
Saya paling suka sarapan bubur ayam. Apalagi jika dilengkapi oleh kerupuk kampung, emping, suwiran ayam, tebaran daun bawang goreng renyah, potongan cakwe goreng, dan berbagai sate berbumbu (kulit ayam, usus, ati, dan ampela). Dihidangkan hangat-hangat, semangkok bubur ayam sungguh melengkapi kebahagiaan dalam memulai hari
Lampu jam digital di dalam kamar terlihat menyala dan menampilkan angka pkl. 03:00 wib dini hari. Alarm di gawai saya bernyanyi riang dan menjadi semakin kencang bak penyanyi rock yang sedang manggung di setiap detik jika dia tidak dibungkam. Saya menggeliat enggan setelah menyarungkan tampolan KO di sebuah tombol agar jam berbentuk persegi panjang ini terdiam. Saya memiringkan badan ke kanan dan menemukan si bungsu yang terlihat begitu nyenyak tidur di samping saya.
“Ngapain dia di kasur saya ya?” Lah si emak lupa. Dari kemarin kan si bungsu sengaja tidur di sini agar emaknya tidak termenggeh-menggeh naik ke lantai 2 menuju kamarnya hanya untuk sekedar membangunkan.
Ademnya pendingin ruangan sejatinya masih mengajak saya untuk terus berbaring dan mempertahankan pelukan selimut yang begitu nyaman saya rasakan. Kelopak mata pun enggan banget diajak terbuka. Duh beneran ini harus bangun ya? Semenit kemudian otak saya baru bisa berpikir jernih. Hari ini saya dan si bungsu akan naik kereta api menuju Yogyakarta. Menikmati masa berlibur selama 4 hari 3 malam.
Kereta akan berangkat sekitar pkl. 08:00 wib dari Stasiun Gambir menuju Stasiun Tugu yang berada di tengah kota Yogyakarta. Jika diperhitungkan secara cermat antara bersiap-siap, dandan, waktu tempuh yang dibutuhkan dari rumah menuju Stasiun Gambir, tambahkan sekian menit waktu untuk antisipasi macet, dan sisa waktu menunggu yang menyamankan selama di stasiun kereta yang berlokasi di tengah kota itu, berarti saya dan si bungsu harus berangkat dari rumah sekitar pkl. 04:00 wib. Dan ah, atas permintaan suami, jika memungkinkan dan waktunya cukup, dia ingin kami bertiga sarapan dulu di satu tempat di seputaran Cikini. Kawasan yang berdampingan dengan Gambir dan Monas di mana stasiun kereta berada.

Berangkat tepat sesuai rencana, nyatanya tol Cikampek lumayan terlihat lengang pagi itu. Padahal biasanya jalur 3 dan 4 yang berada di sisi paling kiri lajur sering sekali dipenuhi oleh truk dan container yang tampak berat membawa berbagai komoditas untuk diantarkan ke pelabuhan Tanjung Priuk. Belum lagi jika memperhitungkan kehadiran bis-bis besar dari luar daerah yang subuh-subuh sudah banyak melintas memasuki ibukota. Kendaraan berbodi besar-besar inilah, yang menurut pengalaman saya, sering membuat arus lalu lintas tol Cikampek menjadi lambat sehingga kendaraan pribadi jadi ikut melaju seperti kura-kura.
Tentang Bubur : Sarapan Nikmat dengan Bubur Ayam dan Soto Pemalang Mbak Wulan di Jababeka Cikarang
Tapi di pagi itu saya cukup beruntung. Kuota kendaraan tipe ini sedang tidak padat, jadi suami pun tak harus berlelah-lelah mengantarkan kami untuk kemudian menyambung waktu ke kantornya. Sembari nyetir suami sempat bertanya perihal sarapan. Saya menjawab dengan kalimat sakti “nantilah dilihat kalau sudah sampai Cikini” karena jujur saya sudah lama banget gak sarapan di kawasan ini, meskipun hafal setiap sudutnya dengan baik.
