Today: Dec 05, 2024

Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta

Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta
1 month ago
Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta

Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta

Setelah lama tidak ngebolang bersama si bungsu, di awal Agustus 2024, saya memutuskan untuk mengajak dia liburan ke Yogyakarta. Persiapan sudah kami lakukan satu bulan sebelum berangkat. Mulai dari memesan tiket kereta api menuju Yogyakarta, tiket pesawat untuk pulang, rute kunjungan dengan beberapa destinasi wisata, dan tentu saja tempat menginap. Kami memutuskan untuk staycation in Yats Colony yang berada di Patangpuluhan, Wirobrajan. Sebuah tempat menginap di saat estetika dan kenyamanan menyatu

Libur semesteran genap si bungsu lumayan lama. Waktunya sekitar dua bulan, bahkan hampir tiga bulan. Meski masih dipenuhi oleh tugas-tugas kuliah seperti biasa, saya memutuskan untuk mengajak dia liburan sebentar ke Yogyakarta selama empat hari tiga malam.

Entah sudah berapa masehi saya tidak menginjakkan kaki di kota dengan nuansa slow living ini, sementara si bungsu bakal jadi pengalaman pertama. Banyak pertanyaan dan rasa penasaran yang membuncah dan berlarian di benak saat menyelaraskan keinginan kami berdua. Tapi saya kemudian memutuskan untuk mengikuti kemauan dan rencana si bungsu. Dengan tentu saja persetujuan saya terlebih dahulu untuk mengontrol isu keuangan.

Ternyata si bungsu tampak excited. Too excited perhaps. Apalagi saat menemukan banyak hal menarik yang dia dapatkan saat berselancar di media sosial khususnya Instagram. Beberapa diantaranya adalah referensi dari saya dan beberapa orang teman yang terbiasa bolak balik ke Yogyakarta. Mulai dari tempat menginap, destinasi wisata, sasaran kuliner yang sesuai dengan selera dan keinginannya.

Kesepakatan pun terbentuk. Untuk ke Yogyakarta kami akan naik kereta api Dwipangga kelas luxury, berangkat dari Gambir, Jakarta Pusat. Kembali ke Cikarang dengan naik pesawat ke bandara Soekarno Hatta, Tangerang. Menginap di dua tempat. Dua malam di Yats Colony, di tengah kota Yogyakarta dan semalam di Heha Ocean View di kawasan Gunung Kidul. Selama berada di dalam kota kami akan menggunakan taxi on-line, sementara untuk wisata keseluruhan selama full dua hari kami akan menyewa mobil. Untuk kuliner – khususnya makan siang – akan mengikuti di mana kami sedang berada. Untuk makan malam juga menyesuaikan. Tapi mostly si bungsu menginginkan resto di dalam kota yang menunya dia sukai.

Baiklah. Let’s go then.

Tentang Yogyakarta : Mengenal Tas Rajut Berkualitas di Dowa Honje Mangkubumi Yogyakarta

Menemukan Yats Colony

Saya sedang mengobrol dengan seorang teman expatriate yang saya kenal saat masih bekerja di sebuah PMA perminyakan. Dia memberitakan bahwa di awal 2025 dia akan segera kembali ke negaranya karena tugasnya (baca: kontrak kerjanya) di Indonesia akan segera berakhir. Saat kami bertukar sapa, dia menceritakan bahwa dia bersengaja menghabiskan dua bulan penuh untuk menyusur banyak tempat/daerah wisata yang dia sukai selama tinggal di tanah air. Mumpung masih di sini kan? Dipuas-puasin deh.

