Ngiderin beberapa obyek wisata selama menginap di Ubud rasanya gak akan kelar dalam 2 atau 3 hari. Kalau memang niatan merasakan suasana berbeda ketika berada (baca: liburan) di Bali dan memutuskan menghabiskan waktu di Ubud, hitungan jumlah hari yang pas adalah setidaknya 5. Itu juga dengan pertimbangan cuaca dan kekuatan kaki melipir melangkah kesana kemari.
Jadi ketika saya dan Mbak Yayuk memutuskan untuk ngungsi sementara ke Ubud selama 3hari 2malam setelah mengajar di kelas wire jewelry, kami cukup menyadari diri untuk anjangsana ke beberapa tempat saja, yang memang sudah diagendakan, supaya tidak terlalu kelelahan dan pas dengan jumlah hari yang sudah dialokasikan. Maklum di usia-usia semasa maghrib seperti kami ini gak ada judulnya memaksakan diri. Makan, tidur, minum, jajan, dan leyeh-leyeh wajib seimbang. Urusan ngopi apalagi. Kopi 1 sachet dibagi 2 semakin membuat kami saling bergantung satu dengan lainnya (((ngakak))).
Baca juga Gerhana Sari Bungalow | Rumah tempat kami menginap selama di Ubud
Baiklah. Disiplin dengan jadwal ngelencer yang sudah kami susun, destinasi wisata wajib kunjung untuk hari ini adalah Air Terjun Tegenungan. Tempat ini adalah referensi dari Wawan, jomblo pria umur 23tahun, yang ditugaskan mengawal kami selama di Ubud.
Mencermati deskripsi yang disampaikan di awal dan sedikit browsing sana sini, info kalo harus mengalahkan dilema naik turun tangga jahanam, ternyata langsung menyergap ketika sampai di pintu masuk. Alamak. Perasaan maknyes (malas dan lemes) ngeliat terjalnya puluhan tangga dari ketinggian, sempat meluluhlantakkan hati yang mendadak rinto. Tapi begitu ngeliat nenek-nenek gagah melangkah naik tangga, tepat melewati dimana saya berdiri, saya pun keok mentertawakan diri sendiri. Gilingan. Masak kalah sama neli. Ayok cabut. Mari kita kemon.
Baru beberapa langkah menapaki tangga, tepat di kiri jalan, disediakan spot foto yang gak kalah serunya ketika kita berfoto di pintu masuk. Tempat ini juga memberikan kesempatan kepada kita untuk memotret Tegenungan secara utuh, tapi dengan ketinggian yang lebih rendah dari sebelumnya. Hanya sayang, kabel-kabel listrik berseliweran kesana kemari. Jadi agak sulit untuk memotret dengan full body plus background air terjun. Sutralah. Mari kita teruskan perjuangan.
Menelusuri setapak demi setapak tangga semen yang meliuk berpegangan besi, melewati beberapa tempat duduk serta sebuah gazebo, kami bertemu dengan air terjun kecil dikelilingi hutan. Ada jalan setapak tanah, tampak licin, nyemek tersiram air.
Seorang pria bule gagah bertato terlihat meloncat-loncat bak kijang dan berteriak kencang ketika menggapai air terjun ini. Tanpa malu langsung nyemplung bertelanjang dada sambil jerit-jerit gembira ria. Mungkin baru kali ini si Mase ketemu air terjun ya. Kok gak ngajak-ngajak saya sih. Sudahlah. Barangkali lagi galau juga sampe perlu teriak untuk melemaskan dengkul eehh hati maksudnya (((eeaaaa))).
Berhenti sebentar mengatur nafas yang mulai menges-menges kek asma kumat tahunan, saya melirik kepotan tangga terakhir yang tampak ngawe-ngawe menantang. Suara air sungai mengalir semakin kencang terdengar di telinga. Suara jangkrik yang saling bersahutan pun membuat atmosphere alam terbuka begitu terasa.
Menjejakkan kaki di bagian terbawah tangga, sungai beningpun terlihat cantik. Di sisi kanan ada gazebo besar berhadap-hadapan dengan sumber mata air yang dikelilingi pagar. Sementara di bagian kiri berderet warung-warung kecil. Sejenak saya menyapu pandangan sejauh mungkin. Tampak air terjun menumpahkan air deras, mengeluarkan suara gemuruh tanpa ampun.
Melipir ke pinggir sungai, saya melihat pemandangan yang unik dan cantik. Tampak batu-batu koral ditumpuk rapih. Ada yang besar-besar tapi ada juga yang kecil-kecil. Entah siapa yang mengerjakan. Tapi yang jelas tumpukan batu-batu ini membuat pemandangan di seputaran sungai terlihat photogenic untuk terekam dalam kamera.
Dari kejauhan terdengar teriakan-teriakan kencang para wisatawan yang menikmati segarnya mandi di bawah air terjun. Keinginan untuk merapat dan berfoto di bawah air terjun terpaksa dibatalkan karena pijakan tanah yang cukup jauh menuju ke air terjun terlihat sangat becek dan sempat membuat saya hampir jatuh tersungkur. Jadi sayapun merasa cukup bahagia untuk melepaskan kekaguman dari jarak teraman.
Puas memanjakan mata menikmati keindahan ciptaan Allah SWT, saya pun menata tenaga dan nafas untuk kembali berjuang mengalahkan angkuhnya anak-anak tangga yang tambah keliatan tinggi dari bawah. Pengennya sih ada lift kereta turun naik seperti di Ayana Resort untuk memanjakan kaki. Tapi apa daya seutas tali baja pun tidak terlihat di sudut manapun.
Air terjun yang sangat indah dan mengesankan. Airnya jernih banget, dan udaranya sejuk. Seni bebatuan yang disusun menjulang ke atas menjadi daya tarik yang unik. Lokasi air terjun sangat dekat dengan pasar seni sukawati. Amazing….
btw, apakabar mbak annie? masih aktif motret kah?
Waaahh sudah pernah ke sana ya pastinya. Pemetaan tempat dan lokasinya sudah hafal banget nih kayaknya hahahahaha
Alhamdulillah kabar baik. Sekarang lagi serius mendalami photography. Pengen bisa motret yang ciamik