Saya sedang menghadiri dan mengikuti padatnya jadwal event Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) di Bali, saat buku “Dalam Dekapan Zaman. Memoar Pegiat Harmoni Bumi” karya Amanda Katili Niode, Ph.D meraih meja kerja saya. Buku yang dilahirkan lewat publisher Diomedia ini kemudian dibuka oleh suami yang penasaran dengan isinya. Suami sempat membaca sekitar puluhan halaman depan hingga akhirnya mengirimkan pesan lewat WA.
“Buku yang sungguh inspiratif. Kamu pasti suka,” demikian yang kemudian terbaca di layar HP saya.
Saya mendadak ingin mempercepat kepulangan ke rumah yang masih 7 (tujuh) hari ke depan.
Memulai dari Rangkaian Pemahaman
Seperti biasa, sebelum membaca buku non-fiksi di ranah ilmu pengetahuan, saya “mengosongkan gelas” terlebih dahulu. Berusaha tidak ter-distract dengan berbagai pekerjaan atau bacaan lain. Duduk rapi di meja kerja dan mengkondisikan diri agar bisa menyesap banyak pemahaman. Hal ini selalu saya lakukan demi menjaga konsentrasi saat menelusur lembar demi lembar dan menyerap setiap pemaparan dengan sebaik-baiknya. Apalagi buku “Dalam Dekapan Zaman. Memoar Pegiat Harmoni Bumi” ini tertulis dalam 420 halaman, sarat dengan narasi kuat bergizi, dan menghadirkan seorang pegiat lingkungan dengan perspektif, reflektif, dan edukatif pemikiran yang sudah puluhan tahun terlibat secara aktif pada pengelolaan lingkungan hidup dan isu perubahan iklim.
Tak butuh waktu lama untuk saya mengagumi seorang tokoh seperti Ibu Amanda karena sejak halaman pembuka yang isinya adalah testimoni dari sederet tokoh penting tanah air, kekaguman tersebut langsung merangsek naik. Mereka adalah para praktisi, pemegang keputusan, dan orang-orang penting yang mumpuni di dunia lingkungan hidup dan terhubung dengan praktik penanganan kelestarian bumi tanah air. Seperti Dr. Alue Dohong (Ahli Restorasi Gambut, Wamen Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI 2019-2024), Suzy Hutomo (Founder & Executive Chairperson The Body Shop Indonesia), Dina Marina Danomira (Founder Papua Trada Sampah – Youth & Climate Advocate), Dr. Rachmat Gobel (Wakil Ketua DPR RI bidang industri dan pengembangan 2019-2024), Dr. Ir. Mahawan Karuniasa, MM (Ketua jaringan ahli perubahan iklim dan kehutanan Indonesia, Dosen sekolah ilmu lingkungan UI), Erros Djarot (Budayawan), dan masih banyak lagi personal hebat serta tokoh nasional lainnya.
Dari membaca rangkaian testimoni ini saja, banyak sekali poin penting yang saya dapatkan, baik tentang Ibu Amanda sebagai seorang pribadi (istri dan ibu dari tiga orang anak), maupun perihal kiprah dan sepak terjang beliau yang konsisten mengabdi pada perjuangan di bidang lingkungan khususnya perubahan iklim.
Sebelum mengulas lebih jauh tentang isi buku, saya mencatat perihal penting tentang alasan serta tujuan dituliskan dan lahirnya buku ini. Pertama tentu saja mengajak pembaca untuk menggali lebih dalam tentang pentingnya hidup secara berkelanjutan dan berkontribusi pada keseimbangan bumi. Kedua adalah sebagai ajakan bagi semua orang untuk menjadi bagian dari gerakan yang lebih besar. Lalu untuk bersama-sama menjaga dan merawat bumi sebagai rumah bersama yang indah lestari.
Dua poin penting, yang menurut saya, begitu luas makna serta tanggung jawabnya.
Perempuan lulusan S1 ITB, S2 dari American University, College of Arts & Sciences dan terakhir sebagai seorang doktor (Ph.D) dari University of Michigan ini, mengajak para pembaca menyusur begitu banyak langkah penting yang telah beliau lewati selama puluhan tahun sebagai pegiat harmoni bumi. Keterlibatannya dalam berbagai organisasi dan atau institusi (pemerintah, non-pemerintah) yang memegang benang merah panjang untuk hal ini pun telah beliau jalani. Termasuk diantaranya terus mengembangkan diri dan meningkatkan kualitas serta kapasitas diri dengan mengikuti berbagai seminar, pelatihan, menyebar jejaring, menambah sertifikasi, dan ketrampilan-ketrampilan lain yang mendukung profesi beliau.