Dari setiap ceritanya, saya selalu dibikin takjub. Secara ya dia (sangat) menyukai dan sudah menelusur banyak tempat “tersembunyi” yang relatif jarang didatangi oleh wisatawan domestik. Mulai dari Indonesia bagian barat hingga ke ujung timur. Like others, as an expatriate speaks bahasa, dia menyukai Bali. Tergila-gila lebih tepatnya. Karena tau-tau udah di sana aja setiap dua minggu. Dah blusukan kemana-mana. Tapi selain Bali – tentu saja – teman saya ini benar-benar jatuh cinta dengan Yogyakarta. Bahkan jika semesta mengizinkan, dia pengen tinggal di Yogyakarta untuk beberapa waktu atau mengambil cuti panjang jika perusahaan berkenan. Dia ingin menikmati nuansa pedesaan, sawah yang luas, rumah sederhana, dan jauh dari kebisingan kendaraan. Sudah melokal banget lah pemikirannya.

“Saya suka ketenangan Yogya. People are so nice and warm, kind-hearted eventually,” ujarnya penuh makna.

Saya setuju. Meskipun kunjungan saya ke Yogyakarta sejauh ini tak lebih dari lima jari, kota ini sudah memberikan kesan yang cukup mendalam di hati.

Singkat cerita, saya tetiba ingat untuk bertanya tentang tempat menginap. Karena selera kami akan hotel atau villa relatif sama, saya termasuk sering mengandalkan pendapat dan pilihan dia untuk hal ini. Jangankan di luar kota, dia juga cukup sering staycation di dalam kota Jakarta saat akhir pekan. Dari obrolan itulah akhirnya dia mereferensikan beberapa nama hotel yang menurutnya patut saya coba. Salah satunya adalah Yats Colony yang berlokasi di Wirobrajan, kota Yogyakarta.

“It’s truly great in many issues. Rooms, facilities, meals, and off course the great services,” rincinya lagi dengan lebih lengkap.

Saya pun langsung meluncur ke beberapa instrumen informasi dan reservasi. Mulai dari OTA (On-line Travel Agency) atau agen perjalanan daring hingga beberapa media sosial.

Lewat Instagram akhirnya saya menemukan nomor kontak untuk pemesanan kamar secara langsung. Memang dasar rezeki, response mereka sangat cepat dan saya mendapatkan kamar dengan harga sangat kompetitif, yang jika saya check silang dengan OTA, harganya justru lebih murah. Lumayan kan ya. Setelah yakin dengan komunikasi yang sudah terbangun, apa yang terlihat di media sosial dan pujian dari sang teman tadi, saya pun langsung memesan dan membayar sewa dua malam sekaligus.

Tentang Yogyakarta : Keraton Ratu Boko. Saat Keindahan Sejarah Terukir di Yogyakarta

Sentuhan Estetika yang Patut Dapat Pujian

Melewati perjalanan darat via kereta api selama kurang lebih lima jam, kami tiba di stasiun Tugu sekitar pkl. 15:30 wib dan langsung meluncur ke Yats Colony. Dari info tentang jarak yang tak terlalu jauh, kami hanya butuh sekitar tak lebih dari Rp50.000,00 untuk tiba di hotel. Tak ada kesulitan yang berarti untuk mendapatkan taxi on-line. Hanya saja karena stasiun Tugu berada di tengah kota, kemacetan di area depan stasiun tak terhindarkan. Jadi kita harus banyak bersabar menikmati waktu antrian untuk penjemputan.

Supir yang membawa kami kebetulan belum pernah mengantar atau menjemput tamu ke dan dari Yats Colony, jadi saat tiba di seputaran hotel, dia sempat melewati pintu gerbang utama hotel. Signage dan petunjuk arah/lokasinya memang kecil banget sih jadi gak heran jika terlewatkan. Lahan parkirnya juga cukup terbatas karena di sisi depan kanan (saat kita datang) masih didiami oleh beberapa rumah penduduk.

Fasad bangunannya juga tidak terlalu istimewa secara rancang design luar ruang, sederhana saja tapi keindahannya cukup terwakilkan.

