Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia
Commercial Area di Hira Cultural District

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia
Commercial Area di Hira Cultural District

Satu Fase Perjalanan Umrah di Agustus 2023

Alhamdulillah. Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan rahmat dan rezeki sehat, waktu, tenaga dan finansial, hingga di pertengahan Agustus 2023 saya dan suami bisa bertamu ke rumahNya. Kami berangkat dalam satu rombongan kecil berjumlah sekitar 33 orang dari Jakarta. Anggota rombongan ini sebagian besar berusia di atas 50 tahun, termasuk saya dan suami, sementara sebagian lagi adalah remaja dan orang tua di usia muda. Kebersamaan kami sangat terjaga, meski selama rangkaian ibadah harian dilakukan tidak dalam berkelompok.

Salah satu kegiatan yang mempertemukan kami bersama adalah sebuah acara mini tour selama berada di Madinah. Diantaranya adalah mengunjungi masjid Qubah, masjid pertama yang didirikan oleh Nabi Muhammad Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam hijrah dari Mekkah ke Madinah, kebun kurma Aryaf Taibah, ladang kurma dan belanja oleh-oleh milik salah seorang pengusaha asal Malaysia, lalu Jabal Rahmah, tempat bagi para jamaah haji untuk memohon banyak pengampunan serta wukuf di tanah Arafah, dan Hira Cultural District. Yang terakhir ini adalah sebuah tempat seluas 67.000m2 dan menyajikan wisata religi yang mengajak para tetamu Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menjejak kemegahan sejarah wahyu pertama yang diterima oleh nabi terakhir dalam sejarah kerasulan dunia.

Kunjungan ke Hira Cultural District ini adalah tujuan terakhir dari serangkaian tour tersebut. Dalam perjalanan menuju tempat ini, Ustaz Dadan yang membimbing kami, memberikan banyak ulasan tentang Gua Hira dan sejarah penerimaan wahyu pertama kepada Nabi Muhammad Shalallaahu ‘Alaihi Wassalam. Kesemuanya akhirnya dibalut dan dirangkum dengan berdirinya sebuah museum megah yang menyatu dengan Jabal Al-Nour (Jabal Nur). Bangun ini juga adalah bagian dari program VISI 2030 yang dicanangkan oleh pemerintah Arab Saudi yang sekarang di bawah koordinasi sang putera mahkota, Muhammad bin Salman, atau yang lebih dikenal dengan sebutan MBS.

Sebagai penggemar museum dan jejak sejarah, saya mendengarkan dan larut dalam setiap kata dan kalimat yang disampaikan oleh Ustaz Dadan selama berada di dalam bis. Satu fase perjalanan umrah di Agustus 2023 yang begitu berkesan bagi saya pribadi.

Umrah 2023 : Mencoba Kurma Organik Berkualitas di Aryaf Taibah Madinah

Lingkungan yang Megah, Bersih, dan Sangat Tertata

Setelah melewati serangkaian jalan bebas hambatan, bis yang saya tumpangi mulai berjalan pelan. Terlihat beberapa bukit kering kerontang berdinding batu cadas dengan sekelompok kecil tanaman kurma yang sedang dalam proses tumbuh. Turun di sebuah tanah parkir yang luas dan lapang, mata saya langsung tertuju pada serangkaian rumah kecil kotak-kotak dan persegi panjang yang tersusun rapi dan estetik. Bentuknya nyaris menyerupai satu sama lain. Diantara bangunan-bangunan tersebut, khususnya cafe atau tempat makan, menggunakan paranet atau sunshade net dengan bahan yang cukup tebal sehingga bisa melindungi para pengunjung dari serangan matahari langsung. Efeknya sungguh bermanfaat. Apalagi pada saat kunjungan saya di Agustus 2023, Saudi sedang dikepung hawa panas mencapai 45′. Suhu yang sungguh mencabar kesabaran dan kekuatan fisik.

Rumah kotak-kotak ini kemudian saya ketahui sebagai commercial facilities. Di sana terdapat banyak outlet dengan beragam jenis bisnis. Diantaranya cafe & resto, toko oleh-oleh, toko cendera mata, toko pakaian khas jazirah Arab, dan masih banyak lainnya. Semua tampak indah terpoles rancang design luar ruang yang estetik dan terlihat kokoh untuk melawan angin dan pasir atau debu yang mengitari banyak ruang terbuka.

