Berkunjung ke Rumah Fatmawati Sang Penjahit Bendera Pusaka

Berkunjung ke Rumah Fatmawati Sang Penjahit Bendera Pusaka
Tampak depan rumah Fatmawati dari bahu jalan

Berkunjung ke Rumah Fatmawati Sang Penjahit Bendera Pusaka

Berkunjung ke Rumah Fatmawati Sang Penjahit Bendera Pusaka

Saya baru saja selesai berkunjung ke rumah pengasingan Soekarno, saat kemudian memutuskan untuk menyambung acara keliling di hari itu ke Rumah Fatmawati yang berada di Jl. Fatmawati No. 10, Kelurahan Penurunan, Kecamatan Ratu Samban. Dekat aja jaraknya. AC mobil belumlah dingin saat tak lebih dari sepuluh menit kemudian saya melangkah keluar, melihat sebuah rumah dengan patung kepala Fatmawati di halaman depan rumah.

Tentang Bengkulu : Menengok Rumah Pengasingan Bung Karno di Bumi Raflesia

Saya berdiri di bahu jalan yang terbuat dari semen dan konblok dan menebarkan pandangan ke sebuah rumah berwarna coklat. Sebuah rumah panggung dengan tiang-tiang penyanggah yang sudah dicor kokoh. Warnanya cukup mencolok dan menjadi penanda yang cukup menarik perhatian selain sebuah papan besi bercat putih yang bertuliskan nama dari tempat ini. Rumah Ibu Fatmawati Soekarno, Jl. Fatmawati No. 10, Bengkulu.

Tipologi rumah ini adalah rumah adat Bumbungan Lama dengan ukiran kayu dan tiang yang tidak begitu tebal. Di bagian tengah bangunan ada sebuah tangga semen berwarna putih yang melengkung dan mengecil di injakan yang paling atas. Saya berasumsi bahwa dulunya tangga ini terbuat dari kayu dengan ketinggian yang cukup curam. Di bagian depan rumah terdapat teras memanjang. Saya mendadak membayangkan, jika ada ayunan kayu atau beberapa tempat duduk, meja kecil, dan tanaman hidup, rumah ini tentunya nyaman untuk menjadi tempat nongkrong, duduk-duduk di pagi atau sore hari. Sembari tentu saja menikmati camilan dan bergelas-gelas kopi hitam atau teh hangat.

Rumah milik orang tua Fatmawati ini, memiliki satu pintu utama dengan dua kayu bukaan dan dua jendela kayu yang penutupnya menggunakan kain. Satu pemandangan umum yang bisa kita lihat pada rumah-rumah panggung yang ada di Sumatera. Mirip sekali dengan rumah lama milik almarhum kakek saya di Pagar Alam, Sumatera Selatan. Fasad sederhana yang fungsional yang hadir dengan ukiran-ukiran sederhana. Satu keunikan yang saya lihat dari rumah ini sebuah ukiran bunga Rafflesia yang menempel tinggi. Ikon Bengkulu yang sangat dikenal oleh masyarakat umum. Di bawah rumah tersebar batu-batu koral, jalan setapak, dan rerumputan hijau yang tampak sekali sangat terawat.

Dari berbagai informasi tertulis yang saya dapatkan, rumah seluas 92m2 ini memiliki berbagai motif yang memiliki makna yang sangat bernilai. Diantaranya adalah motif Pucuk Rebung yang mencerminkan pertumbuhan yang kokoh dalam persatuan dan kebersamaan, Lebah Bergayut yang mewakili sikap rela berkorban dan tidak mementingkan diri sendiri, dan Bunga Soraja yang adalah mewakili sifat selalu bersyukur pada kekurangan dan kelebihan yang ada.

