
Tugas jadi SPG di pameran Surabaya International Jewelry Fair 2022 sudah lewat. Badan saya kemeretek. Capeknya sampai ke tulang. Selain memang faktor U, penyebab utama kemungkinan besar adalah karena sudah lama gak ngamen (istilah keren untuk pameran). Hampir tiga tahun terbelenggu jualan secara on-line, event jewelry berskala internasional di Surabaya ini jadi pengalaman pertama berjualan langsung di tengah pandemi masih ada di sekeliling kita.
Sebelum berangkat ke Surabaya, saya sempat mengabari beberapa teman blogger yang tinggal di kota pahlawan ini. Salah seorang diantaranya adalah Nurul Rahma. Blogger yang tulisannya selalu renyah dan menyenangkan untuk dibaca. Setiap saya membaca artikel yang dibuat Nurul, saya seperti sedang ngobrol langsung, berbagi cerita dan pengalaman layaknya teman yang sudah kenal bermasehi yang lalu.
Karena Nurul tidak sempat datang ke pameran, kami pun membuat janji persis sehari setelah pameran berakhir. Janji brunch di pagi hari sebelum akhirnya saya bersiap pulang ke Jakarta naik kereta pkl. 20:00 wib yang berangkat di hari yang sama dari Pasar Turi.

Tiba di Soto Ayam Lamongan Cak Har Surabaya
Saya terbangun mendadak persis di pkl. 07:00 wib saat alarm di gawai saya bernyanyi merdu. Saya sengaja menyetel alarm ini sedari semalam agar tidak terlambat memenuhi janji temu di pkl. 09:00 wib dengan Nurul. Seperti yang disampaikan oleh ibu dua orang anak itu, menimbang jarak antara hotel tempat saya menginap dengan lokasi Soto Ayam Lamongan Cak Har yang berada di Jl. Ir. Soekarno, akan butuh satu jam masa perjalanan.
Jika ditambah dengan masa-masa “mengembalikan nyawa”, mandi, bersolek dan memesan kendaraan on-line, selisih waktu dua jam tentunya sudah pas. Apalagi sepagian itu, bahkan dari semalam sebelumnya, hujan bagai tak henti menerjang kota Surabaya. Jadi tentunya butuh waktu ekstra agar tidak terjebak kemacetan di sepanjang kota Surabaya.
Here I am!!
Menyambung kantuk yang masih terasa, saya ditemani Dewi, menuju ke sarapan kesiangan soto ayam lamongan yang berdiri sejak 1992. Saya sempat beberapa kali tertidur sekilas. Berharap bisa membayar kantuk yang muncul tak tertahankan. Hujan deras yang menyertai perjalanan kami tampaknya enggan untuk beranjak. Sama halnya dengan perut saya yang mulai menggeliat minta diisi.
Seperti yang sudah disampaikan Nurul, saya tiba di salah satu rekomendasi kuliner terenak di Surabaya ini dalam waktu sejam dari titik keberangkatan. Driver Grab yang mengantarkan saya paham betul dengan tempat ini. Beliau menawarkan menurunkan kami di pinggir jalan agar tidak harus membayar biaya parkir. Tapi karena hujan masih betah, saya pun minta didrop di dekat fasad. Tak apalah membayar ekstra.
Baca Juga : Bertamu ke Pusat Oleh-Oleh Legendaris di Surabaya
Resto yang sudah beroperasi selama 30 tahunan ini terlihat cukup besar menurut saya. Meski bukan berupa bangunan bertingkat dengan design kekinian, soto ayam lamongan Cak Har, tampil dengan fisik yang mengesankan.
Halaman parkirnya cukup luas. Bisalah menampung puluhan mobil dan sepeda motor. Sebelum masuk ke area makan, di teras depan ada berbagai gerobak jajanan yang begitu menggoda. Seperti bola ubi, serabi, potongan buah (seperti asinan gitu), jajanan ala Korea, dan masih banyak lagi. Ada juga outlet khusus penjualan produk bakery dan oleh-oleh khas Surabaya.
Saya sempat menilik gerobakan ini satu persatu. Duh menggoda sekali ya. Pengen rasanya dibeli semua. Apalagi dengan kondisi perut yang masih kosong begini. Selera yang lahir dari indera penglihatan rasanya seperti sebuah rangkaian godaan yang susah untuk ditolak. Apalagi beberapa diantaranya adalah panganan hangat yang tentunya pas untuk dikonsumsi di pagi hari.
Melangkah masuk, saya disambut dengan kesibukan yang luar biasa. Puluhan tamu sudah tersebar hampir di setiap sudut ruang makan. Baik di ruangan non-AC maupun di dalam sebuah ruangan khusus yang berpendingin ruangan. Para petugas tampak membawa bermangkok-mangkok soto dengan nampan-nampan besar.