Entah dari mana ilham itu tercetus. Kok mendadak saya ingat dengan Bubur Ayam Special Cikini Jakarta yang rasanya sudah berabad-abad tidak pernah saya sambangi. Dulu sekali saat masih nge-kos di Setiabudi dan jadi budak corporate (numpang istilah dari generasi X), saya dan beberapa teman sering banget breakfast date di kawasan Cikini ini. Seringnya sih ketemuan dengan teman-teman yang tinggal di Depok atau Bogor yang jika ke kantor naik KRL menuju Stasiun Cikini. Kami pun biasanya sarapan bareng setelah mereka turun dari stasiun yang jaraknya cuma 100an meter dari Bubur Ayam Spesial Cikini. Banyak banget pilihannya. Selain bubur, ada ketoprak, soto, siomay, dan masih banyak lainnya.

Alhamdulillah. Setelah akhirnya memantapkan rencana, kami langsung meluncur ke Bubur Ayam Spesial Cikini ini. Selain untuk saya bernostalgia dengan suasana serta kesibukan kawasan Cikini dan kembali menikmati lezatnya sarapan di bubur gerobakan ini, si bungsu tampak (sangat) antusias saat saya bercerita tentang kedai gerobakan Bubur Ayam Spesial Cikini di masa lalu.
Tiba di Cikini sekitar pkl. 06:30, saya melihat beberapa orang sudah duduk mengantri di sebuah meja panjang yang ada di selasar luar KFC. Yup. Bubur Ayam Spesial Cikini ini ada di area parkir samping KFC. Tempat yang biasanya digunakan untuk belasan bahkan puluhan motor dititipkan. Seorang petugas parkir mengarahkan suami untuk memarkirkan mobil persis di depan ruko yang berseberangan dengan lokasi penjual bubur. Kebetulan ruko tersebut masih tutup. Nah ruko yang disewa oleh sebuah toko roti ini berada di belakang Bubur Cikini H. R. Sulaiman yang sudah terkenal banget. Kedai makan yang dulu sering saya sambangi untuk makan siang bersama-sama dengan teman kuliah. Kampus kami nyatanya hanya berjarak sekitar 1km dari bubur ini. Saat saya, suami, dan si bungsu sampai, Bubur Cikini H. R. Sulaiman juga sudah buka dan tampak ramai dipenuhi oleh para pelanggan.
Awalnya saya sempat gamang. Jujurly, saya tuh pengen betul sarapan Bubur Cikini H. R. Sulaiman. Bubur ini punya kenangan luar biasa atas selera saya terhadap bagaimana semangkuk bubur yang lezat dengan kualitas terbaik di hidangkan kepada publik. Mereka punya standarisasi kerja yang bagus, mutu yang tetap bertahan, dan pelayanan yang cepat. Bubur ini pun sudah melegenda dengan lokasi yang tetap sama selama puluhan tahun lamanya. Saya sempat mengintip sekilas lalu gamang. Tapi suami mengingatkan untuk nongkrong di Bubur Ayam Spesial Cikini saja. Meramaikan dan melariskan usaha yang masih butuh support orang banyak.
Saya menggangguk meng-iya-kan.
Tentang Bubur : Bubur Ayam Al-Azhar Jababeka. Belasan Tahun Menjamu Sarapan Warga Cikarang dengan Kelezatannya

Di bangku kayu panjang yang saya lihat dari kejauhan tadi, persis di depan saya duduk, sudah tersedia puluhan sate dalam berbagai bentuk dan ragam. Ada sate telur puyuh, usus ayam, ati, kulit ayam, dan ampela. Semua diletakkan di dalam sebuah kotak plastik yang sudah diberi alas kertas makan. Sajian tambahan yang tak pernah saya lewatkan saat menikmati sajian bubur ayam di mana pun.
Sembari menunggu, saya memperhatikan betapa ramainya Jl. Raya Cikini dan Jl. Cisadane di mana Bubur Ayam Spesial Cikini berada. Di sudut pertemuan kedua jalan inilah Bubur Ayam Spesial Cikini beroperasi. Kesibukan di sekitar gerobak bubur ini berada terpampang jelas di depan mata. Banyak penumpang KRL terlihat keluar dari Stasiun Kereta Cikini dengan langkah-langkah lebar mengejar waktu masuk kantor. Kesibukan sepagian itu pun menjadi pemandangan yang seru untuk dilihat.
