
cinta bukan hanya sekedar, namun harus berujar memiliki pijar
Pesan via WA berdenting di gawai saya. Tampak nama Widyanti Wulandari (Widya), Ketua Umum komunitas Ibu Ibu Doyan Nulis (IIDN) muncul di layar.
Saya langsung semangat membaca. Isinya sungguh menggugah. Widya mengundang saya untuk menjadi bagian dari project buku antologi yang sedang diinisiasi oleh komunitas ini. Saya pun langsung meng-iya-kan tanpa ragu.
Bergabung dan melahirkan sebuah karya tulis bersama IIDN adalah salah satu rencana dari kegiatan literasi saya di 2022. Dan ini adalah langkah perdana saya untuk menjadi bagian dari impian tersebut.
Writing Project baru ini, seperti yang disampaikan Widya, akan dibimbing oleh seorang penulis spesialis budaya, Kirana Kejora, yang saya kagumi dengan banyak karya tulis yang sudah membahana dan menyentuh keindahan sudut nusantara. Beliau juga memimpin dan mengkoordinir sebuah komunitas besar yang membawahi tiga sub-komunitas Elang yaitu Elang Merah, Elang Putih dan Elang Biru.
Saya sendiri bergabung di tim Elang Biru yang dikoordinir oleh IIDN.
Sekilas Tentang Elang Biru
Berada di bawah bendera dan rumah inti yaitu ELANG NUSWANTARA, Elang Biru yang diprakarsai oleh IIDN ini beranggotakan sekitar 27 (dua puluh tujuh) orang penulis. Yang jika saya perhatikan sebagian besar adalah blogger dan mereka yang memang aktif menulis. Bahkan banyak diantaranya sudah melahirkan buku solo ataupun antologi, baik bersama IIDN maupun dengan komunitas menulis lainnya.
Mendadak saya menyadari betapa bersyukurnya saya bisa memiliki kesempatan untuk mengenal dan bergabung as a big writing team dengan mereka semua.
I am so very lucky indeed.
Ke-27 penulis ini adalah : Widyanti Wulandari, Fuatuttaqwiyah El-Adiba, Fitria Rahma, Holy Gat Mellisa, Ariasetia, Pratiwi R.S, Sri Rahayu, Avi Ramadhani, Rahmi C. Mangi, Julia Pasca, Anastasia S. Wastuti, Discalusi Florentina, Ana Ruhana Salamah, Dawiah, Laili Rahmawati, Wiwi Haryanti Kusno, Irma Hardiani, Ika Damayanti, Istiati Jebres, Yokbet Taswa, Tyas Ary, Widyaningsih, Upi Jamil, Novarty, Annie Nugraha, Liza Kusuma Dewi, dan Agustina Purwantini.
Sebagian besar, bahkan semua penulis ini, belum pernah saya jumpai saat itu. Kami lebih banyak berkomunikasi lewat WA, khususnya membahas tentang masalah tekhnis dalam rangka persiapan kelahiran buku keroyokan kami. Dalam beberapa waktu juga kami mengadakan temu on-line lewat zoom meeting. Kesempatan emas yang dimanfaatkan untuk mendengarkan banyak suntikan semangat dari Kirana Kejora sebagai mentor dan Widya sebagai kepala suku IIDN.
Saya merasakan intensitas dan antusiasme untuk menulis setelah rangkaian pertemuan tersebut. So much clues and pointed directions untuk menemukan dan memutuskan materi apa yang sekiranya pas/cocok dengan tema budaya yang sudah dipilih oleh IIDN. Tentu saja agar hal ini sejalan dengan langkah-langkah sama yang telah diputuskan untuk Elang Merah dan Elang Putih.
Setelah mengikuti serangkaian briefing, saya kemudian mengetahui bahwa tema budaya fiksi atau non-fiksi yang diangkat menghubungkan kita dengan sebuah kisah cinta yang terpatri indah di rangkaian hidup kita. Fix!! Saya memantabkan diri, tanpa ragu, untuk menjadi bagian dari sejarah lahirnya buku antologi Beri Aku Cerita yang Tak Biasa. Judul yang begitu menggugah rasa dan menyajikan makna indah yang berbeda.
