saya mengumpulkan banyak informasi yang mengurai keistimewaan Masjid Raya Al-Jabbar dari berbagai sisi.
Dibangun di lahan/tanah seluas 25,9 hektar, ukuran masjidnya sendiri adalah 99x99m2, bangunannya sendiri berdiri di atas sebuah danau buatan sehingga memberikan kesan seolah-olah terapung. Jadi julukan Masjid Terapung Gedebage rasanya pas disematkan untuk masjid ini. Gedung inti masjidnya sendiri berbentuk setengah bola dengan cutting beratap, berjenjang, dan berdinding kaca di beberapa bagiannya. Tinggi bangunan masjidnya adalah sekitar 40m. Dan jika dilihat dari sisi manapun, ukurannya tetap konsisten.
Lewat portal ini pula saya melihat keindahan Masjid Raya Al-Jabbar yang dipotret saat malam hari dengan banyak lampu sorot yang membuat tampilannya semakin indah. Permukaan air danaunya memantulkan bayangan masjid dengan begitu sempurna. Apalagi pemotretannya mengambil sisi bird-eye-view. Satu sudut photography yang merangkum semua sisi bangunan dari sebuah ketinggian yang proporsional.
Menghabiskan dana pembangunan sekitar 1 Trilyun Rupiah, Masjid Raya Al-Jabbar menjalankan berbagai misi seperti sebagai sarana atau tempat beribadah bagi umat muslim, wisata edukasi dan juga wisata religi. Di sini terdapat Museum Rasulullah yang menjadikan Masjid Raya Al-Jabbar sebai edukasi khazanah Islam yang menceritakan sejarah Rasulullah mulai dari lahir hingga wafat termasuk sejarah perkembangan agama Islam di Jawa Barat.
Mampu menampung sekitar 33.000 jamaah dan total 66.000 jika mengikutsertakan plaza depan, Masjid Raya Al-Jabbar dibangun dengan melibatkan para perajin serta seniman yang ada di Jawa Barat. Keterlibatan para seniman lokal ini bisa kita lihat pada mozaik untuk paviliun wudhu, lampu gentur di bawah bagian mezzanine, kerajinan tembaga yang ada di relung, materi kuningan di bagian railing dan mihrab, kayu jati untuk railing dan rak Qur’an serta standing AC. Kualifikasi mereka yang memang jempolan membuat setiap hasil karya menjadi materi yang melengkapi keindahan serta kesempurnaan rancang bangun eksterior dan interior masjid.
Sekarang mari kita jelajahi bagian dalam masjid.
Suasana di dalam Masjid Raya Al-Jabbar yang Menyentuh Jiwa
Saya tadinya ingin mengambil wudhu di area outdoor tadi. Tapi mengingat bahwa saya harus ke toilet dulu dan membuka hijab demi kesempurnaan wudhu, saya memutuskan untuk masuk ke are wudhu indoor yang berada di lantai dasar masjid.
Tempatnya luas membentang dengan tatanan kenyamanan yang patut dapat pujian. Selain keran yang fungsional, kita bisa duduk saat sedang berwudhu. Di bawah keran ada besi berjarak yang membuat air yang kita alirkan tidak menggenang. Di atas keran juga disediakan tempat khusus untuk menaruh tas, hijab, dan beberapa perlengkapan yang harus kita buka. Jadi dijamin apapun yang kita lepaskan tetap akan berada dalam jangkauan penglihatan kita.
Petugasnya banyak. Mereka dengan wajah ceria mengarahkan para pengunjung wanita untuk mengambil slot duduk tanpa harus mengantri atau kebingungan. Mereka pun siap dengan alat pel dan penggiring air sehingga lantai jalur injak tidak becek dan tidak menyebabkan kita terpeleset. Penting banget loh ini untuk para tetamu yang rawan akan jatuh ataupun tidak memiliki keseimbangan tubuh yang aman.
MashaAllah. Semoga Allah Subhannahu Wata’ala melimpahkan mereka dengan kesehatan dan kelimpahan rezeki karena sudah ikhlas dan bergembira menjaga rumah-Nya.