Berkunjung ke Rumah Fatmawati Sang Penjahit Bendera Pusaka

Berkunjung ke Rumah Fatmawati Sang Penjahit Bendera Pusaka
Lukisan Fatmawati saat mengenakan pakaian yang ditampilkan di lemari kaca di sebelahnya

Tentang Bengkulu : Menjelajah Keindahan dan Kemegahan Benteng Marlborough Bengkulu

Melangkah masuk, saya bertemu dengan seorang ibu yang bertugas menarik HTM seharga Rp5.000,00/tamu. Beliau menjadikan sebuah mesin jahit sebagai meja kerja berikut sebuah bendera merah putih berukuran sedang. Mesin jahit model jadul merk Singer yang digerakkan oleh kaki. Jadi di bawah mesin dalam sebuah kotak, ada sebuah pijakan besi solid yang bisa digerak-gerakkan. Sang penjahit menjadikan pijakan kaki ini sebagai penggerak. Lalu disampingnya ada sebuah bulatan besi yang menjadi pegangan tali yang menghubungkan tapak besi kaki dengan mesin di atasnya. Dulu, di rumah masa kecil saya, Ibu memiliki mesin jahit tipe ini. Saya, adik, dan kakak, sering main di tapak besi itu. Seru karena bisa digoyang-goyangkan.

Saya berjalan pelan menyusur setiap inci ruangan depan ini. Lantai ruangan tampak dipasang tikar yang memberikan kenyamanan bagi kita untuk menginjak lantai tanpa alas kaki.

Ruangan ini sepertinya dulu berfungsi sebagai ruang tamu. Cukup besar untuk ukuran jaman dulu. Di dalam ruangan ini ada beberapa lemari kaca dengan kayu berukir dan mannequin mengenakan baju (kebaya) dan kain koleksi Fatmawati. Seingat saya sih memang Fatmawati, dari foto-foto yang saya lihat, selalu menggunakan kebaya dan batik sebagai pakaian sehari-hari. Kemudian ada lukisan diri dari Fatmawati dan Soekarno berukuran besar. Lalu foto-foto hitam putih yang berjejer rapi. Foto-foto ini berbicara tentang kegiatan Fatmawati saat menjadi Ibu Negara Republik Indonesia juga ketika bersama anak-anak dan tentu saja dengan Soekarno. Semua jejak sejarah ini mencatat banyak memori akan keberadaan Fatmawati sebagai first lady pertama setelah Indonesia memproklramirkan kemerdekaannya. Yang. paling mengesankan adalah foto Soekarno dan Fatmawati bersama kelima anak mereka, Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra. Foto inilah yang kemudian tersebar dan digunakan oleh banyak pihak sebagai materi resmi publikasi.

Berkunjung ke Rumah Fatmawati Sang Penjahit Bendera Pusaka
Ibu penjaga tiket dan seorang tamu

Tentang Bengkulu : Berbelanja Oleh-Oleh di Cita Rasa Bengkulu

Berkunjung ke Rumah Fatmawati Sang Penjahit Bendera Pusaka
Sisi menjahit dengan banyak foto kenangan saat Fatmawati bekerja sebagai ibu negara

Setelah ruang tamu ini ada sebuah lorong yang memisahkan beberapa ruangan setelahnya.

Saya masuk ke sebuah ruangan yang berada di sisi kanan. Di sini tersimpan sebuah mesin jahit tangan dari jenama Singer yang diletakkan di atas sebuah meja kayu dengan alas marmer berwarna alam. Informasinya mesin jahit tangan inilah yang dulu digunakan Fatmawati untuk menjahit bendera pusaka (Sang Saka Merah Putih) berukuran 276x200cm. Kainnya terbuat dari katun Jepang dan dikibarkan di Jl. Pegangsaan Timur No. 56, di mana bendera itu dijahit selama dua hari, kemudian dikibarkan pada 17 Agustus 1945 seiring dengan pembacaan proklamasi kemerdekaan oleh Soekarno. Sang Saka Merah Putih ini disimpan di Istana Merdeka dan dikibarkan di setiap perayaan kemerderkaan RI hingga 1967. Sejak 1968, Sang Saka Merah Putih diistirahatkan di Ruang Bendera Pusaka Istana Merdeka. Tugasnya diteruskan oleh sang duplikat yang berukuran 200x300cm dan terbuat dari kain sutra.

Di atas meja tersebut ditaruh juga bendera merah putih yang jika saya tidak salah berukuran sama dengan bendera yang dijahit oleh Fatmawati. Kemudian ada sebuah bangku kayu berukir. Saya berfoto di sini. Menyimpan kenang-kenangan. Mendadak saya teringat betapa beratnya Fatmawati menjahit bendera karena di saat yang sama beliau sedang hamil tua anak pertama. Sehingga tepat pada masa pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Fatmawati diangkat sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 118/TK/2000 tertanggal 4 November 2000.