I am definitely so so so excited.
Pun di beberapa waktu, saat kami kembali mengadakan zoom meeting dengan kedua saudara Elang dalam rangka persiapan grand launching dari lahirnya ketiga buku dari kakak beradik Elang, saya kembali menemukan bertubi-tubi gairah yang tak terbendung.
Saya merasa sudah berada di satu tempat yang tepat, dengan orang-orang yang juga tepat, dan sebuah wadah yang sesuai dengan apa yang saya impikan di dunia literasi.


Puta Dino Untuk Buku Antologi Beri Aku Cerita yang Tak Biasa
“Menjaga warisan budaya adalah amanah dari semesta. Tak semua dipanggil dan tak semua merasa terpanggil. Maka dari itu, berbahagialah jiwa-jiwa yang mengemban tugas mulia karena sejatinya perjalanan mengenal, memahami, dan memaknai peninggalan masa lampau adalah perjalanan ke dalam diri. Makin paham kita akan hakikat diri, makin bermakna keberadaan kita di dunia ini.” (Widyanti Wulandari untuk Beri Aku Cerita yang Tak Biasa)
Saya terpekur pada paragraph pertama yang dituliskan Widya pada lembaran Prakata. Couldn’t agree more. Widya sudah membuka rangkaian cerpen yang ditulis oleh 27 orang pasukan Elang Biru ini dengan sebuah rangkaian kalimat yang saya yakin, sudah mewakili asa, mimpi dan harapan siapa pun yang menuliskan beberapa bahkan banyak hal tentang budaya.
Untuk saya, seorang blogger dan penulis Indonesia, menjadi bagian dari sejarah lahirnya buku antologi Beri Aku Cerita yang Tak Biasa, sesungguhnya adalah wujud nyata dari cinta saya akan budaya yang ada di tanah air tercinta. Melalui butiran kata, barisan kalimat yang saya uraikan untuk cerpen Semburat Cinta untuk Puta Dino, di halaman 287, saya berharap bahwa tulisan ini akan menjadi bagian dari jejak langkah sejarah itu sendiri.
Inilah waktu yang tepat bagi saya untuk membuktikan diri bahwa saya mampu dan memiliki keinginan kuat untuk meninggalkan legacy yang singularis, spesifik membahas tentang budaya, lalu mewujudkannya dalam sebuah buku antologi.
Mengapa saya memilih Puta Dino?
Jawabannya cukup sederhana. Karena Puta Dino menyimpan rangkaian bukti sejarah budaya yang pantas dicatat sebagai pengetahuan yang berharga.
Menuliskan tentang wastra asli Tidore yang sempat punah selama 100 tahun ini, bukan hanya membuktikan pada dunia bahwa saya mencintai tenun, tapi juga meninggalkan berlimpah jejak bermakna untuk dibaca oleh siapa pun sepanjang masa. Hari ini, besok, minggu depan, bulan depan, bahkan bertahun-tahun yang akan datang.
Mengenal Tidore sejak 2017, saya mulai menyadari bahwa salah satu kotamadya yang berada di Maluku Utara ini menyimpan ribuan jejak historical yang selayaknya diketahui oleh lebih banyak orang. Dan dari serangkaian enam kunjungan ke Bumi Marjiang di tahun-tahun berikutnya, cinta saya untuk Tidore semakin menumpuk. Tidore mendadak menjadi rumah ketiga saya setelah tanah kelahiran (Palembang) dan rumah pensiun (Bali). Dari yang dulunya hanya mengenal lewat pelajaran sejarah hingga akhirnya semesta mengizinkan saya menginjakkan kaki, menginap berhari-hari, minum airnya orang Tidore hingga bisa mengenal banyak sekali cendekiawan yang kaya akan pengetahuan.
