Kangen jalan-jalan dan dine-in di restoran.
Dua hal ini nih yang akhirnya menggiring saya, Fiona (anak bungsu saya) dan Metty (adik ipar saya) untuk ngelencer dan jajan di salah satu mall di Jakarta. Setelah pilah pilih, kami akhirnya sepakat untuk tawaf di Kota Kasablanka Mall yang ada di daerah Kasablanka Kuningan, Jakarta Selatan.
Kami kebetulan cukup jarang main ke mall ini, meski posisinya tidak terlalu sulit untuk diraih, baik dari Cikarang maupun dari Kelapa Gading. Saya dan keluarga biasanya malah main di seputaran pusat Jakarta atau nguprek-nguprek berbagai tempat yang tak jauh dari rumah (Cikarang), pusat perbelanjaan di Kelapa Gading karena jaraknya hanya selemparan baju dengan apartemen kami atau ngelencer ke Bandung sekalian. Karunya atuh ya. Lebih baik gak macet kalau datang dari Cikarang ke Bandung, ketimbang musti berjuang dalam kemacetan dari Cikarang ke pusat kota Jakarta.
Saya pun, meski terkenal dengan si tukang ngukur jalan, Mall Kasablanka Jakarta seringkali tak pernah masuk dalam wish list tawaf. Tempatnya, menurut saya, terlalu luas. Capek banget jika tujuannya hanya untuk window shopping. Mall ini juga masuk dalam range menengah ke atas. Most probably begitu ya. Jadi belum masuk hitungan sumber belanja saya. Karena jika ingin belanja disini, saya kudu merogoh kocek lumayan dalam dan butuh waktu untuk benar-benar mempertimbangkan bahwa apa yang ingin dimiliki adalah benar-benar sesuatu yang (sangat) dibutuhkan.
Tapi hari itu jadi exceptional karena dah kangen banget menjelajah mall.
Memutuskan Dine-in di Sushi Tei
Fiona sudah berulangkali berbisik pengen makan siang di Sushi Tei. Karena memang belum pernah makan disini. Apalagi dia memang salah seorang penggemar masakan Jepang dan sangat well-informed akan berbagai jenis kuliner dari negeri sakura ini. Dan dengan isengnya saya pun memanas-manasi kalau hidangan Sushi Tei itu masuk dalam skala premium. Karena selama sekitar 3-4 kali saya berkunjung, menikmati berbagai hidangan di Sushi Tei, semua selalu klop dengan selera dan standard rasa saya. Setidaknya begitu.
They’re serving japanese cullinary but it fits Indonesian taste.
Tambahlah dia semakin penasaran. Apalagi setelah berhasil mempengaruhi Tantenya, yang biasanya nraktir, untuk makan di Sushi Tei. Maka meski sesiangan itu antriannya sudah mengekor dan membuat kami harus menunggu selama kurang lebih 30 menit, semangat untuk dine-in di Sushi Tei tetap tak tak terkalahkan.
Tapi tak apalah. Worth waiting. Untuk sebuah sajian premium dan pasti umami, waktu-waktu menunggu akan terbalaskan impas.
Kami mendaftarkan diri di bagian penerimaan tamu sekitar pukul 11:00 wib dan mendapatkan nomor antrian awal 20-an. Padahal mereka baru buka 1 jam yang lalu. Kebayang dong bagaimana padat dan larisnya Sushi Tei. Sayangnya di selasar depan tidak ada bangku, jadi terpaksalah kami ngantri sembari berdiri. Seperti sedang disetrap di sekolah karena tidak mengerjakan pe-er. Dan saya berharap, seharusnya, jika tidak mendapatkan ijin dari manajemen mall soal bangku itu, Sushi Tei bisa menyediakan tempat duduk di salah satu sisi ruang depan di dalam resto. Semoga ya.
Cus ah. Kita lanjutkan cerita pengalamannya ya.
Saat dipanggil untuk memasuki resto, saya langsung terkesan dengan pengaturan area dalam ruangnya. Banyak ornamen lampu yang tergantung dan terpasang menempel di dinding resto dengan megahnya. Lampu-lampu inilah yang menurut saya meninggalkan kesan eksklusif dan cantik untuk Sushi Tei. Ornamen grafis juga oke, menghadirkan sentuhan estetik yang tak kalah menariknya.
