Menjawab Rasa Penasaran
Bandung di hari itu memang panas tak terkira. Saya sampai harus berganti baju karena keringat yang mengucur deras di badan dan kepala yang tertutup ciput. Tadi, saat selesai sarapan di hotel dan memotret berkeliling, saya dan suami kembali ke kamar dengan butir-butir keringat sebesar jagung. Gerah banget. Jadilah akhirnya kami istirahat kembali di kamar, leyeh-leyeh meng-adem-kan badan, menghilangkan keringat, dan berganti pakaian. Saya bahkan mengeringkan ciput yang saya kenakan karena basahnya gak ketulungan plus saya tidak ada stok ciput lagi untuk dipakai. Untung ada hair-dryer.
Sembari memilah dan memilih banyak foto di smartphone, saya kembali mengulang rencana hari itu. Kami akan ke pasar buku Palasari, nongkrong asyik di Jabarano Coffee Kuda Lumping yang ada di Laswi, baru setelah itu makan siang di tempat lain terus berkendara kembali ke Cikarang. Awalnya sih cuma mau ke Palasari, maksi, lalu pulang. Tapi karena rencana ke Jabarano di Braga di malam sebelumnya gagal total, akhirnya suami mengusulkan untuk ke cabang yang di Laswi aja keesokan harinya.
Pokoknya kudu ke Jabarano lah. Secara ya saya sudah terhimpit rasa penasaran karena berlimpahnya komen-komen seru dari publik yang sudah ke Jabarano Coffee. Bahkan diantaranya sudah mencoba tiga dari outlet coffee shop milik Ridwan Kamil (Kang Emil) yang ada di Bandung, Waahh foto-foto dan videonya keren-keren banget deh. Sungguh menggoda jiwa.
Satu jam berikutnya suami langsung mengingatkan saya untuk bersiap-siap agar kami bisa segera check-out. Mumpung masih pagi, jalanan tidak begitu ramai, dan banyak waktu untuk bereksplorasi.
Mari kita kemon.
Baca Juga : Jejak Jejak Literasi di Pasar Buku Palasari
Tempat yang Inspiratif
Saya dan suami masih seru membahas soal pasar buku Palasari saat kami menyusur jalan Laswi yang cukup panjang. Dari aplikasi peta yang dinyalakan, cukup mudah untuk menemukan tujuan kami. Suami melambatkan mobil karena dari arah kedatangan kami ada satu resto yang posisinya berdampingan dengan Jabarano Coffee Kuda Lumping. Hampir aja salah masuk karena tidak adanya pembatas yang tinggi dan jelas diantara keduanya. Tapi untung kondisi lalu lintas saat itu belum terlalu ramai. Jadi kami pun nyaman untuk berlambat-lambat hingga menempati area parkir yang ada di belakang coffee shop.
Saat menginjakkan kaki di halaman depan lalu teras luar, puluhan meja besi dan kursi tampak terhampar rapi. Dari arah belakang (area parkir), saya bisa melihat sebuah bangunan dua lantai dalam kondisi setengah terbuka. Terlihat beberapa pengunjung menaiki tangga yang cukup curam untuk mencapai lantai tertinggi bangunan tersebut. Dari mendengar suara obrolan dan candaan serta tawa yang menggema, saya yakin di atas situ banyak tamu yang sedang seru bertukar cerita sembari nongkrong asyik. Ngumpul-ngumpul di akhir pekan yang tentunya jadi acara yang menyenangkan.
Di sisi luar ini juga saya melihat penataan yang cantik. Ada beberapa signage Jabarano Coffee yang dipasangkan sebagai identitas. Mulai dari yang terpasang di fasad dan nangkring di atap rumah, yang ditempel ke dinding mendekati pintu masuk ruang utama, di samping tumpukan batu koral dengan besi-besi sebagai penyanggah, dan sebuah instalasi penuh warna yang ada di salah satu sudut depan outlet.