Masih terpatri dalam ingatan, di tahun itu (2017), saya dan beberapa blogger pemenang lomba menulis yang bertemakan TIDORE UNTUK INDONESIA disambut layaknya saudara sedarah, baik oleh Kesultanan Tidore maupun oleh sebagian besar masyarakat yang tinggal di sana. Saya dan teman-teman menghadiri serangkaian acara dalam rangka memperingati Ulang Tahun ke-909 negeri seribu masjid ini.
Begitu banyak sajian budaya dan tempat-tempat indah yang saya dan para blogger nikmati selama menjadi tamu istimewa di sana. Hingga akhirnya melahirkan banyak tulisan sarat makna yang tentu saja menjadi khasanah kebanggaan yang memorable dan mengusung banyak pesan tentang indahnya Tidore.
Semua kenangan terbaik tersebut kemudian disempurnakan dengan lahirnya kembali kekayaan wastra yang begitu terpatri di hati saya. Berkat sebuah buku ilmiah yang dibuat oleh Tim Peneliti dari Universitas Indonesia dan Anitawati, sang pencetus lahirnya Puta Dino Kayangan, terbitlah sebuah ide untuk membuat cerpen sederhana yang menceritakan tentang bagaimana seorang diaspora Tidore, lewat rangkaian obrolan dengan seorang putra daerah, mengangkat kembali Puta Dino kepada dunia.
Cerpen ini juga menegaskan bahwa meskipun seorang diaspora berada dan tinggal jauh dari tanah kelahirannya, cintanya akan tempat dimana garis keturunannya berada, tak pernah lekang dimakan waktu.
Inilah yang akhirnya mengilhami saya untuk menulis tentang Puta Dino sebagai topik dari tulisan untuk buku antologi Berikan Aku Cerita yang Tak Biasa.
Jika teman-teman ingin mendapatkan mendapatkan informasi yang lebih lengkap tentang Puta Dino, silahkan mengakses tautan yang saya sediakan di bawah ini ya. Kedua link berikut ini memang saya susun beranjak dari naskah penelitian dan juga beberapa info yang selayaknya diangkat untuk eksistensi Puta Dino.
Baca Juga : Revitalisasi Puta Dino. Tenun Tidore yang Telah Punah
Baca Juga : Puta Dino Kayangan. Membidani Lahirnya Kembali Kain Tenun Tidore yang Sempat Punah


Review Singkat Antologi Beri Aku Cerita yang Tak Biasa
Hadirnya saya dan 26 penulis lainnya, sudah sedemikian cantiknya diatur oleh semesta. Kami yang berada di beberapa kota di Indonesia, nyatanya bisa berkumpul dalam satu wadah dan seakan berada di ruangan kerja yang sama. Jarak bahkan tak mampu menghalangi niat kami untuk menyatu dalam sebuah buku yang memberi warna berbeda bagi dunia literasi di Indonesia.
Terima kasih juga untuk teknologi yang memungkinkan segalanya terjadi. Prasarana modern dan terbarukan yang semakin memudahkan lancarnya para penulis dan IIDN dalam setiap langkah usaha untuk menghadirkan antologi Beri Aku Cerita yang Tak Biasa ini kepada publik.
Buku yang diterbitkan oleh Wonderland Publisher ini, menghadirkan 28 cerpen yang mengulas tentang beragam materi, termasuk satu cerpen berjudul Totopong Hanjuang Kakek yang ditulis oleh Kirana Kejora dan Hedy Rahadian. Semua dihadirkan dengan begitu bernas, berisi, hingga mampu meninggalkan kesan tertentu ketika kita membaca lembar demi lembar, cerpen demi cerpen. Semua sangat bernilai tanpa terkecuali.
Untuk saya pribadi, buku antologi ini sudah memberikan banyak insight baru, khususnya pengetahuan tentang budaya yang ada di berbagai daerah di Indonesia.
Tulisan karya Rahmi C. Mangi (Rahmi) yang berjudul Mappasikarawa Ati contohnya.
