Penasaran pengen sampe ke sini setelah digempur foto-foto ciamik via media sosial dan sebuah acara jalan-jalan di stasiun TV swasta. Gak berkedip ngeliatnya. Eits keren banget dah. Apalagi ditambah ulasan-ulasan yang bagus dari beberapa tautan jalan-jalan on line. Tampak, sebagian besar bule, dipotret sedang berayun tinggi, baju (dress) melambai-lambai dengan muka bahagia. Atau beberapa pose di atas batu besar di pinggir jurang dan ekspresi-ekspresi riang di sarang burung dalam berbagai ukuran. Kek apa ya tampak aslinya di lapangan? Iiihhh. Jadi tambah bener-bener pengen liat tempatnya.
Berbekal GPS dan semangat yang tinggi, kami mencapai Banjar Tegal Kuning sekitar hampir 2 jam dari arah Denpasar. Dan mengingat supir kami hari itu, Pak Rofi, tidak begitu hafal jalan, beberapa baliho dan petunjuk arah akhirnya mampu jadi penolong kami selamat sampai tujuan. Saya jadi ngebatin, keknya penting juga loh memasang signage atau baliho tempat wisata walaupun sekarang sudah terbantu dengan mobile peta. Costly memang karena menanggung biaya produksi, ijin, dan pajak yang bererot (maklum pernah ngurusin yang beginian). Tapi untuk media promosi rasanya masih cukup efektif. Dan ya tadi itu, turut membantu calon customer yang berniat datang ke tempat yang bersangkutan. Terutama pas signal handphone ngadat. Bener kan?
Wes. Singkat cerita. Sesampai di tempat, di sebuah rumah kecil lengkap dengan kasir, cafe kecil, dan meja-meja buat nongkrong di pinggir jurang, kami (saya dan Dewi) langsung disambut oleh mas-mas berseragam dengan senyum sumringah ala iklan pasta gigi. Belum sempat bertanya, kami langsung disuguh informasi mengenai fasilitas-fasilitas yang ada di Bali Swing and Club berikut dengan harganya. Wow!! Semua tertulis dalam USD. Saya langsung tersenyum kecut. Mendadak kebelet pipis hahahaha.
Intinya dengan USD 35/orang, tamu bakal dimanjakan dengan 11 pelayanan dan atau permainan. Yang pas kami kesana, kalau dikonversikan dengan Rupiah, kira-kira 500ribuan lah. Reflek saya nyerocos, “Wwiiihh mihil juga ya Mas. Pake mata uang asing pulak biayanya”. Yang diajak ngomong langsung mengkeret. Kaget kali ya mendengar suara saya yang menggelegar menembus awan, mengguncang bumi ((haallaaah lebay sangat)). Saya melirik Dewi yang juga mendadak tersenyum kecut. Entah dia ikutan mules apa enggak saya gak tau hahahaha.
Tapi yang pasti kami langsung mengangguk ketika ditawarkan alternatif lain yaitu membayar Rp 125.000,- (tetap dengan menyesuaikan konversi USD pada hari itu) dengan mendapatkan fasilitas 1 kali foto di Helicopter Yellow Black (foto sendiri) dan Lunch Buffet di restoran yang berada di pinggir sungai plus bebas berkeliaran tanpa batas waktu. Ya sutralah. Sementara kudu melupakan dulu edisi riang gembira nyobain ayunan, dipotret kegirangan, dan pose di kandang burung. Dan yaaaa lucu aja. Udah jauh-jauh kemari terus gak masuk. Malu dong sama wisatawan Jepang yang lama berdiri di depan kasir karena pening ngitungin duit rupiah yang dipegang hahahahaha. Sampe gemes pengen ngebantuin.
Melewati titik pemeriksaan tiket, mata saya menghambur ke segala arah. Di sisi kanan dan kiri dari tempat saya berdiri terlihat deretan ayunan dengan berbagai tingkat ketinggian. Tampak juga deretan jaring dan perlengkapan keamanan di bawah depan ayunan. Jeritan-jeritan pun menggema membelah bukit. Kalau ada alat pengukur resonansi suara, dijamin bisa jebol dah hahahaha. Gak cuma itu suara derit besi ayunan pun bikin ngilu hati dan gigi. Nyit nyit nyiiittt. Alamak.
Antrian mengular di sana sini. Hampir di setiap ayunan yang ada. Beeehhh ujian kesabaran bener itu. Mendadak merasa beruntung (cuma) keluar duit 125ribu. Secara ya saya termasuk orang yang paling gak sabar ngantri bererot untuk sekian menit kesenangan. Mending disuruh nggali sumur 10 meter dah. Etapi angkat topi untuk kesabaran para pengantri itu ya, yang sebagian besar adalah turis dari negara-negara Asia, entah itu Korea, Cina, atau Jepang. Melihat mereka berdiri tertib aja membuktikan bahwa budaya santun mengantri sudah mendarah daging. One small important thing to be learned.
