Belakangan bulan lini media sosial diramaikan oleh semaraknya kawasan Blok M yang berhamburan destinasi wisata. Hal ini bagi saya cukup melegakan dan menyenangkan karena selama pandemi berlangsung dan hampir satu tahun setelahnya, kawasan Blok M nyaris bagaikan kota mati. Ada sebagian kecil sisi kehidupan yang menggeliat tapi suasananya tidak semeriah saat sebelum pandemi. Mendadak sepi tanpa daya tarik secuil pun.
Pandemi memang memberikan efek luar biasa ya.
Saya sempat mengunjungi kawasan ini sekitar dua hingga tiga kali di masa pagebluk tersebut. Hati terasa teriris dan sendu karena deretan ruko tersebut banyak yang tutup dan terlihat (sangat) tidak terurus. Saya melangkah dari area parkir bis AO milik Lippo Cikarang (di dekat Peruri) ke Pasaraya Grande. Foodcourt mereka yang ada basement mendadak berpindah ke teras depan pertokoan, di pintu masuk utama. Itu pun sedikit sekali jumlah gerobakannya. Sepi pengunjung. Hanya sekedar untuk menarik publik yang lewat dan menandakan bahwa mereka tetap eksis. Isi mallnya sendiri nyaris kosong. Jika pun ada beberapa itu pun display nya berjarak, jauh-jauh, dengan jumlah yang sangat terbatas. Padahal ya, di saat kondisi normal, pusat perbelanjaan ini salah satu yang mentereng di ibu kota. Selain supplier nya yang beragam, produknya berkualitas, Pasaraya Grande berada di lokasi strategis yang mudah dijangkau oleh beragam moda transportasi.
Sekarang gimana dengan kondisi kawasan Blok M setelah melewati sekian tahun cobaan akibat pandemi?
Penasaran dengan berita tentang hiruk-pikuknya kawasan Blok M ini, saya memutuskan untuk menginap semalam supaya bener-bener bisa menjelajah dengan puas.
Berikut adalah beberapa destinasi wisata yang saya nikmati dan tampaknya seru banget untuk dibagikan di blog ini. Siapa tahu bisa jadi rujukan teman-teman jika ingin merasakan suasana kawasan Blok M selama siang hari (Sabtu) hingga ke siang hari berikutnya (Minggu).
Apa aja sih keseruannya?
Menginap di FAVE Melawai Hotel
Karena ingin full menikmati suasana kawasan Blok M selama 24 (dua puluh empat) jam, saya memutuskan untuk menginap semalam. Berada di area yang super sibuk, ada banyak pilihan tempat menginap di kawasan ini. Semua jaraknya berdekatan satu sama lain. Kualifikasinya juga beragam. Mulai dari budget hotel hingga yang eksklusif dengan bintang 5 (lima). Setelah melakukan penjelajahan on-line, pilihan akhirnya jatuh pada FAVE Melawai Hotel yang sisi depannya berhadapan langsung dengan salah satu pintu Blok M Square. Bagus lokasinya, biaya sewanya pas dengan anggaran.
Hotel bintang 3 (tiga) ini ternyata pilihan yang tepat. Bertetangga dengan beberapa fasilitas yang memang ingin saya hampiri. Diantaranya adalah gedung pertokoan Blok M Square, toko buku Gramedia, Circle K mini market, Kopi OEY dan area parkir dengan kemudahan untuk masuk dan keluar kawasan. Drop on dan drop off serta slot parkir tetamunya juga lumayan. Setidaknya ada barisan parkiran yang memang diperuntukkan untuk tamu hotel.
Saya awalnya memesan kamar tipe standard/terendah, tapi karena si bungsu pengen ikutan akhirnya kamar kami up-grade. Asiknya kamar tipe junior suite ini menghadap ke arah Blok M Square. Jadi lewat jendela kaca kamar, saya bisa memantau banyak kegiatan yang ada di selasar Blok M Square, khususnya yang berada di pintu Emerald.
Untuk kamarnya sendiri, meski berada di level suite, menurut saya nyaris biasa saja, masih di bawah kamar standard hotel bintang 5. Ukurannya cukup luas. Lengang karena perabotannya tidak banyak. Ada sebuah tempat tidur king size, sofa dua dudukan, meja kecil menempel di dinding dengan sebuah bangku, TV layar datar, lemari dengan gantungan baju, complimentaries berikut dengan penanak air, dan amenities. Kamar mandinya cukup luas dengan bathub. Tidak ada kulkas kecil (duh ini sangat disayangkan banget) padahal pengen banget beli minuman dingin dan beberapa juice dari kios minuman yang ada di Blok M Square.