Yang terakhir saya sebutkan ini sungguh menarik hati. Selain ukurannya yang tinggi besar, warna yang digunakan pun sangat mencolok. Bahkan saking gonjreng warnanya, instalasi ini bisa terlihat dari kejauhan dan menjadi penanda bahwa kita sudah berada di lokasi yang tepat. Perpaduan shocking color yang apik dengan garis estetika yang kokoh dan menampilkan kuda lumping ini yang gagah ini, bisa jadi salah satu karya seni yang layak dibanggakan. Setidaknya kehadiran image kuda lumping sebagai maskot pastilah sudah dipertimbangkan masak-masak dan jauh-jauh hari. Apalagi kuda lumping juga adalah salah satu unsur budaya Jawa Barat yang sudah (sangat) dikenal publik. Karakter kuda lumping yang kuat tentunya seiring dengan doa dan harapan bahwa Jabarano Coffee yang berada di Laswi akan setangguh itu.
Sebuah rangkaian filosofi yang tepat untuk usaha berkelanjutan.
Pemilihan huruf untuk logo Jabarano pun unik terlihat. Keren sekali idenya. Padupadan huruf besar dan kecil serasi ditampilkan dengan warna putih solid. Estetik sekali. Tapi saya pribadi gak begitu kaget sebenarnya karena sang pemilik, Ridwan Kamil (Kang Emil) aktif bergulat, berprofesi, dan tetap eksis di dunia seni dan keindahannya. Masjid ribuan hektar aja bisa digarap dengan baik apalagi hanya sekedar membuat logo.
Baca Juga : Terjebak dalam Kekaguman di Masjid Al-Jabar Bandung
Saya kemudian mengalihkan indera penglihatan ke bangunan yang terhampar di depan mata.
Memandang bangunan utama/inti dari coffee shop ini, saya mendapatkan kesan bahwa sepertinya dulu adalah rumah jadoel. Mungkin sisa zaman Belanda. Sisi depan yang melengkung setengah lingkaran dengan jendela-jendela kaca besar tampak dilengkapi oleh teras yang persis di pinggir jendela. Ini salah satu ciri khas bangunan ala Belanda. Di sepanjang teras ini juga terpasang dinding pembatas setinggi sekitar 50cm. Tapi meskipun terlihat tidak jangkung, dinding pembatas itu justru pas dengan meja dan kursi yang diletakkan di sana.
Saya jadi dejavu. Ingat dulu rumah dinas alm Ayah saya di Medan tuh adalah bangunan Belanda. Dengan tanah seluas 500m2 dan bangunan 250m2, nuansanya mirip banget dengan rumah yang ditempati oleh Jabarano Coffee Kuda Lumping ini.
Di dekat bangunan dua lantai yang tadi saya lihat dari parkiran ada sebuah musala. Suami sempat mau salat di sana tapi karena aliran air bermasalah, dia memutuskan untuk mencari tempat lain.
Main dining area ada di bangunan utama satu lantai. Selain pusat layanan terbuka, juga ada service area seperti toilet dan jika tidak salah ada ruangan khusus berukuran kecil yang tertutup. Sejenis VIP room keknya ya.
Interior design cukup menarik rasa dan perhatian. Tak jauh dari area pusat pelayanan, ada beberapa sofa yang nyaman banget. Saya bersengaja mengambil sofa terujung yang mendekat ke dinding kaca. Dari sini saya bisa melihat area parkir dan menikmati berbagai karya seni yang ikut meramaikan dekorasi ruangan. Selain doodle art dengan media paper cup, juga ada dua lukisan (digital painting) yang dikerjakan oleh Arifwhy dan Sena Noers. Pihak Jabarno Coffee Kuda Lumping menyediakan akses digital, di samping setiap lukisan dan di kaca depan ruangan, yang bisa kita scan untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut tentang setiap karya tersebut.
Saya kebagian sebuah sofa panjang dengan dua meja kecil yang berada persis di depan kedua lukisan tersebut. Karena hanya berdua akhirnya saya dan suami berbagi sofa dengan tamu yang lain. Juga sepasang suami istri yang tampaknya seusia dengan kami.