Usai berwudhu, saya menaiki tangga – yang lumayan tinggi – untuk menggapai area ibadah utama. Berada di titik awal, saya memutuskan untuk berdiri sebentar lalu menerbankan pandangan ke segala arah.
Perhatian saya langsung tertuju pada sebuah mihrab megah sembari melanjutkan pandangan ke arah langit-langitnya. Dada pun bergemuruh melihat sebuah pemandangan yang tak pernah saya nikmati sebelumnya. Dengan sentuhan warna alam yang begitu kenal, mata langsung nyaman dan terpaku pada lafaz Allah yang tersemat di langit-langit. Di sekitarnya terdapat efek potongan segi empat yang disusun berjenjang sesuai ukuran. Di seputaran mihrab dan shaf depan ini, terdapat beberapa relung yang indahnya mengundang decak kagum.
Saya pun luruh dalam keterpikatan yang tak mampu keluar dari mulut sendiri.
Saya memutuskan untuk melangkah ke batas terujung karpet yang adalah batas salat kaum perempuan. Menjalankan salat empat rakaat, meski waktu salat dzuhur belumlah tiba. Dada dipenuhi oleh gemuruh kebahagiaan saat di setiap sujud saya merasakan empuk dan wanginya karpet yang saya duduki. Saya menutup salat dengan mamanjangkan bacaan dan memanjaatkan doa agar saya dilimpahkan rezeki sehat untuk bisa beribadah di Masjid Raya Al-Jabbar kembali. Pun meminta kepada Allah Subhannahu Wata’ala agar suami dan anak-anak selalu dalam perlindungan-Nya.
Usai menunaikan kewajiban berserah diri kepada Sang Pencipta, dalam kondisi duduk, saya kembali menikmati kemegahan interior Masjid Raya Al-Jabbar. Terlihat jelas bahwa di sisi dalam ini tidak dipasang satu pun tiang penyanggah, seperti yang ditulis pada portal milik pemerintah provinsi Jawa Barat. Saya justru tak mampu mengedipkan mata dengan beberapa tiang di dalam yang seolah-olah berfungsi sebagai minaret dalam ruangan.
Di sisi atapnya terdapat beberapa lengkungan dengan mozaik warna-warni yang serupa dengan apa yang telah saya lihat di luar. Kemudian sebuah area mezzanine dengan railing berukir indah. Sayangnya saya lupa untuk naik ke sana. Padahal bisa jadi saya mendapatkan berbagai shoot yang lebih indah. Bisa jadi ini pertanda bahwa saya harus kembali sekaligus mengunjungi Museum Rasulullah yang belum sempat saya sambangi.
Tak jauh dari tempat saya salat, pelan saya dengar sebuah takziah yang disampaikan oleh seorang ustazah. Beliau dikelilingi oleh jamaah wanita mengenakan gamis seragam yang cantik sekali. Mereka tampak tafakur mendengarkan ceramah sang ustazah. Saya juga melihat beberapa kelompok kecil yang melakukan hal yang sama. Kelompok yang turun dari bis, yang sempat bertemu saya di parkiran. Dalam beberapa titik duduk saya pun terharu memandangi sekian banyak tamu Allah yang terpekur membaca Qur’an.
MashaAllah. Hati langsung adem tak terkira.
Membawa kaki melangkah keluar bangunan utama ini, saya memutuskan kedepannya untuk lebih banyak membaca buku tentang arsitektur. Saya mendadak ingin lebih memahami jenis struktur rancang bangun yang terlahir dari tangan-tangan para arsitek. Saya merasa ingin lebih bisa melakukan eksplorasi dan mewujudkannya dalam diksi yang pas dengan bahasan rincian yang lebih mendalam. Sama seperti halnya Kang Emil yang memegang janji pada almarhum Ayahnya. Janji untuk tidak berhenti membangun masjid dari keahliannya sebagai seorang arsitek ternama dengan karya-karya yang sungguh fenomenal dan mendapatkan pujian dari banyak khalayak.