Ingatan saya melayang kembali saat dengan panjang leher terus melihat ke arah itu Stasiun Cikini karena menunggu kedatangan teman. Saat itu masih langka orang punya handphone. Jadi janjian tuh benar-benar mengandalkan kepercayaan saja.
Selain sibuk menikmati sate yang ditawarkan sembari menunggu bubur pesanan kami datang, 3 gelas teh tawar hangat diantarkan ke hadapan berikut dengan 2 mangkok kerupuk kampung tambahan yang saya dan si bungsu minta. Waahh tumpukan kerupuk kampung yang membumbung ini membuat saya semakin berselera meskipun yakin tak ada gizinya. Plastik bungkusan kerupuknya aja banyak banget. Belum lagi emping goreng yang ditaruh di dalam kaleng Khong Guan. Saat saya bertanya kepada si mbak yang bertugas melayani minuman, kerupuk dan emping itu bahkan sering banget kurang. Seringkali kecepatan habisnya tidak sebanding lurus dengan kuota bubur yang ada.
Beberapa menit kemudian, setelah antrian sebelum kami terlayani, 3 mangkuk bubur komplit yang masih panas pun tampak menerbitkan air liur. Ada sensasi wangi dari gorengan ayam, bawang merah goreng, dan sedikit kuah yang disertakan di dalam mangkuk. Kerupuk pun langsung saya tambahkan berikut beberapa sate yang sedari tadi sudah saya kunyah pelan-pelan.
Sebagai penganut sekte “tidak diaduk” saya menikmati kelezatan Bubur Ayam Spesial Cikini secara perlahan. Bagian per bagian saya campur sedikit demi sedikit bersamaan dengan kuah soto yang membangkitkan kelezatan bubur itu sendiri. Saya pun biasanya menambahkan kecap manis secukupnya dan tentu saja secuil sambal yang cukup nonjok di lidah agar taste blending di mangkok saya menjadi sempurna. Setidaknya memenuhi rasa lezat yang saya bayangkan sebelumnya. Ternyata Bubur Ayam Spesial Cikini ini mampu mempertahankan kualitas sajiannya meski sudah berjalan bertahun-tahun.
Hanya satu yang tak pas di lidah saya adalah “suasana” kering pada satenya, sementara saya lebih menyukai sate-sate yang terselimuti oleh bumbu basah. Bumbu basah yang mirip dengan godokan protein lain sebelum dimasukkan ke dalam wajan untuk digoreng. Dan pengaturan ini hanya saya temukan di beberapa kedai saja.
Sembari makan, saya memperhatikan dua orang bapak-bapak yang bertugas mempersiapkan pesanan. Terlihat sibuk luar biasa. Karena selain melayani tamu yang makan di tempat, mereka juga mempersiapkan banyak pesanan take-a-way atau lewat aplikasi. Kegiatan ini kemudian dibantu oleh seorang yang khusus mengatur packaging. Termasuk memasukkan kerupuk kampung, emping, dan tambahan sate.
“Eh ternyata ada sotonya juga loh,” ujar suami.
Saya pun mengangguk. Sedari tadi saya memang melihat sederetan bungkusan plastik bahan-bahan atau campuran soto yang berjejer di salah satu meja. Kemudian ada beberapa termos besar yang isinya nasi putih. Memang sering sih ya menu bubur ayam berkolaborasi dengan soto ayam. Kecocokannya itu bertemu lewat kuahnya. Bubur tuh selalu (lebih) lezat jika ditambahkan kuah soto. Sensasi segar yang ditimbulkan oleh kuah soto yang panas membuat sang bubur tambah nikmat.
Tapi banyak juga yang lebih menyukai menyantap bubur tanpa kuah. Ini jadi sekte baru selain aduk dan tidak diaduk gak sih?
Terima kasih banyak Bubur Ayam Spesial Cikini Jakarta yang sudah mengisi waktu sarapan saya dengan sajian yang nikmat dan lezat. Semoga standard kualitasnya tetap bertahan dengan cakupan bisnis yang terus berkembang. Sekarang berupa gerobakan tapi bukan tidak mungkin nantinya akan punya tempat permanen milik sendiri yang mampu menaungi para konsumen dari panasnya matahari dan kejamnya hujan deras.
