Satu kegiatan wajib dan selalu dicari saat berada di satu daerah adalah berwisata kuliner. Utamanya jika daerah tersebut baru kala itu kita datangi, first time visit, atau sudah lama tidak kita kunjungi.
Begitu yang terjadi saat saya menginjakkan kaki kembali di Batam pada minggu ke-2 Oktober 2022.
Kedatangan kedua setelah belasan tahun tidak menginjakkan kaki di daerah otorita khusus Batam yang kemudian berada di bawah pengawasan dan pengaturan oleh Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) ini, menjadi salah satu cerita perjalanan yang berkesan bagi saya.
Kenapa? Karena setelah belasan tahun tidak melihat Batam, kota kecil ini sudah berganti wajah sedemikian banyaknya. Bahkan kekaguman akan pesatnya pembangunan, wajah kota industri Batam yang semakin dipercantik ini, mulai merasuki hati saat berada di Bandara Hang Nadim. Disambut oleh suasana hiruk pikuk dan padatnya penumpang, saya menyadari bahwa salah satu bagian dari provinsi Kepulauan Riau ini mulai bergerak kembali setelah masa-masa pandemi yang melelahkan ekonomi dan pariwisata.
Perubahan yang Signifikan
Kekaguman saya akan Batam bersambung saat melewati jalan besar menuju pusat kota. Jalan utama yang dulu hanya 2 jalur, sekarang sudah begitu lebar, luas, grande, bahkan sedang dalam proses perluasan yang lebih mengesankan lagi. Sepanjang jalan pun pemandangannya sudah berbeda. Di kunjungan pertama saya, awal 90an, hutan belukar masih mendominasi pinggiran jalan. Tak ada satupun terlihat kegiatan ekonomi dan tanda-tanda kehidupan, geliat usaha dan perumahan untuk masyarakat.
Tapi saat itu, di kunjungan ke-2 saya di Batam, semua benar-benar sudah berubah. Jauh berubah.
Menuju hotel Planet Holiday Hotel & Residence, tempat saya dan suami akan menginap 3 hari 2 malam kedepan, mata saya terhibur dengan bangunan-bangunan yang padat dengan aktivitas perdagangan, termasuk diantaranya tempat-tempat makan. Mulai dari resto kecil yang mengusung konsep hidangan makanan lokal hingga jenama ternama yang sudah mentereng di ibukota dan beberapa kota besar di tanah air.
Saya berkomunikasi dengan rekan sejawat suami yang saat itu menjemput kami. Gerak cepat Batam dalam perubahan memang terus menerus dilakukan agar kota terbesar di provinsi Kepulauan Riau ini semakin representatif untuk menjadi sebuah kota yang mandiri dengan geliat industri, perdagangan dan pariwisata. Tentu saja dengan mempertimbangkan bahwa sebagai wajah awal tanah air di hadapan Singapura dan Malaysia, 2 negara terdekat, Batam setidaknya memberikan kesan elegan bahwa Indonesia kerap bergerak maju.
Saya mengangguk takzim. Sepakat dengan apa yang barusan disampaikan.
Diskusi serius tentang hal ini pun saya dapatkan saat Bams, pendamping wisata saat saya berada di Batam. Bams pun menyampaikan hal yang sama. Setidaknya menjamurnya sarana akomodasi, perluasan akses transportasi yang nyaman, serta bertambahnya opsi destinasi wisata, bisa membawa Batam sebagai salah satu jendela wisatawan untuk masuk dan lebih mengenal Indonesia.
Konsep yang tentunya butuh usaha yang tidak sedikit. Baik dari segi waktu, tenaga, finansial dan tentu saja dukungan dari rakyat Batam yang sebagian besar adalah perantau atau pendatang.
Baca Juga : KOOD Kolaborasi Untuk Desa. Swakantin dan Swalayan Vegan Friendly di Sanur Kauh, Denpasar, Bali.
