Beberapa asupan punya jejak kisah tersendiri bagi beberapa bahkan banyak orang. Ada sejumput kisah yang begitu membekas dalam ingatan yang terus bertahan menjadi kenangan. Lalu ada seseorang atau banyak orang yang turut mengukir memori di dalamnya. Lewat tulisan ini saya ingin mengajak para pembaca untuk mengenang kisah dan merindu rasa lewat buku Comfort Food Memoirs. Sebuah buku antologi kuliner yang digagas oleh Omar Niode Foundation serta menggandeng komunitas Food Blogger Indonesia
Ajakan Kolaborasi dari OMAR NIODE Foundation dan Komunitas Food Blogger Indonesia
Saya sedang mengikuti perbincangan hangat di WAG komunitas Food Blogger Indonesia saat membaca sebuah tawaran dari admin tentang membuat buku antologi kuliner. Idenya dibagikan di 2023 (saya lupa kapan persisnya). Satu gawe besar dalam rangka menjawab undangan kolaborasi Omar Niode Foundation yang sudah beberapa kali mengajak komunitas untuk berkegiatan bersama.
Saya menyambut riang berita ini karena buku dan kuliner adalah dua hal yang menjadi fokus kegiatan saya selama jadi pengacara, pensiun dari orang kantoran, dan mencemplungkan diri di dunia literasi. Dan seperti bisa ditebak, saya pun langsung mendaftarkan diri dengan suka cita dan semangat membara. Kapan lagi kan menulis dan menjadi kontributor dari sebuah buku yang dilahirkan oleh sebuah institusi sosial yang sudah punya nama dan malang melintang di dunia kuliner dalam dan luar negeri.
Pembicaraan kemudian fokus pada tema khusus yang akan diusung bagi buku yang akan diterbitkan. Setelah melahirkan beberapa buku yang mengesankan, Omar Niode Foundation ingin mengajak komunitas membidani lahirnya buku antologi yang mengulik tentang comfort food dengan judul dan tagline “Comfort Food Memoirs. Kisah Makanan yang Menenangkan beserta Resepnya.”
Mengulik Makna Comfort Food Memoirs
Usai obrolan di grup tersebut, rasa penasaran saya mendadak bangkit. Sebelum memutuskan akan menggarap topik yang akan saya angkat, saya pun berselancar mencari makna sesungguhnya dari comfort food memoirs. Ada tiga hal/kata yang kemudian saya tarik sebagai kata kunci yaitu kenyamanan/ketenangan, makanan, dan kenangan/memori.
Terurai begitu luas ya. Tapi tentunya jika kita memaknai comfort food secara tersirat sesuai dengan katanya saja, artinya akan menjadi makanan yang menenangkan dan atau membuat kita nyaman. Hanya saja ketika Omar Niode Foundation menyelipkan kata memoirs sebagai pelangkap judul, maka cakupan pembahasannya pun bertambah dengan unsur kenangan/memori.
Saya seketika bergeming. Terdiam saat menyadari bahwa pemilihan tiga kata sarat makna ini akan mengusung banyak kisah yang lama tersimpan dari para kontributornya. Makanan dan memori berkolaborasi dengan hadirnya seseorang bahkan mungkin banyak orang yang menjadi bagian dari catatan masa lalu tersebut.