Sayangnya sebagian besar outlet yang ada masih dalam kondisi tutup di siang hari (saat kedatangan saya dan rombongan). Tapi karena dinding mereka terbuat dari kaca, sembari berjalan melewati, saya bisa melihat indahnya produk-produk yang ditawarkan. Saya bahkan sempat terpaku pada satu toko yang menyajikan cenderamata berkelas (premium). Ada alat makan, hiasan rumah, hiasan dinding bertuliskan surat-surat dalam Qur’an, foto Ka’bah dalam kondisi tiga dimensi, dan masih banyak lagi. Sebagian besar tersentuh oleh warna tembaga yang berkilau indah dan sudah terpoles dengan sangat baik. Mata saya sempat terpaku lama melihat sebuah Rekal atau meja Qur’an yang terbuat dari tembaga dengan ukiran yang sangat indah. MashaAllah. Sampai merinding lihatnya. Mata saya tak lepas dari alat penyangga berbentuk silang tersebut. Terpaku dan terpesona sekaligus. Pengen mengadopsi rekal tersebut. Tapi sayang sampai waktunya pulang, toko ini belum juga buka.

Saya sebenarnya ingin berkeliling ke setiap sudut sepuas mungkin, tapi lambaian tangan suami dari kejauhan terlihat begitu heboh agar saya bersegera melangkah. Rangkaian kekaguman saya atas area komersil ini ternyata telah meninggalkan saya jauh di belakang rombongan.

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia
Commercial Area di Hira Cultural District. Lingkungan rapi, bersih, dan tertata dengan sangat baik.

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia
Tampak depan museum di Hira Cultural District terlihat dari kejauhan

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia
Tempat mengaso para pengunjung di Hira Cultural District.

Saya kemudian berjalan tenang dan mendapati hadirnya satu tempat dengan gedung berbentuk U dengan letak yang lebih tinggi dari commercial area yang baru saya lewati tadi. Di kompleks bangunan ini terdapat sebuah kolam yang terbuat dari marmer hitam berbentuk persegi panjang. Air mancur yang ada di dalam kolam tampak jernih dan mengalir tanpa henti. Suara alirannya yang tenang, terdengar merdu di telinga. Memberikan kenyamanan yang kekaguman meski hanya berupa kolam sederhana saja.

Di bagian terbuka, tumbuh pohon-pohon kurma yang sudah tinggi besar. Banyak tempat duduk beratapkan terpal sunshade net yang lumayan bisa menghalau panas matahari langsung menyentuh kulit. Beberapa diantara ruangan yang ada di bangunan berbentuk U ini diisi coffee shop dengan pilihan bakery yang sungguh menarik selera. Aroma harum kopi langsung menelusup manis di rongga indera penciuman saya. Tapi teriakan “sebentar lagi kita masuk ya” akhirnya menggagalkan misi saya untuk ngopi sebentar.

Duh padahal tadi tinggal beberapa langkah masuk ke dalam cafe yang semriwing aroma kopi tersebut.

Melangkah masuk ke main entrance gate, saya menemukan kalimat paling tepat atas pengalaman yang baru saya lewati. Kalimat tersebut adalah megah, rapi, bersih, dan sangat tertata. Satu pengaturan jitu yang tentu saja memanjakan pengunjung sebelum dan setelah berada di dalam museum Hira Cultural District.

Umrah 2023 : Berkunjung ke Ladang Belanja Abraj Hypermarket, Mekkah

Menjadi Penyaksi Sejarah Kisah Turunnya Wahyu Pertama

Mendengar seruan untuk segera masuk museum, langkah saya mendadak bergegas. Setelah sekitar 30 menit berkeliling di area terbuka, tubuh mendadak menerima asupan udara dingin. Lega tak terbatahkan. Di dalam area utama penerimaan dan tempat menunggu bagi para tamu museum, saya melihat dinding dengan videotron besar yang menyajikan banyak informasi tentang sejarah pendirian Hira Cultural District berikut dengan presentasi tentang fasilitas yang terdapat di dalamnya. Dari videotron ini saya melihat gambaran tentang the revelation gallery yang akan segera saya masuki. Di dalam kompleks yang luas ini juga terdapat Holy Qur’an Museum, Saudi Coffee Museum, Cultural Library, Hira Garden, Hira Cabins (mountain lodges) dan Commercial Facilities. Sebagian diantaranya masih dalam proses pembangunan. Tapi konsep keseluruhannya bisa kita saksikan di tahap awal. Megah luar biasa.

Saya menebarkan pandangan ke sekeliling. Selain dinding dengan presentasi digital yang sangat informatif, terlihat juga area khusus bagi para petugas dalam menerima tamu. Kemudian ada tulisan besar yang mengusung jenama tempat ini. Selain itu hanya tempat duduk berjejer rapi. Sederhana saja.

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia

Tak banyak tempat duduk yang tersedia di ruangan ini. Jadi memang sepertinya pihak manajemen tak ingin terjadi penumpukan antrian. Yang belum mendapatkan panggilan untuk masuk atau tiba gilirannya, diminta untuk tetap berada di luar. Tentu saja sembari menikmati pilihan sajian dan beberapa outlet yang berada di dekat pintu masuk museum.

Saat waktunya masuk, pihak museum meminta rombongan lelaki berjalan terlebih dahulu. Baru setelah itu barisan rombongan perempuan.