Baiklah. Sekarang mari kita bahas nasib saya dan Dewi. Nanar menatap jurang yang ada di depan mata, perut mendadak mules dan dengkul tetiba bergetar ((lebay)). Ratusan anak tangga melambai-lambai minta diinjak dengan senyum sumringah dan mata kedap-kedip. Kalau bisa ngomong mungkin akan teriak begini “Hai kamyu, ya kamyu…. yang sebel sama tangga jahanam. Nyoookk ke sini dong,” ((nyengir kuda)). Apesnya lagi, untuk menikmati jatah ransum makan siang di restoran pinggir sungai itu, kami ya harus menuruni tangga ini. Mendadak kepikiran sama flying fox atau tali baja dengan ember gede yang bisa membawa saya secepat kilat ke bawah sana.
Tapi ya sutralah. Menerima takdir yang tak terelakkan, kami pun menuruni tangga dengan nafas ngos-ngosan, muka merah, dan butir-butir keringet yang nakal menggelundung di sekujur badan. Hanya dalam hitungan menit, tetiba dendam kesumat ngeliat wisatawan lain dengan santainya menyusuri tangga sambil ngobrol dan tanpa tanda-tanda harus ditolong dengan nafas buatan. Padahal berharap banget ada bule ganteng ala boy band yang ngawe-ngawe ke saya minta tolong ((ngekek)).
Siap mengantisipasi pengunjung seperti saya, Bali Swing menyiapkan beberapa titik perhentian yang strategis dengan spot-spot foto ciamik. Sebutlah helikopter yellow black, sebuah air terjun dengan kantong telur, jembatan penghubung antara jalan hutan kecil menuju resto, dan tentu saja lingkungan sekeliling dalam status bebas tanpa penjagaan khusus. Melangkah santai dengan beberapa kali berhenti untuk memotret, kami tiba di sebuah restoran dengan tanah yang lapang, pohon-pohon tinggi, sebuah kolam ikan, dan beberapa tempat duduk dengan payung-payung cantik, serta sofa-sofa lebar di pinggir sungai, dalam sekitar 30 menit kemudian. Wwuiihh capek juga aahh.
Menginjakkan kaki di resto hampir tengah hari, para pengunjung pun tampak mulai menyemut. Tidak perlu voucher khusus untuk ditunjukkan karena semua biaya masuk sudah termasuk lunch buffet sederhana (nasi, lauk pauk, sayur, dan air putih yang free flow). Mereka juga melayani minuman atau makanan diluar paket dengan harga tertentu. Untuk minuman rata-rata 20an ribu rupiah (soft drink, teh, atau kopi). Sementara untuk tambahan makanan berkisar antara 20rb s/d 50rb. Saya dan Dewi memilih untuk ngopi sambil menikmati rintik-rintik hujan yang mulai turun dan nonton serombongan penikmat perahu karet (rafting).
Yup. Selain hiburan ayunan dan wisata alam seperti yang kami nikmati, Bali Swing juga melayani berbagai kegiatan-kegiatan penuh tantangan seperti rafting, squad bike, wisata safari, naik gajah, dan lain-lain. Semua memiliki paket tersendiri yang bisa kita dapatkan ketika datang di awal tadi.
Diantara deru air sungai yang deras mengalir, saya merasakan suasana adem dan ayem yang bakal sulit didapat ketika kita berada di tengah kota. Berada di dasar bukit dan hutan yang masih terawat, rintik kecil hujan melengkapi kesejukan udara dan angin yang menyapu wajah. Duduk di salah satu sisi luar resto yang menghadap ke sungai, saya bisa menyaksikan aneka aktivitas para pengunjung yang datang dan pergi. Sebagian besar menyempatkan diri untuk memotret dan ngobrol melepas gelak tawa.
Mengejar waktu karena harus berada di tempat lain, kami kembali “mendaki” ratusan tangga yang dilewati tadi. Saya memutuskan untuk mengabadikan beberapa ayunan yang berada di titik tertinggi bukit. Sayang tidak sempat merekam ekspresi wajah para tamu karena hujan kecil mulai berubah menjadi besar. Jika tidak bersegera mendaki, kemungkinan besar kami bisa basah kuyup. Itupun saya ngos-ngosan luar biasa karena ternyata semakin mendekati pintu keluar, ketinggian tangga menjadi semakin curam. Taaahhh ettaa terangkanlah.
Tulisan lain mengenai Bali Swing, dapat teman-teman baca di Uji Nyali Berayun di Ketinggian Di Bali Swing Ubud
#BaliSwingUbud #WisataUbud #WisataBali #WisataAlamBali #BaliTourism #KelilingBali #LiburanDiBali
Aduh kalo ngomongi BALI udah deh g ada habisnya, pengen banget bisa main lagi kesna. BALI SWING ini kayaknya menantang ya mba…kalo aku orangnya agak takutan, malah kalah sama anakku…ahhahhha. Kalo aku pengen amakannya itu mbaa,,sambal matah ya itu…selalu enak kalo sambal matah asli bali….bisa nih kalo ke BALi main ke sini.tq infonya mba Annie
Ah setuju. Kenapa ya makan Sambal Matah di Bali tuh berasa banget enaknya. Dan itu resto tempatnya juga menyenangkan. Adem dan berada di pinggir sungai. Acara makan jadi terasa lebih nikmat.