Cerpen ini bukan hanya menghayutkan rasa akan cinta yang terbangun antara sepasang muda mudi, Andi Muhammad Ridwan Nyompa (Ridwan) dan Andi Tenrigangka Makkulau (Tenri). Tapi juga lika-liku, seluk-beluk dan cara mereka untuk mewujudkan penyatuan cinta mengikuti adat yang berlaku, adat Bugis. Puluhan kata dan kalimat harus saya tandai agar dapat saya pahami. Termasuk diantaranya membaca cerpen ini lebih dari satu kali.
Karena terus terang, saya nyaris buta untuk urusan adat istiadat Sulawesi Selatan. Jadi ketika bertemu dengan tulisan Rahmi, saya menemukan antusiasme yang menggelegak sudut pengetahuan saya.
Semua saya lakukan agar kekayaan budaya tentang prosesi pernikahan adat Bugis yang dituliskan oleh Rahmi, bisa saya pahami dengan baik. Banyak kosa kata baru yang kemudian menjadi bagian dari kamus ilmu saya.
Makna singkat tentang gegar budaya saya dapatkan dari tulisan Upi Jamil yang berjudul Rantau.
Cerpen karya Upi Jamil ini mengajak kita untuk kembali mengingat tentang rangkaian kata bijak yang berbunyi “dimana kaki kita dipijak disitulah langit itu dijunjung”. Kita hidup sesuai dengan aturan dan kebijakan yang berlaku di tempat itu. Dan ini ternyata tidak segampang apa yang kita pikirkan. Terutama jika, seseorang itu belum pernah menjelajah atau hidup di luar tanah kelahirannya.
Inilah yang dialami oleh seorang Ibu dari tiga orang anak asli Sunda yang kemudian harus merantau ke Bengkalis mengikuti suami. Gegar budaya dan tak terbiasa jauh dari keluarga, membuatnya hidup bagai berdiri di atas jarum. Tapi akhirnya, berkat bantuan orang lain dan belajar memasak/membuat lempuk durian khas Riau, dia pun perlahan mulai menemukan kegiatan bermanfaat yang berhasil mewarnai hidupnya.
Mendadak saya teringat dengan konsep penerimaan dan keikhlasan. Dua hal yang mengajak kita untuk menempatkan diri kita sendiri sebagai orang yang bertanggungjawab atas apa yang kita pikirkan dan kita lakukan.
Pengetahuan yang baru untuk saya di dalam buku antologi Beri Aku Cerita yang Tak Biasa ini juga saya temukan lewat tulisan Fuatuttaqwiyah El-adiba yang mengurai tentang Mayam.
Cerpen ini membahas tentang apa dan bagaimana adat istiadat melamar yang ada di Aceh. Besarnya Mayam (hantaran lamaran) tergantung dari permintaan keluarga sang gadis. Makin tinggi strata ekonomi, kedudukan, dan pendidikan, maka makin tinggi pulak lah Mayamnya. Dan 1 Mayam itu setara dengan 3 atau 3.3 gram emas. Mayam juga dianggap sebagai simbol penghargaan dan penghormatan bagi perempuan Aceh sekaligus bentuk kesungguhan dari seorang pria terhadap gadis yang dipinangnya.
Dilema inilah yang dihadapi oleh Fatimah yang akan dinikahi oleh Jati. Penetapan Mayam yang ditentukan oleh keluarga Fatimah, membuat Jati, si pria sederhana berpikir keras. Permintaan 30 Mayam, bukanlah hal mudah bagi Jati. Dan itu sudah merupakan keputusan bulat keluarga karena Mayam terendah yang pernah keluarga Fatimah terima adalah 30. Bahkan kakaknya Fatimah menerima 40 Mayam saat menikah.
Alih-alih khawatir bahwa Jati akan meninggalkannya karena perkara Mayam yang mahal, Fatimah malah mendapatkan kejutan yang manis. Jati malah mempersembahkan 50 Mayam yang setara dengan 165 gram emas. Itupun dibawa bersamaan dengan 17 talam tertutup seuhap (kain penutup motif Aceh) sebagai seserahan.