Teman-teman yang mencari sarapan enak di seputaran Cikini Jakarta, silahkan mampir ke sini ya. Mari kita lariskan usaha sarapan halal yang memanjakan lidah. Bubur Ayam Spesial Cikini Jakarta, buka pagi-pagi sekali (sekitar pkl. 06:00 wib) dan tutup sehabisnya atau menjelang pkl. 10:00 wib di mana KFC dan lahan parkir yang mereka gunakan akan beroperasi.
Harga semangkok bubur ayam spesial ini antara Rp17.000,00 hingga Rp25.000,00 per porsi tergantung tambahan condiment yang kita inginkan. Tapi yang pasti tambahan kerupuk kampung semangkok yang saya minta tidak ditagih sama sekali.
Tentang Bubur : Mengecap Lezatnya Sop dan Bubur Ikan di Resto Ahian Pontianak

Kalau Fenni mau bubur ayam yang diaduk atau nggak, yang penting pas disantap gak terlalu panas. Soalnya pernah menatap bubur kadang diaduk, kadang pula kalo gak inget ya gak diaduk, hehe.
Yang di Cikini ini daku belum kesampaian buat beli. Sekalinya pagi ke daerah Cikini, eh lupa buat beli. Sekalinya inget mau beli, lagi gak turun di Cikini, hihi. Sepertinya harus nawaitu yang kuat, ke sana aja, satu tujuan kali ya Bu hehe
Bubur kalo kepanasan juga gak nyaman ya Fen. Kapan2 pas pagi2 datang ke Cikini, mampir deh ke Bubur Ayam Spesial Cikini nih. Dari info yang aku dapat, mereka hanya buka di waktu2 sarapan karena menggunakan lahan parkirnya KFC Cikini.
Iya Bu kalao kepanasan gak bisa langsung telan hehe. Soalnya gak perlu pake dikunyah lagi kecuali barengan sama sate makanannya 😄.
InshaAllah setelah lebaran mau mencobanya, semoga bisa sukses
Iya. Saya juga suka sama bubur ayam sama kuah soto. Lebih nikmat gitu. Aku mau diaduk atau nggak sih sama-sama doyan. Hehehe….
Apalagi kuah soto kaya rasa ya Mbak. Bikin buburnya tambah nikmat.
Mbak Annie jahadddddd……. ;D :D
Udah beberapa lama ini saya lagi ngidam bubur
Khususnya bubur H Oyo yang kental dan gurih
Dulu mangkal di Jalan H. Wasid (deket Boromeus) trus pindah ke Sulanjana Bandung
Tadi saya cari di Google, eh udah pindah ke Sultan Tirtayasa
Tapi saya team bubur diaduk Mbak
Kerupuk dan emping ketika diaduk bareng bubur, duh berjuta rasannya :D
Iya ih banyak yang cerita soal bubur H. Oyo. Tapi saya sendiri belum nyobain.
Hahahaha emang Mbak. Segala kerupuk dan emping itu enak bener kalo dicampur ke bubur. Saya pernah tuh nyelupin sekian banyak remahan kerupuk kampung ke dalam bubur. Ya salaaamm. Enaknya paling top deh.
Loh samma. Aku juga penganut “bubur tidak diaduk”. Disantap pelan-pelan sesuai yang disendok ketemunya apa. Kadang bubur & ayam, kadang bubur & telur, kadang bubur & kuahnya aja. Senikmat itu makan bubur tidak diaduk. Lalu diselingi krupuk krenyes…
Sesekali seruput teh hangat.
Gini nulisnya jam 14:11, buka puasa masih lama…wkwkwk…
Toosss kita Mbak. Aku juga menikmati bubur seperti itu. Bagian per bagian senikmatnya. Aaiihhh kebayang nikmatnya ya.
Bubur ayamnya sama persis dengan “bubur ayam jakarta” di sini. Ada beberapa jenis bubur ayam memang, dan yang seperti ini bernama seperti itu. Bisa jadi akarnya dari sini.
Kebetulan hanya jenis bubur ini yang saya suka banget. Saat hamil anak kedua, tiap malam saya minta beli ini di area kaki lima SCJ.
Visualnya pasti terlihat sama ya Mbak Susi. Kalau saya sih doyan dengan beberapa variant bubur dari berbagai daerah. Aahh seneng banget tuh pasti kalau kepengenan selama hamil bisa dituruti.