Budaya Makan, Nongkrong dan Ngopi Bareng
Selama berkeliling kota bersama Bams, saya melihat kota dengan luas daratan 715km2 ini terlihat padat hampir di setiap sudut. Ruko-ruko usaha sering terlihat berada persis di depan hunian. Selain mini market dan usaha kelontong, ruko-ruko ini banyak diisi oleh usaha kuliner diantaranya adalah tempat-tempat ngopi. Mulai dari skala kecil seperti warung kopi tradisional, kelas menengah, hingga menyentuh jenama yang sudah sangat dikenal publik.
Kehadirannya menjadikan ngopi dan nongkrong menjadi satu kegiatan atau kebiasaan yang bakal sering kita lihat saat berada di Batam. Salah satu ciri khas yang banyak saya temui saat berkunjung ke berbagai kota di Sumatera. Gak cuma di kota, ngopi bareng sepertinya juga bergeliat di dusun-dusun, kampung-kampung dan banyak warung sederhana yang dilewati oleh kendaraan yang melaju di jalan antar provinsi.
Asik banget. Apalagi saat ngopi bisa dibarengin dengan nongkrong berkepanjangan dan ngobrol ngalor-ngidul yang tiada habisnya. Dan itu bakalan pas banget saat kita lakukan bareng dengan teman sefrekuensi, seide dan sependapat tentang banyak hal.
Apa dan dimana sih tempat nongkrong yang asik untuk ngopi dan makan-makan di Batam?
Saya pribadi punya 2 pilihan tempat. Tapi mungkin saja teman-teman yang tinggal atau sering ke Batam punya referensi dan preferensi masing-masing. Silahkan tambahin daftarnya di kolom komentar di bawah ya. Mudah-mudahan dengan tambahan informasi tersebut, saya bisa dapat banyak rujukan saat berkesempatan menginjakkan kaki kembali di Batam.
Baca juga : Sambal Hejo Sambal Dadak Grand Wisata Bekasi. Istagenic Tempatnya Umami Sajiannya
Morning Bakery
Bams sedang nyetir perlahan di seputaran persimpangan KDA (Kurnia Djaja Alam) saat saya melihat logo besar Morning Bakery dari kejauhan. Bangunan 2 lantai, berada di hook (sisi terujung), dengan tambahan atap hitam yang menjulang, menempel di dinding luar resto, serta logo jenama yang grande, adalah rangkaian first impressions sungguh menarik perhatian. Terlihat barisan mobil parkir berdempet menguasai lahan. Kepadatan tersebut semakin lengkap dengan keriuhan suara nyaring peluit tukang parkir yang bisa terdengar dari kejauhan dan bersahut-sahutan.
Badai. Sungguh. Inilah rangkaian pertanda bahwa satu tempat pasti sedang sangat sibuk dan berlimpah konsumen.
Rasa penasaran saya mendadak mencuat dan bersegera meminta Bams untuk mampir di tempat ini.
Sesuai dugaan. Morning Bakery sudah padat pengunjung di saat saya melangkah masuk. Waktu menunjukkan pkl. 09:00wib, saat masa brunch, tapi kelihatannya hampir semua tamu menikmati makan besar. Suasana resto sangat hiruk pikuk. Celotehan, pelayan yang sibuk mondar-mandir, suara obrolan penuh keakraban, terdengar dan terlihat hampir di setiap sisi. Pengunjung penuh sesak tanpa menjaga jarak. Meja kayu dalam berbagai ukuran yang tersusun berhimpitan menambah kesan padat saat kita berada di dalam.
Saya dan Bams memutuskan untuk tetap berada di lantai bawah. Meski bising tak terkira, kami ngobrol santai sembari menikmati kopi dan 2 potongan besar roti isi jagung bercampur abon. Gurih, manis dan asin dari roti ini berpadu apik dengan secangkir kopi hitam minim gula yang saya nikmati. Meskipun masih merasakan nikmatnya sarapan di hotel, saya sangat menikmati brunch di Morning Bakery dengan rasa yang sungguh mengesankan.