Sebuah memoar sarat makna, mengusung makna legacy (warisan) yang sesungguhnya. Tak hanya bagi keluarga beliau, penggiat kelestarian bumi, negara serta bangsa, tapi juga untuk publik/masyarakat Indonesia yang mendapatkan added value yang telah ditanamkan hingga saat ini.
Sekilas Tentang Isi Buku
Buku “Dalam Dekapan Zaman Memoar Pegiat Harmoni Bumi” ini pertama kali dikenalkan kepada publik pada Oktober 2024 (cetakan pertama) dengan 11 (sebelas BAB), Prolog tentang memulai jejak (refleksi dan aksi), Epilog tentang perjalanan tak berakhir dan sebuah kenangan khusus akan almarhum Omar Taraki Niode, si sulung yang sudah tiada dan namanya diabadikan menjadi Omar Niode Foundation, organisasi nirlaba yang dikelola dan dipimpin Ibu Amanda hingga saat ini. Kemudian hadir juga serangkaian Daftar Pustaka yang begitu rinci, lalu ditutup dengan Galeri Foto saat Ibu Amanda masih kecil, saat remaja, dewasa, menikah, dan rangkaian kegiatan penelitian, kunjungan, dan banyak kegiatan berkualitas yang menempatkan beliau sebagai seorang wanita berpengaruh.
Dalam setiap BAB, di bagian awal, dihadirkan lembaran berwarna yang mengulas tentang intisari dari isi pembahasan di BAB tersebut. Kehadiran lembaran ini, menurut saya, sungguh sangat membantu pembaca untuk membuka wawasan awal akan materi tulisan yang akan dihadirkan. Seperti halnya sebuah preambule dan bagian kesimpulan sebagai satu kesatuan. Ilustrasinya pun sangat menarik dengan menampilkan profil Ibu Amanda lewat sebuah kreasi digital.
Dibuat dalam ukuran 15 x 23 cm, buku “Dalam Dekapan Zaman Memoar Pegiat Harmoni Bumi” mengurai isi yang bisa menjadi pembelajaran banyak orang. Memoar sesungguhnya ada jembatan dari pembelajaran tersebut. Karena saat kita berkenan menilik setiap diksi yang dirajut menjadi sebuah pengalaman pribadi yang berbobot, kita – para pembaca – sejatinya sudah mengisi diri dengan banyak insight bahkan sudut pandang yang baru. Khususnya bagi saya ataupun Anda yang hanya mengenal bagian atau lapisan luar tentang isu climate change, environment sustainability, pengelolaan sumber daya alam, environmental management, beberapa key strategy yang terkait dengan perubahan iklim, The Climate Project dan The Climate Project Indonesia, serta masih banyak isu penting lainnya.
Dalam beberapa bahkan banyak kesempatan Ibu Amanda menyebutkan The Climate Project. Mercusuar dari seluruh organisasi yang peduli akan lingkungan dan perubahannya. Organisasi ini dipimpin oleh Albert Arnold Gore Jr. atau yang lebih dikenal dengan panggilan Al Gore. Pendiri dan penggerak The Climate Project. Mantan wakil presiden ke-45 pada masa pemerintahan Bill Clinton (1993-2001). Seorang politikus yang hingga kini diperhitungkan sebagai pembicara terbaik untuk isu lingkungan dan perubahan iklim serta Climate Reality Leader plus komunikator lingkungan yang paling terkemuka.
Al Gore, pada 12 Oktober 2007 bersama IPCC (International Panel of Climate Change) dianugerahkan sebuah penghargaan Perdamaian Nobel. Penghargaan ini diberikan atas usaha aktif beliau dan IPCC dalam membangun dan menyebarluaskan pengetahuan mengenai perubahan iklim dan konsisten merintis serta melakukan banyak langkah yang diperlukan untuk menangani kasus ini.