Melangkah masuk saya melihat sebuah terowongan seperti di dalam gua yang cukup panjang dan berkelok-kelok. Cahayanya cukup temaram. Vibes nya persis saat kita masuk ke ruangan bioskop dengan lampu mulai padam saat pertunjukan akan dimulai.

Terowongan ini terbagi atas beberapa cangkang/fase. Setiap fase terdiri dari satu studio dengan layar kaca cembung dan sebarisan tempat duduk di seberangnya. Dalam setiap studio kecil ini kita diajak untuk menonton serangkaian video singkat yang dilengkapi dengan perangkat audio visual yang sangat jelas. Presentasi video dibawakan dalam bahasa Arab tapi dengan subtitle bahasa Inggris dan grammar yang sangat tertata. Suara si pembaca naskah pun terdengar “dalam”, bariton, seperti saat kita sedang menyimak suara dari langit. Saya merinding habis.

Studio kecil ini terdiri dari empat unit (tiga studio kecil dan satu studio besar). Setiap studio berisikan banyak ilmu tentang peradaban di masa lampau serta proses masuk dan diterimanya Islam di masa itu. Studio pertama menampilkan sejarah Nabi Adam, Hawa dan masa-masa dimana manusia masih menyembah berhala. Kemudian diikuti oleh studio dua yang menceritakan tentang Nabi Musa hingga Nabi Isa dengan semua perjuangan yang mereka alami selama masa ke-nabi-an. Di studio tiga (ini yang saya gak lupa) tapi sepanjang ingatan saya, para pengunjung dikenalkan akan kehadiran awal Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wassalam (saat kelahiran), cerita berdirinya Ka’bah dan perubahan-perubahan yang terjadi sejak Beliau mulai dikenal sebagai nabi terakhir. Termasuk diantaranya riwayat Siti Khadijah, istri Nabi, dan bentuk-bentuk tulisan pertama Qur’an.

Rangkaian studio kecil ini kemudian ditutup oleh sebuah studio yang sangat besar dengan layar yang juga besar serta luas. Jika tadi harus bergilir antara lelaki dan perempuan, di studio terakhir ini para pengunjung berbeda gender hanya dipisahkan oleh barisan tempat duduk yang disusun layaknya sebuah theatre. Diantara layar dan tempat duduk terdapat maket besar yang memperlihatkan posisi Gua Hira dari sudut padangan bird-eye-view. Lewat maket ini kita bisa melihat dimana kota Mekkah dan dimana kota Madinah serta perbukitan Jabal Nur (Al-Nour) dimana Gua Hira berada.

Film yang disajikan di layar terakhir ini adalah bagian penutup yang begitu berkesan bagi saya pribadi. Para pengunjung diajak untuk menyaksikan bagaimana proses Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wassalam menerima wahyu pertama (Surat Al-Alaq). Presentasinya diwakilkan oleh sebuah cahaya yang bersinar terang. Di gua inilah kemudian diceritakan tentang pertemuan malaikat jibril dengan Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasslam. Pertemuan yang kemudian diisyaratkan sebagai waktu dan titik penting dari rangkaian sejarah Beliau sebagai nabi terakhir. Dari apa yang kemudian disampaikan oleh tour guide, seorang mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Saudi, setelah menerima wahyu ini dan pulang ke rumah, Beliau mengigil hebat dan meminta istriNya, Siti Khadijah, untuk menyelimuti seluruh tubuh Beliau. Mungkin karena inilah museum ini kemudian juga dijuluki sebagai Museum Wahyu (Al-Wahyu).

Fase terakhir dari serangkaian studio berbentuk terowongan ini adalah membahas tentang Gua Hira yang lokasinya berada persis di belakang Hira Cultural District. Sebuah perbukitan yang dikenal sebagai Jabal Nur (Al-Nour) yang sekarang sedang dalam proses pembangunan. Jika dulu para jamaah haji maupun umrah harus berjalan mendaki bukit yang terjal selama kurang lebih hampir dua jam untuk mencapai gua, nantinya hanya perlu menaiki sebuah cable car. Saya melihat ligatnya pembangunan fasilitas ini dari sebuah kaca jendela yang berada di dekat diorama Gua Hira. Diorama atau replika yang memang disediakan oleh manajemen museum untuk dijejaki oleh pengunjung dan berfoto di sana.

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia
Studio terakhir yang sangat besar dan mewah.
Di sini para pengunjung diajak untuk menyaksikan presentasi video tentang penerimaan wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia
Visual gua Hira dengan dinding batu yang cadas dan kokoh

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia
Kota Mekkah nan megah terlihat dari Jabal Al-Nour (Jabal Nur)

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia
Riwayat sebagai nabi terakhir yang disampaikan oleh perawi Al-Bukhaaree dan Muslim.
Dua perawi yang hingga kini sering menjadi rujukan umat muslim dalam memahami isi Qur’an.