Jadi ketika buku cetaknya sampai di tangan, saya tak sabar untuk membuka lembar demi lembar. Lewat beberapa uraian yang kemudian saya baca di bagian prakata yang ditulis oleh Ibu Amanda Katili Niode, pemahaman saya akan comfort food dan memoirs, kemudian dilengkapi oleh berbagai teori dari beberapa ahli dengan kutipan sebagai berikut:
“Pada artikel The Science of Comfort Food yang ditulis untuk The New York Times, Melinda Wenner Moyer menguraikan mengapa makanan tertentu sangat menyenangkan hati. Rasa dan kandungan nutrisi makanan memang mempengaruhi perasaan seseorang, tetapi acapkali kebahagiaan yang diperoleh dari makanan favorit berasdal dari kenangan yang ditimbulkan baginya dan orang-orang yang bersamanya saat menikmati makanan tersebut. Terkadang juga seseorang merasa sedih saat mengonsumsi makanan yang mengingatkannya pada orang tersayang yang dirindukan. Aroma makanan juga membangkitkan ingatan yang kuat” (x)
“Memoar/memoir adalah penggalan kisah hidup yang ditulis diri sendiri, tentang catatan peristiwa masa lampau yang ditulis dengan menekankan pada pendapat, kesan, dan tanggapan pencerita atas peristiwa yang dialami dan tentang sosok yang berhubungan dengannya.” (xi)
“Secara spesifik, comfort food memoir menggali lebih dalam lagi pengalaman emosional para penulisnya. Selain kenangan masa lalu, sensasi rasa ketika melahap comnfort food meningkat dengan memori kebersamaan, kehangatan, dan kenikmatan.” (xi)
Pindang Patin Pegagan dan Memori Masa Kecil
Tak butuh waktu lama bagi saya untuk memutuskan apa yang akan ditulis. Kebetulan tak lama dari undangan kolaborasi ini datang, saya baru pulang kampung ke Palembang dan diajak sepupu untuk mencoba pindang patin pegagan yang ditawarkan oleh Rumah Makan Pindang Patin Mbok Yah yang berada di Pasar Terapung 16 Ilir.
Saat itu indera pengecap saya begitu dimanjakan dengan gurihnya kuah pindang yang menyertai potongan-potongan besar ikan patin. Kehadiran berbagai rempah-rempah seperti batang serai, daun bawang, batang kemangi, potongan nanas, asam jawa, terasi, cabai merah, cabai rawit, bawang merah dan tomat kemudian menyempurnakan cerahnya potongan nanas untuk memberikan efek asam berpadu manis dan asin yang dimunculkan oleh gula merah dan garam halus.
Tentang Pindang Patin : Nikmatnya Pindang Patin Pegagan di Rumah Makan Terapung Mbok Yah Palembang
Bahagia tak terkira saat bermangkuk-mangkuk pindang patin tersebut menyusup masuk ke dalam mulut saya. Rasa lembut daging ikan patin menyatu sempurna dengan kuah otentik suku Ogan Komering Ilir. Apalagi konsep pasar terapung ini memberikan makna tersendiri bagi destinasi wisata kuliner otentik Sumatera Selatan yang ada di kota Palembang.
Rumah makan ini sebenarnya adalah pelengkap dari keseluruhan kenangan saya atas pindang patin. Sesungguhnya lah bibi (adik bungsu ayah saya) adalah orang yang selalu membangkitkan memori akan istimewanya masakan ikan berkuah tersebut dalam darah dan daging saya. Apalagi beliau sangat menjaga otentitas masakan yang sudah puluhan tahun melengkapi preferensi selera saya bertahun-tahun. Beliau dengan segala cinta selalu menyiapkan sepanci besar pindang patin – khusus bagian kepala – untuk saya makan selama pulang kampung dan menginap di rumahnya. Biasanya pindang patin ini juga dilengkapi dengan sambal tempoyak dan beberapa panganan lain yang dari masa ke masa menyertai kenangan semasa kecil saya.
Seperti yang saya ceritakan di buku Comfort Food Memoirs, kecintaan saya akan pindang patin sesungguhnya dimulai saat ayah saya (almarhum) mengajak seluruh anggota keluarga mudik ke dusun/desa ayah (alm.) yang berada di Pagaralam di seputaran tahun 1970-an. Saat itu adalah kali pertama saya menempuh perjalanan jauh – sekitar 7-8 jam – menuju dusun ayah yang berada di area pegunungan.