Kualitas kamar yang biasanya ini terbalas dengan keindahan lobby nya. Untuk ukuran bintang 3 (tiga), area penerimaan tamu di Fave Melawai Hotel ini hadir dengan komposisi warna yang pas. Chandelier dan gambar-gambar para pesohor legendaris seperti Marylin Monroe tampak ramai menjadi dekorasi. Termasuk beberapa efek nuansa metropolitan di salah satu dinding yang membelakangi banyak tempat duduk untuk menunggu. Di dinding luar saya malah melihat serangkaian wall paper putih dengan gambar jendela kayu. Estetik untuk jadi background foto.
Sarapannya cukup minimalis. Untuk keperluan ini FAVE Melawai Hotel bekerjasama dengan Kopi OEY yang berada hanya beberapa langkah dari hotel. Sajian sarapannya gak banyak pilihannya. Tapi rasanya enak dengan bumbu yang nonjok di indera perasa kita. Setidaknya ada buffet dengan 4 opsi sajian, telur, roti, salad buah dan aneka minuman dingin dan panas. Karena kurang puas dengan pilihannya, saya akhirnya menyusur salah satu sisi Blok M Square dan menemukan bubur ayam bandung yang lumayan enak di sana. Selain bubur, ada beberapa opsi sarapan lainnya yang dijual dengan gerobakan seperti soto, dimsum, dan lain-lain.
Bahkan sepagian itu, bersama dengan tawaran sarapan, di dekatnya juga ada penjual tanaman, pakaian, masakan atau lauk jadi dan kue-kue.
Oia, untuk yang menginap di sini, jangan lupa siapkan dana khusus untuk bayar parkir ya. Pihak hotel tidak memberikan free ticket. Jadi selama hampir 24 (dua puluh empat) jam parkir, saya dikenakan biaya sejumlah Rp120.000,00 yang harus dibayar di pintu keluar. Pembayarannya bisa cash atau menggunakan kartu elektronik.
Review Hotel : Dua Malam Rehat Berkualitas di LUWANSA Hotel & Convention Centre MANADO
Tentang Bandung : Sesaat Menyesap Wanginya Kopi di Kopi Toko Djawa Braga BANDUNG
Blok M Square
Blok M Square, menurut saya, adalah gedung pertokoan yang jadi pusat perhatian saat kita mengunjungi kawasan Blok M. Gedung ini beroperasi dengan menampung banyak sekali kepentingan dan materi dagangan. Mulai dari kebutuhan rumah tangga, buku dan perlengkapan sekolah, materi hiburan, produk fashion, craft dan materi mentah untuk dunia kreatif, serta tentu saja kuliner.
ASIAN Food War 2004
Saat pertama datang dan menitipkan koper di FAVE Melawai Hotel (karena belum pkl. 14:00 wib), saya memutuskan untuk jajan sebentar. Kebetulan pula ada event kuliner, Asian Food War 2024, yang berada di salah satu sisi pelataran Blok M Square dengan pintu Berlian di atasnya. Acara ini sifatnya sementara ya bukan yang ada sepanjang masa. Kios-kiosnya sendiri baru buka saat saya datang tapi melihat fuchsia yang terpampang, selera jajan saya langsung bangkit. Pilihannya sangat beragam. Saya dan si bungsu memutuskan untuk keliling, menelusur satu demi satu, baru memutuskan untuk makan apa. Kelilingnya sampai 2 (dua) putaran karena sulitnya saya membuat keputusan. Ampun dah.
Setelah mondar-mandir kebingungan akhirnya saya dan suami memilih siomay keriting, dumpling barbeque, dan jeruk peras murni. Sementara si bungsu mencoba mie bangladesh yang kalau tidak salah asumsi lagi populer di kalangan penyuka mie. Harga dari masing-masing makanan dan minuman ini adalah Rp25.000,00 – Rp35.000,00 per porsi. Semua rasanya lezat tak terkira. Pengen nambah tapi takut malah lambung gak muat untuk menampung makan siang.
Tentang Kuliner : Bakmi Roxy. Bakmi Legendaris di Cikini JAKARTA
Makan Siang di Teras Dekat Pintu Berlian | Menikmati Seporsi Kelezatan Sate Padang Mak Syukur
Rampung dengan serangkaian camilan dan brunch di event tersebut di atas, saya sempat melangkahkan kaki ke Taman Literasi Christina Martha Tiahahu dan M Bloc Space, sebelum akhirnya kembali ke Blok M Square untuk menikmati makan siang yang telah lewat waktu.
Saya kemudian menuju kembali ke pintu Berlian. Tidak ke event ASIA Food War 2024, tapi ke teras kuliner yang berada di atasnya. Di sepanjang teras ini ada banyak pilihan sajian yang sangat menggoda. Bahkan jenama besar seperti Hokben pun ikut ambil bagian. Outlet nya berada di posisi hook untuk mendapatkan area yang makan yang lebih luas. Setiap kedai terlihat padat oleh pengunjung. Tanpa terkecuali. Saya bahkan harus mengamati meja dan kursi kosong terlebih dahulu sebelum memutuskan akan makan apa.