Toko roti yang sudah beroperasi selama 20an tahun ini, ternyata punya cabang yang cukup banyak di Batam. Saya menemukan 1 outlet yang cukup besar di daerah Greenland, Batam Centre. Lokasinya hanya sekitar 400m dari Hotel Santika, hotel tempat kami menginap sehari sebelum kembali ke Jakarta.
Masih penasaran dengan Morning Bakery, saya mengajak suami untuk mampir ke outlet yang di Greenland tersebut sebelum menuju bandara. Tempatnya jauh lebih luas dari outlet yang sempat saya hampiri bersama Bams di persimpangan KDA. Dengan banyak sisi yang terbuka, outlet di Greenland, lebih nyaman untuk pergerakan serta lebih leluasa untuk mondar-mandir. Counter pusat pelayanan dan hidangan aneka bakery ada di tengah-tengah lantai dasar sementara untuk dine-in kita bisa menggunakan sisi terluar lantai dasar atau melangkah ke lantai 2.
Suami tampak terpekur memilih roti apa yang saja yang akan dibawa sebagai buah tangan, sementara saya asik memotret setiap sudut di lantai dasar sembari memperhatikan beberapa counter makanan berat yang juga berada di lantai tersebut. Jadi jika kita memutuskan untuk tidak sekedar ngopi sembari makan roti/cake dan lebih memilih menikmati makanan berat seperti nasi lemak, mie ayam/bakso, lontong, aneka bubur, roti Prata atau mie lendir, Morning Bakery juga memfasilitasi ketersediaan jenis kuliner ini.
Satu hal yang membuat saya ingin kembali ke Morning Bakery adalah mencoba nasi lemak dan mie lendir nya. Menurut info yang saya dapatkan dari Bams, 2 jenis kuliner inilah yang menjadi andalan Morning Bakery selain tentu saja deretan produk bakery beserta kopi dan teh yang populer di Indonesia dan negara tetangga kita, Malaysia.
Kecuali mie lendir, sajian lain yang setara bisa saya dapatkan di ibukota. Pemilihan nama mie lender, menurut saya, cukup menggelitik dan mendadak mengingatkan saya akan jenis mie yang sama, yang pernah saya makan di Bondowoso. Kuah kedua jenis mie ini disajikan kental, yang jika diangkat/disendok nyaris menyerupai lendir.
Dari apa yang dijelaskan Bams, mie lendir Batam adalah mie kuning yang direbus. Lalu dicampur tauge dan disiram dengan saus kacang yang dimasak kental. Topping nya adalah potongan telur rebus, bawang goreng dan cabe rawit. Berbeda sedikit dengan mie lendir Batam, mie lendir ala Bondowoso cenderung lebih ke mie ayam biasa. Meski tetap dengan kuah kental yang sama.
Pengen sih nyobain. Sayangnya saat itu lambung saya sudah terlampau penuh untuk mencoba mie lendir ini. Next time perhaps.
Tapi yang pasti untuk para wisatawan yang sedang berada di Batam, berwisata kuliner ke Morning Bakery bisa jadi pilihan yang tepat. Buka sangat pagi hingga malam hari, memberikan kita opsi mampir yang cukup lapang. Jika kita bisa menikmati kuliner berat di tempat lain di Batam, mencoba kudapan beraneka ragam sembari ngopi dan ngobrol di Morning Bakery adalah salah satu momen yang patut diukir.
Baca Juga : Nongkrong Asik di The Backyard Makassar
Sop Ikan Yong Kee
Berada di daerah pesisir, Batam tentunya punya banyak pilihan kuliner serba ikan yang patut dicoba. Salah satunya adalah sop ikan Yong Kee yang sudah sangat populer bagi para pelancong.