Ketibaan kami disambut hangat dan heboh oleh warga sekampung. Apalagi mengingat bahwa ayah saya sudah lama tidak mudik karena merantau ke Jakarta. Saya – anak perempuan satu-satunya – jadi incaran cubitan dan pelukan disana-sini. Semua orang terlihat berbinar-binar dan gemas menyaksikan saya yang aktif, tampak riang gembira (terkadang berlebihan) dan menyusur kampung karena rasa penasaran yang membuncah plus rakusnya nauzubillah (nulis ini sambil pengen ngakak). Jadi saat penduduk desa mengadakan adat pantauan, saya melangkah dengan semangat tak terbendung sembari mengenakan baju ala tekhnisi bengkel berbahan jeans celana pendek dan berpupur bubuk yang diteplok bibi saya semaksimal mungkin. Saya curiga jangan-jangan bibi saya ini punya dendam kesumat sehingga saya dipupuri sedemikian heboh.
Apa sih pantauan itu?
Dari jejak cerita dan penjelasan ayah saat itu, budaya pantauan ini sudah berlangsung berabad-abad lamanya di kampung ayah saya. Setiap ada warga kampung yang sudah lama tak pulang (seperti ayah saya) dan atau hadirnya tamu-tamu yang dianggap istimewa oleh para penduduk dan juga baru kali itu menginjakkan kaki di kampung (seperti saya dan kedua saudara lelaki saya), biasanya warga akan mengundang mereka ini untuk datang ke rumah sembari menikmati banyak asupan khas kampung untuk dinikmati.
Saat itu, banyak sekali penduduk yang datang ke rumah dan menyampaikan undangan itu secara langsung. Jadi kami tidak semerta-merta datang ya. Tapi benar-benar atas undangan. Lalu setelah mandi dan berpakaian sepantasnya, ayah mengajak kami semua mendatangi rumah-rumah tersebut satu persatu. Saya, si perakus ini, heboh teramat sangat. Dan itu terjadi mulai dari rumah pertama yang kami sambangi dan jaraknya hanya selemparan kaos.
Mata saya langsung membelalak saat masuk ke ruang tamu rumah tetangga ini. Dengan beralaskan tikar di atas kayu tebal bangunan rumah, terhampar kain bersih dan belasan piring kecil melingkar kemudian dibuat dua tumpukan. Setiap jenis sajian – jika tidak salah ingat – disediakan dalam tiga piring. Jadi tak ayal jumlahnya berlimpah betul. Selain bermacam sayuran rebus maupun berkuah santan, lauk pauknya banyak. Ada ayam dan daging sapi yang dimasak kuah santan dan digoreng. Aneka sambal juga ada. Sambal bawang, sambal mentah, sambal pete dan tentu saja sambal tempoyak (fermentasi durian). Plus tentu saja sewadah besar nasi putih hangat.
Naahh yang paling menarik perhatian saya adalah ikan dimasak kuah dengan banyak rempah dengan potongan tomat dan nanas yang mendominasi di bagian atas. Melihat saya membelalak dan langsung menarik piring ini, bibi langsung menghadiahi sekaligus mengkuliahi 2SKS untuk saya tentang hidangan yang bikin saya penasaran ini. Hidangan yang kemudian saya kenal sebagai pindang patin dan saya “kuasai” sepanjang proses pantauan. Bahkan saking hebohnya, pindang patin di setiap rumah langsung saya tarik ke hadapan, tanpa noleh-noleh, tanpa berbagi, dan saya tandaskan hingga ke kuahnya. Satu kenikmatan hakiki yang kemudian menyertai kegemaran saya akan kuliner kampung halaman ayah sepanjang masa.
Menuliskan ini membawa kembali setumpuk besar kenangan terindah saya akan Pagaralam, almarhum ayah, almarhumah ibu saya, dan bibi yang menetap di Palembang. Merekalah yang mengenal pindang patin sebagai masakan otentik tanah kelahiran saya yang hingga saat ini masih menjadi santapan andalan saat berkunjung ke Sumatera Selatan.