Seperti di ruang tamu/utama tadi, di ruangan ini juga dilengkapi oleh banyak foto hitam putih yang menghadirkan Fatmawati yang sedang melaksanakan tugas sebagai Ibu Negara RI. Bertemu dengan tamu-tamu penting kenegaraan dan mengiringi Soekarno di setiap kegiatan yang terlihat padat karena negara sedang berada pada fase meraih simpati dan pengakuan dunia akan kemerdekaan RI.

Langkah saya kemudian mengajak untuk melihat sebuah ruangan yang berada persis berseberangan dengan ruang bendera tadi. Di sini tampak sebuah ranjang besi dengan sprei dan kelambu putih yang berwarna dan bermotif sama. Seperti sebuah pekerjaan merajut yang tentunya time consuming karena berukuran grande. Ruangan ini tak banyak berbicara karena fokus utamanya adalah ranjang besi saja.

Menjejakkan kaki ke sisi belakang, selain ada dapur yang berada di bawah, setelah tangga turun, ada ruang kecil yang sepertinya difungsikan sebagai gudang. Lalu ada kamar mandi. Kemudian sebuah pintu belakang dan teras kecil yang menghubungkan rumah utama dengan paviliun yang ada di sisi kanan tanah lapang yang cukup luas.

Tentang Bengkulu : Menyesap Merdunya Deburan Ombak di Pantai Sungai Suci Bengkulu

Berkunjung ke Rumah Fatmawati Sang Penjahit Bendera Pusaka
Saya tidak bisa menjahit. Tapi duduk di sini terbayangkan bagaimana beratnya Fatmawati menjahit bendera dalam kondisi hamil tua

Berkunjung ke Rumah Fatmawati Sang Penjahit Bendera Pusaka
Di depan lukisan Fatmawati yang mengenakan kebaya dan kerudung serta sebuah coretan mesin jahit tangan yang digunakan Fatmawati untuk menjahit Sang Saka Merah Putih

Saya kembali ke ruang depan rumah lalu duduk di sebuah bangku kayu yang jika tidak salah asumsi adalah baku khas Betawi. Mata saya kali terpaku pada beberapa lukisan Fatmawati berukiran besar yang sudah diberi frame kayu berukir yang begitu indah dan estetik. Seperti personal branding yang menjadi ciri khas Fatmawati, beliau mengenakan busana nasional yaitu kebaya, kain (batik), bersanggul dan mengenakan kerudung. Kecantikannya begitu terpancar karena memang saat menjadi ibu negara, Fatmawati baru berusia 22 tahun. Kenyataan ini benar-benar mengesankan. Khususnya bagi diri saya pribadi.

Sembari menikmati waktu, saya menyempatkan diri membuka beberapa tautan tentang kehidupan Fatmawati. Lahir di Bengkulu pada 5 Februari 1923, dia menikah dengan Soekarno pada saat baru berumur 20 tahun (menikah pada 1 Juni 1943). Fatmawati berdarah Minangkabau – Sumatera Barat – mengikuti darah sang Ayah – Hasan Din – dan Ibu – Siti Chadijah. Dia juga sempat pindah ke Palembang saat duduk di kelas 4 SD, lalu kembali ke Bengkulu. Di tanah kelahirannya inilah Fatmawati bertemu Soekarno yang saat itu dibuang/diasingkan oleh Belanda selama periode 1938-1942. Fatmawati bersekolah di Muhammadiyah ketika Soekarno menjadi salah seorang guru di institusi ini.

Kepintaran Fatmawati memikat hati Soekarno yang saat itu sudah beristrikan Inggit Garnasih dan ikut menemaninya ke Bengkulu bersama sang anak angkat Ratna Juami. Hasan Din – ayah Fatmawati – kebetulan adalah pendukung Soekarno, pengusaha, dan aktivis Muhammadiyah, sering terlibat dalam beberapa banyak kegiatan dan diskusi dengan sang proklamator. Soekarno bahkan mengusulkan kepada Hasan Din agar menyekolahkan Fatmawati ke Rooms Khatolik Vakschool di mana Ratna Juami bersekolah. Dia bahkan meminta Fatmawati untuk pindah ke rumahnya, menemani Ratna Juami.