Melangkah ke dalam bangunan, saya menemukan ruang kerja para penerima tamu di sisi kiri, area kecil tempat anak bermain persis di depan pintu masuk, dan sebuah restoran di sisi kanan. Counter receptionist kecil aja. Tapi keindahan pengaturan furniture patut dapat pujian. Pintar banget yang menata. Meski meja penerima tamu ada di bawah tangga, dengan ruang yang sangat terbatas, staff tetap tampak nyaman dan leluasa bekerja. Saya malah salfok dengan jejeran kunci kamar. Bentuknya unik, seperti anak timbangan tapi terbuat dari kayu. Botol ini dijadikan bandulan yang kemudian terhubung dengan kunci model lama yang terbuat dari besi. Kunci tradisional putar seperti di rumah-rumah biasa.

Di depan meja resepsionis tergantung beberapa produk fashion. Vest, baju, kaos, celana panjang, celana pendek, dan lain-lain. Ada juga rak khusus untuk pernak-pernik handmade, seperti dompet dan gantungan kunci berbahan kulit, hiasan meja, dan masih banyak lainnya. Sementara di bagian tengah terpampang aneka produk keramik dengan bentuk-bentuk yang unik dan komposisi warna cantik. Saya awalnya ingin beli beberapa tapi mengingat keterbatasan bagasi, niat ini saya batalkan.

Satu lagi yang menarik hati adalah jejeran sepeda yang disewakan kepada tamu seharga Rp25.000,00/unit/jam. Ide bagus juga tuh buat mereka yang ingin mengitari kota atau paling tidak seputaran hotel sambil berolahraga. Apalagi jika nawaitunya ingin blusukan pelan-pelan. Sepeda adalah alat transportasi yang paling tepat untuk itu.

Sejajar dengan area ini, saya menemukan sebuah restoran dengan dominasi kayu dan warna-warna bumi. Di ujung ada dapur dengan space khusus untuk pelayanan pesanan makanan serta minuman. Sementara di tengahnya ada wood island sebagai meja hidang untuk buffet dan disampingnya dilengkapi dengan berbagai sofa dengan dudukan rendah. Di beberapa sudut ada rak-rak kayu yang diisi dengan koleksi buku. Ada buku anak, buku tentang traveling, self improvement, novel, dan masih banyak lagi.

Gegara melihat ini saya jadi kepikiran. Jika seandainya saya menitipkan beberapa eksemplar buku karya saya dan antologi dari komunitas Pondok Antologi Penulis Indonesia (PAPI) di tempat seperti ini, kira-kira pihak hotel berminat gak ya? Lumayan kan untuk media promosi.

Area makannya sendiri ada di dua tempat. Di dalam gedung ini atau di teras depan dengan udara terbuka. Di tempat yang terakhir ini ada sekitar tiga gerobak dorongan yang berfungsi di saat/waktu sarapan. Jika di dalam tempat duduknya rendah sehingga kita harus menunduk saat menyuap, di luar ini ada jejeran meja dan kursi dengan tinggi yang sama saat kita berada di rumah makan.

Baiklah. Sekarang kita tengok bagaimana kamar tipe RA King seharga Rp700.000,00/malam yang sudah saya pesan.

Tentang Yogyakarta : Palka Art Craft. Rumah Mini Produk Kreatif di Prawirotaman Yogyakarta

Kamar Cantik, Istagenic, Bersih, dan Nyaman

Deretan kamar ternyata berada di kawasan yang berbeda. Yang jika kita datang dan sampai di parkiran, gedungnya ada di sebelah kanan. Gedung ini tidak begitu terlihat dari jalanan karena sisi depannya tertutup oleh rumah penduduk.

Seorang petugas dengan ramah membantu membawakan koper-koper dan beberapa gembolan hasil jajanan selama berada di kereta api. Langsung diangkat/digeret karena memang ruang langkah ke kamar tidak proporsional untuk membawa trolley.

Melewati area menunggu di depan area parkir, lalu tangga dua kepotan dan sedikit jalan menanjak, saya dan si bungsu sampai di gedung dua lantai di sisi terdepan. Terpampang sebuah lorong lumayan panjang dengan beberapa tanaman hidup yang merapat ke jendela luar. Di salah satu sudut ada sebuah rak kayu yang berisikan tumpukan gelas dan cangkir yang sudah bersih, berkotak-kotak teh, kopi, dan gula sachet, serta sebuah dispenser dengan air panas dan air dingin. Jadi kalau stok compliments di kamar sudah habis, kita bisa nambah dan ambil sendiri. Dan itu free of charge. Ide yang bernas dan menyenangkan bagi tetamu ya.