Masyaallah itu anak tangga, brrerit gitu mbak. Udah ngos-ngosan lihatnya. Tp pasti kelahnya akan terbalas ketika melihat keindahan panorama yg disuguhkan, ya.
Hahahaha buanget. Naik maupun turun semua bikin ngos-ngosan. Tapi memang terbayar setelah berada di bawah.
Mba ANniie, aku mauuukk bgt ke sinii!
sebenernya ngeri ngeri sedapp, tapi penasaran bgt ye kan
apalagi, kebayang nih hawanya segerrr bgt
di UBUD!
Asik tempatnya Nur. Udara ademnya Ubud berasa banget di sini. Wajib dikunjungi nih kalau pas main ke Bali
Mba seru banget jalan-jalannya. Ini benar-benar memacu andrenalin untuk ayunananya. Pemandangannya juga bagus banget. Semoga bisa berkunjung ke bali.
Aamiin YRA. Kalau ke Bali mampirlah kemari. Udaranya adem menyenangkan
mungkin karena targetnya turis asing ya mbak
sehingga tarifnya Rp 500.000/orang
Untung Bali punya banyak destinasi ya? Sehingga ada alternatif destinasi kalo kantong kosong :D
Bener banget Mbak Maria. Ubud memang orientasinya lebih ke wisatawan asing ketimbang domestik. Jadi saya paham kalau rate nya bisa segitu.
Tempatnya adem, teduh sejauh mata memandang.. ah keren banget 😍😍 btw, saya liat orang lain naik ayunan itu di tv aja udah bikin perut terasa mengecil, Mbak. Apalagi harus naik sendiri, hihi takut.. tapi memang kayaknya asik 😊
Ayunannya juga kenceng banget loh. Pada jejeritan aja itu orang-orang hahaha. Tapi memang seru sih. Cakep juga buat foto-foto di medsos.
apa kabarnya sekarang ya, mbak? pandemi yg bikin sektor pariwisata ampun2an. semoga masih jadi daerah tujuan wisata ya..
Yang pasti selama pandemi pasti sepi. Entah ya kalau banyak yang nekat tetap rekreasi
flying fox aku paling suka kalo berkunjung ke destinasi wisata… karena menguji adrenalin banget nih. Ubud bali memang gak ada habis2nya ya tempat wisatanya. keren2 juga..
Betul banget. Apalagi dengan pemandangan yang indah, flying fox nya pasti lebih seru untuk dinikmati
Alami banget spotnya meski sudah zaman serba full bangunan disana sini, bagus juga bagi pegiat fotografi
Aku suka banget sama views nya mbak, wajarlah klo turis asing suka dengan warna alami di Indonesia, pastinya seru nih soalnya ada fighting dulu seperti mendaki untuk menuju spot, mantaps
Lahannya memang mengajak kita untuk olah raga memang hahahaha. Tapi enak juga sih karena udaranya seger
Mahal ya, 500 ribuan, itupun banyak yang berkunjung ke sana juga. Mungkin emang menyasar konsumen wisatawan asing ya mbak, itungannya pakai dollar pula.
Ayunannya tinggi banget talinya, saya lihatnya aja ngeri
Kayaknya kalau daku kudu pegangan nih lihat tangganya, tapi ada rasa penasaran karena melihat pemandangan kanan dan kirinya cakep. Jadi sayang gitu udah ke sana tapi tidak puas kelimpungan karena takut saat melihat curamnya tangga hehe
Ini kalo anak-anakku di bawa ke sana bisa-bisa nggak mau pulang. Paling demen yang beginian. Kata mereka, mereka kan bukan anak-anak lagi, udah nggak cocok main odong-odong n kereta-keretaan. Cocoknya yg begimi. Wkwkwk…
Ya ampun…kok seru amat ini. Aktivitasnya seru, pemandangannya pun benar-benar menyegarkan. Gak kebayang deh gimana menyenangkannya liburan di sana. Semoga pandemi segera berlalu, biar ku segera cuss ke Bali.
Hiiii bacanyaaaa per pax 500 ribu?
Tapi kalo sesenang itu – dapat pengalaman horor dan olahraga tanpa pake baju olga, plus liat view cantik, makan enak ya sutralah yaaaa
Tapi kalo ke Bali kayaknya aku ga mau di suing suing kek gitu mbak, beneran deh dibilang penakut ya biarin
aktivitas yang sangat seru nih … pemandangannya – pun sangat menyegarkan, semoga pandemi bisa segera berakhir, biar bisa jalan-jalan bersama keluarga