Dengan jumlah dudukan yang lumayan terbatas di dalam sini dan dalam kondisi fully booked, saya hanya mampu menikmati kesibukan para petugas dari kejauhan. Sempat kembali ke satu meja yang berada persis di depan kasir karena ingin melihat tawaran souvenir yang bisa dibeli. Saya akhirnya memutuskan untuk mengadopsi mug coaster berwarna hijau dengan gambar logo Jabarano Kuda Lumping. Harganya 89K sekotak isi empat buah. Manfaat banget buat saya karena coaster ini bisa jadi alas cangkir kopi atau minuman dingin yang selalu menemani saya di meja kerja.
Semua terlihat sangat inspiratif. Menghibur dan menghadirkan nuansa serta rasa menyenangkan untuk nongkrong asyik dan berlam-lama di sini.
Yuk sekarang waktunya mencoba sajian yang ditawarkan.
Menilik Beragam Tawaran yang Ada di Jabarano Coffee Kuda Lumping
Tadi, saat saya membawa langkah masuk ke bagian dalam bangunan utama, aroma kopi yang sedang diroasting pun langsung nonjok menyerang hidung. Untuk saya, si anak Sumatera dan penggila kopi hitam, ini sudah menjadi tanda bahwa saya sudah datang ke tempat yang tepat. Wangi roti pun tak mau kalah. Apalagi kemudian di area pelayanan utama tersedia sekian banyak produk bakery yang sebagian besar menggugah selera tanpa ampun. Jenis roti yang paling banyak ditawarkan itu adalah sourdough. Roti yang adalah campuran terigu, air, dan atau komponen lain yang difermentasi dengan starter alami yang mengandung bakteri asam laktat (BAL) dan yeast (sejenis mikroorganisme yang digunakan dalam roti).
Area pemesanan sekaligus kasir ada di bagian tengah meja panjang ini. Di sampingnya persis terdapat satu space yang cukup besar untuk para petugas mengambil pesanan para tetamu. Sebuah lemari kaca yang mempertunjukkan berbagai roti dengan nama dan harganya. Lalu ada sederetan alat roasting yang tampak gagah dan (sangat) fungsional.
Sementara di sisi terluar meja bertumpuk aneka benda yang disusun dengan sangat rapi. Ada sebuah cangkir besar hitam untuk menaruh tip, berbagai souvenir seperti coaster, mug, coffee dipper, tumbler dan lain-lain. Lalu ada juga camilan-camilan yang bisa dibawa sebagai buah tangan. Selain di depan kasir, beragam souvenir ini juga diletakkan di area kecil persis di depan antrian. Dari sisi ini saya melihat kaos-kaos dengan logo Jabarano Coffee dan beberapa materi lucu lainnya. Benar-benar menarik perhatian karena posisinya membersamai barisan antrian. Jadi sembari menunggu kita bisa tolah-toleh dan memegang benda-benda kreatif ini.
Satu yang begitu eye-catchy buat saya adalah Nastarano. Homemade kue nastar yang hadir dengan packaging yang menarik hati. Pengen ngambil satu box tapi mengingat bahwa saya dan suami sedang (sangat) mengurangi berbagai produk dengan kandungan gula yang tinggi, saya hanya bisa menahan keinginan tersebut. Apalagi kami hanya tinggal berdua di rumah. Siapa pula nanti yang menghabiskan.
Sembari mengantri, saya membaca dua buah daftar menu yang disediakan. Meski tadi pas duduk seorang petugas sudah memberikan daftar menu ini, saya mendadak ingin menambah sesuatu untuk dibawa pulang.
Untuk kunjungan perdana ini, saya dan suami memutuskan untuk mencoba healthy juice (healthier choices drinks) yaitu Summer Paradise yang berisikan wortel, apel, nanas, buah naga, kurma, dan parsley seharga 36.3K dan Green Revivie Harmony yang mengandung pakchoy, horenzo, moringa powder, cucumber, green apple, parsley, banana, dan dates (kurma) juga di harga 36.3K. Sementara untuk camilan saya memesan sourdough twice baked almond croisant di harga 45K. Sementara untuk dibawa pulang saya memesan tuna sandwich gandum seharga 50K yang tetap terasa enak setelah saya makan malam harinya.