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia
Tulisan dari perawi Muslim dan Al-Bukhaaree tentang penerimaan wahyu pertama Nabi Muhammad SAW saat beliau berusia 40 tahun

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia
Maha Besar Allah dengan segala firmanNya

Umrah 2023 : Merabuk Jiwa di Cafe Moment, Mekkah, Saudi Arabia

Rampung menyaksikan serangkaian pengetahuan memorial yang memperkaya pengalaman religius lewat layar-layar tersebut di atas, tour guide yang mendampingi mengajak kami memasuki sebuah lorong museum kecil yang menampilkan artefak berupa replika Qur’an yang masih ditulis tangan dari masa ke masa. Setiap replika dibentangkan dan ditaruh di dalam box kaca. Ada sebuah tulisan kecil yang memberikan penjelasan singkat akan apa yang sedang kita lihat dan amati. Tulisan ini dibuat dalam tiga bahasa. Bahasa Arab, bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia.

Kehadiran bahasa Indonesia ini membuat saya bangga. Satu identifikasi yang menyadarkan kita bahwa salah satu jamaah terbanyak di tanah suci adalah orang Indonesia dan berbagai kemudahan bagi orang Indonesia sudah sangat difasilitasi oleh negara Saudi.

Diantara banyak replika yang terpajang di box kaca tersebut, ada dua yang sempat saya perhatikan lebih rinci. Yang pertama adalah replika naskah Qur’an yang dinisbatkan penulisannya kepada salah seorang sahabat Nabi, Sayyidina Ustman Bin Affan. Di Qur’an yang satu ini huruf-huruf hijjayah yang digunakan/dituliskan tampak tersurat tebal tanpa tanda baca.

Yang kedua adalah salinan Qur’an yang disulam dan ditulis tangan oleh Ny. Naseem Akhtar dari Pakistan. Dia memulai proyek penulisan tersebut pada 1407H/1987M ketika dia berumur 30 tahun. Ny. Naseem menyelesaikan pekerjaan ini pada 1440H/2018M saat berusia 62 tahun. Sebuah tugas mulia yang membutuhkan 32 tahun untuk penyelesaiannya. Panjang kain yang digunakan untuk seluruh Qur’an ini adalah 300 meter dengan panjang benang 25.000 meter. Qur’an ini hadir dalam 10 jilid yang masing-masing berisi tiga jilid (juz) Qur’an dan berat total 55kg. Ny. Naseem kemudian menghibahkan hasil karya yang fenomenal ini kepada pemerintah Saudi pada saat musim haji tahun 1440H/2018M.

Agar pekerjaan mulia Ny. Naseem ini dapat dilihat secara konseptual oleh semua pengunjung, pihak museum juga menghadirkan peralatan yang digunakan oleh beliau saat mengerjakan Qur’an embroidered and handwritten tersebut. Ada alat pemotong (gunting kecil yang biasa digunakan oleh para penyulam), gulungan benang, pulpen, alat ukur, dan sebuah kaca kecil.

Amazing!!

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia
Naskah copyan (replika) dari Qur’an yang dinisbatkan penulisannya di masa Sayyidina Ustman bin Affan

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia
Salinan Qur’an yang disulam dan ditulis tangan oleh Ny. Naseem dari Pakistan

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia
Beberapa peralatan yang digunakan oleh Ny. Naseem saat mengerjakan Qur’an sulaman ini

Ruang Oleh Oleh yang Lengkap, Seru dan Merogoh Kocek

Saat rasa kagum tersebut belum berakhir, saya kemudian menjejak sebuah ruangan yang ternyata adalah mini shopping centre.

Persis di pintu yang menghubungkan area yang menampilkan rangkaian manuskrip Qur’an dengan ruang dagang ini, saya melihat seorang lelaki Arab mengenakan Thawb, Kondura atau Kandura, baju tradisional Arab dengan berwarna putih dan serban/sorban kotak-kotak merah putih (Kuffiyah/Kaffiyeh) dan ikat kepala berwarna hitam. Lelaki ini selain menyambut kedatangan kami dengan keramahan yang mengesankan, dia juga tampak heboh mempromosikan banyak hal yang ditawarkan di dalam. Diantaranya adalah menawarkan sedekah Qur’an untuk ditaruh di banyak masjid yang ada di Mekkah atau Madinah. Satu yang membuat saya tersenyum adalah bahwa si Mas ini lancar banget berbahasa Indonesia. Dia bahkan tak lupa menyampaikan bahwa “uang Jokowi” (maksudnya uang rupiah) juga diterima di toko ini.

Orasinya sungguh atraktif. Tak kalah persuasif nya dengan pedagang obat yang buka lapak di pinggir jalan. Saya bahkan sempat tergelak saat dia mengucapkan kata “murah” “harga spesial” dan “diskon” berulang kali sesemangat mungkin.