Comfort Food Memoirs dan Komunitas Food Blogger Indonesia
Buku antologi kuliner yang menyajikan narasi, foto, dan resep masakan yang menjadi bahasan ini, menghadirkan beberapa anggota komunitas Food Blogger Indonesia. Selain saya yang menuliskan artikel berjudul “Nikmatnya Pindang Patin Pegagan” juga hadir:
- A.B. Eko Dony Prayudi (Dodon) dengan artikel “Hangatnya Akulturasi di Meja Makan”;
- Bayu Fitri Hutami dengan artikel “Bubur Sumsum dari Syukuran Sampai Obat Kangen”;
- Hanny Nursanty dengan artikel “Cumi Asin Cabai Hijau Kecombrang Selera Nayla”;
- Katerina dengan artikel “Pindang Patin Bertahta di Batin”;
- Rina Susanti dengan artikel “Semangkuk Rasa dan Aroma”;
- Ovianty dengan artikel “Ketan dan Pisang Goreng Ala Minang”
Semua kisah yang kami bertujuh rangkai dengan segenap jiwa, menghadirkan kisah-kisah inspiratif yang sangat menggugah. Ada setumpuk kenangan yang sangat bernilai, ada diksi tentang kenikmatan, dan tentu saja keistimewaan sajian yang diulas oleh setiap kontributor. Sebagai food blogger, saya menandai bagaimana kuatnya alur cerita dan kekuatan memilih diksi yang dimiliki oleh seorang professional blogger. Dan buku ini juga membuktikan teori bahwa “Kenangan Tidak Akan Menghilang. Itu Membekas Dalam Jiwamu” (Lovely Runner episode 16). Kami pun menambah ukiran kenangan tersebut lewat blog kami masing-masing dan juga official website dari komunitas.
Tulisan Dodon : Buku Comfort Food Memoirs. Kisah Makanan yang Menenangkan Beserta Resepnya
Tulisan Hany : Buku Ketiga : Comfort Food Memoirs
Tulisan Katerina : Comfort Food Memoirs. Merayakan Kenangan dan Warisan Kuliner
Ulasan Lengkap dari Komunitas : 7 Warga Food Blogger Indonesia Turut Berkolaborasi dalam Buku Comfort Food Memoirs Bersama Amanda Katili dan Eros Djarot
Ingin menyintas lebih banyak informasi tentang komunitas Food Blogger Indonesia? Sila berselancar ke IG @foodbloggeridcommunity atau FB Page Food Blogger Indonesia
Comfort Food Memoirs yang Mendunia
Buku antologi yang ditulis oleh 65 (enam puluh lima) orang kontributor lintas profesi ini, disajikan dengan layouting yang sangat tertata rapi, foto-foto yang apik, serta pemilihan dan ukuran font yang readable dan nyaman di indera penglihatan kita. Mencapai jumlah artikel sebanyak 350 halaman dan diterbitkan oleh Diomedia Publishing House bekerja sama dengan Omar Niode Foundation, nyata buku “Comfort Food Memoirs. Kisah Makanan yang Menenangkan Beserta Resepnya” ini mencatat prestasi yang mengagumkan sebagai pemenang kedua pada kualifikasi Food Writing – Lifesyle dan Foreword – Best Authors and Chef, pada Gourmand Awards 2023. Penyerahan penghargaan dilakukan dalam acara megah di Saudi Feast Food Festival yang diadakan di Riyadh pada 27-29 November 2023.
Apa itu Gourmand Awards?