Saya sempat berhenti dan membaca ulang setiap lembaran saat Ibu Amanda membahas soal sepak terjang Al Gore dan bagaimana beliau berinteraksi dalam banyak hal dengan sang mantan wakil presiden US tersebut. Apalagi kemudian pencapaian Al Gore akan kepedulian lingkungan dilengkapi dengan sebuah film dokumenter berjudul “An Un-convenient Truth” bertemakan global warming, dan mendapatkan response sangat baik. Film dokumenter ini kemudian mendapatkan dua buah Piala Oscar (Academy Awards) untuk kategori Best Documentary Feature dan Best Original Song. Film ini mencapai prestasi box office dengan nilai $24 juta dollar US dan $26 juta dolar US di seluruh dunia. Pencatatan ini mengganjar “An Un-convenient Truth” sebagai film dokumentar terlaris ke-11 di negara penciptanya, United States of America.
Selain terlibat dengan ribuan aktivitas menjaga bumi, Ibu Amanda juga menjadi penggagas terbitnya beberapa buku tentang kuliner yang dilahirkan oleh Omar Niode Foundation. Seperti “Trailing the Taste of Gorontalo” (2015) yang mencetak prestasi sebagai Best in the World – Gourmand World Cook Book Award 2016 untuk kategori Asian Cuisine from Asian Foods. Lalu ada buku “Sambal Roa. Ragam, Resep & Rupiah”. Kemudian tercatat juga buku “At the Table” (2016) yang menghadirkan 14 (empat belas) resep masakan Gorontalo yang mendapatkan Best in the World untuk kategori Breakfast for Gourmand World Cook Book Award 2017. Disusul oleh e-cookbook bekerja sama dengan Indonesian Food Blogger Group “Resep Kreasi Singkong dan Yoghurt” (2013), e-book berjudul “Memilih Makanan Ramah Lingkungan dan 39 Resep Gorontalo”
Yang terakhir adalah “Comfort Food Memoirs. Kisah Makanan yang Menenangkan Beserta Resepnya” (2022). Buku di mana saya ikut terlibat di dalamnya dengan menghadirkan cerita tentang pindang patin pegagan dan Pantauan yang menjadi budaya silaturahim di kampung halaman alm. Ayah saya, Pagaralam, Sumatera Selatan. Buku ini lahir dengan menggandeng komunitas Food Blogger Indonesia yang hingga detik ini selalu mendampingi sepak terjang Ibu Amanda dalam keterlibatannya pada kuliner nusantara. Buku Comfort Food Memoirs sendiri menorehkan prestasi sebagai pemenang kedua pada kualifikasi Food Writing – Lifestyle dan Foreword – Best Authors and Chef, pada Gourmand Awards 2023. Penyerahan penghargaan dilakukan dalam acara megah di Saudi Feast Food Festival yang diadakan di Riyadh pada 27-29 November 2023.
Tentang Buku Food Memoirs : Mengenang Kisah dan Merindu Rasa Lewat Buku Comfort Food Memoirs
Membawa Perubahan dengan Kata
Sebagai seorang praktisi dan akademisi di bidang komunikasi, langkah membaca saya kemudian terpatri pada BAB 7 – Membawa Perubahan dengan Kata. Bab ini saya buka dan baca berulangkali hingga menemukan banyak kesepakatan dengan pemikiran Ibu Amanda dan konsep tentang Komunikasi Lingkungan yang praktikal yang sarat dengan nilai edukasi.
Seiring dengan berkembangnya konsep dan perangkat komunikasi mengikuti zaman dan kebutuhan kekinian, peran kemampuan akan komunikasi itu sendiri semakin menjejak di setiap sektor kehidupan. Tak terkecuali di ranah lingkungan di mana pergerakan dan atau ajakan akan kepedulian perubahan iklim itu terjadi. Seperti halnya Ibu Amanda, saya pun turut membayangkan bagaimana menggugah orang lain dengan menggunakan sarana dan prasarana komunikasi yang baik akan memberikan dampak yang positif bagi siapa pun yang terlibat di dalamnya. Apalah gunanya konsep yang matang, tim penggerak yang mumpuni, dan dana serta upaya pendukung yang berkualitas, jika tidak disertai dengan komunikasi yang baik. Semua aspek ini bisa berhenti di satu titik saja tanpa meninggalkan pengaruh dan tindakan nyata jika kemampuan berkomunikasi, menyampaikan pesan yang baik, tidak teraplikasikan dengan semestinya.