Saya sendiri mengetahui jenama ini dari suami yang seringkali diajak rekan sekantor atau mengajak tamu untuk makan di Yong Kee. Cukup surprise mengetahui bahwa suami menyukai sop ikan ini karena biasanya dia hanya menyukai ikan dalam bentuk gorengan saja. Tidak dalam wujud pepes maupun berkuah seperti pindang misalnya. Plus nya lagi suami begitu semangat mempromosikan Yong Kee kepada saya dan mendorong saya, si anak Sumatera pecinta ikan, untuk segera mencoba.
Baiklah. Seenak apa rupanya sampai semangat begitu?
Sesaat setelah saya menceritakan hal ini kepada Bams, tawa renyah pun langsung lepas dari Bapak 5 anak ini.
“Sebenarnya banyak rumah makan atau warung sop ikan lain yang menurut Bams lebih enak Kak. Tapi memang Yong Kee ini sudah duluan populer, punya gerakan promosi yang masif, tempat serta jaringan network yang mentereng. Legendanya sop ikan di Batam lah intinya,” begitu ujar Bams.
Saya mengangguk takzim. Karena memang, diakui atau tidak, ketenaran, popularitas, hype, sesuatu yang lebih dulu populer, biasanya mendapatkan perhatian dominan dari publik. Jika pun nantinya publik menemukan tempat atau masakan sejenis yang lebih baik atau lebih cocok dengan selera mereka, sang legenda, jika kuat bersaing akan tetap eksis. Bahkan akan semakin kuat jika mouth to mouth marketing nya solid dan tetap terjaga.
Untuk membuktikan promosi heboh suami, Bams pun bersegera mengajak saya ke rumah makan sop ikan Yong Kee yang lagi-lagi letaknya tak jauh dari Hotel Santika Batam. Sama-sama berada di kawasan Batam Centre, pusat kegiatan pemerintahan Batam yang sarat dengan fasilitas publik.
Kesan pertama yang saya dapatkan dari rumah makan ini adalah sederhana, simpel dan fungsional. Dari luar tak terlihat bahwa resto ini sangat populer di Batam. Kecuali jika bicara tentang ukuran atau luasnya resto. Ruko 4 unit 2 lantai yang saya datangi ini memasang signage kuning yang bertuliskan YONG KEE ISTIMEWA, soup seafood. Wah berarti bukan cuma sup ikan aja pastinya ya.
Penasaran ingin membuktikan ke-istimewa-annya, saya pun tanpa ragu langsung memesan kombinasi sop ikan dan sop seafood yang isinya adalah kepala ikan dan udang. Untuk kombinasi asupan, saya juga memesan seporsi otak-otak goreng.
Untuk sop ikannya seharga 50K/porsi. Sop kepala ikan dan seafood 56K/porsi. Otak-otak goreng 20K/porsi. Sementara untuk minuman, saya memesan es jeruk nipis seharga 10K/gelas dan Bams menikmati juice alpukat murni seharga 35K/gelas. Ditambah dengan kerupuk, total biaya yang saya habiskan saat itu adalah 220K. Still at reasonable cost untuk makan berdua.
Rasanya gimana?
Setelah menghirup kuah sop nya yang tidak bening pun tidak terlalu pekat itu berulangkali, saya jadi paham mengapa suami suka dengan sop ikan Yong Kee. Selera suami yang sangat menyukai campuran rasa asam, segar dan gurih, bisa dipastikan adalah salah satu poin kesukaannya. Apalagi kemudian ditambah dengan kehadiran potongan tomat segar dan olahan bumbu yang membangkitkan selera serta mampu menghilangkan bau amis dari ikan atau seafood nya. Ikannya pun tetap terasa fresh, bersih dengan daging yang sangat lembut untuk dikunyah. Tender and juicy.
Nasinya pun dimasak dengan kematangan yang pas. Jadi cocok untuk dinikmati dengan masakan berkuah. Selera saya banget pokoknya.
Tak lama setelah pesanan datang, hidangan saya pun langsung tandas begitu cepatnya. Apalagi dalam kamus per-mamahbiakan saya, hukum masa-masa terlezat menikmati masakan berkuah adalah saat makanan tersebut berada dalam kondisi hangat. Klop sudah.