Di satu sudut tertentu ada ruangan VIP yang cukup untuk menampung sekitar 10-15 orang. Di area pinggir ada deretan tempat duduk single yang berhadapan langsung dengan sajian bergerak yang terhidang diatas conveyor belt yang terus berputar. Yang pasti meskipun datang sendirian, kita bisa menikmati pilihan hidangan yang terus bergerak di depan mata. Tinggal melongok, pilih yang kita mau, angkat piring kecilnya lalu pindahkan kedepan kita. Seru itu kayaknya ya.
Tapi karena datang bertiga, front officer yang bertugas lebih mengarahkan kami untuk duduk di sofa yang bisa menampung 5 orang. Nyaman juga sih. Karena mejanya cukup besar meski tidak terlalu luas. Dengan banyaknya menu yang kami pesan, ternyata meja itu terasa kecil. Yang lebih nyamannya lagi, setiap pengaturan sofa dilindungi sedemikian rupa oleh sandaran empuk yang cukup tinggi. Jadi pengunjung bisa merasakan sedikit privacy, tidak terganggu atau mengganggu customer lainnya.
Ada juga area duduk untuk 4 pengunjung yang hanya dibatasi oleh kaca. Meski tanpa bantalan, duduknya tetap nyaman meski terlihat mejanya tidak sebesar yang ada di area sofa. But it looks fine. Posisinya yang dekat dengan open bar pelayanan makanan, bikin indera pembau dan pengecap kita sudah menggeliat tanpa harus melihat makanan apa yang akan dihindangkan.
So far, sebelum pesanan kami datangpun, saya sudah bisa merasakan energi kelezatan yang bakal mampir ke lambung.
Sajian yang Kami Pesan
Tidak gampang memang memilih menu yang begitu banyak di dalam sebuah buku yang cukup tebal. Apalagi dengan harga yang cukup pricy. Perlu ketelitian agar pilihan kita enaknya setara dengan harga yang ada.
Disertai dengan food photography yang lumayan apik dan rangkaian keterangan yang begitu rinci, saya malah jadi kesulitan untuk menentukan pilihan. Semua terlihat menarik, mengundang selera dan lezat dalam visual.
Setelah 15 menit membolak-balik tiap lembar buku menu, mempertimbangkan angka-angka yang tidak sedikit dan mendapatkan sesuatu yang pas memenuhi selera, akhirnya kami memesan Sushi Tei Sunset (33.000IDR), Wakame Salad (49.000IDR), Tempura Moriwase (61.000IDR), Ebi Tempura (69.000IDR), Tuna Salad Crispy Mentai (82.000IDR), Unagi Hitsumabushi (150.000IDR), Spicy Beef Nabe (80.000IDR), Orange Juice (34.000IDR) Cold Ocha (5.000IDR) dan Hot Ocha (5.000IDR). Semua sangat layak dapat pujian.
Tapi diantara pesanan kami, favorit saya adalah Unagi Hitsumabushi dan Wakame Salad.
Saya kebetulan memang penggemar unagi, belut khas Jepang, yang infonya kaya akan kebaikan dan manfaat seperti meningkatkan pencernaan dan pembuangan racun serta banyak mengandung asam lemak Omega-3 yang baik untuk menurunkan kolesterol jahat.
Disajikan dengan cara dipanggang, empuknya unagi ala Sushi Tei begitu memanjakan lidah. Dipotong menjadi bagian-bagian kecil yang gampang disumpit, sentuhan manis yang bergabung dengan asin dan sedikit pedas, membuat lambung saya langsung full. Sesuai dengan harganya, Unagi Hitsumabushinya Sushi Tei ini tersaji dalam sebuah kotak khas Jepang dalam ukuran yang sangat besar.
Saya sungguh tak menyangka bahwa unagi yang dipesan hadir dengan ukuran jumbo seperti itu. Dikonsumsi bebarengan dengan nasi Jepang yang sangat gurih dan gampang untuk dicapit dengan sumpit, belut panggang ini sukses berat membuat saya KO kekenyangan dan menarik nafas berulangkali. Dan payahnya lagi, unagi ini harus saya habiskan sendiri, mengingat bawah kedua teman makan saya saat itu tak seorang pun berminat untuk membantu. Alamak.
