Memanjakan Lidah dengan Kuliner Khas Manado di Dabu Dabu Lemong

Memanjakan Lidah dengan Kuliner Khas Manado di Dabu Dabu Lemong

Memanjakan Lidah dengan Kuliner Khas Manado di Dabu Dabu Lemong

Berkunjung ke satu daerah terasa tak lengkap tanpa menikmati sajian khas di sana. Begitu pun yang saya lakukan saat berkesempatan berkunjung ke Manado. Kota bersahaja yang adalah ibukota dari provinsi Sulawesi Utara. Di hari kedua dari rangkaian kunjungan saya di sini dan atas referensi Axel, si pendamping perjalanan, saya beranjak dan memanjakan lidah dengan kuliner khas Manado di Dabu Dabu Lemong yang berada di Tuminting.

Kelaparan.

Yup. Perut saya bernyanyi super riang saat lepas beranjangsana di Krisma Kain Bentenan yang berlokasi di Sario. Sebuah outlet fashion yang mengusung kejayaan kain Bentenan, tenun khas Minahasa Utara, yang terus dipertahankan hingga saat ini. Acara ngobrol saya dengan Mark, sang operational manager, begitu panjang dan heboh hingga memakan waktu sekian jam. Tak sadar bahwa matahari sudah meninggi dan berada di atas kepala. Tapi obrolan yang seluas samudra, dari Sabang sampai Merauke tersebut, sudah memenuhi ruang hati dan jiwa saya akan kecintaan wastra nusantara. Satu fase traveling ke bagian tengah tanah air, yang kemudian saya luangkan dalam sebuah buku antologi berjudul “Budaya Nusantara dalam Cerita” yang diterbitkan oleh komunitas menulis Pondok Antologi Penulis Indonesia.

Baca Juga : Bentenan Mahakarya dari Minahasa Utara

Baca Juga : Mencintai Budaya Lewat Buku Antologi Budaya Nusantara dalam Cerita

Axel mengajak saya diskusi singkat sebelum memutuskan akan makan dimana dan kemana. Setidaknya mengetahui lebih dulu apa yang saya suka dan tidak suka atau ada alergi tertentu. Good job Axel. Begitulah seharusnya seorang pendamping wisata saat pertama kali mengantar tamu menikmati sajian lokal.

“Kalau saya sih pemakan segala. Yang penting halal,” jawab saya ringan. Axel menyambut kalimat saya ini dengan riang, “Sungguh menggampangkan Ibu. Kalau ke resto seafood gimana?” Pertanyaan berikut ini membuat saya langsung mengacungkan jempol. Usulan yang pas banget. Setelah sehari sebelumnya menghabiskan waktu di Likupang, kawasan pinggir pantai dan menikmati sajian ikan berkuah, menikmati seafood untuk yang kedua kalinya, tentu tak masalah buat saya, si pecinta masakan serba ikan.

Tentang Likupang : Menjadi Penyaksi Keindahan Destinasi Pariwisata Super Prioritas di Likupang Sulawesi Utara

Memanjakan Lidah dengan Kuliner Khas Manado di Dabu Dabu Lemong
Sajiang lengkap yang saya nikmati di Dabu Dabu Lemong

Kesan Pertama Akan Dabu Dabu Lemong

Resto yang berada di kecamatan Tuminting ini berada persis di depan sebuah pantai/laut. Hanya saja pantainya bukan area wisata. Jadi kita tidak bisa turun dan menginjakkan kaki di pasirnya. Jadi saat saya turun dari mobil, suara deburan air halus terdengar. Hembusan angin panas pun langsung menerpa wajah. Hari itu memang panas luar biasa. Matahari sepertinya punya mother-store di sini.

Saya mengelap keringat di dahi sembari membetulkan letak kacamata Rayban yang saya kenakan untuk melumat pemandangan sisi depan resto Dabu Dabu Lemong.

Menengok sekilas ke arah resto dari area parkir yang disediakan, saya langsung terkesan dengan luas tanah yang terhampar di depan mata. Investasi yang tidak sedikit tentunya. Ada sebuah bangunan utama yang merapat ke jalan raya dan sebuah bangunan besar yang agak masuk ke dalam yang terletak berdampingan dengan area parkir. Saya sempat mengintip sebentar ke bangunan ini saat akan pulang. Saya melihat sebuah ruangan semi terbuka yang luas dengan susunan dudukan yang berlimpah ruah. Tampak begitu akomodatif untuk rombongan sembari makan malam dan menyapu pandangan ke arah laut. Timing yang pas dan tepat apalagi saat Manado diterpa udara panas kejengkang seperti saat kedatangan saya.