Untuk saya penggemar ikan, sop ikan Yong Kee ini begitu pas di lidah saya yang terbiasa menikmati ikan sebagai asupan utama. Porsinya juga tidak berlebihan tapi juga tidak kekurangan. Tapi buat mereka yang makannya cukup heboh (baca: setara porsinya Tan Boykun), ada baiknya memesan hidangan sea food lainnya, seperti yang digoreng atau dibakar. Saya sempat melihat sekelompok bapak-bapak memesan ikan goreng garing dimasak asam manis dan sotong berukuran besar. Mereka pun makan dengan lahapnya dan tak meninggalkan sisa. Sungguh sangat menyelerakan. Saya ikutan kenyang lihat mereka melanjutkan makan besar dengan ngobrol panjang penuh keakraban sembari ngopi bergelas-gelas.
Baca Juga : Jelajah Rasa Premium di Sushi Tei
Kembali ke kesan sederhana saat datang tadi, Yong Kee nyatanya tidak ribet memikirkan resto dengan rancang dalam ruang yang kekinian seperti resto-resto lainnya. Atau mengikuti selera generasi milenial yang mencari resto dengan design cantik, instagramable atau istagenic biar bisa berfoto keren dan diunggah ke media sosial.
Konsep kekinian sepertinya tidak masuk dalam perhitungan mereka. Yong Kee tampil apa adanya saja layaknya sebuah rumah makan. Meja dan kursi yang digunakan simpel. Nuansa Tionghoa begitu terasa di tempat ini. Area kasir, dapur yang semi-open, gambar-gambar beberapa menu yang ditempel di dinding dan keramik yang digunakan mengingatkan saya sebuah restoran di Taiwan yang sempat saya kunjungi beberapa tahun yang lalu.
Vibes yang tercipta juga sama seperti standard resto Tionghoa lainnya. Pelayannya berseragam, mengenakan celemek berkantong untuk meletakkan alat tulis dan kertas A5 yang siap untuk digunakan untuk mencatat pesanan. Ekspresi mereka datar, tak berhiaskan senyuman. Reaksinya juga biasa saja meskipun diajak becanda. Tapi kerja mereka efisien dan efektif.
Buku menunya juga tak repot untuk dilihat. Termasuk foto-foto sajian yang mereka tawarkan. Bikin gemes saya yang hobinya motret makanan. Pengen nyubit sisi estetika nya. Tapi yah begitulah standard resto Tionghoa jadoel yang saya tahu.
Satu keunikan resto Yong Kee adalah kehadiran sebuah money changer di dalam area makan. Ukuran outletnya cukup besar loh. Bukan sekedar counter. Dari info yang saya dapatkan, karena letak dari resto ini tak jauh dari pelabuhan ferry dan penyeberangan dari dan ke Singapore serta Malaysia, seringkali para tetamu adalah mereka yang baru datang dari pelabuhan dan langsung memutuskan untuk makan menikmati sop ikan Yong Kee. Jadi kalau tidak siap dengan rupiah bisalah nukar uang di sini dulu sebelum ngukur jalan atau belanja di Batam.
Kenangan Asik Untuk Morning Bakery dan Yong Kee
Banyak lagi tempat-tempat makan yang sempat saya kunjungi di Batam di minggu kedua Oktober 2022. Semuanya akan saya tuliskan satu persatu dalam artikel yang berbeda.
Morning Bakery dan Yong Kee saya tuliskan terlebih dahulu karena memang keduanya pantas dijadikan tempat wajib kunjung saat berada di Batam. Kenangan asik, nongkrong bareng, tentunya jadi 2 hal yang biasanya akan menorehkan banyak cerita setelah bepergian. Apalagi di saat penjelajahan itu kita lakukan, ada banyak momen berkualitas dan diisi dengan pengalaman kuliner yang berkesan di lidah dan di hati.
Nikmati dan rasakan. Itu sih yang selalu saya pegang saat berada di tempat baru atau untuk tempat yang lama sekali tidak saya sapa kemudian menghadirkan refreshing experiences dalam hidup.