Dulu, suka beli bubur ayam yang mangkal di Pasar Hias Rias Cikini. Tapi, sekarang kan area di sana jadi steril. Entah mau dibikin apa itu gedungnya. Yang pasti bubur langganan saya udah gak tau jualan di mana. Kangen sama bubur cikini. Mau cobain makan di sini deh sesekali. Siapa tau bisa mengobati rasa kangen saya.
Iya ya. Aku juga baru inget akan Pasar Hias Rias Cikini. Dulu di sana tumplek bleg segala ada. Apalagi soal jajanan. Puas betul nyobain. Kemanalah mereka itu pindah ya Myr. Sekarang sih di sepanjang pelataran sepanjang toko kembang tuh juga mulai penuh sama street food. Barangkali itu tempat mereka kembali.
Anggota di rumah peyuka bubur ayam harus dikasih info tentang bubur ayam spesial Cikini ini nih, yang tetap mempertahankan cita rasanya dan mampu membuat pelanggan menuntaskan lidah akan rasa bubur yg sudah dikangenin sekian purnama.
Ah saya jadi kangen pengen balik. Rasanya memang memanjakan lidah dan ngangenin.
Sebelumnya aku kurang suka bubur ayam, tapi karena sempat sakit dan harus makan yg lembut jadi udah bisa terima namun hal yg mutlak ‘jangan diaduk’.
Pernah dpt rekomendasi juga dari temen bubur yang di cikini ini memang cukup melegenda dan kadang suka antri karena banyaknya peminat. Kalah liat gambar di artikel ini porsinya terbilang lumayan dah gitu aneka per-sate annya juga banyak pilihan. Lokasinya juga deket stasiun Cikini bisa jadi pilihan untuk menu sarapan sebelum beraktivitas
Kebanyakan yang beli memang para pegawai yang baru turun dari Stasiun KA Cikini. Mungkin buat bekal sarapan di kantor. Pelayanannya cepat jadi gak perlu nunggu terlalu lama.
Kapan main ke kawasan Cikini, cobain deh Mbak. Recommended banget pokoknya.
Jadi pingin Ramadan segera berakhir dan bisa jajan bubur lagi kalo ke Bandung
aneka ragam satenya itu lho menggoda banget
Bubur Cikini tuh asyiknya kuah dipisah ya?
Karena saya lebih suka bubur yang kental, sehingga pernah jajan bubur dengan banjuran kuah, rasanya kok jadi kurang nendang
Oh ya pernah kulineran bubur dengan gudeg Yogya, Mbak Annie?
Kalau saya sih lebih seneng kuahnya langsung masuk ke mangkok Mbak. Tapi tidak saya aduk. Dinikmati pelan-pelan dan sesendok demi sesendok campurannya.
Nah pernah sekali nyoba bubur gudeg itu tapi sayangnya pas pertama nyoba saya merasakan manis yang berlebihan. Jadi makannya cuma sedikit. Saya lebih menyukai asin soalnya.
Macam-macam satenya jadi makin bikin semangat menyantap bubur ayam cikini ini ya mbak. Dan semangkuk kerupuknya nggak dihitung, alias gratis pula.
Kalau saya makan bubur musti banjir sama kerupuk Mbak Nanik hahahaha. Seneng banget tak campurin langsung ke buburnya. Bikin rasa dari buburnya itu sendiri langsung bangkit di lidah.
Kak ini buburnya menggoda sekali, wajiiib banget dicoba kalau pas ke Cikini. Mana sate-sateannya super lengkap ya… Buat sarapan special banget nih
Cobain. Recommended banget pastinya.
di palembang molly pernah mkn bubur ayam jkt. tp ga seenak nyobain di jktnya. kpn2 molly mau ke sini.
Produk daerah asal memang rasonyo beda yo Mol. Lebih lekat di lidah.
Aku juga suka banget bubur ayam apalagi kalau berkuah. Tambah sate usus atau ati ampela tambah nikmat bangett..
Tapi kalau di tempatku kadang kuahnya kuah kari mbak.
Kuah kari tuh medhok banget yak. Kalo buat saya terlalu berat di lidah.