Saya melangkahkan kaki menuju pintu dari bangunan utamanya. Dekorasi berbahan dasar bambu tampak mendominasi dan menyemarakkan suasana. Barisan petugas pun menyambut dengan sapaan ramah dan (sangat) bersahabat. Seorang diantara mereka mengajak saya melihat sederetan ikan dan sajian laut yang masih hidup dan juga beberapa diantaranya yang diletakkan di dalam freezer box. Pilihannya banyak luar biasa. Khususnya beraneka ragam ikan yang menjadi jargon dan sajian utama dari Dabu Dabu Lemong. Tak jauh dari tempat ditaruh sajian fresh ini tampak sederetan kotak-kotak pembakaran yang berfungsi sebagai dapur terbuka. Liukan asap pun terlihat menari-nari dan mulai memenuhi ruang kedatangan. Di sekitarnya terdapat beberapa meja makan yang cukup untuk menampung banyak tamu. Asik juga duduk di sana saat malam hari. Tapi untuk waktu makan siang seperti saat saya datang, opsi ini saya rasa kurang nyaman.

Untungnya Dabu Dabu Lemong menyediakan ruang makan berAC di belakang ruang terbuka ini. Saya pun bersegera masuk dan memilih tempat duduk yang mulai terisi penuh oleh para tetamu. Ruangannya tidak begitu besar tapi cukuplah untuk menampung puluhan konsumen yang datang di siang hari. Tempat yang nyaman tentunya membuat acara bersantap juga menyenangkan bukan?

Baiklah. Mari sekarang kita pesan dan menikmati santapan yang memanjakan lidah di ruangan ini.

Memanjakan Lidah dengan Kuliner Khas Manado di Dabu Dabu Lemong
Bakwan jagung khas Manado di resto Dabu Dabu Lemong. Olahan bakwan yang paling top senusantara menurut lidah saya

Memanjakan Lidah dengan Kuliner Khas Manado di Dabu Dabu Lemong
Udang goreng tepung asam manis ala resto Dabu Dabu Lemong.

Memanjakan Lidah dengan Kuliner Khas Manado di Dabu Dabu Lemong
Kakap woku blanga ala resto Dabu Dabu Lemong

Aneka Sajian yang Memanjakan Lidah dan Rasa

Terus terang, saat buku menu dihadirkan di hadapan saya datang, saya diliputi kegalauan. Pilihannya berlimpah ruah dengan penjelasan aneka bumbu yang sungguh menantang. Kasusnya lagi adalah saya hanya makan berdua Axel sementara daya tampung lambung saya tidaklah seheboh dan selapang orang kebanyakan. Takut akan terbuang-buang atau bersisa terlalu banyak, petugas menyarankan untuk mengambil menu paket untuk dua orang. Saya akhirnya terpaksa melewatkan menu ikan bakar karena ukuran yang tersedia saat itu terlalu besar untuk dihabiskan oleh hanya dua orang saja.

Jadilah akhirnya saya memesan ikan kakap woku belanga, udang asam manis, dan perkedel jagung (milu). Itu pun dibonuskan/gratis cah kangkung, sambal dabu-dabu, acar timun, dua lagi jenis sambal lokal, serta sewadah besar nasi putih. Kuantitasnya cukup mengagetkan saya. Gede-gede ternyata. Ini sih cukup buat tiga hingga empat orang menurut saya sih. Alamak. Saya nyaris menyerah duluan saat semua tersaji serentak di meja. Tapi janji Axel untuk jadi “dinas kebersihan” sungguh melegakan hati. Setidaknya satu diantara kami telah berkomitmen meluluh lantakkan hidangan yang nikmat ini tanpa ragu, tanpa sisa.

Baiklah. Saya coba gambarkan bagaimana lezatnya pesanan yang sudah saya pesan.

Saya ingin memulai kesan yang tak terlupakan akan perkedel jagungnya. Entah kenapa, sepanjang saya merasakan jenis masakan ini, milu versi Manado selalu meninggalkan kesan yang istimewa di lidah saya. Perkedelnya gurih, renyah, garing, dengan pengolahan dan bumbu yang berbeda dari biasanya. Jagungnya sendiri terasa manis tapi tidak memunculkan kesan neg sama sekali. Axel sempat menceritakan resep rahasia mengapa bakwan jagungnya Manado tuh rasanya seng ada lawan. Saya mendengarkan dengan takzim meski jujur tak begitu paham (maklum, saya bukan orang yang ramah dengan urusan dapur). Tapi apa yang disampaikan Axel sempat saya teruskan ke si Mbak yang bekerja di rumah. Sayangnya kurang begitu berhasil. Mungkin ada yang saya lewatkan atau memang ada bumbu rahasia yang hanya diketahui oleh resto-resto Manado.