Sebuah keindahan kemudian menghibur indera penglihatan sejenak setelah saya membuka pintu kamar.

Hadir sebuah kamar seluas sekitar 22m2 dengan rancang dalam ruang yang cantik, istagenic, dan terlihat sangat bersih dengan sentuhan beragam komposisi warna bumi. Sinar matahari langsung terlihat menyembul dari balik jendela yang posisinya agak miring. Saat membuka pintu, sebuah wastafel berada di sisi kanan, berdekatan dengan pintu kamar mandi yang bisa digeser. Ada sebuah meja kecil dengan wadah yang terbuat dari anyaman eceng gondok yang sudah diwarnai. Di dalam wadah ini ada perlengkapan mandi dan sepasang sandal jepit berwarna kuning menyala. Lalu di atasnya ada gantungan baju dengan sebuah rak kecil terbuka.

Memandang ke arah jendela, saya mendapati sebuah kasur berukuran king dengan bead-head yang efisien tapi tetap fungsional. Sementara di atasnya terdapat pahatan kayu dengan motif-motif kisah perjalanan yang berwarna-warni. Satu instalasi seni yang membuat saya kagum berhari-hari. Kasur besar ini kemudian didampingi oleh nakas kayu dan lampu gantung berwarna kekuningan. Begitu romantis dan menenangkan saat dinyalakan pada malam hari.

Merapat ke jendela, saya menemukan sebuah meja kerja berikut dengan kursinya. Di sinilah tersedia aneka refreshment, sebotol besar air putih dan sepasang cangkir. Di sebelahnya ada sebuah sofa kayu dengan dudukan sofa yang cukup untuk tiga orang dewasa. Saya sempat duduk di sini berlama-lama, membuka vitrase dan gorden lalu menatap kolam renang di bawahnya. Kolam ini dikelilingi oleh banyak pepohonan yang menghijau menyejukkan mata.

Besok pagilah saya menyusur ke bawah. Bejibun postingan tentang kolam renang dan lingkungannya yang estetik dan surga photography akan saya explore in the next day. Sesorean dan malam ini si bungsu sudah mengajak berburu kuliner dan membalas rasa penasarannya dengan Pizza Aroma Italia dan Tempo Gelato di Prawirotaman.

Tentang Yogyakarta : Menyesap Rasa Otentik Italia di Resto Pizza Aroma Italia Yogyakarta

Mabok Makan Pagi

Teman expatriate saya yang sudah hampir 20 tahun ngejogrok di Jakarta itu, sempat ngasih pesan sponsor soal sarapan di Yats Colony Yogyakarta.

“Jenis sarapannya gak begitu banyak. Tapi kamu harus coba semuanya termasuk yang di luar. Enak semuanya. Empat malam saya menginap, selalu ada yang baru. Saya bisa berjam-jam duduk di sofa di dalam resto sambil membaca buku. Astaga. What a great breakfast though,” ujarnya serius lewat ketikan WA dengan emoticon hati yang panjang bererot.

Saya membalas dengan emoticon tertawa terbahak-bahak. Membayangkan pastinya dia jadi begitu berselera saat mengenang sarapan yang pernah dia nikmati tersebut.

Dan itu saya buktikan saat dua kali bersantap, menghabiskan pagi, sebelum ngelencer menyusur banyak destinasi wisata di Yogyakarta.

“Aduh. Adek kekenyangan banget ini. Tapi pengen nyobain mie instant itu,” kata si bungsu sembari menunjuk salah satu gerobak makanan yang memang melayani pembuatan mie instant goreng atau kuah. Lengkap dengan sayur, telur, dan tambahan lain yang kita inginkan.