Setelah sempat galau, akhirnya saya memutuskan untuk menikmati seporsi Sate Padang Mak Syukur. Asupan khas Pariaman Sumatera Barat dengan kuah kental kuning yang nancep di selera saya dan tentu saja kerupuk jangek (kerupuk kulit) plu taburan berlimpah bawang goreng yang selalu berhasil membangkitkan selera. Karena jarang sekali bertemu dengan sate ini, semangat saya untuk menghabiskan seporsi besar sate sepuluh (10) tusuk dan satu ketupat ukuran sedang sudah tak tertahankan. Begitu piring beralaskan daun pisang itu mendarat di hadapan, langsung dah lupa daratan ingat lautan.
Kesibukan si uda dan seorang yang membantu rasanya tak cukup untuk melayani pembeli yang tak pernah berhenti sejak saya menunggu. Benar saja. Tak lebih dari 10 menit sejak pesanan saya datang, satenya habis, ludes, tak tersisa. Padahal saat itu masih sekitar pkl. 14:00 wib.
“Nanti akan diantar lagi ya. Sekitar pkl. 18:00 wib untuk makan malam,” begitu pesan si uda kepada para tetamu yang harus ikhlas belum bisa menikmati sate padang kulit, daging sapi, dan lidah khas Sate Padang Mak Syukur. Wajah-wajah kecewa tampak terlihat dari mereka ini.
Tentang Kuliner : DAUS PENAYONG. Sang Legenda Kuliner BANDA ACEH
Pasar Buku Bekas
Setelah sempat sekitar satu jam kembali ke hotel dan tidur sebentar, suami mengajak saya kembali ke Blok M Square yang sesorean itu terlihat semakin ramai. Kali ini saya berniat untuk membeli baju tidur, si bungsu mencari baju dalaman, dan suami dengan beberapa impian menemukan baju batik untuk bisa dipakai ke kantor.
Saat sedang asik memilih baju tidur inilah saya kemudian teringat bahwa Blok M Square itu punya tempat khusus bagi penjualan buku bekas yang kalau tidak salah adalah ungsian dari Kwitang dan yang dulu berjualan di basement sebuah pertokoan bawah tanah yang terhubung dengan stasiun bis Blok M yang jaraknya mungkin hanya sekitar 300m dari Blok M Square.
“Ada Bu. Di basement,” demikian jawaban si mbak penjaga toko baju tidur saat saya mengkonfirmasikan tentang pasar buku ini.
Dan yap bener banget. Surga buku tersebut ada di bagian basement. Kiosnya penuh dan padat. Mungkin karena Sabtu malam mingguan, pengunjungnya membludak. Alhamdulillah. Ternyata masih banyak yang cinta dengan buku cetak dan kegiatan membaca. Saya mendadak merasa berada di surga kesukaan saya selama ini.
Saat saya perhatikan, di sini juga ada beberapa toko peralatan musik dan kaset serta piringan hitam jadul. Ada sebuah gramophone berwarna copper yang cukup besar. Salah satu barang etnik dan unik yang ingin sekali saya miliki. Tapi sayang suami tidak setuju saya memiliki alat musik zaman baheula ini.
Buku? Jangan ditanya, saya berhasil menemukan beberapa buku lama yang saya bawa pulang dengan riang gembira.
Kulineran Malam di Depan FAVE Melawai Hotel (Pintu Emerald)
Saya sudah mandi sore, mengenakan piyama, dan selonjoran di tempat tidur, saat suami berteriak kecil dengan nada penuh kekaguman.
“Coba sini lihat dulu di depan,” ujarnya sembari melambai-lambai semangat. Saya kemudian beranjak enggan dari kasur dan terpaku dengan pemandangan yang terhidang di depan mata.
Terus terang saat itu badan saya sudah remuk redam. Kasur empuk dengan badan yang sudah bersih juga jadi alasan bagi saya untuk keluar lagi. Tapi lewat kaca kamar yang menghadap ke pintu Emerald Blok M Square, saya menyaksikan lautan manusia dan puluhan gerobak makanan yang sungguh riuh rendah, sibuk luar biasa. Hal ini bisa saya rasakan saat suami membuka jendela kaca. Asap dari alat pembakaran memenuhi udara sekitar. Ya ampun. Godaan yang sungguh tak bisa ditolak.
Saya menyerah.
“Yuk turun. Siapa tahu ketemu yang menarik. Ntar pulang mandi lagi,” ujar suami seakan paham akan apa yang terlintas di pikiran saya.
Ya ampun. Tawaran yang sungguh menggoda. Perut sih sebenarnya kekenyangan enggak tapi lapar juga enggak karena tadi makan sudah kesiangan dan sempat ngemil juga di kamar. Tapi melihat suasana makan malam yang super duper menggoda di bawah membuat saya akhirnya berganti baju kembali dan ikutan berjubel dengan banyak orang di area yang hiruk pikuk di bawah.