Mari Kita Sejahterakan Rumah Allah Subhannahu Wata’ala
Saat menyelesaikan naskah ini dalam tiga kali masa penulisan, saya kembali teringat saat di mana saya menghabiskan banyak waktu untuk berada di Masjid Raya Al-Jabbar. Tak terasa hampir tiga jam saya berada di rumah Allah yang sungguh indah ini, sampai akhirnya lambung bernyanyi riang minta diisi. Melangkah keluar lagi-lagi saya menyempatkan diri untuk memotret sekitar dari selasar masjid atau pijakan tertinggi dari tangga utama.
Saya pun terpekur pada kekaguman melihat lautan manusia yang memenuhi setiap sudut Masjid Raya Al-Jabbar. Beberapa kelompok pengunjung tampak duduk-duduk di sepanjang koridor. Mereka terlihat menikmati bawaan konsumsi, makan dan minum, sembari berbincang. Para petugas tampak cekatan mengingatkan mereka untuk tidak meninggalkan sampah agar masjid megah ini tetap terlihat bersih dan nyaman bagi semua orang. Peringatan itu berulang kali disuarakan lewat pengeras suara. Termasuk salah satunya adalah baru menggunakan alas kaki saat keluar dari selasar.
Ketika berada di koridor beratapkan tinggi menjulang dengan kaca mozaik beragam warna, saya bertemu dengan beberapa counter yang menjual produk kesehatan yang berbahan baku natural/alami. Ada juga beberapa petugas yang mengarahkan pengunjung untuk bersedekah demi kemakmuran masjid. Transaksi dilakukan secara on-line sehingga tentunya sangat aman bagi keduabelah pihak. Kata suami “Jangan lupa ngencleng di setiap masjid mana pun yang kita kunjungi.” Karena inilah salah satu kesempatan terbaik kita untuk menuntaskan kewajiban sedekah 2.5% dari total penghasilan.
Lain hal yang juga perlu kita tanamkan di dalam benak bahwa lewat sedekah para jamaahlah kesejahteraan masjid akan bisa ditegakkan. Meski masjid setingkat provinsi ini mendapatkan dana perawatan dan pemeliharaan dari pemerintah daerah setempat, keikutsertaan jamaah tentunya memberikan pengaruh yang cukup signifikan. Saya sangat meyakini itu.
Mari kita sejahterakan rumah Allah Subhannahu Wata’ala di mana pun rumah indah itu tegak berdiri.
Udah lama ngga dapat perjalanan dinas, selama itu pula absen solat / berkunjung di mesjid2 luar kota. Rindunya…
Megah sekali Masjid Aljabar ini. Desainnya bukan seperti mesjid bisa dengan kubah2 gendut.
Kreatif sekali.
Interiornya juga detail sekali, sampe2 memikirkan ruang untuk tempat barang2 di tengah2 ruangan. Plus motif karpet yang tak biasa kita temukan di masjid2 pada umumnya.
Wajar warga Jabar berbangga punya mesjid megah begini….
Sentuhan tangan istimewa dari seorang Kang Emil. Arsitektur dengan nama yang sudah tersohor seantero nusantara. Semoga beliau diberikan kesehatan, umur yang panjang, serta banyak kesempatan untuk membangun masjid di seluruh Indonesia. Persis seperti apa yang diwasiatkan oleh almarhum ayah beliau untuk terus membangun dan memakmurkan masjid.
Sangat senang dan damai rasanya jika ada konten kreator termasuk bloger yang membahas tentang masjid, salah satunya kak Annie Nugraha dengan foto2 yang estetik, semakin membuat hati ini selalu dan selalu rindu dengan masjid, momen sebagai pengingat diri untuk bekal akhirat nanti.
Masjid Al-jabbar dengan arsitekturnya yang masha Allah semoga bisa menjadi pemantiuk bagi orang2 untuk berkunjung ke masjid dan wisata islami. Makasih kak ulasannya, semoga berpahala..
Kapan ada rezeki waktu, kesehatan, dan kesempatan ke Bandung, mampir ke Masjid Raya Al-Jabbar ini ya Mas Wahid. Rasakan getaran hati yang luar biasa saat beribadah di sini.
