Kalau ada orang bertanya, jenis masakan apa di Indonesia yang paling banyak penggemarnya? Saya akan dengan yakin menjawab “Masakan Padang.” Yakin? Yakin banget. Salah satu indikator tentang keyakinan saya ini adalah menjamurnya masakan padang di hampir seluruh pelosok negeri dan laris dikunjungi publik. Mulai dari yang sekelas warung sampai resto dengan skala besar seperti Rumah Makan Pagi Sore.
Perjalanan Jauh dari Cikarang Menuju Cisarua Bogor
Demi apa coba saya dan suami berniat ngelencer ke Cisarua hanya demi menikmati masakan padang berkelas di Rumah Makan Pagi Sore yang berlokasi di sana? Seorang teman bahkan berkomentar “Astaga. Makan siang kok jauh-jauh amat.” Saya tertawa sembari balik berseru riang, “Seru banget tau.” Bahkan saking niatnya, di Jumat itu, suami bersengaja cuti agar kami bisa ke Cisarua Bogor. Keputusan yang dibuat dengan maksud menghindari kemacetan yang rutin terjadi saat kita berkendara menuju kawasan Puncak di akhir pekan.
Karena nawaitunya memang buat makan siang, kami berangkat dari Cikarang sekitar pkl. 10:00 wib. Berhenti sebentar di satu tempat supaya suami bisa salat Jumat, lalu melanjutkan perjalanan sesuai rencana. Pemberhentian sebelum Cibubur jadi pilihan karena setahu saya di rest area ini ada sebuah masjid besar dan sekian banyak cafe serta resto yang cukup nyaman bagi saya untuk menunggu. Dari hitungan waktu, jika lalu lintas lancar, kami akan tiba di tempat ini sekitar pkl. 11:30 wib. Pas banget.
Sejauh itu skenario kami sepertinya berhasil.
Saya nongkrong di sebuah cafe sembari menikmati segelas minuman dingin dan sebuah donat. Sebuah buku pun saya bawa untuk menemani waktu-waktu menunggu.
Yang kemudian kacau adalah waktu ketibaan di Rumah Makan Pagi Sore nya.
Menilik waktu tempuh, seharusnya kami bisa mencapai Cisarua hanya dalam satu jam karena toh belum melewati titik-titik kemacetan seperti biasa saat harus mencapai Puncak. Jika pun ada, jumlahnya tidaklah banyak. Dan itu masih dalam skala wajar.
Tapi perhitungan kami keliru. Tol Jagorawi padat tak terkira. Kendaraan bertumpuk, tumpah ruah, bahkan mulai tersendat saat kami baru keluar dari tol Jagorawi dan meniti jalan ke arah Puncak setelahnya. Kendaraan berhenti, stuck dan dalam kondisi bumper to bumper traffic jam. Astaga. Jadilah mobil kami hanya bisa merayap dan ikhlas bermenit-menit diam di beberapa titik. Dan macetnya semakin menjadi-jadi karena ada aja angkot yang motong jalan dan motor yang tak sabar nyempil di sana-sini. Kondisi yang memperparah situasi.
Parahnya lagi, tak ada stok camilan di dalam mobil. Saya sih tadi sempat ngemil donat tapi suami sama sekali belum makan. Karena niatnya kan makan besar di Pagi Sore. Saya aja berasa betul kelaparannya apalagi suami. Minum juga diirit-irit karena takut kebelet atau terjebak kehausan. Ya ampun parah betul dah. Dan perjalanan penuh perjuangan ini baru berakhir sekitar pkl. 14:30 wib. Waktu di mana akhirnya kami sampai di Rumah Makan Pagi Sore di Cisarua, Bogor.
Baca Juga : Nongkrong Asyik di JABARANO Coffee Laswi Bandung
Disambut dengan Keramahan dan Kemegahan
Datang di waktu-waktu tanggung, Rumah Makan Pagi Sore Cisarua Bogor tampak lengang. Parkir di lantai dasar dan halaman depan bangunan pun sama sepinya.