Menutip dari salah satu laman IG @foodbloggeridcommunity, Gourmand Awards yang didirikan pada 1995 oleh Eduarto Cointreau, adalah satu-satunya kompetisi internasional untuk konten budaya makanan. Setiap tahun, penghargaan ini memberikan apresiasi kepada buku-buku terbaik, baik cetak maupun digital, televisi dan media sosial kuliner dengan 205 negara peserta. Dengan 205 negara peserta, kompetisi ini terbuka untuk semua bahasa dan tidak dipungut biaya. Acaranya pun selalu menjadi ajang untuk bertemu dengan tokoh-tokoh terkemuka di sektor pertanian, pangan, dan kuliner termasuk penerbit, penulis, chef, dan jurnalis yang berkenan berbagi kisah budaya pertanian, pangan, dan kuliner mereka.
Jadi jika menilik luasnya jangkauan presentasi dari Gourmand Awards, Omar Niode Foundation, Food Blogger Indonesia Community, dan Diomedia Publishing House, serta tentu saja semua kontributor yang terlibat, patut bergembira dan bangga akan pencapaian yang telah diraih. Satu langkah pembuktian pada dunia kuliner internasional bahwa keberagaman kuliner Indonesia tak hanya berjaya di hati publik tanah air tapi juga bisa menghadirkan kebanggaan yang terukir manis sepanjang masa. Saya kemudian langsung mencatat bahwa buku antologi kuliner ini akan menjadi unforgettable yet dominant legacy bagi dunia literasi di Indonesia.
Dari sudut pandang pribadi, saya mengambil kesimpulan bahwa yang membuat buku antologi kuliner ini begitu istimewa adalah karena keberagaman sajian yang menampilkan kekayaan kuliner nusantara. Mulai dari Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan seolah terhidang dan tersentuh begitu spesifik dan otentik. Kekayaan rempah nusantara pun dikulik dan diangkat sehingga menjadi strong point dari setiap tulisan yang telah diuraikan.
Dalam satu kesempatan, Kamis, 23 Mei 2024, telah diadakan acara bedah buku “Comfort Food Memoirs. Kisah Makanan yang Menenangkan” di Gedung Gerakan Bhinneka Nasionalis, Jakarta. Acara ini dihadiri oleh beberapa orang kontributor buku. Diantaranya adalah budayawan Erros Djaort, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr. Alue Dohong, Chief Ragil Imam Wibowo, dan juga Ibu Amanda Katili Niode yang adalah founder dari Omar Niode Foundation. Beliau juga berperan sebagai penggagas dan chief editor dari buku ini. Acara ini menyertai lahirnya buku dalam bentuk cetak dan langsung mendapatkan apresiasi publik yang antusias ingin membaca dan memegang langsung buku ini.
Tentang Omar Niode Foundation
Omar Niode Foundation adalah sebuah organisasi nirlaba kecil yang turut berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, citra budaya, dan kuliner nusantara, di Indonesia dan mancanegara. Organisasi ini telah menerbitkan 15 buku. Diantaranya adalah “Trailing the Taste of Gorontalo” yang meraih Gourmand World Cookbook Award, Best of the Best 1995-2000, di kategori Food Heritage. Buku yang bernilai ini dipamerkan di Frankfurt Book Fair dan pameran buku internasional lainnya.
Amanda Katili Niode, Chairwoman Omar Niode Foundation, pernah menjadi kontributor Bab Indonesia pada buku “At the Table. Food and Family Around the World” yang diterbitkan pada 2016 oleh Greenwood/ABC-CLIO dan juga meraih Gourmand Award. Selain itu Amada juga menjadi kontributor pada buku Contemporary Advances in Food Tourism yang dilahirkan oleh Routledge Publishing pada Maret 2023.
Buku lain yang juga diterbitkan organisasi ini adalah Memilih Makanan Ramah Iklim +39 Resep Gorontalo. Buku yang mengenalkan konsep makanan ramah bumi dari berbagai aspek, sudut pandang, dan perannya dalam menyikapi krisis lingkungan. Buku yang ditulis oleh Amanda Katili Niode dan Zahra Khan ini menampilkan makanan ramah bumi yang dapat dicoba, khususnya masakan Gorontalo.
