Malam ini, gegara anak perempuan di rumah ribut aja pengen makan nasgor pete, saya jadi tergerak untuk nulis soal makanan yang satu ini. Menu makan utama yang paling banyak ditemui di setiap restoran, penjajanya berseliweran mulai dari pedagang jalanan sampe masuk hotel-hotel ternama, plus bejibun ragamnya.
Kalau di keluarga kami, edisi nasgor yang paling favorit dan sering dibuat adalah nasgor polos (tanpa campuran sayur maksudnya), yang dilengkapi dengan telor ceplok/dadar, ayam goreng, tomat, timun dan kerupuk. Tingkat kepedasan dalam level sedang karena mbelain tuan putri yang gak bisa makan pedas. Karena belakangan bumbu nasgor instan sudah menjamur, kami sudah tidak lagi ngulek-ngulek bumbu sendiri. Paling-paling cuma ditambahi dengan bawang goreng (bawang putih atau merah). Nggorengnya pun lebih sering pakai margarin/mentega ketimbang minyak goreng. Segala macam bumbu instan nasgor sudah kami coba. You name it lah ….hahaha… Tapi akhir dari kesimpulan mencoba sekian banyak adalah kami lebih menyukai bumbu instan yang bubuk ketimbang yang lembek atau yang sedikit berminyak. Alasannya? Karena anak-anak tidak suka bumbu-bumbu yang cenderung lengket, yang saya perhatikan mengandung terasi.
Di rumah yang paling sering berhubungan dengan kompor, panci, dkk adalah suami. Sedangkan saya cukup bagian bersih-bersih aja dah hehehehe … secara yak, kaga betah dan kurang suka berlama-lama di dapur, berdiri masak terus mencium bau bumbu segala macam bener-bener bikin saya mual. Kalo boleh memilih, saya lebih suka nggali sumur 10meter dibanding harus masuk dapur. Catet!!
Awalnya request masak nasi goreng menjadi pekerjaan yang menghibur bagi suami, tapi belakangan semenjak ada abang-abang penjual nasgor dan migor yang mangkal di kompleks dan mulai sering dipesan oleh anak-anak, kondite nasgor ala Ayah pun mulai memudar. Selain memang waktu dan kesempatan yang terbatas, suami jadi suka dongkol karena orderan anak-anak mulai macem-macem, ngikutin ala si abang-abang, dan mulai membanding-bandingkan…hahahahaha…. Duh, ini bocah-bocah, pleaseeee deehh….Ayahmu kan bukan penggoyang panci naaakk …
Tapi, kalau nyatanya ingin makan nasi goreng di pagi hari sebelum berangkat sekolah, nasgor Ayah tetap jadi idola. Biasanya kalo sudah gini, malam sebelum tidur, saya sudah siapkan nasi di dalam magic jar buat dioleh besok pagi. Atau terkadang pagi memang terpaksa masak nasgor karena nasi sehari sebelumnya masih tersisa cukup banyak.
Kalo denger-denger cerita sih, memang nasgor ini pada awalnya adalah strategi orang Tionghoa yang sayang membuang nasi dingin sisa-sisa dalam jumlah yang banyak. Jurus yang jitu daripada harus membuang nasi, sementara (mungkin) di dunia atau di tempat lain banyak orang yang gak bisa menikmati nasi. Dari kecil ibu sayapun mengajarkan demikian. Masaklah nasi sesuai kebutuhan. Jika kurang, gampang tinggal nambah. Dan kalo berlebih, jangan dibuang. Simpan di dalam kulkas untuk digoreng. Bener banget. Fisolosofi yang terasa mendesak ketika saya sudah tidak jadi orang kantoran dan bertanggung jawab penuh atas tersedianya makanan bagi seluruh anggota keluarga, di tengah harga-harga bahan pokok yang semakin meroket saat ini.
Bagi sebagian besar orang, nasgor ini adalah pilihan pamungkas jika berada di sebuah restoran yang belum diketahui kualitas atau mutu masakannya. Atau jika sederetan menu yang ditawarkan terasa garing dan tidak menyelerakan. Jikapun ada berbagai versi, paling tidak modifikasinya pun standard aja. Bisa dicampur dengan sea food, ikan asin, ati ampela, daging kambing, daging sapi, atau ayam. Penyajiannya pun terkadang dibuat unik. Yang sering terlihat sih, nasgornya dibungkus sama telor dadar tipis. Nah, untuk finishing touch penghidangan, biasanya sih dilengkapi dengan potongan timur, tomat atau acar, terus dikasih keturunan kerupuk (emping, kerupuk bawang, kerupuk udang) dan terakhir dengan taburan bawang goreng.
Buat saya pribadi, kalo lagi kepengen nasgor ala resto, selalu pesen nasgor yang paling special. Special tambah telor, gorengan ayam/udang, dikasih sate, terus dihias dengan daun selada yang jadi tatakan potongan timur atau tomat. Kerupuk kudu ada. Biasanya sih saya order kerupuk tambahan untuk meyakinkan bahwa kecepatan ludes nasgor dan kerupuk sebanding lurus ..hahahaha. Tapi kalo mesennya di abang-abang, saya lebih memilih nasgor pete atau ikan asin. Dan kalo boleh, saya selalu minta ditambahkan ati/ampela. Hahahahaha…rakus amat yak.
Sepanjang sejarah perjajanan saya akan nasgor, ternyata tempat dan kerennya chef bukanlah jaminan nasgor yang akan kita pesan bakalan enak. Pernah nyobain nasgor di hotel bintang 5. Wuiikk, gak lagi-lagi dah. Nasinya pucet dan bumbunya gak terasa blas. Menangnya cuma di penataan doang. Dan yang paling ngenes, udah harganya mahal, eh cuma cukup untuk setengah lambung doang hehehehehe. Sementara abang-abang dorongan deket rumah, cuma pake kaos tipis, campuran/isi nasgor sesuai request, dibungkus, taaappiii enaknya sejagat raya. HIhihihihi … berlebihan yak. Eeeh tapi bener loh ….jualan abang-abang pinggir jalan banyak loh yang enak-enak….
ulasan yang luwes dan enak sekali dibaca….tambahan satu lagi nasgor mentega…..tambah parutan keju…anget2 ..mantap sekali
hihihihi .. gw masih harus banyak belajar Mbak Yayuk .. makanya gw hajar nulis yang banyak biar terbiasa … masalah hasilnya ntar kan keliatan dari latihan terus menerus. Sama kek kita ngerjain wire jewelry yak. Practice makes perfect