Baca Juga : Rumah Makan Sunda Bu Joko Batam. Bikin Saya Kangen Masakan Rumah
Soto Ayam Lamongan yang Umami dan Menyelerakan
Sebelum melihat bagaimana sajian soto ayam Lamongan versi Cak Har, saya ingin berbagi sedikit info tentang soto jenis ini.
Soto ayam Lamongan, sesuai dengan namanya, berasal dari salah satu kabupaten yang ada di Jawa Timur. Soto ini berkuah kuning yang menurut saya tidak terlalu kental. Ciri khas dari soto ini adalah kuah yang berwarna kuning itu. Rasanya menjadi semakin menyelerakan karena ada berbagai rempah yang tercampur di dalamnya. Kita bisa menemukan rasa gurih yang membangkitkan selera. Apalagi saat ditambah dengan bubuk Koya yang selalu dijadikan sebagai topping dari soto ayam Lamongan ini. Keistimewaan dan ciri khas yang mempermudah kita mengenali salah satu lauk berkuah yang menjadi khazanah kekayaan kuliner nusantara.
Apa itu serbuk Koya? ini adalah campuran dari kerupuk udang dan bawang putih yang digoreng lalu dihaluskan. Keduanya ditumbuk, dihaluskan hingga menjadi bubuk. Saat saya makan di soto ayam Lamongan Cak Har, bubuk Koya ini disediakan dalam wadah plastik besar-besar sehingga pengunjung dibebaskan untuk mengambil sebanyak yang kita inginkan. Saya sendiri sangamenyukai Koya ini. Selain karena memang menggemari kerupuk udang, bawang putih itu sendiri selalu menjadi rempah perasa yang mampu membangkitkan selera.
Dari berbagai tautan, saya juga menemukan info bahwa soto ayam Lamongan sudah dikenal sejak tahun 1980an sampai 1990an. Tapi menurut saya, hingga kini pun sebenarnya soto ayam Lamongan memiliki tempat tersendiri di hati para penggemar soto seperti saya. Bahkan saya seringkali menemukan warung tenda atau gerobak soto ayam Lamongan di beberapa kota yang pernah saya kunjungi. Bukan hanya di pulau Jawa tapi juga di pulau-pulau lain di Indonesia.
Pernah di satu waktu saat menyusur beberapa sudut sentra kuliner di Bali, saya bertemu dengan satu warung tenda gerobakan soto ayam Lamongan. Dan itu luar biasa larisnya. Meski buka hanya di malam hari, sebelum tengah malam warung ini sudah tutup karena sold out. Jadi saat mereka baru buka, selepas maghrib, saya selalu buru-buru datang biar gak kehabisan. Tapi ternyata baru buka aja ngantrinya sudah mengular.
Asiknya lagi di warung ini ada ceker sebagai sajian tambahan. Duh kesukaan saya banget ini. Dan itu lezatnya tak terkira. Cekernya bersih, dibumbui hingga meresap dan diolah terpisah. Saya bahkan sering memesan ceker satu porsi dengan mangkok terpisah.
Ngetik ini kenapa tiba-tiba jadi terkenang-kenang warung itu ya.
Tapi yang pasti soto apapun itu, dari daerah manapun itu, selalu mampu menggugah selera. Salah satu jenis kuliner nusantara yang memiliki keunikan dan menjadi kebanggaan tanah air.
Bagaimana dengan Soto Ayam Lamongan di Cak Har?
Berbekal berbagai informasi di atas dan pengalaman mencoba soto ayam Lamongan di berbagai daerah, saat Nurul menawarkan untuk bertemu di salah satu rekomendasi kuliner terbaik di Surabaya ini, saya langsung setuju. Apalagi setelah berhari-hari nangkring di stand pameran, saya tidak pernah memesan makanan berkuah karena pertimbangan kepraktisan. Bahkan sebelum beranjak dari hotel pun, saya sudah membayangkan makan sepiring penuh nasi dengan soto berkuah hangat yang mampu menghangatkan lambung.
Cus begitu memilih tempat duduk di ruangan ber-AC, saya pun sregep memesan tiga mangkok soto ayam Lamongan, tiga piring nasi, semangkok sayur kol yang berlimpah dan semangkok penuh balungan yang diambil langsung oleh Nurul. Di sini saya baru tahu bahwa restoran ini menyediakan balungan yang boleh diambil sepuasnya tanpa biaya.
Saat soto pesanan kami datang, saya terkesan dengan genangan kuah yang masih mengepul. Kuahnya banyak banget sampai isi sotonya terbenam. Setelah saya aduk dan menemukan isi yang banyak. Selain suiran daging ayam yang banyak dan kulitnya, juga ada bihun dan taburan bawang goreng. Tapi kenapa sayur kol nya dipisah ya?