Hal ini pun harus dilakukan secara konsisten sembari menggiring konsep yang matang sehingga dapat dengan mudah diterima oleh orang lain. Seperti yang diungkapkan oleh Yale Program on Climate Change Communication, komunikasi iklim adalah tentang mendidik, menginformasikan, memperingatkan, membujuk, memobilisasi dan menyelesaikan masalah kritis ini. Ibu Amanda pun turut menambahkan pendapat pribadi bahwa komunikasi lingkungan yang efektif memerlukan kombinasi berbagai metode untuk menjangkau dan mempengaruhi berbagai segmen masyarakat. Hingga akhirnya individu, komunitas, dan publik mulai memahami, peduli, dan bertindak terhadap perubahan iklim melalui komunikasi mereka dengan orang lain.
Saya kemudian juga mencatat beberapa perangkat yang dibutuhkan dan cara efektif dalam sebuah komunikasi lingkungan. Secara tradisional kita bisa menggunakan pamflet, buku, brosur atau text book. Mengadakan workshop/pelatihan, lokakarya sebagai media pendidikan. Menggunakan alat atau media komunikasi modern seperti IG, Tik Tok, dan lain-lain. Kita juga bisa menggadakan webinar atau podcast sebagai sarana propaganda, membuat film (seperti yang dilakukan Al Gore), layar lebar, video, dan perangkat virtual lainnya. Bahkan bisa menggunakan sarana penyampai pesan yang out of the box seperti mural, patung di ruang publik, permainan edukasi dan simulasi. Media tulis seperti buku pun masih terasa efektif di beberapa kalangan. Seperti halnya buku “Dalam Dekapan Zaman. Memoir Pegiat Harmoni Bumi” ini.
Dalam beberapa kalimat aktif yang disajikan Ibu Amanda, saya juga mencatat bahwa teknik story telling dalam komunikasi lingkungan ternyata bisa memberikan efektivitas yang maksimal. Penerima pesan biasanya akan lebih mudah menyerap jika penyampai pesan bisa atau mampu memindahkan ide serta pemikirannya dengan baik. Pesan itu sendiri bisa tersampaikan tanpa distraksi dan dengan teknik pengolahan yang lebih berpihak pada ketertarikan dan added value yang bisa didapatkan oleh si penerima pesan. Karena sejatinya sebuah pesan dan atau pemikiran akan menjadi sangat berharga ketika bisa dipahami dengan baik oleh si penerima pesan.
Untuk meraih tujuan di atas, seorang komunikator – dalam hal ini adalah Climate Reality Leader (penggiat lingkungan di tanah air) – perlu mempertimbangkan hal-hal berikut sebagai fondasi untuk membangun rangka komunikasi yang baik. Diantaranya adalah pemberian informasi (awareness) yang bisa dilakukan lewat medsos, iklan, flyer, dan lain-lain. Memberikan pendidikan (education) dengan membangun pemahaman yang lebih mendalam. Mendorong interaksi dan partisipasi aktif publik dalam diskusi atau grup khusus (engagement). Memberikan pengaruh (influence) atas sikap dan presensi publik melalui kegiatan lobi, advokasi. Mewujudkannya dalam tindakan konkret (action) dan yang terakhir adalah mewujudkannya menjadi policy development sebagai implementasi dari berbagai kebijakan yang berpihak pada kepentingan lingkungan.
Sebuah Legacy Untuk Semesta
Saya sendiri – terus terang – mendapat hujanan insight dan atau pengetahuan baru dari buku yang inspiratif ini. Selain how to manage ourself to grow well, to repeatedly become a well-educated woman, membuka mata dan meningkatkan kepedulian akan perubahan iklim, juga mendidik diri agar tidak pernah melakukan misinformasi (kesalahan penyampaian info secara tidak disengaja) ataupun disinformasi (menyampaikan info keliru dengan disengaja).