Tiga pesanan yang saya dan suami nikmati sungguh memuaskan dan sesuai dengan ekspektasi kami berdua. Healthy juice nya mantab betul. Untuk saya dan suami yang terbiasa membuat sajian yang sama di rumah, sentuhan rasa di Jabarano Coffee Kuda Lumping ini punya kekuatan rasa tersendiri. Apalagi ukurannya lumayan besar. Efek kenyang yang kami rasakan begitu menyenangkan. Apalagi ditambah dengan sepotong croisant yang juga sama besarnya. Cukuplah untuk mengisi lambung selama dalam perjalanan pulang.
Melamati lembaran menu sembari antri membayar, saya terkesan dengan sekian banyak tawaran yang ada di sini. Ada pilihan sajian khusus sarapan, aneka jenis minuman hangat (khususnya kopi), fresh juice dan beragam minuman non-kopi. Lalu ada juga sekian banyak masakan atau menu utama seperti bubur, aneka sop, asupan daging, serta cemilan seperti pempek – cireng – pisang, dan rasa Eropa seperti spaghetti. Pasutri yang duduk persis di sebelah saya tampak beberapa kali memuji sop iga dan nasi goreng domba yang mereka pesan.
Wah. Dari visual atau platting nya aja saya sungguh tergoda. Tapi ada daya perut sudah terlalu penuh untuk mencoba masakan dengan quantity yang cukup besar itu. Di kunjungan berikut lah nanti saya cobain.
Kesan Pribadi Untuk Jabarano Coffee Kuda Lumping, Laswi, Bandung
Terik masih terasa saat kami berkendara menembus lalu lintas kota Bandung yang mulai padat menuju rumah. Sepanjang perjalanan, kami berdua asyik bercerita tentang healthy juice yang kami nikmati barusan. Suami yang memang seneng dengan minuman jenis ini, mulai menyusun rencana ingin membuatnya di rumah. Sementara saya “selalu sibuk” menjadi penikmatnya saja. Memang sejak awal 2024, kami membiasakan diri mengkonsumsi juice jenis ini. Tapi belum pernah dengan campuran sebanyak itu. Paling mentok hanya tiga item saja. Itu pun hanya yang kami sukai. Seperti campuran wortel dengan nanas, sayur pokcoi dengan jeruk, atau hanya tiga jenis buah-buahan saja. Tapi sejak pulang dari Jabarano Coffee, suami jadi tertantang untuk lebih banyak bereksplorasi.
“Ternyata dengan banyak campuran begitu rasanya jadi lebih menyelerakan ya,” ujarnya semangat.
Saya pun kemudian datang dengan berbagai ide. Khususnya beberapa buah yang memang favorit saya. Tentu saja diolah tanpa gula agar aman untuk dikonsumsi orang seusia kami yang memang wajib mengurangi bahkan kalau bisa sama sekali tidak melibatkan gula. Bahkan sejak saat itu keputusan suami untuk membeli alat pressed juice semakin bulat. Tujuannya agar ampas yang ditimbulkan dari bahan-bahan tersebut bisa disingkirkan.
Awalnya saya pikir dengan blender saja sudah cukup. Tapi dari penjelasan suami dan melihat hasilnya di Jabarano Coffee, saya langsung setuju. Memang harganya lebih mahal tapi hasilnya tentunya lebih spesifik. Tidak ber-ampas agar nyaman untuk ditelan.
“Apalagi kalau sayur-sayuran. Yang penting kan sarinya,” lanjut suami sembari penutup obrolan kami tentang healthy juice itu.
Jika suami begitu semangat membicarakan tentang minuman sehat dua gelas besar yang baru saja kami nikmati, saya justru mengajak suami bernostalgia tentang masa SMP saya saat di Medan. Saat di mana saya tinggal di sebuah rumah dinas dengan struktur bangunan yang mirip banget dengan tempat di mana Jabarano Coffee Kuda Lumping berada. Bangunan yang kokoh dengan jendela-jendela besar dan jenis keramik yang digunakan.