Pindahnya Fatmawati ke rumah, membuat Inggit Garnasih tidak nyaman. Apalagi melihat kedekatan Soekarno dan Fatmawati lebih dari hubungan antara seorang guru dan murid. Jadi saat Soekarno mengajukan diri untuk berpoligami karena menginginkan keturunan, Inggit Garnasih tidak menyetujuinya. Meskipun Inggit tak menafikan bahwa selama 20 tahun pernikahan mereka dia tidak bisa memberikan keturunan untuk Soekarno. Mereka pun bercerai dan Soekarno menikahi Fatmawati pada 1 Juni 1943. Fatmawati, dua tahun kemudian, pindah ke Jakarta, menempati istana negara, mendampingi Soekarno sebagai Presiden pertama RI.

Roda kehidupan pun kemudian berputar. Hingga pada 7 Juli 1953, di tahun ke-10 pernikahannya, Soekarno mengajukan ijin poligami, menikahi Hartini. Fatmawati yang sebetulnya juga adalah anti-poligami akhirnya memutuskan bercerai dan meninggalkan istana negara. Kejadian ini mengingatkan Fatmawati saat melakukan hal yang sama pada Inggit Garnasih. Jadi di satu masa, saat diizinkan dan diperkenankan bertemu Inggit Garnasih di Bandung, istri ke-3 Sang Proklamator ini meminta maaf sedalam-dalamnya.

Fatmawati – sang penjahit Bendera Pusaka – wafat pada 14 Mei 1980 di Kuala Lumpur dalam usia 57 tahun. Beliau diberitakan terkena serangan jantung setelah pulang dari umrah. Jazad beliau dimakamkan di pemakaman Karet Bivak, Jakarta.

Kenangan akan sang pahlawan nasional banyak terekam di rumah ini. Meskipun tidak begitu luas, terlihat sekali rumahnya terawat dengan sangat baik. Kayu-kayu divernish dengan kebersihan yang terjaga. Lukisan dan foto berukuran besar itu yang sepertinya butuh dinding yang lebih lega agar ruang tamu tidak terkesan terlalu sempit. Barangkali, di satu waktu, di masa yang akan datang, pemerintah daerah setempat bisa membangun ruang tambahan di dekat paviliun, khusus untuk menjadi ruang display lukisan dan foto. Toh tanah seluas 500m2 dimana rumah ini berdiri, lebih dari cukup untuk mengakomodir rencana tersebut.

Teman-teman yang berwisata ke Bengkulu, jangan lupa mampir ke sini ya. Lokasinya sangat strategis. Ada di dekat Simpang Lima dan di dekatnya banyak terdapat outlet oleh-oleh serta beberapa kedai makan yang menyajikan menu khas Sumatera.

Tentang Bengkulu : Danau Gedang. Salah Satu Destinasi Wisata Wajib Kunjung di Bengkulu

Berkunjung ke Rumah Fatmawati Sang Penjahit Bendera Pusaka
Di antara lukisan indah Soekarno dan Fatmawati

Berkunjung ke Rumah Fatmawati Sang Penjahit Bendera Pusaka
Di teras depan rumah Fatmawati di Bengkulu

Berkunjung ke Rumah Fatmawati Sang Penjahit Bendera Pusaka

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

28 thoughts on “Berkunjung ke Rumah Fatmawati Sang Penjahit Bendera Pusaka”

  1. Terima kasih, mbak Annie, saya jadi tahu kalau ada rumah Fatmawati yang di Bengkulu dengan berbagai pernak-perniknya yang kental dengan nilai-nilai sejarah. Sunggu beruntung bisa ke sana. Semoga suatu saat nanti bisa ke sana. Kalau Mbak Annie tidak menuliskannya, mungkin saya dan orang lain tidak akan pernah tahu dengan seperti apa Fatmawati dan kehidupannya.

    Reply
    • Alhamdulillah saya dilimpahkan rezeki kesehatan, kesempatan, dan umur untuk berkunjung ke Bengkulu dan melakukan perjalanan ke beberapa destinasi wisata di sana. Bengkulu ternyata cukup menarik dengan berbagai wisata, meski hanya berupa provinsi kecil di Sumatera.