Membagikan kenangan tersebut kemudian menjadi hal yang juga menggembirakan. Pun menjadi sebuah catatan pengingat bahwa saya pernah hadir di tempat yang sudah saya tuliskan. Bercerita tentang rangkaian perjalanan juga adalah salah satu wujud ucapan terimakasih saya kepada Yang Maha Pengasih. Begitupun saat Morning Bakery dan Yong Kee menjadi bagian dari worth writing topic di dalam blog saya.
Eh kenapa jadi retorika begitu ya? Hahahaha.
Well, to close this fruitful writing, saya berdoa semoga teman-teman yang membaca artikel ini, pada suatu saat bisa traveling ke Batam. Turut merasakan asiknya nongkrong di kedua tempat ini. Sendiri, bersama keluarga terkasih atau dengan rombongan teman-teman se-RT, se-RW, konco arisan, bahkan mungkin sekampung. Who knows.
By the way, ngomongin soal asupan berbahan dasar ikan, makanan yang satu ini tuh aman banget loh untuk dikonsumsi. Ikan banyak mengandung Omega-3 dengan kadar lemak dan kolesterol yang rendah. Teman-teman yang ingin mendapatkan pengetahuan banyak tentang kesehatan, bisa loh mampir ke blog nya Hidayah Sulistiowati (Mbak Wati). Salah seorang blogger Semarang yang sering juga membahas tentang masalah atau issue kesehatan. Beliau juga salah seorang blogger kesehatan yang mengulas banyak tentang hal yang satu ini. Cus, segera mampir ke blog Mbak Wati ya.
Saya baru sekali ke pulau Batam untuk mengikuti seminar kedokteran. Waktu di sana, saya kebingungan milih tempat dinner. Akhirnya nurutin anak-anak makan fast food. Duh nyesel deh sekarang baca postingan Mbak Annie… Jadi pingin balik ke sana lagi…
Yaahh padahal Batam lahannya seafood Mas Taufiq. Cus ah semoga bisa kembali bertugas ke Batam ya dan mencoba 2 tempat yang saya referensikan ini.
Saya belum pergi ke kedua tempat itu mbak saat dulu ada tugas ke batam. Tapi sudah sempat mencicipi mie lendir untuk sarapan di warung pinggir jalan. Demi bisa menikmati mie lendir, kala itu memilih tak sarapan di hotel.
Woaaahhh bela-belain ya Mbak Nanik. Saya bahkan sampai pulang belum mencoba mie lendir Batam sama sekali. Tapi dah kebayang pasti tidak begitu pas di lidah saya. Karena waktu mencoba mie lendir ala Bondowoso yang tampak mirip dengan versi Batam, selera saya sudah menolak saat melihat dan mencium mie nya hahahaha. Jadi pada dasarnya saya juga gak penasaran
Aaa bikin ngiler dr mulai roti sampai sopnya mbak. Memang kuliner itu seperti surga dunia. Hehehhe. Aku kok ngiler sm roti hijaunya ya mbak? Trs si sop kepala ikannya enak banget itu. Kebayang perpaduan rasa asam gurihnya pasti menggoyang lidah.
Sop ikannya yang pasti nyegerin. Sepiring nasi rasanya kurang hahahaha. TOP lah pokoknya. Jangan lupa untuk ke sop ikan Yong Kee dan Morning Bakery kalau ada rezeki sampai di Batam ya.
Saya ngga hobi ngemil roti/kue tapi kalo liat bakery suka gemeeesss.. harus tau diri dan tahan selera kalo ngga mau mubazir beli2 tapi ngga dimakan. Cakep2 sekalii itu tempat makannya ..
soup seafoodnya bikin ngeces
padahal selama ini saya gak begitu ssuka ikan dan seafood yang dibuat sup
tapi tampilan soup ini menggoda banget,
kuahnya pun kental, jadi kebayang gurih dan segerrrr
Sop ikan nya bner2 lain dgn yg ada kebanyakan yaa. Jadi bkin penasaran, suami jga pecinta menu2 berbau ikan dan juga seafood soalnya. Klo udah ke batam rasanya pengen nyebrang ke singapore sekalian yaa
Banyak bangetttttt orang yang tinggal ke Batam, tapi kerjanya di Singapura ya Mba Annie. Sepupuku tinggal di Batam. Memanglah luasssssss kotanya sekarang.