Di langkah berikutnya, bekerja sama dengan penerbit Diomedia, organisasi ini menerbitkan buku “Sambal Roa. Ragam, Resep, dan Rupiah” yang terbit pada 2023. Berperan sebagai kontributor dan editor, Amanda Katili Niode, lewat buku kecil ini berupaya menggali dan menyebarkan informasi tentang apa itu sambal roa, termasuk asal usul dan resep dasarnya, penggunaan sambal roa pada kuliner nusantara, serta bisnis sambal roa yang menguntungkan dan efek transformasi digital yang menyertainya.
Untuk kegiatan berskala internasional, Omar Niode Foundation juga aktif dalam persiapan United Nations Food Systems Summit pada 2021. Event ini menyelenggarakan tiga dialog independen, serta berperan serta dalam dialog diantara negara anggota.
Dalam melaksanakan berbagai kegiatannya, organisasi nirlaba ini bekerja sama dengan individu maupun organisasi dalam dan luar negeri. Aktif berkontribusi dalam kegiatan nasional maupun internasional seperti Pangan Bijak Nusantara, Yayasan Pusaka Rasa Nusantara, Future Food Institute, Jamie Oliver Food Revolution Day, Slow Food International, dan World Food Travel Association.
Ingin mendapatakan profil lengkap tentang organisasi ini, silahkan berselancar di akun IG @omarniode.
Berminat untuk memiliki buku ini? Sila hubungi saya di 0811-108-582 ya.
Sayang aku ke Palembang baru sekali itu juga karena kerja (liputan dr kantor) tapi biar singkat bisa nikmatin langsung martabak Har, pempek lenggang, mie celor. Justru pindang patin dan makan ikan patin baru nyoba pas nikah, resep ngambil dr google. Tapi ternyata jadi favorit suami dan anak padahal dia juga sama baru nyoba makan ikan patin. Aku biasanya nambahin selain tomat hijau dan cabe rawit utuh, ada terong bulat juga di dalamnya. Biar sekalian ada sayurnya ha… Ha… Dan Alhamdullillah almarhum mami pernah aku kirimin masakan ini dia bilang enak tapi kok terong bulatnya cuma 2😁😁
MashaAllah. Hanny sepertinya jago masak ya. Bisa dengan baik mengadaptasi resep menjadi sebuah hidangan lezat yang disukai keluarga. Tampaknya kapan-kapan saya harus ikut menikmati masakan Hanny hahaha. Secara ya saya bisanya cuma masak air hahahaha.
BTW, kalo saya seringkali menikmati pindang patin dengan sambal tempoyak dan rebusan wortel dan kacang panjang untuk menambah selera.
Awalnya aku ada niat beli buku ini. Dah mau menghubungi mba katerina. Tapj kemudian diajak ketemuan mba Hanny, dan ternyata malah dikasih, gratis. Senengnya ga terkira ❤️❤️.
Dari situ iseng tulis di stories, eh malah dpt sambutan hangat dr temen2 IG. Mereka pada mau, apalagi pas diksh tau harganya cuma 50k. Rasa2nya penerbit kayak sedekah aja menjual buku sebagus itu dengan Hrg yg teramat murah.
Tapi yg bikin terharu, ada teman yg bilang kalo berkat buku ini dia malah bisa baca tulisan ttg mantan atasannya di Citibank dan ABN AMRO, dindin dan frelon 😄. Ternyata memang banyak Orang2 hebat yg menjadi kontributor buku memoirs ini
MashaAllah. Gak nyangka akhirnya terhubung satu sama lain. Yang sudah lama ga ketemu malah akhirnya terhubung lewat buku. Benar-benar tak terduga ya.
Semoga bukunya memberi manfaatnya ya Fanny. Setiap yang membeli dan membaca mendapatkan berkah dan pengetahuan tentang kuliner nusantara yang selalu mengagumkan. Kapan-kapan Fanny kudu ikutan nulis yak.