Penyakit usil saya mendadak kumat. Saya mencabar si Mas dengan mengajaknya berbicara dalam bahasa Inggris dan mengaku berasal dari Malaysia. Manalah dia bisa membedakan antara orang Indonesia dan Malaysia kan? Tapi akhirnya dia gelagapan. He even can’t talk a single english word. Saya mengulum senyum. Ternyata benar apa yang dikatakan orang banyak. Selain bahasa ibu, sepertinya setiap pegawai yang melayani tempat-tempat wisata seperti Hira Cultural District ini, wajib bisa berbahasa Indonesia.

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia

Menamatkan keisengan ini, saya menelusur setiap sudut yang ada. MashaAllah. Ya Tuhan, tolong kuatkan iman dan dompet saya.

Ribuan pernak-pernik terhidang dengan cantiknya. Tak hanya ratusan Qur’an yang tersusun rapi untuk dihibahkan, toko ini juga diisi oleh banyak materi oleh-oleh yang bisa kita bawa pulang (setelah membayar tentunya). Saya sempat lama terpaku dengan area khusus minyak wangi. Mulai dari EDT, EDP hingga Perfume. Semua dengan ragam/jenis fragrance oil yang sebagian besar arabian smell atau cenderung ke wewangian bunga. Saya mencari essense buah-buahan yang menyengarkan, tapi tidak menemukan satupun. Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil beberapa yang in-the-line dengan beberapa jenama perfume ternama. Setidaknya ada kesamaan atau kemiripan setingkat 80% hingga 90%. Alhamdulillah petugas yang in charge di area ini memahami apa yang saya mau. Seneng ya kalau berhadapan dengan sales representative yang memiliki product knowledge yang mumpuni. Apalagi dia mengijinkan saya untuk mencium produk wewangian yang ingin saya beli lewat smelling strip.

Ah saya mendadak merasakan dejavu. Tetiba ingat pada dunia fragrance yang sempat selama delapan tahun membesarkan karir saya.

Usai memilih beberapa minyak wangi yang saya inginkan, mata saya langsung berkelana ke barisan kudapan manis yang menjadi favorit si bungsu. Sebagian besar coklat yang ditawarkan berisikan kurma atau mengandung kurma. Setiap paket coklat dibuat warna-warni dengan packaging yang sangat menggoda. Ada juga beberapa kudapan lain. Tapi suami mengingatkan saya untuk tidak berbelanja penangan apapun di sini mengingat harganya lumayan merogoh kocek. Dan kami pun sudah sepakat untuk membeli oleh-oleh snack di hypermarket atau supermarket biasa.

Umrah 2023 : Berkunjung ke Ladang Belanja Abraj Hypermarket Mekkah

Netra saya kemudian beralih pada beberapa sudut menarik lainnya seperti karpet, sajadah, barang-barang antik, ukiran, hiasan rumah dan beragam suvenir yang indah dan berkelas. Saya sungguh mengagumi karya handmade yang disajikan di sini. Begitupun saat memegang beberapa keperluan sehari-hari dengan tulisan Hira Cultural District terpampang di produk tersebut.

Tak berapa lama setelah menyusur keindahan produk manmade tersebut, saya mendengarkan teriakan salah seorang petugas yang menawarkan pahatan di produk yang kita beli. Bisa diaplikasikan pada beberapa media seperti sajadah, kain, gelas, mug, dan juga cincin. Teriakannya cukup menggema di ruangan tertutup itu. Lagi-lagi dalam bahasa Indonesia. Saya pun mendekat dan tertarik melihat kelihaiannya dalam mengukir indah. Saya akhirnya meminta petugas tersebut mengukir nama saya di sebuah cincin hitam dan mug kopi yang saya beli. Biaya ukir ini hanya SAR1 per media. Hasilnya sungguh cantik. Proses pembuatannya juga tak berapa lama. Gak lebih dari lima menit per media. Dan saya pun jadi paham bagaimana menuliskan nama sendiri dalam huruf hijayah.

Puas menjelajah, saya pun menuntaskan kegiatan berbelanja ini dengan dada berdebar-debar karena ternyata tentengan suami jauh lebih banyak dari apa yang saya pegang saat itu. Kami berdua mencoba mensortir tapi nyatanya niat untuk mengurangi belanjaan menemukan jalan buntu.

Sayangnya lagi saya baru menyadari ada pembatas buku terbuat dari bahan kayu yang terlewatkan setelah proses pembayaran selesai. Sementara di satu pihak antrian di depan kasir tampak mengular. Padahal cantiknya tak terkira. Setidaknya bisa menjadi tambahan koleksi pembatas buku ini mengiringi koleksi buku di perpustakaan mini di rumah. Dengan keindahan ukiran yang tercipta, wooden bookmark ini sesungguh tidak terlalu pricy. Untuk 1bh kita membayar SAR10 (sekitar Rp42.000,00) atau SAR20 (sekitar Rp84.000,00) untuk 3bh.