Saya menjawab dengan senyum lebar. Padahal di rumah ya biasa bikin mie instant meski hanya 1-2 kali dalam seminggu. Tapi entah kenapa kalo yang bikinin orang lain kok sensasi beda ya.

“Tapi 15 menit lagi mobil sewaannya datang,” lanjutnya sembari mencucu.

“Yah nanti bisalah minta dia menunggu sebentar. Bunda juga nanti mau ke toilet dulu sebelum berangkat. Santai aja bray. Kan kita lagi liburan.” Kalimat inilah yang kemudian membuatnya seketika berdiri dengan semangat, berjalan menuju sebuah gerobak dan memesan mie instant goreng dua bungkus dengan sebuah telor ceplok. Lah dua bungkus?

Gimana masakan yang lain? Setiap menu buffetnya umami bukan kepalang. Jenisnya gak neko-neko. Seperti masakan rumahan aja. Tapi bumbunya berani, gak pelit, dan memberikan efek rasa yang nonjok di lidah. Kue dan jajan pasarnya juga tasty. Tapi saya hanya sempat mencoba satu karena sudah terlalu kenyang dengan menu lain yang sudah saya ambil duluan.

Selain nasi dan lauk-pauk, Yats Colony juga menyediakan aneka pastry, banyak pilihan fresh juice, salad, dan jamu. Saya kira tadi jamu ini bakal sepi peminat. Tapi saat saya kembali ke dalam ruangan dan ingin memotret jamu tersebut, ternyata botolnya sudah nyaris kosong. Woahh. Jadi penasaran deh.

Di sarapan pagi ke-2, saat saya sibuk menata piring dan ingin memotret, seorang petugas perempuan datang menghampiri dan menawarkan bantuan. Saya membalas tawarannya dengan senyum mengembang. Kami kemudian terlibat dalam pembicaraan singkat, hingga akhirnya dia memahami profesi saya sebagai travel writer, food blogger, dan food photographer. Ketertarikannya pada materi pembicaraan membuat pagi itu lebih berwarna. Saya pun sekaligus menyampaikan rasa terima kasih atas kenyamanan yang sudah saya dan si bungsu rasakan selama dua malam menginap di Yats Colony dan menghaturkan sedikit masukan yang berangkat dari pengalaman saya sendiri.

Kolam Renang dan Bangunan Sekitar yang Cantik Menawan

Dua kali pagi, dua kali pula saya mengunjungi kolam renang yang berada di lantai dasar. Tiap hari saya mengambil foto dan video dari sisi yang berbeda sebelum sarapan. Saking tak ingin melewatkan satu sudut pun dari tempat yang eksotik ini.

Saya sebenarnya bisa melihat kolam renang ini dari jendela kamar tapi sebagian diantaranya tertutup sebuah pohon yang cukup rindang. Jadi saya gak bisa melihat kolam renang secara keseluruhan. Tapi saat malam, lampu-lampu sorot dan lampu hias di kolam renang menyala semua, saya bisa merasakan vibes syahdu yang tercipta.

Yuk kita melangkah ke bawah.

Turun lalu melewati pijakan semen bercampur batu dan tanaman-tamanan yang tingginya melebihi saya, tampak kolam renang dengan nuansa tosca pun terlihat lebih jelas. Pagi itu seorang petugas tampak membersihkan kolam dan menyapa saya dengan hangatnya. Langit yang tampak cerah seolah menyambut saya untuk merekam semua kenangan di kolam renang nan indah ini.

Selain kolamnya yang tampak bersih dan begitu terawat, beberapa tanaman yang melindunginya pun terlihat tumbuh subur. Petugas tadi terlihat menyirami ciptaan Tuhan ini dengan gerakan pelan dan sehening mungkin. Saya paham karena persis di depan kolam renang ada beberapa kamar dengan teras terbuka dan pintu keluar masuk. Salah satu sisi kamar dilengkapi dengan jendela kayu yang mengingatkan kita akan eksterior ala rumah-rumah lawas.