Sementara disaat yang sama saya harus menghabiskan Wakame Salad yang juga datang dengan porsi besar yang tidak kira-kira. Semangkok besar loh. Tapi syukurnya anak saya juga turut membantu menghabisi salad ini sendok demi sendok, meskipun harus dengan ngos-ngosan juga. Hingga akhirnya tandas, saya menyadari bahwa setiap potongan sayuran yang dihidangkan Sushi Tei fresh serta crunchy. Ditambah dengan seaweed/rumput laut, Wakame Salad semakin tasty dan sungguh terlalu lezat untuk menerima tepuk tangan pujian.
It’s so perfect though.
BTW ngomongin soal Unagi tadi, ada beberapa tautan bahkan dari teman-teman yang berprofesi sebagai dokter gizi, belut ini bagus juga loh dikonsumsi oleh anak-anak. Seperti misalnya meningkatkan kecerdasan otak, menjaga kesehatan mata anak, menjaga imunitas tubuh anak dan masih banyak lainnya. Bisa juga menjadi salah satu pilihan sebagai salah satu solusi masalah anak sulit makan karena kualitasnya yang bejibun. Uraian lengkap tentang masalah makan anak ini bisa ditengok di tulisan berikut ini ya. Atau jika teman-teman ingin mendapatkan banyak insight tentang ilmu kesehatan, meningkatkan pengetahuan khususnya tentang anak, dan tulisan-tulisan menarik lainnya, teman saya Dokter Taura (Taufiqur Rahman) bisa diakses melalui https://www.doktertaura.com
Bagaimana dengan asupan yang lain? Duh. Rasanya tak perlu saya puji-puji lagi deh. Butuh 10 jempol agar setara dengan kualitas makanannya. Spicy Beef Nabe nya hadir dengan kuah dengan tingkat kepedasan yang pas. Semangkok penuh daging berkuah itupun tandas meski dengan irama pelan-pelan. Cocok banget untuk mereka yang senang dengan aneka sup atau apapun yang berkuah gurih bercampur pedas. Isiannya pun lengkap. Selain daging sapi, ada juga tahu, aneka sayuran dan mie putih yang crispy.
Untuk aneka gorengannya, menurut saya so so karena saya pernah menikmati tempura di tempat lain yang skala gorengannya lebih baik dari yang saya nikmati di Sushi Tei. Tapi gorengannya tetap saja enak dan memberikan sentuhan kuliner yang berbeda, terutama untuk kita yang terbiasa melengkapi menu dengan sesuatu yang digoreng. Baik untuk santapan utama atau sekedar sebagai kudapan. Secara ya, yang namanya gorengan tuh sudah jadi favorit sejuta umat warga Indonesia. Bahkan pedagangnya pun bisa kita temui di hampir semua sudut kota.
Sushinya gimana? So pasti umami tak terkira. Selain potongannya besar-besar, topping rasa kejunya pun berlimpah ruah dan menambah level kenikmatan hingga saya tak bisa berkata-kata. Cuma sayangnya karena sudah teler menghabiskan salad dan unagi, saya cuma mampu mengunyah sepotong dari 8 barisan yang ada.
Dahlah. Pokoknya setelah semua makanan pesanan kami ludes, kami membutuhkan waktu belasan menit untuk mampu berdiri. Saking kekenyangannya.
Kesan dan Strategi Makan di Sushi Tei
Seperti kata pepatah harga seringkali menunjukkan kualitas. Sushi Tei tentunya gak main-main dalam menampilkan angka. Kualitas masakan dan isi yang digunakan pastinya juga kelas premium. Dan itu tidak dapat dipungkiri. Something pricy comes up from high-quality ingredients. Apalagi dengan mempertimbangkan operational costs untuk menunjang skala premium yang ditetapkan oleh pemilik. Baik untuk tempat, human resources dan ongkos-ongkos lain selama resto beroperasi. Apalagi untuk usaha kuliner yang modal bahannya tidak tahan lama alias bisa basi dalam hitungan waktu tertentu.