  2. Aku salfok sama lantainya, loh. Bersih dan mengkilap bangeet.
    HTM 5ribu di tempat yang bersih dan terawat begini sih termasuk murah ya, Bu…

    Iya bener, ruang sempit dikasi pajangan gede2 gitu jadi kelihatan tambah sempit. Baruuu mau bilang lebih bagus lagi kalau ditambah ruang lainnya khusus untuk galeri ya, Bu….

    Smoga aku bisa main ke Bengkulu…

    Reply
    • Kayunya diplitur mengkilat itu Ci. Sepertinya dikasih sesuatu juga agar tidak gampang rapuh, rusak, atau dimakan rayap. Dasar rumah juga sudah dicor. Jadi sepertinya rumah Fatmawati ini cukup kokoh dan kuat hingga bertahun-tahun. Semoga suatu saat bisa main ke Bengkulu ya Ci.

  3. Membayangkan Ibu Fatmawati sepertinya beliau lembut tetapi tegar.
    Tentang mesin jahit, Eyang Putri dulu punya mesin jahit engkol kaki gitu. Aku belajar jahit juga pakai mesin jahitnya Eyang.
    Tapi mesin jahitnya Ibu Fatmawati itu aku perhatiin, pakai engkol tangankah? Engga kebayang loh satu tangan gerakin engkol, trus satu tangan lagi pegang kain.
    Kalau engkol kaki kan, bisa pegang kain pakai 2 tangan.
    Hebatlah Ibu Fatmawati…

    Reply
    • Yang di ruang tamu itu mesin jahit kaki sementara yang digunakan Fatmawati untuk menjahit bendera itu pakai engkol tangan. Lumayan berat itu cara kerjanya ya. Karena murni manual.

  4. Seru banget ya Mba bisa berkunjung ke rumah Ibu Fatmawati, bisa melihat langsung berbagai potret masa lalu di sana. Semoga saya pun kelak bisa ke sini juga, sangat menarik untuk didatangi nih apalagi Htm-nya cuma 5ribu ya.

    Reply
    • Aamiin Yaa Rabbalalaamiin. Semoga suatu saat bisa menjadi penyaksi catatan sejarah Fatmawati Soekarno di Bengkulu.

  5. Rumahnya masih terawat dengan baik ya, bersih. Dan juga bersih dari pengunjung, jadi bisa berlama-lama dengan tenang kalau ke sini ya, mau berfoto juga nggak bakal bocor dengan penampakan pengunjung lain.

    Fatmawati, sosok perempuan hebat dan kuat. Walau akhirnya memilih berpisah saat san suami mengutarakan ingin poligami. Saya jadi ingat perkataan salah satu dosen saya dulu, beliau sering memberikan pesan pada para mahasiswa di kelas saya “Silakan kalau mau ganti istri dengan alasan yang kuat, tapi jangan nambah istri”

    Reply
    • Bener Mbak Nanik. Dari luar aja terlihat tertata banget. Tamannya terawat dan kebersihan kelihatannya juga selalu terjaga.

      Nah, saya setuju tuh dengan pendapat dosennya Mbak Nanik. Sependek pengetahuan saya, poligami lebih banyak mudharatnya ketimbang pahalanya. Meski saya tidak menafikan bahwa hal ini “direstui” oleh agama kita. Hanya saja lelaki sering melihat hal-hal yang menggampangkan dan menyenangkannya saja. Padahal dibalik itu banyak sekali persyaratan yang harus dipenuhi. Kita gak paham hati orang ya Mbak.

  6. he em estetik furniturenya, jadi serasa kayak berada di rumah sendiri ya Bu Annie.
    Terawatnya pula itu sang mesin jahit.
    Berarti kalau dipikir-pikir mesin jahit singer ini memang kualitasnya jempolan ya

    Reply
    • Bener Fen. Singer tuh jempolan banget kualitasnya. Bahkan sampe sekarang, untuk mereka yang memang mencari rezeki lewat menjahit, Singer jadi pilihan utama. Mesin-mesin yang lama itu banyak digunakan sebagai dekorasi ruangan. Saya pernah lihat dipasang di beberapa resto premium.