Indah sekali bagunan Masjid Raya Al Jabbar ini mbak, baik interior maupun eksteriornya. Semoga masyarakat terus memakmurkan masjid ini ya. 3 jam berdiam di sana, dan rasanya masih kurang. Semoga bisa ke sana lagi mbak, dan juga masuk ke Museum Rasulullah.
Kalau pas matahari cetar bersinar, emang hasil fotonya malah jadi clear ya.
Iya Mbak. Museum Rasulullah yang belum sempat saya sambangi karena ternyata harus appoinment dan daftar on-line dulu. InshaAllah ini jadi perekat agar saya bisa kembali ke masjid ini.
Masya Allah, gak hanya di bagian luarnya aja yang menakjubkan, di bagian dalam masjid pun mengesankan. Wajar memang banyak yang zoarah masjid ke sana.
Daku belum berkesempatan ke Masjid Raya Al Jabbar ini.
Semoga suatu saat bisa datang dan salat di masjid yang penuh rahmat ini ya Fen. Aamiin Yaa Rabbalalaamiin.
Masya Allah tabarakallaaaahh, cantik banget Mba Masjid Raya Al Jabbar ini. Memang paling bagus kalau pengen benat-benar menikmatinya, kudu datang di masa-masa yang nggak terlalu ramai, karena ini kan sempat ramai ya di medsos dengan kekecewaan pengunjung, pas lebaran kemaren ya.
Saya yang sering ke masjid Al Akbar Surabaya aja tetap kagum, meskipun udah berkali-kali, pernah juga di masjid Agung yang di Jateng, bahagia banget rasanya, apalagi kalau bisa ke sini ya.
Semoga bisa mengunjungi dan shalat di sini bersama keluarga, aamiin ya Allah :)
Aamiin Yaa Rabbalalaamiin. Semoga nanti pas ke Bandung Mbak Rey dan keluarga bisa mampir dan salat di sini ya Mbak.
Saya belum kesampaian ke Masjid Raya Al-Jabbar ini, sejauh ini hanya lihat di sosial media. Sekarang baca tulisan ini makin menggebu keinginan ke sini, suka banget lihat bangunannya yang tampak megah, desain eksterior dan interior juga tampak indah banget ya. Semoga kelak saya juga bisa ke sini juga. Aamiin….
Aamiin Yaa Rabbalalaamiin. Semoga suatu saat bisa menginjakkan kaki di rumah Allah yang satu ini ya Mas.
Nah kan…saya warga Bandung, malah belum ke Masjid Al Jabbar nih Mbak. Beberapa kali lihat dari dalam KA kalau naik kereta pagi ke Timur. Selalu menyempatkan foto dari atas kereta, sambil ngebatin, kapan ya ke sini?…
Megah banget memang masjid ini. Dari foto-foto mba Anie selalu estetik dan sudut pengambilannya prima, ditambah cuaca cerah, jadi keren banget hasilnya.
Setiap sudut ga habis berdecak kagum ya Mbak…
Indah luar biasa memang Mbak Hani. Dari sepuluh masjid yang dirancang Kang Emil, menurut saya Masjid Raya Al-Jabbar adalah yang terbaik.
Awal Juni ini, saya cukup lama di Bandung. Rumah salah seorang kerabat saya lokasinya dekat dengan masjid ini. Sayangnya agenda padat merayap, jadi belum sempat ke Al Jabbar meskipun dekat. Baru sekadar lewat dan kelihatan bagus banget.
Hanya sayangnya kalau untuk rombongan pakai bis aksesnya menurut saya masih kurang. Sempat kaget juga ketika banyak bis besar lewat jalan kecil. Ternyata bukan jalan pintas, tapi memang aksesnya. Denger-denger bakal ada jalan baru menuju Al Jabbar, Ya mudah-mudahan aja segera ada.