Banyak perbendaharan kata-kata baru yang saya dapatkan lewat buku ini. Tentu saja beberapa vocabularies yang berhubungan dengan lingkungan hidup, perubahan iklim, dan bagaimana agar kita lebih mengenal, memahami, dan mencintai bumi. Diantaranya adalah iklim atropogenik, polikrisis, growth mindset, sustainability mindset, AHA momen, taksonomi, taksidermi, green columnist, dan tentang selfcare. Mencatat dan memahami sederetan kata ini membuat saya tak henti bersyukur karena telah diberikan kesempatan memiliki buku ini serta menghabiskan waktu hampir satu minggu penuh untuk sampai di lembaran terakhir.
Untuk saya pribadi, buku setebal 420 halaman ini cukup akomodatif dalam hal penggunaan hurufnya. Dengan ketebalan kertas yang cukup dan menghadirkan tipe huruf yang gampang terbaca (baik ukuran maupun jenisnya), membaca lembar demi lembar buku ini jadi tidak melelahkan mata. Proses pelekatan setiap halaman juga kuat sehingga meskipun kita tekan lebih dalam di bagian tengah pun, setiap lembarnya tidak tercerai berai. Yang paling saya sukai adalah lembaran-lembaran berwarna yang jadi pemisah antar BAB. Mata diajak untuk istirahat sementara sembari menikmati rangkaian kalimat penuh makna dengan narasi pembuka yang menginspirasi. Seandainya foto-foto yang ada di beberapa halaman terakhir bisa dicetak lebih besar, diselipkan di antara halaman, dan dicantumkan cerita singkat (caption), tentunya akan lebih mempercantik buku ini.
Semoga dengan hadirnya buku “Dalam Dekapan Zaman. Memoar Pegiat Harmoni Buku” bisa menjadi sebuah valuable legacy. Baik untuk keluarga, mereka yang mengenal baik Ibu Amanda Katili Niode, Ph.D, dan seluruh masyarakat yang ingin menjadi bagian dari komitmen untuk lebih menjaga kesehatan dan kehidupan bumi. Perjalanan hidup Ibu Amanda yang terurai di dalam buku ini hendaknya bisa menjadi role model bagaimana sesungguhnya kita, siapa pun itu, profesi apa pun yang sedang ditekuninya, bisa tertarik dan mau terlibat memahami banyak isu penting tentang lingkungan hidup, seperti apa yang sudah beliau lakukan selama puluhan tahun, dari dulu hingga kini.
Aku kagum dan takjub banget sama ibu Amanda. Melalui buku Dalam Dekapan Zaman, jadi serasa semakin tergugah dan tersadar akan pentingnya mencintai, merawat dan menjaga bumi.
Setiap individu punya peran penting dalam hal menjaga bumi. Sungguh sebuah buku yang sangat bergizi sekali. 420 halaman yang kaya akan kisah inspiratif serta sepakterjang ibu Amanda sebagai pegiat harmoni bumi sangat patut diacungi dua jempol.
Senang rasanya membayangkan mba Annie bersiap untuk membaca buku. Mengupayakan tidak terdistraksi, sangat mindful sekali dan pastinya banyak informasi serta ilmu diperoleh dari buku.
Benar-benar inspiratif di setiap lembar halamannya ya La. Membaca 40 halaman awal aja aku sudah bisa membayangkan akan mendapatkan banyak banget pengetahuan yang berharga tentang lingkungan dan perubahan iklim. Dan aku memutuskan untuk TIDAK MELEWATKAN selembar pun agar mendapatkan perspektif yang berkualitas dan luas. Seneng banget bisa dilibatkan dalam perjalanan buku ini karena di satu masa aku ikutan menulis tentang kuliner yang diterbitkan oleh OMAR NIODE FOUNDATION.
Baca ulasan ini saja saya ikut kagum dan penasaran ingin baca juga buku “Dalam Dekapan Zaman. Memoar Pegiat Harmoni Buku” ini. Salut dengan perjuangan Ibu Amanda untuk lingkungan, semoga langkah Ibu Amanda ini bisa menjadi inspirasi kita semua untuk ikut berkontribusi pada pengelolaan lingkungan hidup yang lestari dan berkelanjutan ya.
Aamiin Yaa Rabbalalaamiin. Semoga langkah-langkah beliau menjadi role model bagi banyak publik untuk lebih peduli dan mencintai bumi.