Seperti apa yang sekilas saya lihat dari jendela kaca kamar, kulineran malam di Blok M Square ini sungguh (sangat) menggoda. Segala ada sepertinya. Mulai dari sajian prasmanan dengan jejeran lauk dan sayur beraneka rupa, beragam masakan berkuah (soto, bakso), yang dibakar atau digoreng (sate, ayam, ikan), kue-kue yang digoreng dan tampak semok-semok. Ah pokoknya berlimpah ruah lah. Sayangnya banyak pilihan makanan ini tidak seimbang dengan jumlah tempat duduk atau area makannya. Saya bahkan beberapa kali harus batal memesan makanan karena tak ada tempat duduk. Hingga akhirnya saat sudah beberapa kali bolak-balik, saya tergiur dengan bakwan Malang yang gerobaknya ada di sisi paling ujung. Nikmat banget ih. Pilihannya persis seperti bakwan Malang langganan saya sewaktu masih tinggal di kota kecil tersebut (kawasan Oro-oro Dowo) atau mas-mas gerobakan yang mangkal di dinding luar sekolah/SMA saya dulu.
Saking terkesannya saya dengan enaknya bakwan Malang ini, saya akhirnya beli mentahannya dalam jumlah cukup banyak untuk dibawa ke rumah keesokan hari.
Si bungsu yang tinggal di kamar karena ada meeting via zoom dengan teman-teman kampusnya, akhirnya saya bawakan ikan bakar lengkap dengan nasi, sate ayam 10 tusuk dan risoles yang gendut-gendut dengan isian yang melimpah. Semua enak-enak deh.
Kumpulan penjual makan malam ini terlihat baru bubar menjelang tengah malam karena saat saya mulai mengukur kasur masih terdengar suara sapu yang kerap beradu kencang dengan lantai konblok yang barusan ditempati oleh kuliner malam di Blok M Square.
Pasar Kue Subuh
Salah satu sasaran utama kunjungan saya di Blok M ya pasar kue subuh ini. Jadi saat alarm di handphone berdering pkl. 04:00 wib dan menunggu waktu salat subuh sekitar 35 menit setelahnya, saya dan suami bergegas kembali ke pelataran Blok M Square yang malam sebelumnya ditempati oleh para pedagang kulineran yang saya ceritakan di atas.
Hiruk pikuk kesibukan mendadak memenuhi suasana sepagian itu. Meja tripleks tersebar di sana-sini dan menjadi alas kotak-kotak kue dan tampah bambu yang indah dengan dekorasi cantik. Langit masih terlihat gelap. Lampu-lampu kecil tampak tergantung di sambungan kabel yang terhubung dari dan ke beberapa arah. Wajah-wajah semangat menyambut rezeki di pagi buta begitu mewarnai warna kehidupan di kawasan ini.
Melihat hamparan jajanan yang tersebar disana-sini, saya mendadak berharap punya lambung seluas samudra untuk bisa mencoba setiap kudapan yang ditawarkan. Dan seperti biasa, saya memutuskan untuk berkeliling dahulu sebelum membeli.
Selain roti dan produk bakery lainnya, mata kita terhibur dengan hadirnya aneka jajan pasar yang beberapa diantaranya sudah jarang saya temukan, kudapan khas daerah, dan beberapa lapak khusus yang menawarkan lauk-pauk. Beberapa diantaranya menyajikan kue dalam tampah dengan beberapa ukuran dan harga. Kalau ada kendurian keknya pas banget ya untuk dibeli.
Harga dari setiap jajanan pun beragam. Mulai dari Rp1.500,00 hingga Rp5.000,00 per potong/buah. Harga tentu saja akan lebih dari itu jika memang ukuran dan kualitasnya jauh lebih baik. Itu saya buktikan dengan membeli lemper dari berbagai harga. Bener loh. Ada harga ada kualitas. Yang paling mahal (Rp5.000,00/potong) itu isinya lebih banyak dengan ketan yang padat dan rasa yang gurih edan lezatnya. Jajanan kegemaran saya ini memang tak pernah lekang dalam penjelajahan kuliner saya sejak kecil.
Di langkah berikutnya, saya bertemu dengan dua penjual pempek. Yang satu asli dari Palembang, sementara yang satu lagi asal Bangka. Si abang penjaga tak berbahasa plembang tapi saat saya tanpa sengaja ngomong dalam bahasa ibu saya, dia tetap mengerti. Olahan ikan tenggiri tampak menguasai setidaknya 80% karena rasa ikannya sangat terasa di lidah. Harganya memang jadi lebih mahal. Tapi saya tak keberatan. Tawaran Rp5.000,00-Rp7.000,00 untuk pempek kecil-kecil dan Rp15.000,00 untuk kapal selam, rasanya cukup reasonable untuk ditawarkan dengan harga bahan baku yang semakin naik-naik ke puncak gunung. Saya membeli cukup banyak dalam kondisi matang rebus dan melanjutkan dengan mengukusnya di rumah.