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia

Umrah 2023 : Mencoba Kurma Organik Berkualitas di Aryaf Taibah Madinah

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia

Museum Sarat Kenangan yang Menimbun Kecintaan Akan Islam

Saya melangkah keluar di sebuah pintu yang ternyata berada persis di samping pintu masuk utama tadi. Semua anggota rombongan tampak duduk berkumpul di beberapa tempat yang terlindungi oleh tenda-tenda yang cukup tebal. Kantong-kantong belanja tergeletak ramai di meja. Tampaknya bukan hanya saya yang tak mampu menahan keinginan belanja.

Setiap anggota rombongan tampak menggenggam minuman dingin berwarna yang bikin saya tak mampu menahan selera. Waktu menjelajah museum dan berbelanja selama hampir satu jam memang bikin tenggorokan garing. Ria, salah seorang diantaranya, menunjukkan sebuah kedai yang menjajakan minuman dingin ini beserta ice cream yang persis/tepat berada di depan area kumpul-kumpul tersebut.

Setelah semua lengkap, saya langsung ngacir duluan. Bukan karena ingin mendapatkan tempat duduk yang strategis di bis, tapi karena ingin kembali menyusur commercial facilities yang tadi saya lewati dan mencoba keberuntungan seandainya toko yang tadi saya kagumi telah buka. Bayangan rekal yang indah masih menari-nari di pelupuk mata. Tapi sayang saya belum beruntung.

Duduk manis di dalam bis dan dalam perjalanan pulang, saya membuka satu persatu foto yang sudah saya jepret. Tadi, sebenarnya, sesaat sebelum masuk di dalam terowongan atau goa yang panjang tersebut, pengarah alur pengunjung menyampaikan larangan untuk memotret. Tapi bijimana dong. Saya memerlukan beberapa shoot sebagai materi tulisan. Tak mungkin bisa keinget semua. Melihat saya aman-aman aja tanpa tegoran, akhirnya anggota rombongan yang lain pun melakukan hal yang sama.

Saya terpekur dalam diam sembari membuka satu persatu hasil jepretan tersebut. Dari puluhan foto yang tersimpan di dalam smartphone, saya berulangkali merasakan getaran hati yang teramat sangat saat tiba di bagian yang menampilkan cahaya gemilang di atas langit. Sebuah cahaya ilahi yang mempertemukan malaikat jibril dan Rasul. Inilah yang menjadi bagian terpenting dari seluruh rangkaian wisata religi yang ingin disampaikan oleh Hira Cultural District. Sebuah museum kaya faedah yang sarat kenangan dan membuat semua muslimin di dunia semakin banyak menimbun kecintaan atas Nabi Muhammad Sallallaahu ‘Alaihi Wassalam dan agama Islam sebagai petunjuk dan pegangan keimanan hingga akhir hayat.

Ijinkan saya kembali ya Allah. Berikan umur dan rezeki sehat agar saya bisa menjejak Jabal Nur dan merasakan menaiki cable car untuk menyentuh Gua Hira di masa yang akan datang. Jika di Agustus 2023 ini saya bisa bertamu hanya dengan suami, semoga di kunjungan berikut kedua anak saya bisa menyertai. Aamiin Yaa Rabbalalaamiin.

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia
Beragam minuman dingin rasa buah yang menggoda selera

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia
History of the building of The Ka’bah.
Salah satu bagian dari puluhan informasi penting yang terpasang di commercial facilities

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia

Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

22 thoughts on “Menjejak Kemegahan Sejarah Wahyu Pertama di Hira Cultural District, Mekkah, Saudi Arabia”

  1. Salah satu kejenuhan aku kalau nge-TL itu minim kesempatan untuk datang ke tempat-tempat baru kayak gini yuk. Sebab biasanya agenda sudah ditentukan pihak travel. 3 kali balik ke Mekkah dalam setahun belakangan aku malah baru tahu Hira Cultural ini dari postingan ayuk.

    Kalau liat bagian dalam, ini mirip salah satu museum di Madinah yang pernah aku datangin waktu pertama kali umroh. Beruntung dulu pihak travel mau ngajakin sebab di luar itinerary. Tapi mungkin karena berada di sekitaran Masjid Nabawi dan gratis makanya mereka mau ajakin.

    Liat foto Jabal Nur di atas, makin takjub dan kepingin main ke situ. Sebelum berangkat biasanya udah aku niatin, tapi begitu di lapangan kebentur waktu, kondisi badan yang gak fit dan juga biaya sebab di luar itinerary. Pinginnya bisa balik lagi ke Saudi Arabia tapi gak dalam rangka tugas. Jadi bisa lebih fleksibel menentukan itin. Mungkin memanfaatkan visa transit dari Saudi Airlines yang banyak dipake temen-temen belakangan ini kali ya.