“Harusnya kita reserve kamar depan kolam renang ini Bun,” ujar si bungsu sembari tak sedetik pun melepaskan pandangan saat ngaso di area duduk yang terbentuk bagai lobang dan dilengkapi dengan dudukan empuk. Warnanya yang gonjreng sungguh menarik perhatian dan membuat nuansa kolam renang semakin apik untuk difoto.

“Bunda sudah tanyain. Tapi penuh,” balas saya menahan bohong.

Percakapan yang justru bikin saya nelangsa. Karena sejujurnya, di saat awal saya membuka percakapan dengan petugas reservasi, sejatinya masih ada satu kamar available yang letaknya persis di depan kolam renang ini. Tapi harganya cukup mahal jika dibandingkan dengan kamar yang sekarang kami tempati. Selisihnya lumayan banyak ih. Tapi setelah saya kembali menyusur akun IG Yats Colony dan beberapa video yang dibuat oleh beberapa tamu, mendadak saya menyesal dan kembali mengontak sang petugas. Tapi ternyata sudah ada orang lain yang membayar sewanya.

“Kalau dapat kamar gini, Adek pasti renang terus deh,” lanjut si bungsu sembari tak melepaskan pandangan ke arah kolam renang yang tampak bersih dan tenang. Saya jadi makin menyesal. Padahal jelas-jelas si petugas reservasi berulangkali menawarkannya dan mempromosikan bahwa kamar yang dia sebutkan adalah salah satu yang jadi favorit wisatawan.

Tapi ya sudahlah. Belum rezeki namanya. Untuk sementara cukup dengan memotret setiap sudut dan menantikan rezeki serta kesempatan kembali ke Yats Colony bersama suami. Plus menempati kamar yang strategis, cantik, dan menawan yang persis berada di depan kolam renang itu.

Menyimpan Kenangan Indah di Yats Colony Yogyakarta

Jika melihat dari kualifikasi kelas perhotelan, Yats Colony Yogyakarta ini masuk dalam level 3 (tiga). Angka yang sungguh di luar dugaan saya. Ah masak sih (cuma) bintang 3 (tiga)? Karena dengan keindahan yang tercipta, seni arsitektur dan penataan, kamar yang berkarakter kuat dan terawat dengan baik, kualitas kebersihan dan pelayanan, Yats Colony patut dapat kelas yang lebih dari tiga.

Tapi kemudian saya mengingat bahwa selain pencapaian yang barusan saya tulis, gelar bintang empat juga menetapkan beberapa persyaratan yang sepertinya belum bisa dipenuhi oleh Yats Colony. Seperti misalnya memiliki kamar standard minimum 50 (lima puluh buah) dengan luas masing-masing 24m2, fasilitas olah raga dan rekreasi, meja concierge, rest area, kamar suite sebanyak tiga buah dengan luas 48m2, dan masih banyak persyaratan lainnya. Dan untuk memenuhi syarat ini sepertinya Yats Colony butuh lahan yang (jauh) lebih luas.

Namun tak apa, rating tinggi dan banyak review yang sudah diberikan customers yang pernah menginap, Yats Colony Yogyakarta pantas mendapatkan kehormatan bintang 3 (tiga) rasa bintang 4 (empat). Rentang harga untuk setiap kamar pun suitable and still acceptable. Seperti yang sering saya dengar dari teman-teman pejalan, kenyamanan dan pelayanan yang prima adalah dua dari banyak faktor yang memutuskan seseorang memberikan penilaian tinggi bagi satu tempat. Makanan yang enak, kamar yang bersih, tematik, dengan penanganan yang profesional, dengan sendirinya akan menggiring publik untuk memberikan pujian yang sepantasnya.

Jadi saat melihat Yats Colony Yogyakarta masuk dalam daftar sepuluh besar hotel yang wajib dicoba saat berada di Yogyakarta, saya tak sedikit pun menyanggah. Begitu pun dengan kejituan penilaian sang teman expatriate yang kemudian menaruh harapan besar bahwa kedepannya Yats Colony Yogyakarta bisa beranjak ke bintang 4 (empat) dengan lahan baru yang lebih luas sembari memenuhi semua persyaratan di level tersebut. Dengan, tentu saja, pemeliharaan properti yang terbaik dan mampu mempertahankan semua poin terbaik yang sudah diulas oleh sekian banyak konsumen.