Bakwan yang dihidangkan berjumlah lima potong. Dibuat tipis dan lebar. Digoreng garing dan krenyes-krenyes saat digigit. Lima hari saya di Manado, tiap hari selalu tak lupa mengganyang bakwan jagung ini. Entah itu di hotel, warung, maupun resto sebesar Dabu Dabu Lemong. Gak ada bosannya. Mumpung di Manado juga kan?

Sekarang beralih ke udang asam manis nya. Untuk rasa kuah asam manisnya standard aja menurut saya sih. Potongan sayuran segar yang menjadi topping nya juga asik. Besar-besar dan tetap renyah saat dikunyah. Yang istimewa justru di gorengan udangnya. Meski berselimutkan tepung yang lumayan tebal, nyatanya tidak menghalangi saya untuk merasakan gurihnya udang yang ada di dalamnya. Udangnya juga meski berukuran grande tidak over-cook. Jadi gak alot. Nyaman sekali saat digigit.

Pindah ke kakap woku blanga nya. Sebelum mencicip, dengan melihat limpahan rempah yang bertaburan di atas ikannya aja saya sudah ngiler tak tertahankan. Setelah sehari sebelumnya saya sudah menikmati sewadah besar ikan dimasak woku blanga di Likupang, kali ini saya bahkan merasakan masakan sejenis yang lebih nonjok kandungan rempahnya.

Karena ingin menikmati semua tanpa harus over-loaded, akhirnya saya memutuskan untuk tidak menyentuh nasi. Karbo dari tepung dan biji jagungnya aja sudah cukup menurut saya sih. Apalagi ditambah dengan potongan-potongan besar udang dan ikannya. Dan rasa kenyang itu pun menjadi semakin lengkap saat saya terduduk dan seru menyaksikan Axel terengah-engah menghabiskan hampir 2/3 bagian lauk yang kami nikmati sesiangan itu.

Lezatmakan siang di resto Dabu Dabu Lemong kemudian semakin disempurnakan dengan sambal dabu-dabu, cah kangkung, dan dua jenis sambal lain yang nonjok kesegeran dan umaminya.

Sempurna.

Semoga, jika ada rezeki sehat, waktu, dan finansial, saya ingin kembali bertamu ke Dabu Dabu Lemong. Saya masih penasaran ingin merasakan ikan bakarnya yang menjadi jargon utama dan menu andalan mereka. Tentu saja dengan mengajak rombongan supaya lebih seru dan bisa makan lahap.

Memanjakan Lidah dengan Kuliner Khas Manado di Dabu Dabu Lemong

Wisata Kuliner yang Sangat Berkesan

Dalam setiap perjalanan, kita seringkali menemukan banyak hal yang sangat berkesan di hati. Bisa apa saja. Tentang tempatnya, makanannya, orang-orangnya atau penduduk setempat yang kita sapa, budaya dan kerajinan tangannya, bahkan hal-hal kecil yang tidak kita duga. Dari teman-teman pejalan asing yang beberapa kali mampir ke Indonesia, soal keramah-tamahan lah yang menjadi penilaian tertinggi dari value wisata tanah air.

“Indonesian are gracious and kind-hearted.” Kalimat “nonjok” yang selalu berhasil membuat saya tersenyum. Menurut mereka, meski kebanyakan orang Indonesia tak fasih berbahasa Inggris, tapi selalu berusaha menjawab meski ngomongnya bercampur dengan bahasa tarzan atau mengandalkan body language. Dan yang pasti semangat menolongnya tuh luar biasa dan tanpa pamrih. Biasanya, setelah itu, saya akan tersenyum semanis mungkin untuk melengkapi apa yang mereka rasakan. I am indeed so very proud of my people and being Indonesian.