First, barakallahu untu antologi Comfort Food Memoirs, semoga karya yang ditulis indah tersebut memberikan makna dan wawasan bermanfaat untuk dunia kuliner kita.
Kalau lihat fotonya, jenis kertasnya bagus ya Bu Annie. Sehingga bikin nyaman membacanya
Aamiin Yaa Rabbalalaamiin. Terima kasih untuk doa baiknya Fenni.
Ya kertasnya cukup tebal. Setiap lembarnya juga berwarna. Fontnya apik dan readable. Menyenangkan secara visual dan berbobot dalam isi.
Congrats ya buat bukunya mbak Annie, daku ikut senang😍. Bahagia pastinya setelah mengangkat kisah kenangan akan kuliner dalam tulisan lalu terbit menjadi buku. Sukses ya mbak.
Terimakasih banyak untuk compliment dan doa baiknya Mbak Emma.
350 halaman? Widiw, tebal ya. Baca buku kuliner setebal ini kayaknya harus sedia tisu, biar nggak ngiler kebayang makanan-makanan sedapnya. Hehe…
Iya dan itu sebagian besar halamannya full color. Hahahaha memang bikin ngiler saat lihat foto-fotonya.
Wah selamat, Mbak Annie ikut setor tulisan dan Alhamdulilah dibukukan
saya tuh maju mundur waktu ada pemberitahuan di grup
karena comfort food saya: mie bakso! Receh banget ya?
Mungkin karena semasa kecil ngiler banget lihat mie bakso tapi dilarang alm ibunda dengan alasan kotor, jorok, banyak kuman dll
hehehe… anehnya malah berbalik jadi suka ya?
Eh iya loh saya kira Mbak Maria ikutan buku antologi ini. Ternyata namanya tidak saya temukan. BTW, mie bakso juga menarik loh Mbak untuk dibahas apalagi di sana ada kenangan bersama Ibu.
Kaya terharu aja gitu bu kalau melihat karya akhirnya berhasil terbit
Seluruh usaha, waktu dan tenaga terbayar kalau melihat hasil akhirnya.
Comfort foodku apa yaa, mie ayam keknya hehee
Oiya rujak juga…
Ngga ada yang unik seleranya hihii
Selamat ya Bu, karya yang entah udah keberapa deh ini kayanya :)
Syukur luar biasa buat saya mulai dari saat menyatakan diri untuk ikut hingga buku ini hadir secara fisik. Kontributor yang terlibat pun banyak sekali. Lintas profesi yang begitu beragam dengan gaya menulis yang juga beragam. Seneng tak terkira pastinya. Semoga kedepannya bisa menghadirkan karya2 literasi yang berkualitas seperti Comfort Food Memoirs ini.
Wah, selamat atas buku antologi terbarunya ya mbak
Semoga bukunya sukses
Memang kalau bicara tentang makanan, nggak hanya soal cita rasa saja, tetapi juga tentang kenangan yang melekat saat mencicipinya ya
Betul banget Mbak. Karena itu buku antologi ini memilih judul Comfort Food Memoirs. Ada banyak kenangan yang tertinggal di sana.
setumpuk kenangan yang sangat bernilai, ada diksi tentang kenikmatan, dan tentu saja keistimewaan sajian yang diulas oleh setiap kontributor membuat buku ini begitu istimewa setiap lembarnya
alhamdulillah semua terjabarkan lewat 350 halaman berwarna di buku yang spesial ini
Bukunya keren banget, mba Annie. Bisa masuk seleksi internasional juga. Kalau buku tentang resep dan cerita personal tentang kuliner ini pasti sangat berkesan ya. Karena bisa bikin kita keinget kenangan2 dengan orang tersayang.
Betul sekali Mbak Ila. Disanalah makna memoirs kemudian terbentuk.