    Reply
    • Kalo melok rombongan memang gerakan kito idak bebas ye Yan. Aku sebenarnyo pengen umrah mandiri Agustus 2023 itu karena kan sudah pernah umrah sebelumnyo. Tapi laki aku dak galak ribet. Lebih seneng konsentrasi bae di ibadah dan biarkan wong lain yang ngurusin hal-hal yang lain. Bener sih karena urusan usia memang idak segampang itu kalau ngurus dewek segalo apo dalam perjalanan.

      Nah, aku malah idak sempat Yan main ke museum yang nempel ke Masjid Nabawi itu. Padahal cuma sekitar 200an meter dari hotel tempat aku nginap. Sempet pengen mampir tapi waktu di Madinah itu kondisi fisik aku idak prima. Terkuras karena suhu/cuaca yang terlalu tinggi. Panasnyo cak di oven. Sementara aku idak kuat panas.

      Ide visa transit itu katonyo bermanfaat nian. Semoga suatu saat pacak nyubonyo.

  2. Wah…ada yang baru Hira Cultural District di Mekkah. Hebatnya pemerintah Saudi Arabia, selalu ada inovasi yah. Aku terakhir Umroh tahun 2015 udah lama banget. Pernahnya ke Museum Mekkah, isinya tentang sejarah kota Mekkah. Ingetnya ada maket besar tentang rencana pembangunan & perluasan area Masjidilharam itu. Katanya selesai tahun 2020.
    Ternyata bener, sekarang udah rapi ya Mekkah.

    Reply
    • Di Agustus 2023 barusan, Masjidil Haram masih giat mengadakan penambahan bangunan hampir di segala sisi. Saya berkali-kali alat di bangunan baru ini. MashaAllah megah, bersih, dan nyaman banget. Langit2 dibuat sangat tinggi, dibangun dengan marmer kualitas tinggi dan pendingin ruangan yang bikin kita betah berlama-lama di dalam masjid.

      Saya catat nih. Semoga di umrah berikutnya saya bisa ke Museum Mekkah. Nanti tak cari ah. Makasih infonya Mbak Hani.

  3. 45 derajat celcius?

    Antara pengen ke sini dan takut gak kuat. Hebat banget Mbak Annie masih bisa berfoto dan nampak fresh bersemangat

    kalo saya pasti bakal nyut2an kepala pusing dan auto loyo, karena udara panas jadi “musuh” saya yang lahir dan menua di udara dingin

    tapi…. kalo lihat reportase Mbak Annie ke Hira Cultural District dan jajan ice cream yang lucu

    kayanya saya harus menaklukan musuh saya ini ya? D

    Reply
    • Iya Mbak. Agustus memang masih di musim panas. Keluar hotel langsung berasa masuk oven. Panas gak cuma dari udara tapi juga dari angin yang berhembus. Saya pun sama. Gak kuat dengan udara panas. Makanya beberapa hari di Madinah saya sempat demam. Terpaksa membatasi ruang gerak dulu agar seterusnya tenaga dan fisik bisa lebih prima. Alhamdulillah dengan istirahat yang cukup, fisik jadi lebih siap dan kuat.

  4. Yang kebayang di benakku ketika membaca artikel ka Annie kali ini adalah betapa bahagianya umroh bersama pasangan dan menikmati keindahan Islam dari masa ke masa. Begitu pula museum Hira Cultural District yang membuat kecintaan umat Islam terhadap Al-Qur’an dan Hadits juga sejarah Islam menjadi semakin menguat.

    Kalau anak-anak remaja sudah diajak umrah dan napak tilas seperti ini, harapannya akan menjadi semakin yakin bahwa Allah adalah sebaik-baik penolong dan melalui Al-Qur’an dan Al-Hadits yang menuntun jalan hidup ummat.

    Reply
    • Alhamdulillah ya Len. Allah Subhanallah Wa’taala memberikan nikmat ini kepada saya dan suami.

      Setuju banget. Museum seperti Hiral Cultural District ini harus lebih sering disosialisasikan ke seluruh jamaah. Sejarah tentang Gua Hira, Jabal Nur, dan turunnya wahyu pertama ke nabi Muhammad SAW adalah beberapa jejak penting yang wajib kita pahami. Gak cuma untuk anak2 tapi juga untuk kita, orang dewasa untuk lebih mencintai Islam.