Kembalinya saya ke tanah Minahasa setelah puluhan tahun yang lalu kembali mengangkat memori saya akan si teman asing ini. Teringat banget saat ada long weekend, saya mengajak beliau untuk terbang ke Manado dan snorkling ke Bunaken. Alasannya waktu itu dia ingin wisata air yang indah selain apa yang sering dia datangi di Bali. Saya, waktu itu, sebetulnya sama sekali belum pernah ke Sulawesi, tapi setelah ngobrol dan berkoordinasi dengan tour & travel agent langganan kantor, jadilah kami bertiga memutuskan untuk ke Manado.

Saat itu kenangan indah saya terukir pada keberadaan Bunaken yang memang popularitasnya moncer baik skala nasional maupun internasional. Sementara jenis wisata lainnya seperti kuliner dan lain-lain tampak masih bersifat pendukung saja. Begitu pun dengan wisata di dalam kota dan beberapa kabupaten yang menjadi tujuan wisata penyanggah. Beda banget dengan apa yang saya hadapi di akhir 2023, saat saya menginjakkan kaki kembali di sini.

Seiring dengan perkembangan zaman, pesatnya teknologi informasi, dan meningkatnya pengetahuan serta luasnya ilmu, sisi pariwisata pun turut terdongkrak maju. Saat mendengar bahwa Likupang, Kabupaten Minahasa Utara, terpilih menjadi salah satu Destinasi Pariwisata Super Prioritas nusantara, saya langsung membayangkan bahwa status ini tentu akan membawa banyak efek bagi provinsi Sulawesi Utara secara keseluruhan.

Saya sempat mendiskusikan hal ini dengan Axel. Dari semangatnya berbagi cerita, provinsi di utaranya Sulawesi ini tentu saja bergerak ligat. Meski sorotan utama adalah Likupang, kota Manado sebagai basis transportasi dari dan menuju ke Likupang juga ikut berbenah. Dan karena statusnya sebagai ibu kota, perhatian utama diberikan untuk wisata kuliner. Tak ayal, sepanjang saya berkeliling kota, hampir setiap sudut kota dipenuhi oleh tempat-tempat makan dan nongkrong yang cantik, kekinian, dan terpoles apik. Tentu saja dengan mengedepankan keunikan dan keistimewaan Sulawesi Utara sebagai kota bahari. Setidaknya karena dekat dengan banyak destinasi air, pilihan asupan aneka makanan laut dan produk turunannya bisa ditawarkan kepada wisatawan.

Dihidangkan dengan bumbu khas Manado, pastilah jadi incaran banyak tamu. Belum lagi Bubur Manado (Tinutuan) dan Nasi Kuning yang sungguh membangkitkan selera. Tak lengkap rasanya sudah sampai di sini tanpa menikmati dua kuliner wajib tersebut.

Kuliner pada kenyataannya memang penyempurna liburan dimana pun dan kemana pun kita menuju.

Memanjakan Lidah dengan Kuliner Khas Manado di Dabu Dabu Lemong
Tangga semen dengan dekorasi bambu yang menghubungikan bangunan bawah dan atas di Dabu Dabu Lemong

Memanjakan Lidah dengan Kuliner Khas Manado di Dabu Dabu Lemong
Area makan yang berada di bangunan dan pintu masuk utama Dabu Dabu Lemong

Memanjakan Lidah dengan Kuliner Khas Manado di Dabu Dabu Lemong
Aneka hidangan laut yang siap diolah di Dabu Dabu Lemong

Memanjakan Lidah dengan Kuliner Khas Manado di Dabu Dabu Lemong

Memanjakan Lidah dengan Kuliner Khas Manado di Dabu Dabu Lemong

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

16 thoughts on “Memanjakan Lidah dengan Kuliner Khas Manado di Dabu Dabu Lemong”

    • Setuju banget. Memperluas jelajah rasa kita juga. Kadang-kadang bahkan sering banget ketemu hal-hal baru yang tidak kita duga sebelumnya.

  1. Resto Dabu-Dabu Lemong ini bisa jadi rekomendasi yang klop untuk menikmati Cita rasa aneka kuliner Manado. Pilihannya tampak cukup variatif terlebih suasananya pun syahdu karna ada di pinggiran pantai. Klo datang saat sore mungkin bisa sekalian menikmati keindahan sunset sambil mencicipi hidangan dari dlm restonya

    Reply
    • Bener Mbak. Dari Axel, tour guide saya, resto ini tuh rame dan penuh banget pas makan malam. Bahkan semakin malam akan semakin penuh. Makanya mereka punya space dine-in yang luas dan gede banget. Parkirannya pun cukup untuk banyak mobil.