Ini baru 3 tulisan loh. Masih ada 24 karya literasi lainnya yang berlimpah cerita sarat budaya yang patut disimak.
Rangkaian tulisan yang sangat bernilai dan hadir di antologi Beri Aku Cerita yang Tak Biasa selengkapnya adalah:
- Dari Taneyan Lanjang Menuju Wageningen | Widyanti Wulandari
- Mayam | Fuatuttaqwiyah El-adiba
- Rumaha Khayalan Widi | Fitria Rahma
- Keraguan Kinanthi | Holy Gat Mellisa
- Cerita Kita | Ariasetia
- Mutiara Borneo | Pratiwi R.S
- Asmara Getuk dan Parpol di Kota Budaya | Sri Rahayu
- Bancakan | Avi Ramadhani
- Mappasikarawa Ati | Rahmi C. Mangi
- Pitutur Dakon | Julis Pasca
- Restu Semesta | Anastasia S. Wastuti
- Terbang Meraih Impian | Discalusi Florentina
- Terjebak Romansa | Ana Ruhana Salamah
- Undangan Mappettuada | Dawiah
- Membersamaimu di Tumpeng Sewu | Laili Rahmawati
- Ada Cinta Dalam Sepiring Sego Megono | Wiwi Haryanti Kusno
- Aku, Tuhan dan Semesta | Iram Hardiani
- Cerita Bengkung Tari | Ika Damayanti
- Cinta yang Senyap | Istiati Jebres
- Cinta yang Tertunda Terhalang Yana & Mar | Yokbet Taswa
- Merindu Dalam Sunyi | Tyas Ary
- Senandung Rindu Untuk Mas Yanu | Widyaningsih
- Rantau | Upi Jamil
- Riuh Randai Sematkan Kau Kembali | Novarty
- Semburat Cinta Untuk Puta Dino | Annie Nugraha
- Kidung Asmoro | Liza Kusuma Dewi
- Lagi Lagi Kesrimpet Bibit | Agustina Purwantini
Lalu apa lagi yang membuat buku antologi ini istimewa?
Tentu saja karena keberagamannya. Layaknya perbedaan sidik jari, setiap penulis memiliki gaya bertutur yang khas dengan identifikasi masing-masing. Tidak ada yang sama. Setiap dari kami memiliki ciri khas pribadi yang berbeda satu dengan lainnya. Jadi saat saya menamatkan 312 halaman artikel di buku antologi Beri Aku Cerita yang Tak Biasa, saya menikmati waktu-waktu berharga karena telah membaca sebuah karya literasi yang patut diperhitungkan dan dibanggakan di tanah air.
Baca Juga : Membumikan Diri Lewat Semeleh. The Journey of Self Love, Gratitude and Acceptance
Peluncuran 3 Buku Prosa Budaya dari Elang Nuswantara
Kebanggaan saya bergabung sebagai salah seorang anggota Elang Biru menjadi semakin bergolak saat tahu bahwa buku-buku para Elang, yang hampir serentak diterbitkan oleh Elang Nuswantara ini, akan diluncurkan secara resmi dalam sebuah perayaan megah di Auditorium Utama Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang berada di Jl. Medan Merdeka Selatan No. 11, Jakarta Pusat.

Baca Juga : Yatra & Madhyaantar. Kecintaan Hakiki Atas India Dari Seorang Pengelana
Sesaat setelah mengetahui berita ini, saya girang luar biasa. Bangga tak terkira. Pertama, inilah kali perdana buku saya bersama IIDN kelahirannya akan disambut oleh banyak orang. Kedua, ini juga adalah pengalaman pertama saya mengikuti dan menjadi bagian dari tim jempolan, si Elang Biru, yang kelahiran bukunya diadakan di sebuah tempat yang istimewa seperti Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Mewujudkan semangat women empowering, jenama perhiasan saya, FIBI Jewelry, menyatakan ikut sebagai salah satu sponsor dari acara yang diadakan pada Minggu, ,21 Agustus 2022 bersama dengan sponsor yang lain seperti Pocari Sweat, Gramedia, dan lain-lain.