  5. , mata saya langsung tertuju pada serangkaian rumah kecil kotak-kotak dan persegi panjang yang tersusun rapi dan estetik. Bentuknya nyaris menyerupai satu sama lain. Diantara bangunan-bangunan tersebut, khususnya cafe atau Ya Allah perjalanan spiritualnya lengkap dan sangat menginspirasi saya

    Semoga suatu saat saya diberikan kesempatan untuk menjadi Tamu Allah hingga bisa datang ke sana. Aamiin

    Saya ingin melihat sendiri rumah khas di Arab yang katanya tak pakai genting.. tapi walau cuaca panas tetap bisa melindungi dari serangan matahari langsung.

    Terkagum juga melihat dan membaca proses bagaimana itu kitab sucinya
    Sungguh bangga bisa mendengar semua kisah ini.

    Terimakasih sudah berbagi pengalaman

    Reply
    • Aamiin Yaa Rabbalalaamiin. Semoga suatu saat Teh Okti dan keluarga bisa bertamu ke rumahNya.

      Betul Teh. Di sana rumah juga kotak-kota aja bentuknya karena memang sesuai dengan cuaca di sana ya. Kaca jendela juga besar, tebal, dan kuat. Konsepnya memang menyesuaikan kondisi yang ada di sana.

  6. Betapa inginnya berkunjung juga. Membayangkan bagaimana situasi dan kondisi saat Rasulullah menerima wahyu untuk pertama kali di Gua Hira. Bismillah.

    Reply
  7. Masyaallah,
    Alhamdulillah yaa mba.. senang sekali pastinya bisa berkunjung ke Hira Cultural District. Tak hanya bisa menikmati kemegahan bangunannya tapi jadi bisa tahu begitu banyak sejarah yang tersimpan di museum.
    Bismillah semoga suatu saat saya dan keluarga bisa umrah juga dan berkunjung ke Hira Cultural District, mba.. aamiin..

    Reply
  8. Ahahaha aku auto senyum-senyum pas part Mba Annie iseng ngaku-ngaku sebagai orang Malaysia dan ternyata si babang bisanya Bahasa Indonesia. Tuh kaaaann, paslah Bahasa Indonesia jadi 10 bahasa yang digunakan di sidang UNESCO. Hihihihi.

    Suka banget aku sama cara Mba Annie berkisah. Serasa diajak, digandeng, ikut mengekor langkah Mba Annie menelusuri banyak spot di Hira Cultural ini. Betaaaaahhh. Mana aku dimanjakan pula sama foto-fotonya yang ikut bercerita.

    Semoga Allah mengabulkan keinginan Mba Annie untuk dapat kembali lagi suatu waktu nanti. Aamiin.

    Reply
    • Hahahaha iya Cha. Penasaran aja kalo-kalo mereka memang menguasai banyak bahasa. Tapi begitu dengar mereka hanya fasih bahasa Indonesia, aku langsung senyum-senyum. Bangga juga rasanya.

      MashaAllah. Semoga suatu saat Cha juga bisa menginjakkan kaki di Hira Cultural District ini bersama keluarga ya. Aamiin YRA.

  9. Ice creamnya bikin ngiler. Aku kalau ke sana, senengnya beli yogurt. Wadahnya gede, rasanya creamy banget, engga kecut.
    Kalau baca artikel mbak Annie, kalau kemana-mana kok bisa terasa santai gitu yah. Apakah mbak Annie, umroh mandiri?
    Aku baca-baca di IG, ada tips-tips gitu umroh mandiri, engga pakai travel.
    Tapi pengennya sih aku ke Uzbekhistan loh…ke Bukhara. Arsitektur Islamnya kereeen banget.

    Reply
  10. Jejak yang banyak menorehkan hal mengesankan di dalamnya. Bakalan berdesir hati di Hira Cultural District ini.
    Apalagi pas yang di studio visualnya. Wuah, gak bisa daku bayangkan kerenny, semoga suatu saat bisa ke sana, aamiin

    Reply
  11. Terobosan keren ya Mbak
    Tampilan megah visualisasi penerimaan wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW

    sehingga pengunjung enggak usah membayangkan sendiri yang malah sering jadi salah kaprah

    Alhamdulilah bisa ikutan Mbak Annie dalam perjalanan wisata spiritual ini dalam bentuk reportase

    Semoga kelak bisa nyata, berangkat ibadah dan mampir ke sini

    Reply
  12. Keterangan di replika Al Quran ditulis dalam Bahasa Arab, bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia. Saya kok turut bangga juga mengetahui hal ini mbak.

    Mbak Annie sempat-sempatnya jahil ama mas-masnya yang nawarin jualan.
    “Uang Jokowi” berarti kalau disana tuh sebenarnya nggak usah semua bekalnya ditukar mata uang sana ya, karena rupiah pun bisa digunakan untuk bertransaksi

    Reply
    • Betul Mbak. Kalau mau bayar dengan rupiah, petugas langsung menghitungkan. Terus bayar deh. Jadi gak repot buat kita tukar uang ke SAR. Maklumlah jamaah Indonesia tuh paling banyak dan paling royal sama belanja.

Leave a Comment