Teman-teman yang ingin melihat profil lengkap Yats Colony, bisa berseluncur ke IG @yatscolony atau langsung menghubungi Customer Service dengan nomor WA 0817-150-811. WA business ini juga mencantumkan katalog tentang kamar dan fasilitas lainnya yang mereka miliki.

Galeri Foto

Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta

Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta

Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta

Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta

Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta

Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta

Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta

Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta

Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta

Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta

Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta

Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta

Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta

Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta

Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta

Saat Estetika dan Kenyamanan Menyatu di Yats Colony Yogyakarta

17 Comments Leave a Reply

  1. Jogjakarta selalu ngangenin… Setahun gak ke Jogja tuh selalu pingin balik kesana, entah dengan alasan apa: liburan, seminar atau mampir… Dan tiap ke jogja selalu ribut sama anak-anak terkait pilihan menginap. BApaknya pingin nginep di resort, sementara anak pingin di hotel dekat malioboro… Tapi next, gak akan bingung lagi nentuin tempat staycation… sudah ada jawabnya: Yats Colony!
    Makasih mbak info dan foto-fotonya yang menarik…

    • Bener banget Mas. Yogyakarta selalu ngangenin deh. Meski saya baru beberapa kali ke kota slow living ini, hati saya sepertinya sudah tertambat apik dengan ketenangan dan keindahannya. Ini aja dah bikin rencana ke Yogya bareng suami tapi bawa mobil sendiri. Sepertinya bakalan seru juga.

      Nah kalau bawa anak-anak seperti ok jika pesan kamar yang di depan kolam renang itu Mas. Beeuuhh pasti betah anak-anak sih.

  2. Ikut nelongso denger anak mengeluh ya?
    Mungkin harus diajak diskusi sebelum menentukan kamar

    Saya juga pernah ngerasain nelongso
    Mengira anak bungsu saya (perempuan satu-satunya) gak suka strawberry, dalam perjalanan wisata bareng warga perumahan, saya gak beli strawberry yang montok-montok merah menggiurkan,
    karena setahu saya dia gak suka buah yang rasanya asem
    Ternyata dalam perjalanan pulang dia bilang suka strawberry dong, hiks sedih banget
    Mau beli dari teman seperjalanan, eh dia gak ngasih
    Semenjak itu saya selalu bertanya ke anak, enggak ngambil keputusan sendiri

    • Ternyata bukan hanya saya yang mengalami ya Mbak. Ada ternyata kita, di satu masa, hanya memainkan rasa dalam sebuah keputusan. Tapi mudah2an, sebanyak apa pun usia kita, hanya keputusan2 baiklah yang menyertai setiap langkah.

  3. Masha Allah, baca ceritanya suka banget. Ceritanya ngalir banget dan pengambilan fotonya estetik banget, inilah yg saya suka dari konten2 kak Annie Nugraha, mantap. Terimakasih. Btw liburan ke Yogya memang seru ya, destinasi wisata dan penginapannya juga banyak, bisa dipilih sesuai kebutuhan. Liburan bersama keluarga Kak Annie yang menyenangkan bersama si bungsu, semoga sehat2 selalu yang disana.

    • MashaAllah terima kasih untuk complimentnya Mas Wahid. Saya memang paling suka merekam semua jejak perjalanan lewat foto sebelum akhirnya hasil jepretan tersebut menemani dan menjadi pelengkap tulisan saya di blog ini. Apalagi untuk tempat-tempat yang layak untuk dibagikan kepada publik seperti YATS COLONY di Yogyakarta ini.