Sushi Tei mahal? Yup. Ini menurut saya pribadi ya. Beda jika yang ngomong punya penghasilan lebih dan terbiasa menghabiskan dana belasan atau puluhan juta per bulan untuk urusan perut. Seperti Sultan Andara misalnya yang menghidangkan bakso belasan juta rupiah sekali sabet. Tapi boleh dong ya sekali-sekali kita menikmati kemewahan itu. Somehow kita perlu makan mewah karena ada perayaan tertentu seperti ulang tahun, kelulusan atau yang kejadian yang membawa kebahagiaan lainnya. Begitu kira-kira yang saya sampaikan kepada si bungsu.
Nah, jika suatu saat makan disini lagi berombongan, ada beberapa trik yang mungkin bisa dipraktikkan. Yang pasti awalnya jangan segan untuk meminta waktu untuk menelusuri buku menu kepada waiter. Baik untuk makanan maupun untuk minuman. Lalu sepakati asupan yang jadi preferensi masing-masing. Pilih yang kuantitasnya gede/banyak sehingga dapat dimakan bersama. Seperti sushi misalnya. Dengan isi sekitar 8-10pcs per sajian, berbagi potongan pasti seru banget.
Harga makanan di atas 75.000IDR biasanya bisa dinikmati setidaknya oleh 2 orang. Jangan segan untuk berbagi karena dengan cara ini kita bisa menikmati sajian lain tanpa harus tersiksa menghabiskan masakan yang disenangi sendiri. Seperti kasus saya yang harus menuntaskan semangkok besar Unagi yang ternyata hanya saya yang mau.
Dan untuk minuman, Ocha still the best lah. Baik dari segi kualitas maupun harga. Apalagi sifatnya free flow (bebas ditambahkan sesuai keinginan). Ocha, menurut saya, adalah minuman paling pas untuk menemani aneka kuliner ala Jepang. Mau dingin atau hangat semuanya nyaman di perut.
Kesan saya untuk Sushi Tei tak pernah gagal. Service nya juga ok meski waktu penyajiannya cukup memakan waktu. Buat saya sih gak masalah karena fresh food biasanya diproses dadakan. Apalagi disaat yang sama, resto sedang padat pengunjung. Melayani belasan saja pasti mabok kan apalagi kalau sudah puluhan dengan request yang berbeda-beda.
Yang pasti Sushi Tei tempat yang tepat untuk menjamu tamu eksklusif, seperti yang pernah saya lakukan untuk tamu-tamu kantor atau rekan bisnis. Sembari menunggu bisa ngobrol dan diskusi banyak. Obrolan hangat dan akrab pun bisa terbangun sembari menikmati santapan lezat. Rasanya gak malu-maluin gitu loh. Tapi kalau untuk tujuan yang satu ini, ada baiknya kita melakukan reservasi terlebih dahulu ya.
wih, restonya baru buka jam 1, tapi dari jam 11 udah mendaftar. Gpp lah ya mbak, berdiri di luar dulu menunggu, lah kan di bales tuh setelah makan jadi susah berdiri karena kekenyangan. Lama-lamain duduk dulu di sofanya.
Asyik ya tempatnya, menunya juga. Iya lah resto di mall buat menengah ke atas, pastinya menyajikan suasana dan menu yang berkelas juga
Ngantrinya memang luar biasa Mbak. Apalagi pas saya kesana, pembatasan ruang gerak di Jakarta sudah lebih longgar. Tempat duduk pun tidak berjarak. Jadi keadaan seperti keadaan normal sebelum pandemi.
Masakannya layak dapat banyak pujian. Highly recommended lah pokoknya.
Jadi kangen ke Sushi Tei, rasanya udah puluhan tahun silam
hehehe lebay, pandemi dan sekarang tinggal di Bandung coret, bikin saya kangen jalan-jalan
Keren deh Mbak Annie, kulineran di Sushi Tei bisa jadi tulisan sebagus ini
Jadi jauh kemana-mana ya Mbak. Kapan-kapan pas ke Bandung disempetin makan disini.
Wiihhhh, sushi tei ini memang premium makanannya, nggak heran banyak yang antri ya.
Makanannya enak-enak, menggugah rasa semua.
Etapi bener tuh Mba, agak gimana gitu ya kalau kita milih menu di buku menu yang seabrek, bingung milihnya
Iya Mbak Rey. Kualitas masakan sesuailah dengan harga yang ditawarkan. Kalau makan bareng, memang harus jeli milih pesanan. Supaya bisa lebih hemat dan bisa dihabiskan semua.