Event ini menghadirkan buku antologi MUSTIKUS KASIH dari Elang Merah, PESAN YANG BELUM SAMPAI dari Elang Putih dan tentu saya BERI AKU CERITA YANG TAK BIASA dari Elang Biru yang merupakan bagian dari ELANG NUSWANTARA. Ketiga buku antologi prosa budaya dihadirkan di hadapan para tamu yang meliputi beberapa pejabat pemerintah, penulis nasional, blogger, pejabat Perpustakaan Nasional, budayawan dan seniman. Tagline MENERBANGKAN KARYA, MEMBUANAKAN JIWA DENGAN BERKEKASIH TANPA KETAKSAAN dihadirkan dan terus menerus digaungkan sebagai slogan kebersamaan dari ketiga Elang.
Acara yang disuguhkan juga sangat bervariatif dan berkelas seperti presentasi buku dan monolog dari setiap Elang, puisi Elang Nuswantara, wawancara eksklusif oleh Kirana Kejora dengan setiap PIC dari setiap Elang, serta berbagai hiburan yang konsepnya dibuat, dirancang dan ditampilkan oleh semua Elang. Tentu saja dengan tidak melupakan sambutan dan bahasan tentang dunia kepenulisan dari beberapa tamu penting yang berkenan hadir di acara ini.
Slot waktu yang disediakan untuk setiap Elang tampil di panggung, menjadikan rangkaian acara ini semakin semarak. Saya dan beberapa teman di Elang Biru, sehari sebelumnya berkumpul dan merancang presentasi unik untuk menghadirkan sebuah mini pentas seni. Kami bersepakat menyanyikan sebuah lagu daerah Yamko Rambe Yamko, tembang Jawa yang dengan indah dialunkan oleh Flo, pembacaan beberapa esensi dari artikel yang kami tuliskan dan menutup rangkaian penampilan on stage tersebut dengan sebuah video yang menampilkan buku Beri Aku Cerita yang Tak Biasa lewat sebuah layar lebar yang berada di panggung.
Menyempurnakan penampilan ini, kami semua berseragam kaos biru dengan cetak sablon dari cover buku di bagian depan. Mengenakan bawahan kain nusantara, dan menyampirkan syal atau pashmina dengan nuansa touch of red.
Cetar banget pokoknya.
Saya lagi-lagi merasa sangat bersyukur karena sudah memutuskan untuk ikut secara aktif pada event launching buku ini. Saya bisa bertemu beberapa rekan Elang Biru secara langsung dan sang mentor Kirana Kejora. Menyaksikan sebuah penyelenggaraan launching buku yang begitu mengesankan dan menorehkan ribuan cerita yang for sure tak akan terlupakan di sepanjang hidup saya.
Terima kasih Kirana Kejora, komunitas IIDN dan seluruh pejuang literasi di buku Ber Aku Cerita yang Tak Biasa, Elang Biru, Elang Merah dan Elang Putih, dimana pun kalian berada. Menjadi bagian dari keseluruhan jejak mulai dari diskusi awal, naskah disusun, finishing buku, hingga acara launching, adalah memorable paths yang super duper outstanding.
Terima kasih Allah SWT. Terima kasih semesta.
By the way, di balik semua pencapaian lewat buku antologi ini, saya ingin sekali memiliki perencanaan yang lebih matang agar ngeblog bisa lebih baik lagi di 2023. Banyak skill yang harus saya kembangkan sembari lebih rajin membaca supaya pengetahuan lebih luas dengan penguasaan diksi yang lebih sempurna lagi. Semangat tentang hal seperti ini, serta beberapa tulisan tentang ulasan lifestyle, bisa teman-teman simak lewat blog Sunglow Mama.


presentasi buku beri aku cerita yang tak biasa

obrolan santai tapi serius yang mengorek cerita perjalanan lahirnya masing-masing buku