  4. Ke Yogya memang menyenangkan ya Bu Annie.
    Penginapannya juga betah buat bikin banyak konten sih ini. Paling ya siap-siap aja kaget memori gawai full hehe.
    Kalo melihat dari penampakan makanannya, wajar sih dibilang nonjok di lidah, bisa lahap banget dah menyantapnya

    • Bener Fen. Dan YATS COLONY ini bikin aku kangen pengen balik lagi. Next visit sepertinya bakal book kamar yang di depan kolam renang itu. Serasa punya kolam renang pribadi deh.

  5. Mba Annie melihat fotonya saja sudah jatuh cinta saya pada Yats Colony yang unik, cantik dengan sudut-sudut estetik.
    Soal makanan..mending sarapan di hotel tuh secukupnya variannya tapi dari segi rasa mantap semua macam di Yats Colony ini.

    • Iya Mbak Dian. Makanya banyak akun2 travel yang menyebutkan bahwa YATS COLONY adalah salah satu dari 10 hotel terbaik di Yogyakarta. Referensi temen buleku juga mantab nih. Beneran jempolan.

      Tadinya pengen booking tanpa sarapan. Tapi pas baca peta dan melihat sekitarnya, warung-warung yang referable itu sekitar 1km dari hotel. Jadi butuh effort yang lumayan untuk PP nya.

  6. Aku takjub, ka Anniee..
    Bukan hanya esensi perjalanannya, tapi juga “ngobrol” sama anak ini yang ternyata mau seberapa dewasanya mereka, tetap yaa.. “Anak” buat orangtuanya yang paling berharga, paling dirindukan dan semoga jadi bonding.

    Yats Colony Yogyakarta asri banget..
    Suasana khas Jogja yang brasa dekeett sama alam. Kalo uda gini, rela deh.. ga deketan ama laptop dulu, hehhe…

    • Memanfaatkan kesempatan anakku pulang ke rumah Len. Karena biasanya sulit banget untuk pergi bareng. Anak2 sekarang kan kesibukannya luar biasa.

    • Cus. Highly recommended pokoknya. Kalau bawa anak-anak, paling pas itu booking kamar yang berada persis di pinggiran kolam renang. Bakal betah deh.

  7. bagus banget hotelnya adem ngeliatnya banyak ijo-ijo, estetik dan banyak spot foto instagramable. tapi aku salfok pas baca part “mie instan” langsung keinget stok mie instan di rumah lagi abis padahal malam-malam gini enak banget makan mie instan kuah tambah telur dan pokcoy. fix besok beli mie instan hehehe

Leave a Reply

Your email address will not be published.

About Me

Annie Nugraha adalah ibu dua orang anak yang saat ini tinggal di Cikarang, Kabupaten Bekasi. Hobinya membaca, nonton berbagai genre film dan drama serta mengulik beragam dunia kreativitas. Selain mendalami dunia tulis menulis, Annie Nugraha juga adalah seorang pengajar, crafterwire jewelry designer dan pembelajar aktif di dunia photography.


Annie Nugraha dapat dihubungi via email annie.nugraha@gmail.com, atau  WA +62-811-108-582. Profilnya juga bisa dilihat di IG : @annie_nugraha, @annie_nugraha_handmade_jewelry
(untuk menampilkan karya-karya perhiasan handmade milik Annie) dan @pondok_antologi (untuk jejak langkah di dunia publishing dan literasi)

Blog ini adalah sebuah legacy. Warisan bagi siapa pun yang sempat mengenalnya. Sebuah kenangan tak bernilai jika di satu masa hanya tulisan-tulisan inilah yang menjadi bukti bahwa dia pernah hadir dan ada di dunia.

Don't Miss

Berburu Foto Ciamik di Gamplong Studio Alam Yogyakarta

Berburu Foto Ciamik di Gamplong Studio Alam Yogyakarta

Salah satu sumber kesenangan di dunia traveling – menurut saya pribadi –
Palka Art Craft. Rumah Mini Produk Kreatif di Prawirotaman Yogyakarta

Palka Art Craft. Rumah Mini Produk Kreatif di Prawirotaman Yogyakarta

Malam itu saya menyusur kawasan Prawirotaman. Salah satu area yang sepertinya memang