Tadi, sebelum diarahkan untuk parkir di bawah, saya bisa melihat bangunan rumah makan ini dari kejauhan. Gampang sekali untuk ditandai dari jauh. Bangunannya jangkung dengan area drop off tamu yang menanjak. Di halaman depan disediakan tempat parkir yang sangat besar. Bisalah untuk parkiran bis sekitar 3-4 unit. Ada juga parkiran VIP di lahan atas, persis di depan pintu masuk resto.
Dari parkiran di bawah pengunjung bisa naik tangga atau menggunakan lift yang berada persis di samping pintu masuk utama.
Di bagian fasad, selain tulisan Pagi Sore yang tampak menjulang, juga ada kalimat “Jagonya Rendang! Sejak 1978” yang begitu ekspresif. Statement yang langsung nonjok di kepala dan bikin saya penasaran untuk merasakan selezat apa rendang yang legendaris tersebut.
Beberapa orang petugas berseragam menyambut kami dengan keramahan yang natural dan menyenangkan. Selangkah masuk, saya langsung terkesima. Selain ceiling yang menjualang dan pilar-pilar besar, area makan di ruang dalam ini luas luar biasa. Di salah satu titik ada sebuah kolam kecil yang cukup menggaet perhatian. Lantai marmer yang besar-besar dengan warna adem memunculkan efek mewah yang begitu mengesankan. Ada beberapa artificial plant di dalam ruangan ini menemani jumlah tempat duduk dan meja yang berlimpah ruah. Disusun padat, rapat satu sama lain, seakan tak ingin menyisakan seinci pun lantai yang ada. Model kursinya yang klasik pun menyempurnakan kesan kemewahan yang diusung oleh Rumah Makan Pagi Sore.
Saya membayangkan bagaimana hiruk pikuknya Rumah Makan Pagi Sore saat semua tempat duduk penuh terisi. Lautan manusia dan kesibukan petugas tentunya akan bergema mengisi ruang seluas itu.
Saya memutuskan untuk mengambil tempat duduk di dekat kaca yang memungkinkan saya bisa melihat teras dan halaman belakang dengan lebih jelas. Mejanya pun bersebelahan dengan service counter produk bakery dan minuman hangat seperti kopi. Mini coffee shop lah sepertinya. Pilihan sajiannya pun lumayan banyak loh. Lengkap layaknya coffee shop yang kekinian.
Saya sempat merasakan harumnya roti yang dihangatkan dan wanginya kopi saat seorang barista me-roasting kopi pesanan tamu. Indera penciuman saya yang langsung tergelitik. Aduh-aduh menggoda sekali. Saya langsung membayangkan asyiknya ngopi di teras luar sembari merasakan semilir angin dingin di seputaran Cisarua. Apalagi saat itu sudah menjelang sore dan suhu udara tampak beranjak menuju titik kenyamanan yang saya sukai. Suami kemudian mengangguk saat saya mengajukan usulan ini.
Baca Juga : Memanjakan Lidah dengan Kuliner Khas Manado di Dabu Dabu Lemong
Santapan Berkelas dan Umami Tanpa Bantahan
Yuk. Sekarang tak ceritakan tentang asupan yang saya dan suami nikmati selama di sana ya.
Layaknya konsep rumah makan padang, kita akan menikmati aneka menu yang dihidangkan serentak. Petugas menaruh sekian banyak pilihan di sedertan piring kecil dan melayani setiap permintaan khusus jika ada. Setiap piring dibungkus plastik yang sangat rapat. Saya setuju dengan pengaturan begini. Karena selain gampang menandai bahwa isi piring tersebut sudah tersentuh juga demi keperluan higienitas.
Sedari berangkat pagi tadi, suami sudah memikirkan akan ayam pop. Menu favorit dan selalu dicari suami setiap bertamu ke warung padang. Sementara saya belum tahu akan menyantap apa. Banyak sekali usulan yang diulas oleh banyak foodblogger atau foodvlooger dan youtuber bertebaran di media sosial. Kebanyakan nonton akhirnya jadi bingung sendiri. Saya akhirnya teringat dengan apa yang tertera di fasad bangunan tadi. Soal “jagonya rendang”. Kayaknya perlu juga dibuktikan. Tapi mendadak rencana ini berubah, saat selesai cuci tangan dan balik ke meja, ada semangkok besar gulai kepala kakap yang ukurannya kelas kakap dan kuah gulai yang medok menggenang tergeletak di meja. Alamakjang.