  2. Selama ini tahu kuliner tradisional khas Manado ya cuma bubur Manado (Tinutuan) dan Nasi Kuning nya itu. Tapi ternyata kalau melancong sendiri ke sana, ada banyak kuliner khas yg citarasanya beda ya…

    Itu contohnya bakwan jagung. Di Jawa atau Sumatera juga banyak kan yg bikin bakwan jagung dan bakwan lainnya, tapi ya masing-masing punya cita rasa khas ya. Jadi rasanya beda apalagi saat lapar, pasti bakalan terasa lebih enak.

    Reply
    • Nah soal bakwan jagung ini benar-benar kejutan buat saya Teh. Entah apa resepnya kok beda rasanya dengan bakwan sejenis di daerah-daerah lain. Seandainya jago masak, saya pasti dah coba deh di rumah.

  3. Paling suka kalau resto seafood kita pilih sendiri ikannya. Dijamin fresh deh, dan rasa ikan/seafood-nya tuh beda. Ada manis-manisnya…haha…kayak iklan air minum aja. Woku-woku dan udang asam manisnya terlihat maknyus gitu…Sedep…lebih sedep sama nasi putih sih yaaa…
    Tapi bahaya buat yg menjaga BB nih…
    Wow, paling suka nih bakwan jagung. Bisa gitu yah…ternyata tiap daerah beda pengolahannya. Kebayang krenyes dan manis gitu…

    Reply
    • Sependapat Mbak Hani. Biasanya ikan yang fresh rasanya lebih manis dan gurih dagingnya. Apalagi jika dibakar dengan kematangan yang pas dan bumbu yang gak pelit. Duuhh saya bisa ngabisin seekor sendiri itu. Tentu saja tanpa nasi hahahaha. Gak kuat perutnya.

      Soal bakwan jagung itu bener-bener surprise saya Mbak. Beda deh pengolahannya. Bakwannya itu bisa garing, krenyes-krenyes, dengan komposisi terigu dan pipilan jagung yang seimbang.

  4. Ada paket yang untuk 2 orang, jadi bisa tetap mencicip aneka masakan yang porsinya dibuat pas untuk 2 orang ya mbak, walau harus melewatkan ikan bakar yang sudah jadi incaran. Iya sih, ikan bakar di sana itu ukurannya besar-besar hehehe… mesti mengosongkan perut seharian kalau pengen menyantapnya, atau bawa rombongan yang jumlahnya lebih banyak

    Reply
    • Paket 2 orang itu aja udah turah2 banget Mbak Nanik. Kaget saya lihat ukurannya hahaha. Nah itu dia Mbak Nanik, gak ada pilihan yang kecil buat ikan bakarnya. Sementara kalau gak habis dan dibungkus, gak yakin bakal bisa dinikmati lagi karena gak ada penghangat di hotel.

  5. Wah free aneka sambal, jadinya bisa mencicipi semua ya. Tentunya ada ciri khas masing² sambal yng ngepas dengan menu dan lidah kitanya hehe.
    Suatu saat bisa balik lagi nih Bu Annie untuk menuntaskan rasa penasaran buat mencoba menu lainnya

    Reply
    • Iya Fen. Saya masih penasaran sama ikan bakarnya. Semoga bisa datang dengan rombongan supaya bisa menikmati ikan bakar yang ukuran gede2 itu. Kalau cuma berdua sih hakul yakin gak mampu hahahaha.

  6. desain interior restonya unik ya Mbak Annie?

    Huhuhu ngeces berat lihat menu-nya.
    saya tuh orang Jawa tulen sehingga kurang akrab dengan seafood (alm ibunda jarang masak ikan)

    karena itu sekarang seperti balas dendam, ketika melihat menu seafood rasanya mau semua :D :D
    Cuma mungkin gak bisa seperti Mbak Annie yang meminggirkan nasi
    Seafood tanpa nasi putih ngepul2 rasanya kurang nendang :D
    Soal selera ya Mbak

    Reply
    • Hahahaha emang kurang seru ya kalau ada sambal enak terus dinikmati tanpa nasi. Gak sempurna acara makan kita.

  7. Penasaran sama milu, sekilaa melihat dari foto bisa membayangkan rasanya. Setelah membaca deskripsi rasanya, kok jadi makin penasaran pengen nyoba langsung. Semoga ada rejeki bisa nyobain milu langsung.

    Reply
    • Nah itu Mbak Sendy. Kayaknya memang Manado ini punya resep khusus buat bakwan jagungnya. The best pokoknya.

Leave a Comment