Setujuu mbak ada harga ada kualitas, lihat makanannya yang ditata sedemikian rupa aja bikin dia kelihatan mewahh banget, ditambah desain tempat restorannya juga. Jadi pengen ikut icip-icip makanan di Sushi Tei juga!
Yup bener banget. Yang pasti saya dan keluarga sih cocok dengan jenis dan kualitas masakannya. Jadi gak nyesel bayar rada mahalan dari biasanya.
Waktu di Bali, beberapa kali kalau lagi ada rezeki bisa dine in di Sushi Tei karena dekat rumah. Tempatnya as always, dimana-mana pasti nyaman. Mau di Bali, Jakarta, Bandung, dll. Suamiku suka banget unaginya mba, tapi aku gak suka. Kekeke. Aku lebih suka yg berkuah, seperti spicy beefnya.
Recommended venue untuk kuliner ala Jepang ya Mut. Iya bener banget. Aku juga sudah ke Sushi Tei di Bali dan Bandung. Jempolan lah tempatnya. Nyaman dan menyenangkan.
Rame yang antri, bahkan sebelum jam buka. Berarti banyak yang doyan dan mungkin datang berulang. Fiona kayak Alief, sukanya makanan Jepang, dan familiar/hafal dengan nama-nama menu. Cuma Aisyah yang entah kenapa ga suka sushi :)) Makan sih, tapi bukan yang ngebet banget yuk.
Hidangan enak disertai dengan tata ruang yang artistik dan estetik, menambah selera makan ya yuk.
Soal belut, itu yang kutahu dari dulu memang bergizi tinggi di antara ikan darat lain. Di rumah galak galo kecuali ibuk. Jangankan makan, ngolahnya bae takut haha. Padahal daging belut itu beneran enak, gurihnya ga ada banding.
Bener Rien. Belut itu memang kaya gizi apalagi belut Jepang yang katanya memang dipelihara dengan penanganan yang profesional. Jadi dagingnya pun dipastikan sarat kebaikan dan mutu yang jempolan.
Daku sering lihat memang antriannya tuh bisa lumayan, tapi belum pernah nyoba buat dine in di sana.
Bener sih kalau bisa kolabs makannya jadi lebih hemat sekalian juga bisa saling icip rasanya.
Pankapan daku coba deh ke Sushi Tei, penasaran juga.
Karena cukup pricy memang enaknya kalau makannya keroyokan ya Fen. Jadi bisa berbagi biaya tapi tetap merasakan aneka sajian yang enak-enak di Sushi Tei.
Ngiler beneran kan nih jadinya karena racun dari foto fotonya itu ..
Kalau ludes semua, saya percaya. Secara semua pasti enak. Gak percaya kalau gak habis. Hehehe …
Hahahahaha. Kapan ada rejeki dan main ke Jakarta, boleh lah sekali-sekali makan di Sushi Tei Teh Okti
Gak dimana-mana ya, pernah liat Sushi Tei di GI rame juga antri, tapi keliatan pada sabar nunggu waiting list. Kami yang mau ikut mencoba pun akhirnya mundur teratur, alasan juga sih karena kayanya belum cukup di kantong wkwk.. ternyata memang seenak itu ya. Aku ngebayangin unagi-nya lembut di lidah, ahh sedapnya
Naahh untuk ngakalin supaya bisa nikmati berbagai asupan, pilih yang kuantitas melimpah Mbak Lia. Jadi bisa dinikmati barengan
Tempatnya asik banget, mau sendiri mau ramai-ramai juga okey ya. Apalagi harganya terjangkau tuh menu-menunya.
Cus cobain Mas Sugi
Udah lama penasaran ama sushi tei tapi belum kesampaian. Ternyata bener lumayan mahal ya mbaakk. Orange juice aja 34ribu huhu. Tapi sepertinya unaginya emang lezat ya. Jd inget Maruko kalo ngomongin unagi. Dia kan juga suka banget sama unagi.
Nah boljug tuh Mbak. Unagi memang seenak itu dan kandungan gizi serta manfaatnya juga banyak
Interiornya modern and classy banget ya kak. Tempat duduknya jug friendly biat ajak keluarga makan bareng. Nah kalau menunya, pecinta sushi mah wajib banget dateng ke sini
Betul banget Mbak Nia. Bisa buat destinasi wisata kuliner yang pas buat keluarga.