Bakwan malang, pempek, jajan pasar, beberapa lauk matang, memenuhi berbagai kotak besar yang sudah disiapkan di mobil. Jelajah kuliner selama di Blok M Square pun menutup cerita perjalanan saya di tempat ini.
Taman Literasi Christina Martha Tiahahu
Sabtu, setelah menikmati jajanan di event Asian Food War 2024 dan sebelum kembali ke Blok M Square untuk makan siang, saya melangkahkan kaki ke Taman Literasi Christina Martha Tiahahu. Matahari tepat di atas kepala tapi langkah-langkah kaki saya tak terhambat karena panas yang sungguh menyilaukan mata. Keringat pun mengucur dari balik baju yang saya kenakan. Sejak kapan matahari buka cabang di Blok M Square?
Melewati berbagai rumah makan yang sedang populer dan hangat dibicarakan serta diulas banyak media sosial, saya menyaksikan antrian yang memanjang di berbagai titik. Ya ampun. Niatan untuk mampir di salah satu diantaranya pun batal dengan hormat. Apalagi saat mendengar angka puluhan yang disuarakan lewat pengeras suara.
Saya kemudian melangkahkan kaki ke sebuah taman beton yang terlihat berdampingan dengan pintu keluar masuk MRT. Saya melihat sebuah bangunan melingkar yang di tengahnya terdapat ruang amphitheater terbuka dengan dudukan semen berbentuk setengah melingkar. Jika tidak salah menduga, area ini pastinya sering dipakai untuk pertunjukkan live music atau mungkin beragam event yang mengajak publik yang lalu lalang untuk terlibat atau setidaknya meluangkan sedikit waktu untuk berpartisipasi.
Di bangun dua lantai dengan kondisi melingkar, Taman Literasi Christina Martha Tiahahu ini diresmikan pengoperasiannya oleh Anies Rasyid Baswedan pada 18 September 2022 saat beliau menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Tempat ini dulunya adalah sebuah taman – area publik hijau – yang menghubungkan antara terminal bis Blok M dan kawasan ruko/pertokoan yang ada di seberang Blok M Plaza. Saya cukup familiar dengan tempat ini karena bis AO dengan rute Cikarang – Blok M – Cikarang, terparkir tak jauh dari sini. Sekarang sudah direvitalisasi dengan tampilan yang lebih kekinian dengan beberapa plaza seperti Paviliun Literasi, Amphitheater, beberapa ruang bisnis (cafe dan resto), mushalla, ruang laktasi, serta beberapa tempat untuk menyore yang ada di lantai atas.
Saat saya berada di sini jenama WOW Spaghetti sedang berpromosi. Mereka ngeblok satu area tempat makan dan dapur di salah satu sudut taman. Harga per hidangan yang hanya Rp10.000,00 pun tampaknya begitu menarik minat pejalan. Antrian mengular membuat saya cukup tercengang. Meski harus terpanggang di tengah teriknya matahari, antrian ini terus bertambah saat saya lewat. Penasaran, saya membeli enam (6) bungkus spaghetti, seharga Rp15.000,00/3bks, yang masih mentah untuk dimasak di rumah. Eeehhh ternyata jempolan enaknya.
Oia, di lantai bawah dari taman ini, berjejer tempat nongkrong yang tampaknya (sangat) menyenangkan untuk jadi meeting point sembari menunggu macet terurai atau bersantai di weekends. Ada kedai minuman dingin dan tentu saja kedai kopi. Saya memperhatikan banyak para pejalan berkumpul sembari menikmati tawa dan senda gurau dalam kebersamaan. Jadi ingat zaman masih bujangan. Weekend sebagian besar saya isi dengan kegiatan ngumpul dan ngobrol dengan teman-teman kost sembari bertukar cerita tentang kantor masing-masing. Masa-masa berharga yang menyehatkan jiwa. Meski hanya ngobrol dan makan bareng, waktu-waktu bertukar kisah itu jadi kesempatan yang tak pernah kami lewatkan.
M Bloc Space
Di tengah jagad media sosial, nama M Bloc Space sudah tidak diragukan kepopulerannya. Tersohor lah pokoknya. Media nomad, Instagram darling, public figure, hingga lingkungan pesohor pun rasanya tak ada yang tak pernah eksis di tempat ini. Bahkan beberapa teman di luar kota yang berencana datang ke Jakarta, pasti bertanya “Worth gak sih ngunjungin M Bloc Space selama di Jakarta?” Naahh kaaann.