Lalu muncullah obrolan tentang masalah air di toilet yang kami alami tadi. Air yang mengalir kecil banget. Bahkan untuk cebok pun air keluar (sangat) sedikit dan tidak muncrat meski bidetnya terlihat masih fungsional. Begitu pun saat hendak mencuci tangan. Bagi lelaki hal ini mungkin tidak begitu berpengaruh. Tapi buat perempuan tentunya menganggu. Untungnya saya selalu bawa tissue basah dan kering sendiri. Jadi jika hal ini terjadi, saya paling tidak tertolong dengan tissue basah. Cuma ya harus menggunakan tissue nya berlapis-lapis. Setidaknya hingga menghilangkan efek lengket yang muncul setelah BAK. Kebayang dong kalau itu terjadi saat seseorang BAB (duh maaf ya).
Topik pun berpindah tentang staff attitude. Dari sekian banyak pengalaman dine-in di banyak cafe atau resto. Apalagi yang sudah punya nama dan terkenal seantero pecinta high-rated cullinary, attitude adalah hal paling penting yang harus dijaga. Kami paham seluruh petugas (sangat) sibuk bekerja dan melayani tamu yang padat tak terkira, tapi setidaknya jangan lupa untuk tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Bahkan saat kami hendak beranjak meninggalkan meja, petugas semerta-merta datang dan langsung membersihkan meja dengan wajah datar aja gitu. Padahal, menurut saya sih, ada baiknya mengucapkan kata terima kasih dengan segaris senyum yang ramah.
Saya yakin banyak yang setuju dengan pendapat saya ini. Mereka yang berbisnis di bidang jasa dan pelayanan, keramahan tentunya jadi bagian penting dari seluruh sirkulasi operasional tempat. Kualitas produk yang ditawarkan memang jadi fokus utama. Tapi jangan lupa kenyamanan hati konsumen kudu juga diperhatikan. Lagian tak pun rugi kan jika hal terakhir ini jadi pembiasaan.
Saya bahkan sempat tersenyum simpul saat pasutri (khususnya si ibu) yang duduk di dekat kami sampai berucap, “Aiih si Mas. Mukanya tertekuk banget. Lagi M kali ya,” ujarnya becanda sembari diikuti tawa suaminya. Saya hendak menyahut tapi takut jadi memperkeruh suasana. Jadi masalah ke-tidakramah-an itu bukan saya aja yang mengalami.
Semoga hal ini bisa jadi masukan yang membangun untuk Jabarano Coffee ya.
Untuk sajian, khususnya apa yang sudah saya dan suami pesan, tentunya tidak masalah. Kami malah sangat menikmatinya. Bahkan healthy juice nya sudah begitu menginspirasi. Efek segarnya begitu terasa di lidah. Membuat kami semangat untuk terus dan konsisten menikmati minuman sehat yang satu ini. Apalagi kemudian mendapatkan ide yang menyegarkan dari campuran yang melahirkan kedua minuman yang baru saja kami rasakan.
Ke Jabarano Coffee lagi? Tentu dong. Saya masih penasaran dengan cabang mereka yang di Braga. Outlet yang belum sempat kami hampiri karena panjangnya antrian konsumen. Buat saya, yang di area Braga itu terlihat lebih bikin penasaran. Khususnya untuk dipotret. Saya bahkan menyimpan hasil foto yang tampil di banyak akun IG. Wah cakep-cakep banget deh. Jepretannya terlihat mewah dan istagenic tanpa bantahan.
Dan saya yakin pegawai di kafe itu orang Sunda… Sungguh memperburuk citra masyarakat Sunda yang terkenal ramah someah tur darehdeh…
Secara etika, ramah dan sopan santun wajib dimiliki semua pelayan. Seharusnya kritik membangun ini sampai ke owner nya supaya SDM mereka lebih dibimbing lagi.
Jangan sampai pendidikan karakter sapa senyum dan salam yang sudah ditanamkan sejak dini, di keluarga maupun sekolah tak terpakai sama sekali dalam dunia kerja dan masyarakat sesungguhnya
Kecuali memang tidak pernah diajarkan pendidikan karakter sebelumnya baik di sekolah maupun oleh orang tuanya?
Betul banget Teh karena mereka ngobrol dengan bahasa Sunda. Bahkan terkadang ada yang berbicara dengan konsumen juga menggunakan bahasa Sunda. Jadi seperti pendapat Teh Okti, suami juga kaget jika lelaki yang se-suku dengan dia, ada yang kurang paham dengan keramah-tamahan. Setidaknya tersenyum lah saat menghadapi konsumen. Mengucapkan kata “terima kasih” juga bukan hal yang memberatkan bukan?