Saya suka buku ini karena ditulis secara story telling
sehingga bahasa dewa yang digunakan orang-orang yang tinggal di menara gading, bisa dipahami pembaca yang awam
padahal seperti kita ketahui, Ibu Amanda setinggi itu ilmu dan pengalamannya
namun, karena paham pembacanya sangat beragam, Ibu Amanda berhasil membuat isi bukunya begitu cair dan mengalir
Setuju banget Mbak. Saya sendiri jadi paham bagaimana menuliskan sebuah memoar yang mengalir. Tak cuma tentang pribadi dan memberikan makna bahwa kita bermanfaat bagi orang banyak.
Saya waktu pertama baca upasan tentang buku beliau, langsung cari di sosial media. Seperti apa sih penulisnya. Dan dari beberapa wawancara yg saya temui. Memang terlihat kecerdasan dan betapa pedulinya beliau akan lingkungan. Efek didikan ayahnya yg ahli geologi ya, Mba
Seperti sebuah kalimat pepatah “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya” ya Mbak. Seorang Amanda kecil yang kemudian paham akan sepak terjang Ayahnya, nyatanya bisa memberikan kontribusi yang lebih besar pada negara dan masyarakat Indonesia.
Untuk ini saya kemudian mengembalikan ingatan tentang Indira Gandhi yang juga dituliskan di buku ini. Saat ayahnya, Jawaharlal Nehru, menjadi PM India, Indira sering mengikuti sang ayah melakukan perjalanan dinas dan pertemuan2 penting yang melibatkan posisi ayahnya sebagai negarawan. Tahunan kemudian, Indira menduduki posisi ayahnya dan populer dengan kepemimpinan dan karya2nya untuk rakyat India.
Jadi mau sambil ngecekin mesin telusur dah buat nyari tahu apa itu iklim atropogenik, dan polikrisis.
Keren dan bermanfaat ini bukunya Ibu Amanda, banyak hal inspiratif yang bisa kita terapkan ya Bu Annie, apalagi dalam hal menjaga kelestarian bumi ini
A must have book pastinya Fenni
Penasaran ingin baca keseluruhan isi buku. Dari ulasan Bu Annie saja sudah kagum dg sosok Amanda. Perempuan inspiratif harusnya viral yg beginu ini.
Seneng banget mbak Annie ikut Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) di Bali, ditambah lagi dapat berita mendapatkan buku keren “Dalam Dekapan Zaman” karya Ibu Amanda. Dobel-dobel banyak dapet ilmu ya Mbak.
Aku belum baca bukunya, tapi udah dapet banyak pengetahuan istilah baru melalui artikelnya mbak Annie. Isuenya juga pas banget dengan kondisi bumi yang capek. Ibu Amanda memang orang pandai yang pantas dijuluki Pegiat Harmoni Bumi
Pastinya Mbak Hani. Menghadiri acara2 besar yang berhubungan dengan profesi kita (seperti UWRF), tentunya akan memberikan kita pencerahan dan banyak pengalaman baru. Kita juga jadi tahu bagaimana seorang penulis melahirkan buku2nya, perjuangan mereka dalam mempopulerkan buku mereka, dan bagaimana akhirnya mengembangkan diri untuk menjadi lebih baik. Bagus loh acara gini tuh diikuti oleh para penulis muda. Bisa ketemu dan bertukar pikiran dengan penulis2 lain. Baik yang lokal maupun yang sudah berada di skala internasional.
aduh aku jadi pengen beli bukunya deh ini.. terimakasih sudah mengulas cuplikan isi buku di sini yaa..
Baca review Mbak Annie tentang buku-buku Bu Amanda, selalu membuatku kagum. Tapi belum sempat baca bukunya. Untuk buku “Dalam Dekapan Zaman. Memoar Pegiat Harmoni Bumi” ini, benera deh, must have book! Bisa membuka wawasanku tentang bagaimana mencintai bumi. Makasih ya Mbak Annie…. BTW, book covernya estetik dan dalam banget maknanya
wajib punya dok, karena dituturkan dengan bahasa dan cara yang sederhana
seperti kita tahu, selama ini arah kebijakan pemerintah masih mispersepsi dengan esensi perubahan iklim
Tentu saja karena Ibu Amanda kan Direktur The Climate Reality Project Indonesia dan anggota delegasi RI untuk COP UNFCCC
Gak heran buku ini benar-benar berdaging
Nah setuju Pak dokter, covernya itu bikin penasaran baik untuk dimiliki dan dibaca isinya. Apalagi pas baca ulasannya Bu Annie ini isinya bermanfaat banget ya buat mengajak kita lebih mencintai bumi
Bumi adalah tempat tinggal kita. Jadi sudah menjadi kewajiban kita menjaga, merawat, dan mencintai ya, Mbak. Dan sederhana saja, dengan cara kitta masing-masing yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Saya sudah beberapa kali membaca ulasan buku ini baik di blog atau di IG. Dan saya semakin penasaran untuk membaca isi lengkap bukunya.