Setelah beberapa kali gagal mengatur masa, waktu, dan kesempatan untuk menjelajah kawasan yang fenomenal ini, saya akhirnya bisa kemari dengan suami dan si bungsu. Manalah mungkin gak mampir ke M Bloc Space saat sedang intentionally berada di Kawasan Blok M. Apalagi saya sempat menghadiri presentasi tentang M Bloc Space dari si penanggung jawab langsung (mungkin lebih tepat disebut sebagai CEO atau Operational Director). Saat itu kebetulan beliau menjadi salah seorang nara sumber dari pelatihan tentang branding yang dikelola oleh Sarinah. Alhamdulillah saya diberikan kesempatan untuk menjadi salah seorang peserta di pelatihan yang sangat bermanfaat ini. Lewat pelatihan ini jugalah saya mendapatkan limpahan insight baru tentang membangun jenama di hadapan publik serta bagaimana beliau mendapatkan kepercayaan untuk mengelola ruang bekas pakai milik Pos Indonesia yang sempat terbengkalai bertahun-tahun lamanya.
Kuy. Rampung mampir sebentar ke Taman Literasi Christina Martha Tiahahu, kaki pun bersegera melangkah ke tempat ini yang jaraknya hanya selemperan baju atasan.
Tempat dan kawasan yang dulunya adalah Kantor Pos, salah satu BUMN milik negara, kini telah disulap menjadi tempat yang (jauh) lebih menarik. Kehadirannya telah menjadi lahan yang lebih bermanfaat dengan menampung berbagai kegiatan kreatif. Tak sedikit saya melihat promosi pameran atau bazaar aneka kerajinan tangan, workshops dengan berbagai tema, dan event musik serta pertunjukan seni di saat kedatangan saya.
Sebelum masuk ke area dalam, saya sempat memperhatikan beberapa cafe and coffee shop dengan banyak dudukan di deretan bangunan depan. Tampilan lawas dengan banyak pepohonan rindang, membuat deretan tempat nongkrong ini asik untuk dihampiri. Selain jadi tempat yang bisa menampung sekian banyak pengunjung yang ingin berwisata kuliner, kita juga bisa merekam banyak sudut estetik untuk feed social media kita. Pihak pengelola pun sepertinya tidak over expose. Tetap mempertahankan keasilian bangunannya tanpa polesan yang berlebihan.
Meski di bagian depan terlihat hanya berupa barisan tempat nongkrong, di dalamnya ternyata luas banget. Ada ruang pamer alat-alat cetak yang diwariskan oleh Kantor Pos, kemudian ada beberapa ruang bersekat/berdinding yang bisa digunakan untuk pameran, seminar, dan lain-lain. Ada pendingin ruangan yang dipasang dan membuat kita nyaman berada di dalam. Di salah satu ruangan malah ada mini market dan 3 (tiga) food outlet.
Pengen sih nyobain salah satu diantaranya. Tapi lambung saya masih penuh dengan siomay keriting dan bergelas-gelas jeruk peras murni.
Tak ingin lama tergoda, saya akhirnya menyusur ke sisi yang berbeda. Di sini terdapat berbagai instalasi seni dan wall mural yang menarik hati. Dunia kreativitas yang tanpa batas. Tak ada dinding yang terlewatkan untuk menampilkan indahnya rangkaian seni yang tentunya hanya dikuasai oleh orang-orang yang berbakat.
Panas yang semakin menerjang dan perut yang mulai keronconganlah yang akhirnya membawa diri saya meninggalkan M Bloc Space menuju Blok M Square untuk makan siang.
Kawasan dengan Sejuta Kenangan
Kawasan Blok M, bagi saya, adalah tempat dengan sejuta kenangan. Puluhan tahun yang lalu, saya sempat setahun berkantor di sini. Menikmati masa awal-awal bekerja di usia yang masih sekitar 25 tahun sebagai salah seorang akuntan untuk sebuah perusahaan perminyakan. Kantor kedua dalam hidup saya setelah bekerja di perusahaan properti di kawasan Sudirman.
Karena bekerja di kawasan yang padat dengan dunia entertainment dan banyak restoran atau tempat nongkrong, teman-teman sering banget menjemput saya setelah waktu bekerja usai. Deretan ruko-ruko lawas tampaknya masih dipertahankan hingga kini. Banyak diantaranya diperuntukkan bagi tempat “buang duit” para expatriate berkewarganegaraan Jepang, Korea, Amerika, dan masih banyak lagi. Night club dengan parkiran yang memadat sejak matahari terbenam. Tidak sedikit saya bertemu perempuan-perempuan yang menggantungkan hidup dengan modal kemolekan tubuh. Bahkan beberapa expatriate asal Amerika yang bekerja di kantor yang sama dengan saya, kepincut dengan beberapa diantaranya. Hingga akhirnya menjadi masalah serius saat hal ini menjadi perkara di rumah tangga mereka.