Aduh, ada menu namanya Mie Lendir. Saya kok baru tahu ya Mba Annie. Geli-geli gimana gitu namanya. Hahahaha. Kurang fotonya aja Mba Annie.
Asyik-asyik ya tempat nongkrong di Batam. Nice share mba.
Iya. Betul banget Mut. Terutama jalan-jalannya. Semua dibuat lebar. 1 Jalur ada setidaknya 4 lajur. Tapi ini keputusan yang bagus banget karena lahan di Batam adalah milik otorita. Jadi BP Batam bisa bergerak bebas. Seneng aku lihat perkembangan Batam. Pengen kembali lagi sekitar 5 tahun ke depan supaya puas lihat hasilnya.
Duh. Sama Mut. Denger kata LENDIR kok aku geli ya hahahahaha. Memang gak sempat (baca: gak berminat) juga nyoba mie lendir ini. Makanya gak ada fotonya hahahaha.
Saya baru numpang nyebrang doang ke Batam, mba.
Tempat nongkrong Morning Bakery Greenland di Batam Center dan sop ikan Yong Kee bakal dikunjungi kalau ada lagi kesempatan berkunjung nanti.
Makasih rekomendasi kulinernya, mba Annie.
Nggak di mana-mana yang namanya ngopi bareng tuh asyik. Apalagi di Batam yang rupanya sudah jadi wajah Indonesia untuk luar negeri. Pasti orang-orangnya ngobrol untuk kepentingan bisnis atau sekedar hangout bareng teman.
Saya belum pernah ke Batam. Dulu waktu kerja di Singapura cuma main di perbatasan
Paling denger radio dari Batam dan tahu lokasi di sana dari interaksinya.
Seneng kalau bisa ke Batam apalagi sekarang itu sudah lebih modern dan tertata ya
Untung mi lendir nya gak ada fotonya, coba kalau ada, ya bikin saya makin mupeng. Soalnya udah mupeng sama aneka roti, yang bisa jadi pilihan nih kalau nanti ke Batam ke morning bakery nya
Batam vibesnya uda kaya luar negeri banget, kak Annie..
Dari mulai gaya arsitektur bangunan restonya, cafenya.. sampe OOTD penduduk Batam
Apa ada hubungannya karena kemudahan akses ke SG yaa..?
Aku belum pernah makan Ikan Kee, tapi melihat roti gemoy di Morning Bakery, aku jadi sluurrpp~
Roti duluuu baru makanan utama.
Batam kaya apa yaa.. Belum pernah ke Batam dan pasti seseru ini…
Yang pasti banyak jalan diperlebar Len. Jadi kalau kita berkendara tuh bakalan lega dan minim macet. Dan pelebaran ini terjadi hampir di setiap sudut jalan. Keren lah Batam. Kalau datang sekitar 5 tahun lagi, kemungkinan besar surprise lagi sama perubahan-perubahannya.
Pengen banget ke Batam mencicipi menu di sini, aku belum pernah ke Batam, bakal jadi rekomendasi banget kalau ke Batam biar bisa wisata kuliner juga.
ihh harusnya aku minggu ini jalan ke Batam, tapi dibatalin. Kalau jadi aku pasti datang ke Yong Kee buat coba sup ikan :(
Yah sayangnyo Ded. Tapi mudah-mudahan suatu saat sampai di Batam yo. Nyubo sop ikan Yong Kee yang jempolan. Untuk kito wong Plembang, sop ini cocok di lidah. Meski kuahnyo idak seberat pindang.