Misi utama akhirnya batal dengan hormat. Saya pun akhirnya melahap satu setengah potong kepala kakap dengan seporsi nasi yang harus direlakan sebagian saja.
Rasanya? Seng ada lawan. Sepanjang sejarah pemamahbiakan saya di resto padang dan menikmati gulai kepala kakap, saya acungkan sepuluh jempol untuk Rumah Makan Pagi Sore. Meski saya harus ngos-ngosan ngabisinnya, tapi saya begitu menikmati setiap proses kunyahan. Daging ikannya lembut, gak hancur, dan kuah gulainya juga pas rasanya. Dilengkapi dengan potongan nanas dan cabe rawit, rasa gulainya jadi kaya. Campuran gurih, manis kecut, dan pedas, terkombinasi dengan apiknya. Gak terlalu “berat” di lidah tapi tetap sentuhan rempah-rempahnya memanjakan rasa.
Saya mendadak ingat dengan sajian gulai ala Palembang, kota kelahiran saya. Mungkin ini adalah jejak orisinal yang Rumah Makan Pagi Sore ingin pertahankan karena di Palembang lah rumah makan ini pertama kali berdiri (1978). Aaahh mendadak saya ingin bernostalgia makan di outlet mereka yang ada di Palembang. Lokasinya juga gak pindah-pindah. Tetap di tempat yang sama sejak pertama kali saya kenal dengan jenama Pagi Sore.
Rendangnya? Pengen sih nyenggol barang sepotong. Tapi lambung sudah menyerah. Begitupun dengan ayam popnya. Ngeliat suami makan ayam pop dengan semangat hingga licin sampai ke tulang-tulang dan habis dua potong, saya cuma bisa melongo.
“Cobain secuil tuh. Bumbunya enak betul,” sahut suami semangat.
Sungguh provokasi yang mantul dan menggoda betul. Tapi yah mau diselipin di sisi lambung yang mana ya.
Dan eh, satu lagi yang memancing semangat makan adalah kerupuk jangek nya. Sudahlah gede-gede, garing, eehh mantab pulak disiram kuah gulai. Habis itu dua piring buat saya dan suami. Daebak. Lalu ada kikil sambal ijo. Ini beneran unik. Baru di Rumah Makan Pagi Sore saya merasakan kikil dimasak dengan bumbu atau sambal yang berbeda. Biasanya kan dengan kuah gulai. Sayang porsinya kecil banget. Kalo gede pasti saya niatin ngabisin. Secara ya kikil, terutama bagian uratnya, itu favorit saya. Terus karena penasaran, sepiring kecil udang goreng juga dicoba suami. Kalau yang ini sih rasanya biasa aja. Saya gak berniat nyoba karena kurang begitu berminat dengan jenis seafood yang satu ini.
Makan siang kesorean kami hari itu, ditutup dengan dua gelas fresh orange juice dan potongan sunkist yang manis bercampur asem dan kecut. Beneran bikin melek mata.
Dan saya pun terduduk kekenyangan. Sukses menikmati umaminya hidangan Rumah Makan Pagi Sore Cisarua Bogor.
Ngopi dan makan roti? Terpaksa kami lupain. Rasanya beneran gak mungkin untuk melanjutkan rencana ini. Jika pun harus nongkrong di sana lebih lama, rentang waktu untuk sampai rumah bakal yahud betul. Itu pun suami masih kekeh mau mampir ke Bogor. Beli asinan. Jadilah kami baru sampe rumah pkl. 20:00 wib.
Baca Juga : ARASSO. Halal AYCE Korean Barbeque yang Ter-worth It di Bandung
Kesan Pribadi Untuk Rumah Makan Pagi Sore Cisarua Bogor
Sebelum berangkat ke rumah makan ini, saya menggantungkan harapan bahwa semua yang dibahas oleh para instagram darling akan terbukti. Semua bicara banyak keseruan dan kelezatan hidangan yang ditawarkan. Nyaris tak ada complain. Atau mungkin ada tapi saya tidak tahu. Tapi yang pasti, buat saya pribadi, resto ini layak untuk direkomendasikan. Khususnya publik yang selalu jatuh cinta dengan masakan ala minang yang berjaya di seantero nusantara.