  7. Ibu fatmawati ini sosok teladan yang benar-benar penyayang ya, sama keluarga. Menjadi inspirasi bagi para ibu,. turut mendukung dan berkontribusi banget bagi negara. Ibu rumah tangga dan ibu negara yang sangat bisa dicontoh terkait ketulusannya

    Reply
    • Saya, terus terang, memandang beliau sebagai wanita biasa. Yang membuatnya istimewa adalah partisipasi aktif beliau dalam persiapan proklamasi. Menjahitkan Sang Saka Merah Putih. Bendera pertama milik negara yang dikibarkan sebagai bendera resmi Republik Indonesia.

  8. Di bandung ada rumahnya bu inggit garnasih yang sekrg jadi cagar budaya dan ditutup untuk umum… baca tentang kisah bu fatmawati ini aku jadi inget pernah beruntung biaa masuk ke rumah pribadi bu inggit pendahulu bangsa..

    Mengobrol panjang lebar dan banyak hal tentang bu inggit langsung dengan cucunya. Padahal susah sekali bisa tembus ring satu keluarga asli bu inggit..
    Banyak kisah teladannya dia.
    Dan banyak hal yang baru saya tau yang gada di buku-buku atau cerita sejarah selama ini

    Reply
    • Ah iya. Aku pernah baca tulisan tentang Rumah Inggit Garnasih itu. Terkesan banget karena sumbernya adalah orang terdekat beliau, keturunan langsung. Aku sampe merinding loh. Apalagi beliau banyak cerita tentang sejarah hidup Ibu Inggit yang 20 tahun menemani Soekarno berjuang hingga menjelang kemerdekaan.

      Itulah ya saya sangat mendukung para penulis untuk aktif produksi. Karena lewat diksi yang kita buat, sebuah jejak sejarah digital sudah terbentuk. Menjadi bacaan yang bisa sebagai referensi siapapun yang mencari sumber info yang sahih.

  9. Ibu Fatmawati ini kecantikannya legit ya?
    Hingga di usia senja masih cantik, terlebih di masa muda

    Saya terkesan dengan rumah kayu dan rumah panggung yang dimiliki ortu Fatmawati ini
    Di zaman itu kearifan lokal masih kental, sehingga paham hanya bangunan dari kayu dan bambu (pastinya harus udah “tua”) yang tak lekang di makan zaman

    Reply
    • Cantiknya memang natural dan khas Indonesia banget. Gak heran jika Soekarno terpincut oleh kecantikannya. Apalagi saat itu Fatmawati masih remaja dan sedang berada di usia yang sangat muda. Menikah dengan Soekarno pun saat itu di usia 20 tahun. Jika saya tidak salah hitung, selisih usia mereka pada saat itu adalah sekitar 22 tahun.

      Betul banget Mbak Maria. Di jaman itu rumah panggung kayu banyak digunakan oleh penduduk Sumatera. Alasannya antara lain adalah demi keselamatan karena Sumatera masih dikelilingi oleh hutan. Di kampung/desa Pagaralam, tempat alm Ayah saya dilahirkan, 90% rumah di kampung ini adalah rumah panggung. Mirip banget dengan rumah orang tua Fatmawati ini.

  10. Baca artikel yuk annie nih jadi serasa ikut jalan-jalan jugo. Tulisannyo detail nian. Kami belum pernah ke Bengkulu. Padahal dari Lampung sampe Aceh sudah galo dikunjungi bahkan ditinggali. Next sepertinya harus ke Bengkulu dan mampir ke rumah buk Fatmawati ini jugo.

    Reply
    • Naahh kelewat Bengkulu nyo ye. Kapan-kapan mampirlah Dy. Banyak tempat wisata yang pacak dikunjungi.