Saya sungguh berharap agar masukan ini bisa sampai ke manajemen Jabarano. Termasuk untuk urusan air yang mampet itu. Mengganggu betul untuk kegiatan di toilet. Suami malah sampai gak jadi salat karena air cuma netes kecil banget.
duh setuju nastarano-nya sangat menggoda iman
tapi kayanya saya bakal tergoda untuk beli, maklum iman saya lemah hehehe
karena seperti Mbak Annie dan suami, saya juga berusaha lebih banyak mengonsumsi buah-buahan dan sayuran
tapi tergoda lagi, tergoda lagi
Tentang Jabarano, saya baru ngeh ini brand-nya Kang Emil. Cuma tahu RK punya cafe di kawasan jalan Asia Afrika,
ternyata ada cabangnya ya? Coba mampir ah.
Iiihhh saya juga sampe terkenang-kenang loh Mbak hahahaha. Nastarano nya itu sungguh menggoda. Sayangnya saya dan suami lagi memotong kompas asupan gula. Jadi cuma bisa nelen ludah doang hahahaha. Duuhhh jadi kepengen berat.
JABARANO sudah ada tiga cabang Mbak Maria. Di Braga, Pahlawan, dan Laswi. Kabarnya akan buka di Bali dan Melbourne. Berjaya lah pokoknya jenama ini.
Aku belum pernah ke Jabarano Coffee di Laswi… aku nongsnya yang di Jl. Pahlawan.
Ini malah lebih eemmhh, lagii, ka Anniee..
Soalnya ga ada kamar mandinya dan lumayan kiciik… Hanya lokasinya deket ama sekolahan dan kampus.
Tapi kurasa kalok anak sekolah yaa.. ngopinya gak kesini siih.. di sini harganya mayan soalnyaa.. Iya gasii?? hehehe..
Untuk skala coffee shop harganya hampir sama dengan yang di Jakarta. Jadi mungkin acuannya ke sana. Tapi kalau lihat dari quantitynya sih cukup equal dengan harganya. Healthy juice yang aku pesan itu pricy tapi gede ukuran gelasnya. Dan untuk anak sekolah memang pricy kecuali memang duit jajannya gede hahahaha.
Sepemikiran, ka Annie..
Suka ga abis thinking kalo ada anak kuliahan nongkrong di cafe buat ngerjain cafe. Hahahha.. secara jaman aku mah nongkrongnya di rumah temen ato di kos-kosan.. kan ga ngabisin duid.
Tapi aku salut sama reviewnya kak Annie mengenai pengalaman ngafe di Jabarano Coffee.
Semoga ke depannya lebih ditingkatkan lagi, terutama di kebersihan dan pelayanannya.
Overall,
Ini buat tempat makan keluarga, asik sii.. apalagi yang anaknya uda remaja. Bukan anak-anak yaa.. Soalnya space bergeraknya gak luas juga..
Pernah ada anak-anak di Jabarano Coffee gitu berasa riciikk sekalii..
Orang bandung nya malah belom nyobain nih Jabarano..
Padahal yg cabang Pasar kreatif Jabar deket rumah lokasinya..
Ini yg di laswi yaa
Yg di braga sempet muw mampir tapi penuh trus keburu mepet jam nonton wkwk
Kepo sama nastarank aku mah hahaha
Saya juga dah coba ke Jabarano Braga. Tapi ya gitu. Ngantrinya yahud. Gak kuat nunggu hahahaha.
Wah, baru tahu kalo Kang Emil punya coffe shop. Dari mana aja atuh eyke ini? Ehehhe. Ikonik sekali ya, branding signaturenya. Kerennga lagi, mereka memiliki produk buah tangan. Sasarannya pas banget ya..
Saya setuju banget, Mbak, tentang mengurangi bahkan menghindari gula. Bahkan tanpa bicara usia karena makanan sekarang ini sudah kebanyakan gula. Saat bicara alat untuk mengambil air sari buah/sayur, saya merasa agak sayang karena bisa mengenyangkan. Tapi kan memang tiap orang punya referensi berbeda, ya.
yang penting tetap sehat selalu.