Biaya yang harus kami keluarkan saat itu cukup pricy. Berada di ranking kedua setelah Rumah Makan Garuda. Total biaya yang harus kami keluarkan adalah untuk berdua adalah sekitar 580K dengan rincian orange sunset 42K, monalisa (minuman dominan orange juga) 43K, udang goreng 75K, 2 ayam pop 72K, gulai kepala kakap 145K, kiki cabe ijo 35K, jangek siram 37K, sunkist potong 38K, dan 2 porsi nasi putih 32K.
Suami pun sudah saya informasikan tentang level harga yang dimiliki rumah makan ini. Tapi dia tidak keberatan untuk mencoba.
“Menjawab penasaran,” ujarnya. “Ada harga, ada kualitaslah,” lanjut suami.
Saya setuju. Apalagi jika kita juga mempertimbangkan tentang nyamannya tempat, pelayanan yang oke, dan porsi yang mencukupkan. Apalagi untuk gulai kepala kakapnya. Ukurannya beneran kakap dengan level kenikmatan yang umami tiada tara. Gedung semegah itu pastinya juga butuh biaya operasional yang tidak sedikit. Jangankan untuk listrik dan air. Jumlah petugas yang puluhan juga ada ukurannya sendiri.
Lokasinya juga strategis. Apalagi untuk mengurai waktu saat terjebak kemacetan saat melintas jalur menuju dan dari Puncak. Saya dan keluarga pernah beberapa kali pengen mampir saat sering harus ke Cipanas membesuk almh. Ibu. Tapi saat itu rumah makan ini tutup karena kami melintas di waktu subuh menuju Cipanas dan parkiran penuh berjejer saat sore hari pulang ke Cikarang. Jadi rasa penasaran itu tuh sudah lama bersarang di hati (halah).
Saya pengen balik lagi ke rumah makan ini. Tapi sepertinya bukan yang di Cisarua Bogor. Alasannya adalah masalah jarak. Apalagi mengingat pengalaman saya dan suami di atas. Menghabiskan waktu di jalan tentunya gak bikin betah. Time and energy consuming. Apalagi buat saya dan suami yang sudah di usia yang tidak lagi muda. Rontok badan saudara-saudara. Jadi cukuplah perjuangan ke Cisarua sekali itu.
Dan emang cuma masakan padang yang punya rumah makan sekelas resto. Setiap kota besar rasanya adaaaa aja resto masakan padang.
Waktu tinggal di Bogor suci juga pernah lewat sini. Dan membatin ya ampuun masakan padang dijual di resto megah.
Tapi emang masakan padang itu kaya yang diterima sama semua lidah ya, Bu.
Pilihan tepat kalau bawa rombongan itu ya ke rumah makan padang biar semua bisa ngerasain.
Iya Ci. Sekarang banyak rumah makan padang yang level premium dan punya tempat yang megah. Interiornya juga kekinian dan ditata dengan sentuhan profesional. RM Pagi Sore ini salah satunya. Efeknya adalah harga makanan yang ditawarkan juga jadi lebih dari biasanya. Kalau soal rasa mungkin relatif ya tapi harus kita akui masakan padang tuh welcome ke segala lidah. Dan ngangenin yak hahahaha.
Gegara waktu kerja di kantor lama kerap menu berbuka puasa dengan RM Pagi Sore jadi kenal deh hehe.
Daku belum pernah datang ke rumah makan Pagi Sore. Seringnya menyantap yang sudah terkemas. Asik pastinya santap langsung di sana ya
Namanya Resto Pagi Sore tapi tujuannya makan siang. Hehehe… Coffee shopnya ada kopi talua enggak, ya?