Bener banget Mas Bambang. Dan kesadaran itu harus terus menerus digaungkan agar publik lebih mau dan bisa membuka mata serta kepedulian akan kelestarian lingkungan. Dunia literasi adalah salah satu cara yang mudah-mudahan bisa memberikan manfaat maksimal.
Wah, ulasan yang sangat mendalam dan inspiratif! Membaca tentang perjalanan Ibu Amanda Katili Niode dalam buku “Dalam Dekapan Zaman” bikin saya semakin sadar akan pentingnya peran individu dalam menjaga kelestarian bumi. Terima kasih telah berbagi perspektif yang membuka mata dan hati untuk lebih peduli terhadap lingkungan.
Aku sampe hampir seminggu penuh baca setiap halaman Ded. Ternyata selain menceritakan legacy diri pribadi yang ingin Ibu Amanda sampaikan ke publik, kita juga jadi belajar agar bisa melibatkan diri dalam banyak tindakan nyata. Menjaga kelestarian lingkungan lewat berbagai cara yang melahirkan solusi serta hasil-hasil yang real buat apa dan siapapun yang berada di sekitar kita, bahkan untuk diri sendiri.
Ketika ibu Amanda menuliskan tentang pentingnya story telling, saya langsung teringat animasi The Lorax. Animasi yang bagus banget. Kalau dipikir lagi, kondisi bumi memang lama-lama bisa kayak film The Lorax. Jadi, filmnya gak sekadar menghibur, tapi juga memiliki pasan yang sangat dalam.
Media film/visual memang efektif ya untuk menyampaikan pesan. Karena sekarang tuh hanya sedikit orang yang mau membaca.
Salah satu tantangan pecinta lingkungan itu nggak bisa bergerak sendiri kalau mau ada dampak perubahan yang signifikan. Dan cari teman yang satu frekuensi soal isu ini susahnya minta ampun.
Contoh kecilnya, cari komunitas pendaki gunung itu gampang, buanyaaak, tapi nggak semua pendaki gunung itu pecinta lingkungan. Nyampah, salah satu buktinya.
Mudah-mudahan bukunya banyak dibaca orang biar makin banyak yang sadar dan peduli lingkungan.
Setuju banget Mas Lasmi. Gerakan global membutuhkan ribuan bahkan jutaan dukungan dari mereka yang memiliki visi, misi, dan girah yang sama. Bukan hanya soal pemikiran tapi juga rangkaian tindakan nyata. Kebersamaan tak hanya dalam teori tapi juga praktik langsung yang bisa menjadi contoh bagi orang lain.
Luar biasa reviewnya Mammi Annie.. detail dan ngalir
Aku jadi beneran punya refrensi gimana review buku yang enak dibaca dan yang pasti bikin penasaran pengen baca bukunya seutuhnya..
Cakep banget mengangkat isu lingkungan yang sekarang gencar disuarakan
MashaAllah. Makasih untuk complimentnya. Semoga dengan ulasan ini semakin banyak publik yang mengenal buku “Dalam Dekapan Zaman. Memoar Pegiat Harmoni Bumi” ini.
Membuat perubahan lewat kata adalah kalimat yang tepat untuk menggambarkan perjuangan seorang penulis. Apalagi jika menyangkut alam. Kata kata bisa jadi pedang yang bisa menggerakkan hati dan harapan loh. Sukses untuk bukunya
Well written Mbak. Selain tindakan lapangan, menyebarkan ilmu, sudut pandang, dan ajakan yang berkesinambungan adalah lewat tulisan. Bisa jadi berupa sebuah buku, status di media sosial, dan tulisan di blog seperti yang kita lakukan. Semoga dengan demikian, kepedulian publik akan semakin terbuka dan bisa dibaca oleh lebih banyak orang.