Gak berhenti-hentinya takjub sama kak Annie, keren banget berkaryanya. Selamat untuk buku antologi comport foodnya kak. Jadi penasaran pengen baca langsung soal pindang patin ini. Keren-keren banget food bloggernya … kayak mba Katerine, mba Bayu, kak Dodon, sama Rina Susanti juga ada hwaaa. Saya juga jadi memahami arti comport food dari sini
Alhamdulillah dengan hadirnya kami bertujuh, anggota komunitas Food Blogger Indonesia, buku ini semakin lengkap sentuhan diksinya.
Semua orang bisa mempunyai kisahnya sendiri terhadap sebuah hidangan yaa, ka Annie.
MashaAllaa~
Barakallahu fiikum atas terbitnya karya “Comfort Food Memoirs”.
Bagi yang memiliki kenangan atas makanan yang istimewa, maka jiwa-jiwa tersebut akan turut menyambut gembira dengan hadirnya buku dengan kisah menghangatkan masing-masing penulis. Judulnya pun menggoda sekalii.. berirama indah.
Alhamdulillah. Saya merasakan nuansa yang sama saat buku fisiknya sampai ke tangan saya. Senang banget telah membuat keputusan untuk menjadi salah seorang dari 65 kontributor untuk buku spesial ini. Semoga buku ini membawa manfaat banyak bagi publik. InshaAllah.
bukunya bagus… kertasnya juga bagus dan sepertinya tebal juga ya jadi bakal awet dan nyaman saat dibaca. aku jadi penasaran sama rasanya si menu pindang ini. jadi pengen makan menu ikan juga deh, ikan apa aja deh yang penting dibumbu kuah gitu kayaknya segeer
350 halaman Mbak dan sebagian besar full color karena ada foto dari makanan yang diulas.
Kuy cobain Mbak Sylvi. Kalau suka ikan, pindang, menurut saya, adalah salah satu menu yang kaya rasa.
Wah, keren banget buku antologi nya, Bu. Unik! Bagi pecinta makanan harus punya sih buku antologi ini. Atau, buku ini bisa jadi pilihan untuk hadiah ke teman mancanegara agar mereka bisa mengenal masakan Indonesia. Selamat untuk karyanya, Bu!
Waahh bagus banget idenya. Kado untuk teman yang tinggal di mancanegara lebih pas karena buku ini tertulis dalam bahasa Indonesia.
Buku yg keren dutulis oleh penulis yg paten dari pengalaman para food bloger. Apalagi blog sekelas kak Annie Nugraha, kak Rien dkk pasti gk diragukan lagi. Kualitas foto dan plot ceritanya bikin candu. Sukses terus untuk bukunya, semoga bermanfaat untuk sesama.
Alhamdulillah. MashaAllah. Terima kasih untuk complimentnya Mas Wahid. Semoga Mas Wahid bisa bergabung bersama kami membuat buku dengan kualitas penulisan sebaik Mas Wahid. InshaAllah bisa menjadi manfaat bagi orang banyak.
Keren nih buku antologinya, bisa sampai dapat penghargaan di luar negeri.
Pindang patin Mbok Yah, saya juga pernah ke sana mbak. Tentu saja dengan menu pindang kepala patinnya. Sama, bersih sampai tandas sekuah-kuahnya.
Seneng ya Mbak. Saat kita berada jauh dari rumah terus bisa menemukan masakan yang memanjakan lidah dan rasa. Apalagi buat saya yang punya kenangan istimewa akan pindang patin. Memori rapi tersimpan dalam ingatan.
Keren banget Mbak Annie bisa jadi bagian dalam bidang yang dicintai, bahkan mencatat ‘sejarah’ di dalamnya.
Ibarat tak kenal maka tak sayang ya, kita bakalan makin cinta dengan sesuatu, jika sudah mendalami ‘sejarah’ yang melingkupinya.
Begitu pula dalam bidang food dan kuliner, makin cinta dan terasa amat personal jika terlibat langsung dalam berbagai hal dalam bidang itu.