Sejenak, saat berkeliling, saya masih menemukan night club itu masih eksis di kawasan Blok M. Saya berasumsi bahwa sepertinya perjalanan waktu tak mengubah apa yang pernah terjadi di masa lampau. Beberapa resto non-halal pun juga tersebar. Jadi untuk saudara-saudara saya yang seiman, pastikan bahwa jika ingin makan, minum, atau sekedar nongkrong, tolong pastikan bahwa kita berada di tempat yang halal. Jangan ragu untuk bertanya terlebih dahulu kepada petugas atau penjaga keamanan setempat. Biasanya mereka akan memberikan info yang jujur.
Selamat menjelajah kawasan Blok M. Semoga pengalaman saya selama 24 jam berada di kawasan ini bisa menambah referensi teman-teman untuk mencari tempat wisata serba ada di Jakarta.
Mbak ternyata Blok M masih rame ya, ga mati suri kaya spot-spot tongkrongan anak-anak milenial lainnya. Sukses deh jalan-jalannya. Eh iya, toko-toko kaset di sana masih ada mbak?
Sempat mati suri saat pandemi Mas Adi. Baru (hampir) setahun ini mulai menggeliat dengan hadirnya fasilitas umum/publik yang semakin beragam. Toko kaset masih ada Mas. Saya waktu itu ketemu beberapa di basementnya Blok M Square. Hadir di area yang sama dengan para penjual buku-buku bekas.
bayar parkir Rp 120.000, ngeselin banget ya?
Mungkin untuk menghibur diri, anggap aja sebagai biaya transportasi andai naik grab car atau go car
hehehe ….
Asyik idenya Mbak, jalan-jalan di Blok M bareng keluarga, terlebih ada anak yang mau ikut
Hari gini ada anak yang mau gabung dengan kegiatan ortunya, sungguh keren!
Senangnya menyengaja bermalam di suatu tempat seperti Blok M ini memang mengesankan ya?
Bisa ke pasar subuh, hal yang sulit dilakukan jika kita hanya sekadar mampir ke Blok M
Juga destinasi lainnya
Jadi pingin nyontek idenya. Nyobain ah di Bandung ^^
Nonjok banget emang Mbak kalau bayar parkir ratusan ribu gitu hahaha. Tapi mungkin karena hotelnya berada di lahan publik dengan pengurusan biaya parkir yang ngikut apa yang diterapkan kawasan Blok M.
Kuy Mbak cobain “paket wisata” seperti yang saya lakukan. Bandung pasti punya banyak tempat di satu kawasan yang bisa disambangi sekaligus dalam satu hari. Enjoyable deh pokoknya.
Jauh hari sebelum pandemi. Aku pernah berkunjung ke pasar buku bekas yang di blok M. Asli sih. Ke sana tuh bikin lupa waktu saking asyiknya di tengah lautan buku. Hehehe
Banget Mbak. Aku juga sampai lupa waktu pas sudah di sini. Kalau gak diingatkan suami dan anak sudah pada kecapek’an, mungkin bakal betah menelusur setiap sudut basement. Mana ada warung kopi pulak di situ. Aman sentosa kalau mau nongkrong sambil baca hahaha.
Saya itu saat masih di Makassar, penasaran sekali dengan Blok M, Mbak. Apalagi ada kan lagu Harri Moekti Lintas Melawai, lalu JJS Denni Malik. Makanya pas merantau ke Jakarta, tujuan pertama saya ke Blok M naik Mayasaribakti hehehe. Saya juga suka ke Blok M Square dan Pasaraya buat cuci mata. makanya sedih sekali pas jalan ke sana, tempat jualan di bawah itu sepi banget.
Tapi baca postingan Mbak Annie ini, wah.. ternyata sudah ramai lagi, dan saya belum pernah ke sana lagi. Pengin ke Taman Literasi Christina Martha Tiahahu. Mungkin habis Agustusan, saya rencanakan ke sana.
Tampaknya kita seangkatan ya Mas Bambang hahaha. Referensi musik dan tempat tuh rata-rata sama. Apalagi ngomongin soal Mayasaribakti. Ya ampun itu zaman 80an banget Mas. Duh saya jadi senyum2 sendiri.
Emang ya Mas, di masa kita dulu, yang namanya Blok M dan Melawai itu terkenal jadi tempat JJS. Makanya dijadikan topik populer untuk produk musik dan sinema seperti Catatan si Boy. Ya ampun. Ketenarannya benar2 gak ada yang nandingin. Saya juga sempat sedih saat kawasan ini jadi seperti kota mati karena efek pandemi. Tapi alhamdulillah perlahan-lahan mulai bangkit. Kembali seperti dahulu. Segala macam adalah pokoknya di sini.
Unforgettable sekali lah Mas pokoknya.
Terakhir ke Blok M Plaza tahun lalu, gara-gara nyobain naik MRT dari Bunderan HI. Tapi yaa belum explore lebih jauh sih, karena cuma mampir-mampir di tiap spot.