Semakin baca dan lihat review RM Pagi Sore, jadi makin penasaran banget sama rasany, apalagi cukup pricey ya. Tapi pernah denger katanya kalau pesen nasi plus kuahnya kayak rames gitu boleh mbak dan lebih murah
Oiya bisa Mbak. Saya dan suami juga sempat ditawarkan langsung rames begitu. Tapi karena penasaran dengan aneka masakannya, kami minta yang sistem hidang. Pengalaman makannya jadi lebih seru
Rumah makan Padang Pagi Sore emang the best sih, Kak. Saya pernah nyoba yang di Palembang. Duh, rendangnya mantap betul. Waktu itu lupa nyobain apa saja. Cuma yang bikin nggak bisa lupa tuh emang rendangnya. Terasa wajar sekarang. Karena emang legendaris.
Yang di Palembang memang cikal bakalnya RM Pagi Sore. Saat itu sekitar 1978 pemiliknya masih dua orang Minang yang berkolaborasi. Tapi belakangan mereka pecah kongsi. Masing-masing tetap memakai jenama RM Pagi Sore tapi dengan warna logo yang berbeda. Nah yang di Palembang ini gak tau jadi milik siapa.
penasaran dengan kerupuk jangek, itu kerupuk kulit yang sering jadi oleh-oleh dari Jawa Tengah ya?
Saya bisa sendirian makan satu plastik besar lho, hehehe
tapi gak kepikiran disiram saus kental seperti itu
Setuju Mbak Annie, ada harga ada barang. RM Padang bertebaran sampai pelosok, jadi beruntung banget bisa nemuin RM Padang dengan masakan yang top markotop
Kerupuk jangek (kerupuk kulit) keknya sudah jadi bagian camilan yang eksis di rumah makan padang. Selain emping dan kerupuk putih. Kudu nyobain yang disiram kuah gulai Mbak. Enak buangets. Kriuk2 seru ditemani oleh rasa gulai yang menyelerakan.
Kalau ini bisa disebut resto masakan padang ya, Bu. Bukan rumah makan padang eheheh.. Versi elit inimah. Ada harga ada kualitas. Penampakan dalam Pagi Sore dah kek resto bintang lima dalam hotel. Mantab!
Mantab maksimal lah pokoknya. Ya tempatnya, ya suasananya, dan tentu saja masakannya. Menurut saya sih kelasnya memang di menengah ke atas. Pas datang aja langsung bisa menebak.
Wah, kudu ikutan cobain makan di Rumah Makan Pagi Sore, Cisarua, Bogor rekomendasi ka Annie nih..
Soalnya dari segi lokasi, kami cukup sering perjalanan ke Cibubur.
Dan menunya.. waaw.. tempatnya juga nyaman banget.
Memang masakan Padang itu lamak bana!
Kalau mampir ke mari jangan lupa cobain gulai kepala kakapnya Len. All the best pokoknya.
Niat bangeet mbak hinihihi. Hikmah dari kemacetan adalah sampai di rumah makan pas lagi lapar-laparnya, makin nikmat makannya.
Memang ya kalau di RM Padang itu tiba-tiba jadi orang labil, bingung menentukan pilihan…
Hahahaha. Saking semua pengen dimakan ya. Keliatan menggoda semua pokoknya.
Di antara banyak resto padang, fav ku pagi sore. Ayam pop mereka paliiiiiiung enak 😍😍😍😍😍👍. Aku suka juga sambalnya. Trus pernah beli dendeng cabe ijo, ada sambel Pete, sukaaaa bangettt. dan lagi bumbu di pagi sore ga keasinan kayak sederhana. Memang selera juga sih. Krn ada temenku ga suka pagi sore. Buat dia rasanya cendrung manis. Tapi aku bilang malah balance. 😁
Suami ku tuh doyan banget dengan ayam popnya Pagi Sore. Kalau aku favoritnya gulai kepala kakap. Waktu itu pengen deh nyoba banyak tapi lambung ku ini cepat banget penuh. Duh, beneran dah gak bisa rakus sekarang hahahaha. Aku sependapat bumbunya Pagi Sore tuh pas banget.
Kalau saya ayam pop Pagi Sore tiada dua hehe, udah paling top markotop bisa habis 3 potong sendiri sy makan tanpa nasi biar lebih maksimal gitu mencecap rasa ayam poponya mantul deh
Hahahaha. Sama banget dengan suami. Selama dia menikmati ayam pop di resto padang, RM Pagi Sore punya sambal khas yang pas di lidah dan selera dia.