Nah bener banget Mbak Myra. Akses masuk dari jalan utama itu sempit banget. Hampir ngepas buat satu badan bis 45 seats. Meski sudah dibuat sejalur, tetap aja deg-degan ngelewatinnya. Apalagi yang namanya motor seenaknya aja parkir di pinggir jalan. Jadi mengurangi lebar badan jalan. Saya juga sempat ngeri ngelewatin jalurnya.
Arsktekturnya keren banget euy, serasa ada di luar negeri. Vibesnya adem dan modern banget. Futuristik ga sih kalo begini?
Yang pasti rincian/details designnya ruwet menurut saya Mas Adi. Sama seperti arti harafiah dari kata Aljabar. Salah satu anak pelajaran MATH yang bikin otak pusing tujuh keliling hahaha – setidaknya buat saya yang orang SOS banget.
Aduh malu banget, sebagai orang Bandung yang sering ngelewatin Masjid Raya Al-Jabbar, saya malah belum pernah ke sini
beberapa kali ngajak anak,waktunya gak pernah pas
Karya-karya Kang Emil emang membanggakan ya?
Di usia produktifnya dia sudah menciptakan banyak karya. Terlebih nanti.
Nampaknya Kang Emil menerapkan peribahasa : Manusia mati meninggalkan karya
Maa syaa Allaah megah dan cantik banget. Pengen banget ke sini semoga ada rejekinya. Plus foto-foto Bu Annie view langitnya cakep banget jd makin pengen menginjakkan kaki dan sholat di masjid Al Jabbar ini
Ornamen dalamnya luar biasa ya mbak, pasti seniman yang mengerjakannya punya kreativitas tinggi dan untuk bagian luar keren juga ya, masjidnya looks like di negara luar gitu ya, klo ke Bandung mampir aahh
Sentuhan rancang design Turkinya bikin masjid ini juga istimewa menurut saya. Kesempurnaan kemudian menjadi terlihat menonjol ditangan seorang arsitek yang luar biasa.
MasyaAllah..
Cantik banget masjidnya
Arsitektur dan interiornya indah sekali
Pasti nyaman beribadah di masjid sebagus ini ya
Kalau ke Bandung, ini wajib jadi salah satu destinasi
Sempatkan mampir ke sini Mbak Dian. Rasakan getaran hati saat berada di rumah terindah milik Sang Pencipta.
Senang dan bangga ya punya ilmu yang bisa diamalkan dan diambil manfaatnya oleh banyak umat.
Al Jabbar memang jadi tujuan lokasi wisata religi masyarakat Indonesia ya saat ini, tak hanya masyarakat Jabar dan sekitarnya saja.
Senang lihat foto-foto nya. Kalau diambil oleh ahlinya, angel yg didapat beneran lain… Gambar jadi makin hidup
Bener Teh Okti. Apalagi dari ilmu tersebut kita bisa mengamalkannya dengan banyak cara karena berkelimpahan rezeki. MashaAllah. Saya iri sekali dengan Kang Emil. Dilimpahkan dengan banya kelebihan yang menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang banyak.
Luas juga halaman luar Masjid nya ya ,,.ini kalau banyak pohon pasti rindang dan adem jadi tambah betah nih pengunjung ke sini
Iya Yu. Di pelataran itu sudah ditanam banyak pohon besar. Semoga lekas tinggi dan lebat biar adem duduk-duduk di dekatnya.
Sama seperti Mbak Annie karena pengin nyaman saat berkunjung ke sini jadi saya pikir nanti-nanti saja lah…nunggu biar euforia-nya lewat dulu..etapi dah setahun lewat malah tambah padat jamaah, Masya Allah.
Dari jepretan Mbak Annie jadi terbayang kemegahan dan keindahannya…Desain yang tak hanya cantik memesona tapi juga sarat maknanya
Indahnya tak terbantahkan Mbak Dian. Menurut saya pribadi sih, Masjid Raya Al-Jabbar ini adalah masjid tercantik yang pernah dirancang Kang Emil sejauh ini. Semoga masjidnya terus sejahtera dan makmur. Dikunjungi oleh banyak publik. Aamiin Yaa Rabbalalaamiin. Semoga Mbak Dian dan keluarga juga disempatkan beribadah di sini.