Bisa jadi ide kalau dari Bandung, naik KA, turun Gambir, ke bunderan HI, lanjut MRT deh ke Blok M. Booking di Fave trus kulineran & jelajah Blok M.
Sayangnya belum terintegrasi antara KA dari luar kota dng mass transportasion di Jakarta.
Sayang banget yah, selevel suite tapi engga ada lemari es-nya. Tapi, sering juga dapet yg ada lemari es, tapi engga dingin…wkwkwk…
Kalo dari Bandung sepertinya lebih asyik kalau naik mobil travel yang rutenya langsung ke Blok M Mbak. Saya ada lihat beberapa kantor travel di seputaran kawasan ini. Pastinya bisa lebih cepat dan praktis. Cobain Mbak.
Membaca pengalaman mba Annie, saya jadi semangat mengajak Nak Bujang untuk mengeksplor kawasan Blok M yang juga menyimpan banyak kenangan saya sebagai emaknya saat usia muda.
Semoga Blok M kembali jadi tujuan tempat nongkrong yang menyenangkan dan aman.
Kuy Mbak Salma. Kalau bawa anak2, banyak sekali tempat yang ramah untuk seusia mereka. Bisa ke Taman Literasi Christina Martha Tiahahu atau mengelilingi Blok M Square. Banyak toko mainan dan jajanan yang pas dan cocok untuk seusia mereka. Kalau anak2 suka baca, diajakin aja ke pasar buku yang ada di basementnya Blok M Square. Dijamin pasti betah deh.
Ngeceeeessss berat!
Traveling tipis-tipis kaya ke Blok M ini emang paling asyik kalo ada event kuliner ya?
puas menjelajahi sudut-sudutnya, puas juga kulineran..
Duh itu siomay keriting bikin perut krucuk-krucuk ngelihatnya
Siomaynya memang luar binasa Mbak. Padat dengan rasa ikan yang begitu memanjakan lidah. Seandainya lambung saya sejenis karet yang lentur, mungkin tiga porsi akan tandas saya lahap hahahaha.
Wah ada pasar kue subuh ya?
Daku engehnya yang di Senen. Ternyata di Blok M pun ada.
Dan gak disangka pas Bu Annie ke sana, pas lagi ada event ASIAN Food War juga ya. Jadi makin asik deh bisa berwisata kuliner sambil staycation
Meski tidak sebanyak dan seluas pasar subuh yang di Senen, yang di blok M ini lumayan banyak pilihannya Fen. Nyenengin deh mampir ke sini.
Sekarang modelnya begini ya, ka Anniee..
Menyesuaikan keinginan pasar yang serba cepet dan satset, makanya tenantnya ada di depan kawasan Blok M Jakarta.
Padahal kalau segi lokasi, enakeun banget karena bisa dengan mudah kejangkau berbagai transportasi massal kayak MRT.
Menunya banyaaaakk bangeett..
Event ASIA Food War 2024. Bener-bener memuaskan mata dan mengenyangkan perut.
May lalu ada temen Malaysia ku dtg ke jkt. Dia diajak ke pasar kue subuh. Trus langsung takjub ama buanyaaak banget jenis dan harga yg super duper murah 🤣🤣🤣🤣. Sampe akhirnya dia kalap beli macam2 hahahahhaha.
Aku seneng sih mba blok m bisa rame lagi. Sampe bingung mau makan apa kalo kesana. Favoritku lagi suka Chicken wings nya BAKA BAKA. Tapi kemarin ownernya kesandung case dikit, jadi nama resto dia di gugel diserang, kasih rating 1. Padahal makanannya enaaak 😍. Aku sih ttp mau datang. Lah kasusnya juga ga jelas.
Kalo yg viral2 aku males. Ga ada waktu ngantri nya 🤣. Mending cari yg ga antri panjang
Duh sayang banget ya kalau ada resto bagus terus ditutup. Terpukul banget pastinya itu ya. Aku juga termasuk orang yang segen banget kalo ngantri sudah kelewatan panjangnya. Keburu gak selera jadinya hahaha. Dan suka gak sabaran juga akhirnya.
Waah ternyata ramai yaaa Blok M. Kulinernya bikin mupeeng haduuuh😍😍. Ternyata tidak sesepi yang saya lihat di vt vt tentang blok M. Masih ada kehidupan disana. Blok M saya punya kenangan juga dulu sekitar tahun 2000 sering lewat situ saat belum hijrah ke Sukabumi, masih senang main sana sini saat gadis 😀😀
Sekarang sudah berubah banyak banget Mbak Heni. Bahkan jauh lebih hiruk-pikuk dibandingkan dengan masa sebelum pandemi. Apalagi sekarang kan kekuatan medsos tuh luar biasa pengaruhnya.