Ngeri ngeliat aneka jajanan dan minuman kekinian itu Mbak Susi. Kadang kita gak sadar bahwa kandungan gula yang ada di situ tuh luar biasa banyaknya. Dengan lifestyle yang ada sekarang, gak heran kalau penyakit diabetes sudah menjamah segala usia. Bahkan pada anak-anak yang masih di bawah usia remaja.
Saya mengakali pressed juice dan vegetables itu dalam rangka kepraktisan. Khususnya saya yang malas ngunyah hahahaha. Kebetulan pulak saya kurang lihai menyentuh urusan dapur. Dan kalau makan sayur itu, saya selalu tergoda untuk menikmati nasi. Gaswat sudah. Jadi sayuran yang saya makan dalam bentuk raw itu biasanya salad.
Suasana dan menu yang ditawarkan bikin betah ya.
Selain kenangan akan suasana dan rasa sajiannya, ternyata ada efek bagus yang masih terus terbawa ya mbak, pak Suami jadi mengeksplorasi bebikinan healthy juice.
Semoga dikunjungan berikutnya, bisa dapat senyum ramah dari staf yang melayani di sana ya.
Iya Mbak Nanik. Sayang banget jika satu jenama besar justru tidak aware akan pentingnya hospitality.
Ciri khas rumah zaman dulu adalah pagarnya pendek, catnya putih, jendela kaca gede2 dan punya pekarangan luas. Kebayang deh rumah dinas orang tua ibu kaya gimana, hehe …
Jadi keinget aku punya keluarga di Bogor pengusaha makanan pernah minta dicarikan rumah tua di tengah kota Medan untuk dijadikan cafe…Emang senyaman itu deh rumah tua.
Qdarullah belum kesampean usahanya sudah pailit….:(
Kalau yang punya seorang arsitek mana pula diragukan lagi bentuk kafenya, y, Bu…
Karya seni orang berbakat emang ngga bisa boong deh hasilnya
Iya Ci. Kokohnya bangunan juga jadi ciri khas arsitektur zaman Belanda ya. Saya lagi baca-baca buku tentang peninggalan masa penjajahan di beberapa kota di Indonesia. Khususnya yang banyak berhubungan dengan keberadaan dan aktivitas VOC beberapa puluh tahun sebelum hengkang dari tanah air. Bangunan yang ditempati oleh Jabarano Coffee Kuda Lumping ini bisa jadi salah satunya.
Saya kalau jadi Mba Annie, pasti dah ikutan nyeletuk nyautin istri dari pasutri deket mba Annie… xixixi.. iya saya setuju, mba dengan pelayanan yang ramah. Makanan yg awalnya tidak enak, pasti akan berkurang rasa tak enaknya kalau pelayannya ramah-ramah dan sopan-sopan.
Saya tuh tergoda sama croissantnya, menggiurkan sekali nampaknya. Jadi mau mampir deh kalau pas main ke Bandung.
Untuk bisnis apa pun, keramahan sepertinya memang faktor penting ya. Apalagi yang menyangkut service and hospitality. Semoga nantinya Jabarano Coffee Kuda Lumping bisa memperbaiki hal ini kedepannya.
Hahahaha dan croissantnya memang seenak itu.
Jadi pingin ke sini dan nyobain sourdough nya
Jalan Laswi ini dulu playground saya, karena deket tempat kost dan kampus
Dulu sih masih berdebu dan belum sekeren ini
Karena itu wajib ke sini untuk napak tilas ya?
Healthy juice nya juga enak banget Mbak. Segar tanpa gula.
Wih lukisannya bagus-bagus, estetik sekali mbak. Kayaknya bisa sih jadi tempat andalan nongkrong berbagai suasana.
Kata teman yang orang Bandung, nongkrong di sini tuh enaknya malam hari. Gak kepanasan. Lampu-lampu juga bikin tempatnya tambah cantik.
Suka dengan rumah jadoel yang jadi lokasinya plus tambahan pernak-perniknya, memang pas jika menilik siapa pemiliknya…
Jadi penasaran pengin coba Jabarano yang di Laswi lain kali.