  11. Mataku langsung salfok sama depan rumahnya soalnya rumahnya beneran kayak kokoh banget Terus ukiran kayunya cantik dan kayak Asri gitu kelihatannya kalau rumah panggung. Pak aku jadi nambah pengetahuan sejarahnya nih kalau Bu Fatmawati ternyata nikah sama Pak Soekarno itu umur 22 tahun dan pas menjahit bendera pusaka merah putih itu dalam keadaan hamil. Mana dua hari pula ya ngejahitnya. Pantes aja dijadiin pahlawan negara sama Pak Gus Dur

    Reply
    • Fatmawati menikah dengan Soekarno di usia 20 tahun dan berpisah 10 tahun kemudian setelah melahirkan lima orang anak yang hebat-hebat. Bahkan sang anak ke-2 menjadi Presiden RI ke-5 dan sejauh ini masih menjadi satu-satunya presiden perempuan di republik ini. Salut memang dengan usaha menjahit Sang Saka Merah Putih di saat hamil tua anak pertama.

  12. Wah rumahnya cukup luas ya mbak.
    Owalah baru tahu kalau Fatmawati cerai dari Soekarno pas suaminya mau poligami, hedeehh.Padahal itu anak2nya dari Fatmawati mayan banyak.
    Owalah jadi makamnya maleh di Karet sini ya kirain ya di Bengkulu sana, hehe, mesti banyak lagi baca kisah sejarah nih.
    Semoga kapan2 ada kesempatan juga untuk mengunjungi rumah bersejarah tersebut.

    Reply
    • Ukuran rumahnya sendiri 92m2, tidak begitu besar. Yang luas adalah tanah di mana rumah itu berdiri, 500m2. Jadi saat kita lihat dari arah depan (di pinggir jalan/di luar pagar), kesan luas dan lapang itu begitu terlihat.

      Betul Pril. Fatmawati adalah istri ke-3 Soekarno. Setelah Siti Oetari Tjokroaminoto dan Inggit Garnasih. Fatmawati memutuskan untuk bercerai karena saat itu Soekarno memutuskan untuk menikahi Hartini. Kalau boleh aku bilang sih, kejadian ini jadi satu pelajaran hidup yang sangat berkesan untuk Fatmawati karena dia pernah melakukan hal yang sama saat Soekarno masih sah menjadi suami dari Inggit Garnasih. Ada seorang penulis yang menyampaikan bahwa setelah bercerai, Fatmawati akhirnya mendatangi Inggit Garnasih di Bandung untuk menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya.

  13. Jasa Ibu Fatmawati dalam mendukung suaminya yang seorang tokoh besar, sangatlah penting.
    Aku juga membaca beberapa literatur mengenai beliau saat sebelum menikah dengan Ir. Soekarno.
    Memang menarik menyimak sejarah dan aku baru tau fakta mini mengenai merk mesin jahit yang digunakan Ibu Fatmawati saat itu. hihihi.. makanya Ibukku selalu pakai mesin itu sampai sekarang. Karena saking awetnya yaa..

    Reply
    • Kalau saya, sedari kecil, memang sudah diajak oleh almarhum Ayah untuk membaca banyak buku tentang Soekarno. Kebetulan ada koleksinya di rumah. Buku-buku itu bahkan saya baca berkali-kali karena memang di saat itu belum punya uang sendiri untuk membeli buku. By the time akhirnya saya menemukan banyak fakta sejarah fenomenal tentang Soekarno. Khususnya kehidupan pribadi beliau kepada sekitar 10 istri. Ada yang memang dipublikasikan dan menjadi ibu negara mendampingi beliau hingga akhir hayat (Hartini), tapi ada juga yang hanya dijadikan pendamping semata tanpa status resmi yang diakui negara, seperti Ratna Sari Dewi, Heidy Jafar, Yurike Sanger, Haryati, Kartini Manopo, dan Sakiko Kanase.

  14. Kisah Inggit dan Fatmawati sungguh mirip sinetron ya. Ternyata beneran ada kisah poligami seperti itu. Bahkan terjadi pada kehidupan rumah tangga orang pertama di Indonesia

    Reply
  15. Masuk ke Rumah Fatmawati ini seperti terlempar ke mesin waktu. Aku juga mengunjunginya awal tahun 2022 lalu. Bedanya, aku ke Rumah Fatmawati dulu sebelum ke Rumah Bung Karno. Baru tahu kalau saat menjahit bendera merah putih, beliau sedang hamil tua.

    Lengkap sekali ulasannya, kak. Aku nggak berlama-lama di sana karena wawasan dan ketertarikanku akan sejarah tidak sedalam itu :D

    Reply

Leave a Comment