Tapi apalah artinya sayur kol yang dipisah itu ya. Perut dan naga yang bersemanyam di lambung saya, butuh perhatian dan digarap terlebih dahulu. Melengkapi kelezatan soto ini, sayapun langsung menyendok bubuk Koya yang begitu menggoda. Plus kerupuk yang juga melambai-lambai untuk ikut dinikmati. Suiran ayamnya lembut, kulit ayamnya kenyal dan garing, suunnya pun masih segar dan tidak lembek untuk dikunyah.
Meski sudah mendekati pkl. 10:00 wib, late breakfast atau brunch yang gak jelas, duduk menikmati semangkok soto ayam Lamongan Cak Har saat itu adalah surga dunia pemamahbiakan yang sangat berkesan. Apalagi di saat yang sama bisa bertemu dengan teman sefrekuensi dan membahas segala hal yang bisa menghubungkan pikiran dan rasa diantara dua orang yang memiliki profesi sama, minat yang juga sama tapi baru kali itu bertemu muka.
Yang sempat saya rasakan sebagai suatu kehilangan dan mungkin terlupakan saya pesan adalah telur rebus dan ceker. Bahkan saking konsennya menyuap setiap isi soto dan ngobrol seru dengan Nurul, sampe lupa kalau dua kegemaran ku ini tidak ada di dalam mangkok.
Yah kelewatan deh.
Baca Juga : Jelajah Rasa Masakan Rumahan di Rumah Makan Sumber Rejeki, Tegal Danas, Cikarang


Kesan Pribadi Tentang Soto Ayam Lamongan Cak Har
Pertemuan dan obrolan panjang dengan Nurul adalah kisah terpenting dari kunjungan saya ke soto ayam Lamongan Cak Har yang berada di bagian barat kota Surabaya. Menikmati soto ayam yang umami dan menyelerakan adalah bonus dari kebersamaan saya dan Nurul di pagi itu.
Nurul juga bercerita bahwa soto ayam Lamongan Cak Har ini punya dua outlet yang cukup besar di Surabaya. Yang di Jl. Ir. Soekarno ini adalah outlet yang kedua. Area dan bangunan yang ditempati ini masih milik pihak lain yang menyewakan tempat dengan cara bagi hasil yang proporsional. Bisa jadi ya, suatu saat nanti, tempat ini akan dibeli oleh soto ayam Lamongan Cak Har. Apalagi melihat pengunjung yang tak henti memenuhi ruang makan resto.
Sempat berkeliling sebentar, saya menemukan sebuah bangunan dua lantai seperti rumah yang juga menjadi area dine-in. Tempat ini lebih terkesan kekinian dan nuansa cafe. Saya melihat sebuah dinding dengan mural dedaunan hijau yang tentu saja memberikan kesan segar dan menjadi obyek foto pengunjung.
Baca Juga : Sensasi Makan Tanpa Piring di Rumah Makan Alas Daun Bandung

Untuk soto nya sendiri menurut saya tidak begitu istimewa karena saya sempat merasakan soto sejenis yang lebih umami di tempat lain. Salah satunya adalah warung tenda yang ada di Bali itu. Tapi untuk sebuah kuliner khas daerah, soto ayam Lamongan Cak Har tetap jempolan. Bisalah menjadi salah satu rekomendasi kuliner saat kita berkunjung ke kota Surabaya.
Dan jika menengok fasilitas yang ada di dalam resto ini sendiri, makan bareng keluarga atau menjadi tempat pertemuan dengan jumlah orang yang cukup banyak, soto ayam Lamongan Cak Har bisa mengakomodir kepentingan tersebut. Di ruangan tengah yang setengah terbuka itu banyak tersedia banyak meja-meja panjang yang sangat nyaman untuk berlama-lama. Apalagi ada beberapa gerobakan camilan yang bisa kita nikmati sembari mengobrol.
Saya pun sebenarnya ingin nongkrong di situ lebih lama sembari jajan serabi atau panganan ala Korea yang ada di teras depan. Tapi mengingat waktu yang terbatas karena harus kembali ke Jakarta dan mampir membeli oleh-oleh terlebih dahulu, saya pun harus merelakan mengakhiri pertemuan saya dan Nurul sepagian itu.
Kapan nanti jika ada kesempatan ke Surabaya lagi, saya ingin mengunjungi soto ayam Lamongan Cak Har yang berada di Jl. Arief Rahman Hakim. Resto yang menjadi outlet pertama dari jenama resmi kedai makan ini.
Dan oh ya, dengan serangkaian sajian yang saya, Dewi dan Nurul nikmati sepagian itu, termasuk tiga gelas air jeruk, serta kerupuk, biaya yang harus dikeluarkan berkisar 150 ribuan saja. Harga yang menurut saya cukup murah dan reasonable.
Koleksi Foto