Kalau saya ke Jabarano Braga puas dengan menu dan servicenya…si Mas dan Mbak yang melayani ramah dan sat set. Semoga bisa distandarkan ke cabang lainnya
Soal harga ..setuju , di sini harga standar Jakarta, tapi dengan kualitas sekian saya rasa sepadan. Sayangnya mungkin karena rame beberapa menu sold out lagi kosong di hari itu
Soal toilet..di Braga hanya satu..padahal pengunjung banyak…jadi ya antri kursi, antri pesan/bayar makanan, antri nunggu makanan datang dan… antri toilet kwkwk
Nah soal keramahan ini memang di Laswi harus belajar dengan yang di Braga ya Mbak. Lumayan parah sih menurut aku. Maklum sekian tahun dulu pernah kerja di bidang ini. Jadi gatel untuk berkomentar supaya jadi masukan bagi Jabarano Laswi.
Pe-er lagi soal toilet ya Mbak Dian. Di Laswi sih biliknya banyak, tapi airnya dikit banget. Di dalam toilet gak bisa disemprot sementara yang tempat cuci tangan (wastafel) airnya minim betul. Seperti cuma netes aja. Benar-benar gak nyaman sama sekali.
Nuansa tata ruang dan design segala properti di Jabarano Coffee – Kuda Lumping khas bgt art nya dan unik. jadi berasa kaya digaleri seni.
Untuk makanannya yg tersedia juga cukup variatif cuma agak disayangkan pelayanannya kurang menyenangkan dari staff nya ya..semoga cuma lagi bad mood aja tuh org nya kan ribet klo karakter ga ramah bisa bikin pengunjung ogah dateng (lagi)
Beda ya kalau tempat yang merancang adalah seorang arsitektur sekaliber Kang Emil. Sentuhan seninya berkualitas banget.
Karena namanya Jabarano, maka nastarnya juga bermana nastarano ya, Mbak hehehe. Tapi ini emmang tempatnya asyik Mbak. Dari fotonya saja nyaman, apalagi kalau langsung merasakan ya, Mbak. Dan saya suka tembok batu-batunya, Mbak. Bisa jadi inspirasi tuh. Semoga kalau pas main ke Bandung bisa mampir.
Hahahahaha iya ya Mas. Kok jadi ngepas gitu hahahaha. Tembok batu dalam kerangkeng besi itu jadi inspirasi di banyak tempat Mas. Karena perhitungannya lebih hemat daripada harus diplester. Visualnya juga lebih unik jadinya ya.
Healthy juice pilihan yang bagus sekali, Mbak. Tampaknya memang keseharian, ya. Saya juga menghindari gula sebisanya, tapi somehow masih ga jauh dari kopi/es kopi. Ketahuanlah gaya hidup saya dari pilihannya. Hahaha
Btw, selalu salut dengan penulis seperti Mbak Annie yang bisa menikmati kulliner secara menyeluruh dan utuh. Saya ni meski sedang niat banget pengen melakukan hal yang sama, selalu lupa dengan foto diri sendiri. Cuma fokus sama tempat dan makanan saja. Makanya jarang memperlihatkan muka.
Dimana ada kelebihan pasti aja ada kelemahan, salah satunya masalah air di toilet dan keramahan pelayan. Padahal itu juga tetap jadi poin penting ya, sayang bangeeet, suasana sudah nyaman, sajian menunya juga oke, eh eh ternyata gak ada kehangatan di dalamnya. Semoga tulisan mba Annie bisa membawa perubahan lebih baik lagi untuk Jabarano coffee
healthy juice yang menyenangkan nih Bu Annie.
Udah platingya cantik, suasananya di sana pun mendukung untuk berlama-lama., karena ada kesan unik dan otentik. Keknya kalo pepotoan di sana kudu siapkan memori kamera yang banyak hehe
Aroma kopi dan wangi roti, ini aja udah bisa bikin hidung mengembang, mengendus dan mencari sumber asalnya.
Di tambah penataan interior dengan segala pernak pernik yang bikin betah di Jabarano Coffe, makin nambah-nambah lah keinginan buat mampir ya mbak